Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Minggu, 12 Mei 2024

RUH DENGAN SEGALA RAHASIA YANG MENYERTAINYA (PART 3 of 4)


D.    ADANYA KESAKSIAN RUH KEPADA ALLAH SWT.

 

Apa yang akan ruh lakukan pada waktu pertama kali masuk atau bergabung di dalam jasmani manusia disaat masih dalam rahim ibu? Apakah ruh berontak? Apakah ruh tunduk dan patuh kepada Allah SWT? Apakah ruh diam saja pada saat ruh masuk (dipersatukan) dengan jasmani? Jawaban dari pertanyaan ini ada pada surat Al A’raaf (7) ayat 172 berikut ini: “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”. 

 

Berdasarkan surat Al A’raaf  (7) ayat 172 yang kami kemukakan di atas terdapat 3(tiga) buah ketentuan dan keterangan yang wajib kita jadikan pedoman saat melaksanakan rencana besar kekhalifahan di muka bumi, yaitu: 

 

1.   Adanya  Pernyataan  Allah SWT Bahwa Allah SWT Adalah Tuhan Bagi Diri Kita. Allah SWT melalui surat Al A'raaf (7) ayat 172 dengan tegas menyatakan bahwa Allah SWT adalah Tuhan bagi diri kita. Jika ini adalah pernyataan Allah SWT berarti Allah SWT telah langsung menunjukkan kebesaranNya yang meliputi kehendak, kemampuan, ilmu serta kehebatan, keperkasaan yang dimiliki oleh Allah SWT.  Melalui pernyataan ini maka Allah SWT dengan tegas  menyatakan bahwa  Akulah Tuhan, Akulah Pencipta, Aku Pemelihara, Aku Pengawas, Akulah Penguasa, Akulah Pengayom, Akulah Pembimbing, Akulah Penjaga, Akulah Pemberi dan seterusnya sesuai dengan Asmaul Husna di mana itu semuanya bersifat Baqa, bersifat Qiyamuhu Binafsih, bersifat Wahdaniah, bersifat Mukhalafatul Lil Hawadish, dalam satu kesatuan yang tidak terpisahkan.

 

Dan jika sekarang Allah SWT sudah memberikan kesaksian dan pernyataan tentang diriNya sendiri seperti ini, selanjutnya maka : (1) Ilmu Allah SWT selalu ada di tengah dan di sekeliling kita; (2) Pendengaran dan penglihatan Allah SWT selalu ada di tengah dan di sekeliling kita; (3) Qudrat dan Iradat selalu ada di tengah dan di sekeliling kita; (4) Kalam dan Hayat selalu ada di tengah dan disekeliling kita; (5) Kasih sayang, pengawasan, pemeliharaan dari Allah SWT selalu ada di tengah dan di sekeliling diri kita.

 

Akhirnya kita tidak dapat dipisahkan dari ilmu, pendengaran, penglihatan, qudrat, iradat, kalam, hayat, kasih sayang, pengawasan dan pemeliharaan Allah SWT. Jika itu semua adalah posisi dan juga keadaan dari pernyataan dan kesaksian Allah SWT kepada seluruh makhluk-Nya, selanjutnya apakah kita akan menyianyiakannnya atau apakah kita akan mengabaikannya atau apakah kita mau menerima pernyataan dan kesaksian Allah SWT dengan sebenar-benarnya? Sekarang tinggal bagaimana kita menyikapi kesaksian dan pernyataan Allah SWT itu, maukah kita menerima dan mempercayai atau menolak atau apakah kita akan menggantinya dengan yang lain? Yang pasti kita yang sangat membutuhkan Allah SWT sedangkan Allah SWT tidak butuh sama sekali dengan diri kita.

 

2.  Adanya Pernyataan Ruh kepada Allah SWT. Inilah pengakuan ruhi di dalam rahim ibu kita pada waktu berumur 120 (seratus dua puluh) hari atau setelah ruh ditiupkan ke dalam jasmani yaitu ruh memberikan kesaksian bahwa Allah SWT adalah Tuhan. Adanya kondisi seperti ini dapat dikatakan bahwa setiap ruh secara individual atau secara pribadi-pribadi tanpa terkecuali, telah mengakui, telah menyatakan dengan tegas tanpa ada  paksaan dari siapapun juga bahwa Allah SWT adalah Tuhan bagi seluruh umat manusia. Selanjutnya apa yang terjadi setelah ruh mengakui bahwa Allah SWT adalah Tuhan? Adanya pengakuan ruh secara individual kepada Allah SWT berarti ruh telah memberikan kesaksian tentang Allah SWT sehingga ruh telah beriman kepada Allah SWT  dan adanya kondisi ini terlihat dengan jelas bahwa ajaran Islam tidak mengenal konsep reinkarnasi.

 

Sekarang timbul pertanyaan, atas dasar apakah ruh mengakui bahwa Allah SWT adalah Tuhan sehingga ruh telah beriman kepada Allah SWT? Pengakuan dan kesaksian ruh kepada Allah SWT bahwa Allah SWT adalah Tuhan dikarenakan ruh mengenal siapa Allah SWT; Ruh tahu apa dan bagaimana Allah SWT; Ruh tahu dari mana ia berasal serta Ruh tahu bahwa Allah SWT-lah yang menciptakannya. Lalu apakah hanya itu saja sehingga Ruh mengakui Allah SWT adalah Tuhan? Ruh adalah bagian dari Allah SWT, jika suatu bagian dipisahkan dari asalnya maka bagian yang dipisahkan pasti akan tahu, pasti akan mencari sesuatu yang sama dengan dirinya, pasti akan menuju kepada asalnya dan selanjutnya pasti akan mengetahui siapa asalnya tersebut. Jika ruh tahu bahwa Allah SWT adalah Tuhan dimana pernyataan itu sudah dinyatakan sejak awal kehidupan manusia atau sejak dipersatukannya ruh dengan jasmani maka apakah hal ini tidak cukup bagi kita untuk beriman kepada Allah SWT selama-lamanya.

 

Selain adanya dua pernyataan di atas, masih terdapat informasi dan ketentuan lain yang dapat kita peroleh dari surat  Al A’raaf (7) ayat 172 yang telah kami kemukakan di atas, yaitu :

 

a.  Allah SWT adalah perencana handal atas kekhalifahan di muka bumi, sudah mempertimbangkan dan memperhitungkan dengan matang bahwa di kemudian hari pasti akan terjadi hal-hal yang kami sebutkan di atas seperti menyanggah adanya kesaksian. Untuk itulah Allah SWT sejak awal sudah menutup pintu atau tidak memberikan kesempatan lagi jika dikemudian hari terjadi sanggahan yang disampaikan oleh manusia.

 

b.  Ruh-pun  sudah tahu dan sudah mengerti akan adanya hari kiamat atau hari pembalasan. Jika ruh sudah tahu akan adanya hari kiamat, ini berarti ruhpun sudah tahu akan adanya Rukun Iman yang Enam, dan ini juga berarti bahwa ruh-pun tahu tentang Percaya kepada Rasul, Percaya kepada Malaikat, Percaya kepada Kitab, Percaya kepada Qhada dan Qadar serta Taqdir dan yang Pasti adalah Ruh pun telah percaya kepada Allah SWT.

 

c.       Jika ruh telah beriman dengan Rukun Iman  yang enam dalam satu kesatuan yang tidak terpisahkan antara ketentuan satu dengan ketentuan yang lain, lalu bagaimana dengan jasmani,  Apakah jasmani tahu dengan Rukun Iman? Berdasarkan sifat-sifat jasmani yang kami sebutkan di atas, dapat di pastikan bahwa jasmani tidak mengetahui akan adanya hari kiamat apalagi adanya Rukun Iman. 

 

Hal yang harus kita perhatikan tentang pernyataan ruh kepada Allah SWT adalah apakah kualitas pernyataan yang telah kita lakukan kepada Allah SWT masih tetap sama kondisinya seperti saat pertama kali menyatakan Allah SWT adalah Tuhan bagi diri kitarpisahkan antara ketentuan satu dengan ketentuan yang lainiri kita.lak oleh ALLAH SWT.  ini karena eb? Sebagai makhluk yang terhormat sudah sepatutnya dan sepantasnya jika pernyataan ruh kita kepada Allah SWT tetap terpelihara, tetap terjaga kualitasnya dari waktu ke waktu.

 

3.   Sampai Kapankah Masa Berlakunya Pernyataan Ruh Kepada Allah SWT. 

     Sekarang bagaimana dengan masa berlakunya pernyataan ruh kepada Allah SWT, apakah memiliki masa berlaku? Pernyataan ruh kepada Allah SWT juga memiliki masa berlaku, yaitu masa berlaku dalam arti  umum dan masa berlaku dalam arti khusus. Secara umum masa berlakunya sepanjang manusia ada di muka bumi atau sepanjang di muka bumi ini masih ada manusia atau sepanjang masih ada kehidupan manusia di muka bumi maka pernyataan ruh untuk bertuhankan kepada Allah SWT masih berlaku sampai dengan hari kiamat.

 

Lalu bagaimana dengan masa berlaku pernyataan ruh dalam arti khusus yaitu masa berlaku bagi individual atau bagi pribadi-pribadi? Bagi individual atau secara pribadi-pribadi masa berlaku pernyataan ruh kepada Allah SWT dapat dibedakan menjadi 2(dua) yaitu dimulai dari saat ditiupkannya ruh ke dalam jasmani sampai dengan sebelum ruh tiba dikerongkongan atau dimulai dari saat ditiupkannya ruh dalam jasmani sampai dengan diri kita sendiri yang memutuskan untuk tidak mau melaksanakan pernyataan yang telah kita buat atau diri kita sendiri yang memutuskan hubungan dengan Allah SWT dengan tidak mau lagi melaksanakan komitmen bertuhankan kepada Allah SWT.

 

Selanjutnya jika dalam kehidupan sehari-hari ada istilah anak durhaka, yaitu suatu istilah bagi anak yang memutuskan hubungan dengan orang tua, maka istilah anak durhakapun (maksudnya adalah orang yang kafir) akan terjadi jika diri kita tidak mau melaksanakan pernyataan bertuhankan kepada Allah SWT yang berarti kita telah memutus hubungan dengan Allah SWT. Adanya kondisi yang kami kemukakan di atas ini, maka dapat dikatakan bahwa masa berlaku pernyataan bertuhankan kepada Allah SWT  bagi individual sangat tergantung kepada individu-individu itu sendiri, yaitu: (1) Apakah ia mau menerima, apakah ia mau melaksanakan komitmen ruh untuk bertuhan-kan kepada Allah SWT  ataukah; (2) Apakah ia tidak mau menerima dan tidak mau melaksanakan komitmen ruh untuk bertuhankan kepada Allah SWT.

 

Berdasarkan 2(dua) buah kondisi yang kami kemukakan di atas ini, berarti jika kita mau berkomitmen untuk melaksanakan pengakuan ruh untuk bertuhankan kepada Allah SWT maka masa berlaku pernyataan bertuhankan hanya kepada Allah SWT (syahadat) yang kita lakukan akan panjang, selama pengakuan tersebut terus kita lakukan dari waktu ke waktu selama hayat di kandung badan. Demikian pula sebaliknya, jika kita memutuskan untuk tidak mau melaksanakan komitmen ruh untuk bertuhankan hanya kepada Allah SWT maka sampai disitulah masa berlaku syahadat yang kita lakukan atau berakhirlah pernyataan  diri kita kepada Allah SWT.

 

Sekarang pilihan untuk melaksanakan atau tidak melaksanakan komitmen yang telah ruh lakukan untuk bertuhankan hanya kepada Allah SWT tergantung pada diri kita sendiri. Selanjutnya jika diri kita telah menyatakan dan memberikan pernyataan kontrak secara permanen, selanjutnya bagaimanakah kita harus bersikap? Kita wajib mematuhi pernyataan yang telah diucapkan pada waktu kita masih di dalam rahim ibu sampai ruh tiba dikerongkongan.

 

Lalu bagaimana dengan pernyataan Allah SWT yang telah siap menjadi Tuhan bagi seluruh ciptaannya? Yang Jelas dan teramat jelas adalah bahwa  Allah SWT tidak akan pernah ingkar janji terhadap penyataan tentang ketuhanan yang melekat dalam dzatnya Allah SWT. Sekarang setelah menjalani hidup di dunia atau setelah menjadi abd’ (hamba)Nya yang juga adalah khalifahNya di muka bumi, bagaimanakah kualitas dari pernyataan diri kita kepada Allah SWT, apakah masih tetap utuh seperti sediakala ataukah  sudah berubah ataukah  kita telah melanggar janji dengan berubah Sikap sehingga tidak lagi mau mengakui Allah SWT sebagai Tuhan? Mudah-mudahan kualitas dari pernyataan diri kita kepada Allah SWT tidak berubah sedikitpun sehingga kemudahan menjadi khalifah di muka bumi yang sekaligus makhluk pilihan dapat kita rasakan dan nikmati dan selanjutnya dapat menghantarkan diri kita ke “Kampung Kebahagiaan”. Terkecuali jika kita hendak pulang ke” Kampung Kesengsaraan dan Kebinasaan” maka lakukanlah ingkar janji atau berpalinglah dari pernyataan dan kesaksian kita kepada Allah SWT. Selamat memilih dan menentukan sikap.  

.

E.      SEPERTI APAKAH BENTUK RUH DIRI KITA.

 

Pernahkah kita merenung dan bertanya kepada diri sendiri, seperti apakah wujud dan bentuk ruh yang ditiupkan Allah SWT ke dalam jasmani diri kita? Apakah bentuk ruh sama dengan bentuk jasmani diri kita? Jika ruh dan jasmani sama bentuknya, apakah ruh dapat melihat, dapat mendengar serta merasakan seperti yang terjadi dengan jasmani kita? Untuk mengetahui itu semua, mari  kita pelajari tentang ruh dimaksud walaupun hanya sedikit melalui hadits yang kami kemukakan di bawah ini:

 

Abu Dzar r.a berkata: Rasulullah SAW bersabda: Pada suatu malam terbuka atap rumahku di Mekkah, lalu turun Jibril, dan membelah dadaku, kemudian membasuhnya dengan air zam-zam, kemudian ia membawa mangkok emas yang penuh berisi hikmat dan iman lalu dituangkan ke dalam dadaku, lalu ditutup kembali. Kemudian ia membimbing tanganku dan menaikkan aku ke langit dunia, dan ketika sampai di langit, Jibril berkata kepada penjaganya: Bukalah. Lalu ditanya: Siapakah itu? Jawabnya: Jibril. Lalu ditanya: Apakah bersama lain orang? Jawabnya: Ya, bersamaku Muhammad SAW. Ditanya: Apakah dipanggil? Jawabnya: Ya. Ketika telah dibuka, kami naik ke langit dunia tiba-tiba bertemu dengan orang yang duduk sedang di kanan, kirinya banyak gerombolan, bila ia melihat ke kanan tertawa, bila melihat kekiri menangis, maka ia menyambut: Marhaban (selamat datang) nabi yang salih dan putra yang salih. Saya Tanya kepada Jibril: Siapakah itu? Jawabnya: Itu Adam a.s, sedang gerombolan yang kanan-kirinya anak cucunya, yang di kanan ahli sorga dan yang di kirinya ahli neraka, karena itu ia tertawa bila melihat ke kanan, dan menangis bila melihat ke kirinya.

 

Kemudian dinaikkan ke langit kedua, dan minta buka pada penjaganya, juga dikatakan oleh penjaganya sebagaimana langit pertama, lalu dibuka. Anas r.a. berkata: Maka menyebut bahwa di langit-langit itu telah bertemu dengan Adam, Idris, Musa, Isa, Ibrahim a.s. tetapi tidak dijelaskan tempat masing-masing, hanya menyebut  bahwa Adam di langit pertama dan Ibrahim di langit ke enam.Anas r.a. berkata: Ketika Jibril bersama Nabi Muhammad SAW jumpa dengan nabi Idris maka disambut: Marhaban (selamat datang) nabi yang salih dan saudara yang salih. Lalu saya tanya: Siapakah ini? Jawabnya: Ini Idris, kemudian melalui nabi Musa juga disambut: Marhaban binnabiyissalih, dan saya bertanya: Siapakah ini? Jawab Jibril: Itu Musa, lalu melalui Isa juga menyambut selamat datang nabi yang salih dan saudara yang salih, ketika saya tanya: Siapakah itu? Jawab Jibril: Itu Isa a.s.

 

Kemudian melalui Ibrahim juga menyambut: Selamat datang nabi yang salih dan putra yang salih. Lalu saya tanya: Siapakah itu? Jawab Jibril: Itu Ibrahim a.s. Kemudian aku dibawa naik sehingga ke atas mustawa, dimana aku mendengar suara kalam yang mencatat dilauh mahfudh. Maka Allah mewajibkan atas ummatku lima puluh kali sembahyang. Lalu aku kembali membawa perintah kewajiban itu sehingga melalui Musa, maka ia tanya: Apakah yang diwajibkan Tuhan atas ummatmu? Jawabku: Lima puluh kali sembahyang, langsung ia berkata: Kembalilah kepada Tuhan untuk minta keringanan, sebab ummatmu takkan kuat melakukan itu, maka aku kembali kepada Tuhan minta keringanan dan diringankan separuhnya, lalu kembali kepada Musa dan saya terangkan padanya telah diringankan separuhnya, tetapi Musa tetap berkata: Mintalah keringanan karena ummatmu tidak akan kuat, maka kembali aku minta keringanan kepada Tuhan dan mendapat keringanan separuhnya, kemudian kepada Musa saya katakan telah mendapat keringanan separuhnya, tetapi Musa tetap menganjurkan supaya minta keringanan karena ummatmu tidak akan kuat melakukan itu, maka kembalilah aku minta keringanan kepada Tuhan, sehingga Allah berfirman: Itu hanya lima kali dan berarti lima puluh, tidak akan berubah lagi putusanku maka aku kembali kepada Musa dan Musa tetap menganjurkan supaya minta keringanan, tetapi aku jawab bahwa aku malu kepada Tuhan. Kemudian aku dibawa ke sidratul muntaha yang diliputi oleh berbagai warna sehingga aku tidak mengerti apakah itu. Kemudian aku dimasukkan sorga, mendadak kubah-kubahnya dari mutiara dan tanahnya kasturi (misik). (Hadits Riwayat Bukhari, Muslim, Al Lulu Wal Marjan: 102)

 

Malik bin Sha’sha’ah  r.a. berkata: Nabi SAW bersabda: Ketika aku di dekat Ka’bah di antara tidur dan jaga, tiba-tiba aku mendengar suara salah seorang, yaitu yang di antara dua orang , lalu disediakan mangkok emas yang berisi hikmat dan iman, lalu dibelah dari bawah tenggorokan hingga perutku, kemudian dibasuh dadaku dengan air zamzam, lalu dipenuhi dengan hikmat dan iman, lalu didatangkan untukku binatang yang putih lebih besar dari himar dan di bawah keledai (baghel) bernama buraq, lalu berangkat bersama Jibril hingga sampai langit dunia, dan ketika ditanya: Siapakah itu? Jawabnya: Jibril. Ditanya: Bersama siapa? Jawabnya: Muhammad. Ditanya: Apakah dipanggil? Jawabnya: Ya. Maka disambut selamat datang, maka aku bertemu dengan Adam a.s. dan memberi salam, dan menyambutku dengan Selamat datang putraku dan nabi.

 

Kemudian kita naik ke langit kedua, dan ditanya: Siapakah itu? Jawabnya: Jibril. Ditanya: Siapa yang bersamamu? Jawabnya: Muhammad. Ditanya: Apakah dipanggil? Jawabnya: Ya. Lalu disambut: Selamat datang, di sana kami bertemu dengan Isa dan Yahya a.s. keduanya menyambut: Selamat datang saudara sebagai nabi. Kemudian kami naik ke langit ketiga, lalu ditanya: lalu ditanya: Siapakah itu? Jawab: Jibril. Ditanya: Dan siapa yang bersamamu? Jawabnya: Muhammad. Ditanya: Apakah dipanggil? Jawabnya: Ya. Maka disambut dengan selamat datang, dan disitu bertemu dengan Yusuf  a.s. dan setelah memberi salam padanya ia menyambut: Selamat datang saudara sebagai nabi. Kemudian kami naik ke langit keempat, dan ditanya: Siapakah itu? Jawab: Jibril. Ditanya: Apakah dipanggil? Jawabnya: Ya. Maka disambut dengan selamat datang, dan disitu bertemu dengan Idris a.s. Sesudah saya beri salam, ia menyambut: Selamat datang saudara sebagai nabi. Kemudian kami naik ke langit kelima, dan ditanya: Siapakah itu? Jawabnya: Jibril. Dan ditanya: Siapakah yang bersamamu? Jawabnya: Muhammad. Ditanya pula: Apakah dipanggil? Jawabnya: Ya. Maka disambut: Selamat datang.

 

Disitu kami bertemu dengan Harun a.s. maka aku memberi salam, dan ia menyambut: Selamat datang saudara sebagai nabi. Kemudian kami naik ke langit keenam, juga ditanya: Siapakah itu? Jawab: Jibril. Lalu ditanya: Dan siapa yang bersamamu? Dijawab: Muhammad. Ditanya: Apakah dipanggil? Jawabnya: Ya. Maka disambut: Selamat datang, dan disitu bertemu dengan Musa a.s. setelah aku memberi salam, ia menyambut dengan ucapan: Selamat datang saudara sebagai nabi. Dan ketika kami meninggalkannya ia menangis, dan ketika ditanya: Mengapakah ia menangis? Jawabnya: Ya Rabbi itu pemuda yang Tuhan utus sesudahku akan masuk sorga dari ummatnya lebih banyak dari ummatku. Kemudian kami naik ke langit ketujuh, maka ditanya: Siapakah itu? Jawab: Jibril, Ditanya: Siapa yang bersamamu? Jawabnya: Muhammad. Ditanya: Apakah ia dipanggil? Jawabnya: Ya. Maka disambut: Selamat datang, dan disitu kami bertemu dengan Nabi Ibrahim a.s .Sesudah aku memberi salam, maka ia sambut dengan: Selamat datang putraku sebagai nabi.

 

Kemudian tampak padaku albaitul ma’mur, maka aku tanya kepada Jibril. Jawabnya: Ini baitul ma’mur tiap hari dimasuki oleh tujuh puluh ribu Malaikat untuk sembahyang, jika telah keluar tidak akan masuk lagi untuk selamanya. Kemudian diperlihatkan kepadaku Sidratul Muntaha, mendadak buahnya bagaikan gentong (tempat air) Hajar, sedang daunnya bagaikan telinga gajah dan dibawahnya menyumber empat sungai, dua kedalam dan dua keluar. Aku bertanya kepada Jibril. Jawabnya: Yang dalam itu di sorga, sedang yang keluar itu yaitu sungai Nil dan Furat. Kemudian diwajibkan atasku lima puluh kali sembahyang. Lalu aku turun bertemu Musa, lalu ia bertanya: Apakah yang anda dapat? Jawabku: Diwajibkan atasku lima puluh kali sembahyang. Musa berkata: Aku lebih berpengalaman dari padamu, aku telah bersusah payah melatih Bani Israil, dan ummatmu tidak akan kuat, karena itu kembali minta keringanan, dan diringankan sepuluh sehingga tinggal empat puluh, kemudian dikurangi lagi sepuluh sehingga tinggal tiga puluh, kemudian diringankan lagi sepuluh sehingga tinggal dua puluh, kemudian diringankan lagi sepuluh sehingga tinggal sepuluh, dan aku kembali kepada Musa dan ia tetap menganjurkan supaya minta keringanan, maka aku minta keringanan, dan dijadikannya lima kali. Maka aku bertemu Musa dan menyatakan bahwa kini tinggal lima, maka ia tetap menganjurkan supaya minta keringanan, tetapi saya jawab: Aku telah menerima dengan baik. Maka terdengar seruan: Aku telah menetapkan kewajibanKu, dan meringankan pada hamba-hambaKu, dan akan membalas tiap hasanat dengan sepuluh lipat gandanya. (Hadits Riwayat Bukhari, Muslim,Al Lulu Wal Marjan: 103). “

 

Itulah hadits isra mi’raj. Apa yang jamaah pikirkan? Mungkin jamaah sekalian bertanya-tanya di dalam hati, untuk apakah hadits isra mi’raj yang panjang-panjang kami kemukakan dalam pembahasan tentang ruh. Secara sepintas memang tidak ada hubungan antara permasalahan ruh dengan perjalanan isra’ mi’raj yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW.  Seperti kita ketahui bersama, perjalanan isra’ mi’raj terbagi atas dua perjalanan yaitu perjalanan isra’ yaitu perjalanan dari Masjidil Haram menuju Masjidil Aqsa dan perjalanan mi’raj yaitu perjalanan dari Masjidil Aqsa menuju tempat bertahtanya Allah SWT. Dalam perjalanan mi’raj inilah yang nanti akan ada hubungannya dengan ruh manusia.

 

Untuk itu mari kita pelajari perjalanan mi'raj yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Perjalanan mir’aj yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dimulai dari Masjidil Aqsa menuju Arsy. Dalam perjalanan menuju Arsy tersebutlah Nabi Muhammad SAW melewati langit yang pertama sampai dengan langit yang ketujuh serta melewati sidratul muntaha. Selanjutnya apa yang Nabi Muhammad SAW lihat dan alami di dalam perjalanan itu?

 

Pada waktu Nabi Muhammad SAW sampai di langit yang pertama, beliau bertemu dengan seseorang dan orang tersebut menyambutnya seraya berkata “Marhaban (selamat datang) Nabi yang salih dan Putra yang salih”. Nabi Muhammad SAW bingung kenapa orang tersebut mengenalnya sedangkan Beliau tidak mengenalnya. Kemudian Nabi bertanya kepada Malaikat Jibril “Siapakah itu?” Jawab Malaikat Jibril: ”Itu Adam a.s, sedang gerombolan yang berada di kanan dan di kirinya adalah anak cucunya, yang di kanan ahli syurga dan yang di kirinya ahli neraka, karena itu ia tertawa bila melihat ke kanan, dan menangis bila melihat ke kiri”. Demikian seterusnya Nabi Muhammad SAW bertemu dengan Nabi dan Rasul  terdahulu di setiap tingkatan langit sebelum Beliau bertemu langsung dengan Allah SWT.

 

Berdasarkan uraian yang tertuang dalam hadits yang kami kemukakan di atas, ada beberapa hal yang patut kita perhatikan dengan seksama untuk memudahkan kita menjawab pertanyaan tentang bentuk ruh/ruhani manusia seperti apa, yaitu: (a) Siapakah yang sebenarnya ditemui oleh Nabi Muhammad SAW di langit yang pertama sampai dengan langit yang ke tujuh?; (b) Setiap Nabi yang ditemui atau setiap Nabi yang bertemu dengan Nabi Muhammad SAW selalu Nabi tersebut mengenal Nabi Muhammad SAW sedangkan Beliau sendiri tidak mengenalnya?. Berdasarkan kondisi ini, sebenarnya apa yang terjadi? seperti kita ketahui bersama setiap manusia pasti mengalami kematian atau ruh pasti berpisah dengan jasmani, dimana jasmani akan dimakamkan di bumi atau kembali ke tanah sedangkan ruh kembali ke asalnya yaitu kepada pencipta-Nya.

 

Sekarang jika Nabi Muhammad SAW di langit yang pertama bertemu dengan Nabi Adam as, maka siapakah yang ditemui oleh Beliau, apakah Nabi Adam as, dalam bentuk ruh tanpa jasmani atau apakah Nabi Adam as, dalam bentuk jasmani dengan ruh atau apakah Nabi Adam as, dalam bentuk jasmani  tanpa ruh? Jika yang ditemui oleh Nabi Muhammad SAW adalah Nabi Adam as, dalam bentuk jasmani dengan ruh ini berarti bahwa Nabi Adam as, masih hidup sedangkan kenyataannya Nabi Adam as, sudah meninggal. Lalu jika yang ditemui oleh Nabi Muhammad SAW adalah Nabi Adam  as, dalam bentuk jasmani tanpa ruh, lalu siapakah yang dikuburkan atau yang telah dimakamkan di muka bumi sedangkan pada saat itu Nabi Muhammad SAW sedang berada dalam perjalanan Mi'raj atau berada di atas bumi.

Adanya kondisi ini berarti yang ditemui oleh Nabi Muhammad SAW adalah bukan Nabi Adam as, dalam bentuk jasmani tanpa ruh atau bukan pula Nabi Adam as, dalam bentuk jasmani dengan ruh, jadi siapakah itu? Sekarang jika Nabi Adam as, adalah manusia yang diciptakan oleh Allah SWT, maka Nabi Adam as, pasti terdiri dari ruh dan jasmani. Adanya kondisi ini maka yang ditemui oleh Nabi Muhammad SAW di langit yang pertama adalah Nabi Adam as, dalam bentuk ruh tanpa jasmani atau disebut juga dengan ruh Nabi Adam as, karena jasmani Nabi Adam as, telah di kuburkan di bumi dan mungkin telah hancur di makan tanah.

 

Berdasarkan uraian di atas,  berarti yang ditemui dan yang mengenal terlebih dahulu Nabi Muhammad SAW adalah Nabi Adam as, dalam bentuk ruh tanpa jasmani.  Sekarang jika ruh Nabi Adam as, tidak mempunyai bentuk mungkinkah Nabi Muhammad SAW mengenalnya dan bertanya kepada Malaikat Jibril “Siapakah Itu?” Sebuah pertanyaan jika disampaikan dengan kata “Siapakah Itu”, maka ada sesuatu yang mempunyai bentuk atau mempunyai rupa serta nyata ada dihadapan Nabi Muhammad SAW. Berdasarkan kondisi ini, maka kita dapat menyimpulkan bahwa Nabi Adam as, dalam bentuk ruh dari Nabi Adam as, mempunyai rupa atau bentuk (ingat pertanyaan dari Nabi Muhammad SAW serta jawaban dari Malaikat Jibril).

 

Lalu seperti apakah bentuk ruh tersebut? Untuk menjawab pertanyaan, mari kita perhatikan hadits yang kami kemukakan berikut ini: “Ibn Abbas  ra berkata: Nabi SAW bersabda: Ketika malam Isra’ aku melihat Nabi Musa seorang yang coklat rupanya, tinggi dan keriting rambutnya, bagaikan orang dari suku Syanu’ah, juga aku melihat Isa a.s orang yang sedang tidak tinggi dan tidak pendek sedang bentuk badannya berkulit putih kemerah-merahan lurus rambutnya. Juga saya melihat Malaikat Malik penjaga neraka dan Dajjal, dalam beberapa ayat-ayat (bukti kebesaran) Allah yang telah diperlihatkan kepadaku, karena itu maka jangan ragu anda pasti bertemu padaNya. (Hadits Riwayat Bukhari, Muslim, Al  Lulu Wal Marjan: 104)

 

Abuhurairah r.a. berkata: Rasulullah SAW bersabda: Ketika malam Israa’ saya melihat Musa seorang yang kurus, sedang, seakan-akan orang dari suku Syanu’ah, juga melihat Isa juga sedang, putih kemerahan bagaikan orang yang baru keluar dari pemandian, dan aku sangat menyerupai Ibrahim. Kemudian dihidangkan kepadaku dua bejana satu berisi susu dan yang kedua berisi khamer, dan diperintahkan kepadaku supaya memilih salah satu yang mana aku suka, maka aku ambil susu lalu aku minum, maka diberitahu: Anda telah mengambil fitrah agama, andaikan anda mengambil khamer pasti ummatmu akan tersesat. (Hadits Riwayat Bukhari, Muslim, Al Lulu Wal Marjan: 106)

 

Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim yang terdapat dalam kitab Al Lulu Wal Marjan No.104 dan No. 106 di atas,  didapat keterangan sebagai berikut: (a) Nabi Musa as, digambarkan mempunyai warna kulit coklat dengan perawakan tinggi serta keriting rambutnya serta seakan-akan orang dari suku Syanu’ah,; (b) Nabi Isa as, digambarkan  mempunyai warna kulit putih kemerah-merahan dengan perawakan sedang serta rambut yang lurus; (c) Sedangkan Nabi Muhammad SAW menggambarkan bahwa dirinya seperti Nabi Ibrahim as. Jika Nabi Musa as, dan Nabi Isa as, serta Nabi Ibrahim as, dapat digambarkan oleh Nabi Muhammad SAW seperti itu, ini berarti bahwa ruh juga mempunyai tinggi (dalam hal ini tinggi badan); warna (dalam hal ini warna kulit) serta rambut (dalam hal ini ikal dan lurus). Sedangkah khusus untuk Nabi Musa as, dipertegas dengan pernyataan bahwa Nabi Musa as, seperti orang dari suku Syanu’ah.

 

Sekarang jika Nabi Muhammad SAW sudah menyatakan bahwa Nabi Musa as, seperti orang dari suku Syanu’ah, ini berarti bahwa Nabi Muhammad SAW tahu betul dengan kondisi phisik dari orang-orang suku Syanu’ah. Dan Jika Nabi Muhammad SAW tidak tahu dan tidak mengenal orang-orang dari suku Syanu’ah maka Beliau tidak akan mungkin dapat memberikan keterangan dan pernyataan yang pasti tentang bentuk serta ciri-ciri dari Nabi Musa as. Adanya informasi tentang hal ini maka kita dapat menyimpulkan bahwa ruh mempunyai bentuk seperti yang dikemukakan Nabi Muhammad SAW pada waktu menggambarkan ruh tanpa jasmani dari Nabi Musa as, seperti orang-orang suku Syanu’ah.

 

Selanjutnya jika kita mengambil perumpaan dalam membuat kue, bentuk kue yang kita buat akan sama bentuknya dengan loyang kue yang kita sediakan. Demikian pula dengan ruh. Bentuk  ruh sama persis dengan bentuk phisik seseorang karena phisik seseorang adalah cetakan atau loyang dari bentuk ruh itu sendiri. Jika bentuk ruh sama bentuknya dengan bentuk phisik atau bentuk jasmani seseorang, masih ada pertanyaan lagi yang harus kita jawab yaitu mempunyai matakah ruh, mempunyai mulutkah ruhani, mempunyai hati atau perasaankah ruh? Untuk menjawabnya, mari kita lanjutkan pembahasan kita. Nabi Muhammad SAW pada saat bertemu pertama kali dengan Nabi-Nabi baik di langit pertama sampai dengan langit yang ke tujuh, Beliau selalu tidak mengenal Nabi-Nabi tersebut sedangkan Nabi-Nabi yang ditemui Beliau selalu mengenalnya dan selalu menyampaikan salam terlebih dahulu kepada Nabi Muhammad SAW.

 

Salam yang diucapkan oleh para Nabi-Nabi yang ditemui oleh Nabi Muhammad SAW selalu hampir sama yaitu “Marhaban (selamat datang) Nabi yang salih dan Putra yang salih” atau “Selamat datang saudara sebagai nabi”. Dan jika seseorang  menyampaikan salam terlebih dahulu kepada tamunya, mungkinkah orang yang memberikan salam tidak mempunyai mata, tidak mempunyai mulut, tidak mempunya telinga? Berdasarkan hadits di atas maka dapat dipastikan bahwa ruh para Nabi-Nabi mempunyai mata karena dia dapat melihat tamunya, ruh juga memiliki mulut karena dia bisa berbicara kepada tamunya, ruh  juga memiliki telinga karena dia bisa mendengar ucapan atau respon tamunya. Adanya kondisi ini dapat dikatakan bahwa ruh setiap manusia mempunyai mata, mulut dan telinga.

 

Apakah ruh juga memiliki perasaan (af’idah)? Berdasarkan surat As Sajdah (32) ayat 9 berikut ini: “kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.” Setiap manusia pasti memiliki perasaan yang diberikan oleh Allah SWT setelah peniupan ruh ke dalam jasmani manusia. Kondisi ini juga dibuktikan pada waktu Nabi Muhammad SAW sampai di langit yang pertama Beliau melihat Nabi Adam as, menangis jika menengok ke kiri dan tertawa jika menengok ke kanan. Menangis dan tertawa merupakan bagian dari suatu perasaan, tanpa ada perasaan yang mendalam tidak akan mungkin kita akan tertawa ataupun menangis. Jika Nabi Adam as, yang dilihat oleh Nabi Muhammad  SAW di langit yang pertama menangis dan tertawa, maka hal ini sudah dapat dipastikan bahwa ruh/ruhani dari Nabi Adam as, mempunyai perasaan (af’idah).

 

Lalu apakah ruh mempunyai ilmu dan pengetahuan? Ruh dapat dipastikan memiliki ilmu dan pengetahuan, apa buktinya? Setelah Nabi Muhammad SAW bertemu dengan Allah SWT di Arsy, Nabi Muhammad SAW mendapatkan sebuah pesan yang wajib dilaksanakan yaitu mendirikan shalat sebanyak 50 (lima puluh) waktu sehari semalam. Sewaktu Nabi Muhammad SAW turun Beliau bertemu dengan Nabi Musa as, dan Nabi Musa as, menanyakan apa pesan yang dikemukakan oleh  Allah SWT. Pesan dan wasiat yang telah diterima oleh Nabi Muhammad SAW lalu disampaikan kepada Nabi Musa as, pada waktu Beliau bertemu dengan Nabi Musa as, di langit yang ke enam. Nabi Musa as, lalu memberikan masukan, memberikan nasehat, memberikan wejangan kepada Nabi Muhammad SAW tentang kewajiban mendirikan shalat sebanyak 50 (lima puluh) waktu.

 

Nabi Musa as, menyuruh dan meminta kepada Nabi Muhammad SAW menghadap Allah SWT kembali supaya mengurangi kewajiban shalat tersebut dikarenakan umat tidak akan mampu melaksanakannya. Sekarang jika Nabi Musa as, memberikan masukan, nasehat dan wejangan kepada Nabi Muhammad SAW untuk meminta pengurangan atau dispensasi atas kewajiban shalat 50 (lima puluh) waktu dalam sehari semalam, apakah mungkin Nabi Musa as, tidak mempunyai ilmu dan pengetahuan serta tidak mempunyai pemikiran dan pandangan yang luas? Adanya wejangan, masukan, yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW menunjukkan kepada kita bahwa Ruh Nabi Musa as, mempunyai ilmu dan pengetahuan serta pemikiran dan pandangan yang luas.

 

Lalu jika ruh para Nabi-Nabi yang kami sebutkan di atas mempunyai bentuk sesuai dengan bentuk atau tampilan phisik atau jasmani mereka sendiri, maka apakah ruh kita juga sama seperti bentuk phisik atau jasmani kita sendiri? Jika para Nabi dan diri kita sama-sama adalah manusia yang diciptakan dalam kerangka rencana besar untuk dijadikan abd’ (hamba) yang juga khalifah di muka bumi maka ruh kitapun pasti mempunyai bentuk, pasti mempunya ciri-ciri phisik seperti tinggi, warna dan rambut. Ruh kita pun pasti mempunyai mata, mulut, kuping, ilmu dan pengetahuan, perasaan dan juga memiliki kemampuan dan pandangan luas. Disinilah letak keadilan Allah SWT selaku pencipta kekhalifahan yang bertindak adil dengan tidak membeda-bedakan kualitas ruh yang ditiupkan ke dalam jasmani setiap manusia. Sudahkah kita memahaminya!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar