1. Jihad untuk
kepentingan keluarga, anak dan keturunan, dapat kita lakukan mela-lui hal- hal
sebagai berikut:
a. Selalu
memberikan nafkah yang halal lagi bersih dari pekerjaan dan peng-hasilan serta
diiringi dengan selalu menunaikan zakat, infaq dan sedekah;
b.
Menjadikan
diri kita sebagai suri tauladan utama bagi keluarga sendiri;
c. Tidak
menyerahkan sepenuhnya pendidikan anak dan keturunan kepada seko-lah, melainkan
jadikan pendidikan di dalam keluarga nomor satu;
d. Anak
shaleh dan shalehah ada karena kita sendiri yang merencanakannya menjadi ada,
buang jauh jauh konsep anak shaleh dan shalehah turun dari langit untuk kita;
e. Didik
anak dan keturunan kita sesuai dengan masanya (sesuai dengan jamannya) dengan
mengedepankan pendidikan akhlak (pendidikan mengenal diri dan Allah SWT)
dibandingkan dengan pendidikan jasmani dan lain sebagainya.
f. Jadikan
nasehat berikut sebagai panduan diri kita di dalam mendidik anak, yaitu: “Kita tidak ingin membangun fatamorgana, secara
kasat mata, anak anak terlihat baik baik saja, rajin belajar, bersikap ramah,
tenang mengikuti pelajaran, nilainya juga bagus, namun ketika kita melihat
dengan mata hati kita jauh ke dalam diri anak, ternyata itu hanya ada
dipermukaan saja. Mereka anak yang rapuh, mudah menyerah, mudah putus asa,
gandrung jalan pintas, mahir menjawab soal ujian, namun gamang menjawab
persoalan kehidupan. (Zukfikri Anas, Kurikulum Untuk Kehidupan, AMP
Press, Jakarta, 2017)
2. Jihad untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan
negara, juga harus kita lakukan sebagai wujud dari pelaksanaan ibadah ikhsan
yang tidak terpisahkan dengan pelaksanaan rukun iman dan rukun islam; atau juga
bisa sebagai pembuktian dari pelaksanaan napak tilas perjuangan keluarga
Ibrahim as (ibadah sa’i); atau bisa juga melalui pembuktian dari hasil telah
dibuangnya nilai nilai syaitaniah dalam diri sebagai wujud pelaksanaan ibadah jumroh;
atau bisa juga sebagai bukti dari selalu ihram dan thawafnya diri kita di tanah
halal, sebagai berikut:
a. Melakukan
bakti sosial sesuai profesi masing-masing secara teratur konsisten dari waktu
ke waktu;
b. Mengambil
peran di masyarakat sesuai dengan kemampuan, bakat dan profesi masing masing;
c. Menjadi
donator rutin (tetap) untuk dana pemeliharaan masjid, atau menjadi orang tua
asuh dan lain sebagainya untuk kepentingan secara jangka panjang;
d. Melaksanakan
program wakaf waktu dengan mewakafkan waktu selama satu jam untuk kepentingan
masyarakat setiap seminggu sekali seperti mengajar, memberikan bimbingan,
memberikan motivasi untuk komunitas-komunitas tertentu dalam masyarakat secara
terstruktur secara jangka panjang, dan lain sebagainya.
Jika ke empat hal
yang kami kemukakan di atas ini bisa kita lakukan berarti kesempatan diri kita
berumur panjang sudah kita miliki, yaitu dikenangnya diri kita melalui
perbuatan baik yang dapat dinikmati oleh generasi yang datang kemudian hari.
Hal yang harus kita pegang teguh agar selalu berumur panjang adalah jadikan
niat ikhlas dalam mencari ridha sebagai pedoman kita.
Selain daripada itu,
selaku orang-orang yang berjihad untuk kepentingan masyarakat luas, ada baiknya
kita memperhatikan hadits yang kami kemukakan berikut ini: Abu Hurairah ra,
meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Pada hari kiamat, Allah SWT berfirman, ‘Wahai anak Adam, Aku sedang
sakit, kenapa kamu tidak menjenguk-Ku.’ Anak Adam menjawab, ‘Wahai Tuhan,
bagaimana hamba bisa mengjenguk-Mu, sedangkan Engkau adalah Tuhan semesta alam.
Allah berkata, ‘Apakah kamu tidak menyadari jika hamba-Ku, fulan, sedang sakit
tapi kamu tidak mau menjenguknya? Apakah kamu tidak mengetahui, seandainya kamu
menjenguknya, kamu akan mendapatkan-Ku sedang bersamanya?’ Allah berkata lagi,
‘Wahai anak Adam, Aku meminta makanan kepadamu, tapi mengapa kamu tidak mau
memberi-Ku makanan?’ Anak Adam menjawab,’ Wahai Tuhan, bagaimana hamba bisa
memberi-Mu makanan, sedangkan Engkau adalah Tuhan semesta alam?’ Allah berkata,
‘Apakah kamu tidak menyadari, ketika ada hamba-Ku yang meminta makanan
kepadamu, tapi kamu tidak mau memberinya makanan? Apakah kamu tidak mengetahui,
seandainya kamu memberinya makanan niscaya kamu akan mendapatkan itu di
sisi-Ku?’ Allah berkata lagi, “Wahai anak Adam, Aku meminta minum kepadamu,
tapi kamu tidak memberi-Ku minuman?’ Anak menjawab, ‘Wahai Tuhan, bagaimana
hamba bisa memberi-Mu minum, sedangkan Engkau adalah Tuhan semesta alam? Allah
berkata, ‘Salah seorang hamba-Ku meminta minum kepadamu tapi kamu tidak
memberinya minum. Apakah kamu tidak mengetahui, seandainya kamu memberinya
minum niscaya kamu mendapatkan itu di sisi-Ku. (Hadits Riwayat Muslim).”
Hadits di atas ini
telah memberitahukan kepada kita tentang adanya kesempatan untuk berjihad melalui
orang-orang yang sakit, melalui orang-orang yang kelaparan yang membutuhkan
makanan, dan melalui orang-orang yang kehausan yang membutuhkan minuman. Apakah
kesempatan ini berlalu begitu saja dari hadapan diri kita sehingga kita diam
tanpa melaksanakan apa-apa untuk mereka!
Selain daripada itu,
dalam pelaksanaan jihad untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan negara ini,
jangan pernah menunggu waktu yang tepat, jangan pernah menunggu ada teman yang
akan membantu. Lakukan sekarang juga. Lakukan
sendiri agar yang lain termotivasi dengan apa apa yang kita lakukan. Jangan
pernah mendengarkan ocehan, omongan orang lain atas apa yang kita lakukan.
Biarkan para pencemooh mencemooh kita, biarkan kritikus mengkritisi kita. Terus
dan terus berkarya dengan tetap menjaga niat ikhlas untuk mengejar dan
memperoleh ridha Allah SWT.
Jika hal ini mampu
kita lakukan sekarang ini berarti kita berani membayar mahal atas tiket masuk
ke syurga-Nya Allah SWT untuk diri kita, suami/istri kita, orang tua/mertua
kita serta anak keturunan kita. Ingat, syurga itu mahal. Syurga bukanlah
sesuatu yang bisa dikonversi dengan pahala ataupun dengan nilai tertentu
seperti uang dan emas. Syurga adalah bentuk penghargaan dari Allah SWT kepada
umatnya yang telah sukses melaksanakan misinya sebagai abd’ (hamba)-Nya yang
sekaligus khalifahNya di muka bumi. Sehingga masuk syurga hanya bisa terealisir
melalui ridha dan rahmat-Nya semata. Semoga kita bisa bertemu, berkumpul dengan
orang tua, mertua, istri/suami, anak dan keturunan kita masing-masing di syurga
serta bisa reuni dengan karib kerabat, teman seperjuangan kelal di syurga. Amiin.
Sebagai informasi tambahan
bagi jamaah sekalian tentang jihad yang telah kami kemukakan di atas. Jihad
juga bisa dibedakan menjadi beberapa kriteria, yaitu:
1. Jihad
kepada nafsu (jihad kepada diri sendiri). Jihad ini wajib dan yang pertama tama
dilaksanakan oleh tiap tiap orang yang beriman. Nabi SAW bersabda: “Seutama utamanya jihad ialah orang yang
berjihad terhadap nafsunya dalam berbakti kepada Allah yang Maha Mulia dan Maha
Menang”. (Hadits Riwayat Ath Thabrani). Selain daripada itu berdasarkan
hadits berikut ini: “Dari Ka’bah bin
Ujrah ia berkata: Telah berlalu seorang lelaki dihadapan Nabi SAW lalu para
sahabat Rasulullah melihat kekuatan dan ketangkasan orang itu, maka mereka
berkata: Alangkah baik dan hebatnya orang itu, jika orang ini berjihad pada
jalan Allah, Maka Rasulullah bersabda: Jika ia keluar berusaha untuk anaknya
yang masih kecil kecil maka ia pada jalan Allah, dan apabila ia keluar berusaha
untuk ke dua orang tuanya yang telah lanjut umurnya, maka ia pada jalan Allah,
dan jika ia keluar berusaha untuk dirinya agar terpelihara kehormatannya, maka
ia pada jalan Allah, dan jika keluar berusaha karena riya’ dan bermegah diri,
maka ia pada jalan syaitan”. (Hadits Riwayat Ath Thabrani)
Jihad kepada diri
sendiri terdiri dari empat tingkatan, yaitu : (a) Diri supaya rajin mempelajari kebenaran atau agama yang benar,
berdasarkan Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW; (b) Diri supaya rajin dengan
sekuat kuatnya menjalankan kebenaran yang telah di dapatnya dan dipelajarinya
itu, karena kebenaran yang telah diperolehnya itu tidak akan berguna sama
sekali, jika tidak dijalankan sebagaimana mestinya dan menurut kadar kekuatan
dan kesungguhannya; (c) Diri supaya rajin menyerukan dan mensyiarkan kebenaran
itu kepada orang banyak yang tidak atau belum mengetahuinya, sebab jika
pengetahuan tentang kebenaran itu tidak disebarluaskan, sudah tentu tidak akan
berguna, lagi pula dirinya tidak akan terlepas dari siksaan Tuhan; (d) Dalam
menyerukan dan mensyiarkan kebenaran itu diri harus sanggup menahan berbagai
rasa sakit, harus berani menderita bermacam macam kepayahan dan penderitaan,
serta harus berani menghadapi ancaman dan rintangan yang diperbuat orang orang
yang tidak atau belu mau menerima kebenaran.
2. Jihad
kepada setan. Jihad kepada setan ini adalah juga wajib dan utama, hal ini
dikarenakan bersungguh sungguh mencurahkan segenap tenaga dan upaya untuk
mengalahkan setan yang terutama memerangi segala tipu muslihatnya yang
menimbulkan keraguraguan.
3. Jihad
terhadap ahli-ahli penganiaya, ahli ahli berbuat jahat, dan ahli ahli bid’ah
(pengubah peraturan peraturan agama Allah yang telah pasti). Jihad ini wajin
dilakukan oleh setiap orang yang beriman jika ia telah berjihad terhadap
dirinya (hawa nafsunya) dan terhadap syaitan. Jihad ini ada tingkatannya, yaitu
dengan tangan atau anggota tubuh lainnya; dengan lisan atau semisalnya, dan
dengan hati.
Nabi SAW bersabda: Seutama utamanya jihad itu ialah perkataann
yang benar dihadapan raja yang durhaka (menganiaya) (Hadits Riwayat Ibnu
Madjah). Lalu Nabi SAW juga pernah bersabda: “Berjihadlah kamu terhadap orang orang musyrik dengan harta bendamu,
dan tanganmu dan lidahmu”. (Hadits Riwayat Ahmad, Abu Dawud, dan An Nassa’i).” Kedua
hadits yang kami kemukakan di atas ini sejalan dengan firman Allah SWT berikut
ini: Berangkatlah kamu baik dalam
Keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan
dirimu di jalan Allah. yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu
mengetahui. (surat At Taubah (9) ayat 41)
4. Jihad
terhadap orang kafir dan musyrik. Orang orang yang beriman wajib melak-sanakan
jihad ini setelah mereka sempurna melaksanakan jihad kepada hawa nafsu, jihad
kepada syaitan dan jihad kepada ahli penganiaya. Jihad ini ada empat
tingkatannya, yaitu: (a) Dengan tangan
atau anggota badan lainnya; (b) Jika tidak kuasa dengan tangan, dengan lisan;
(c) jika tidak kuasa dengan lisan, dengan hartanya atau yang serupa dengannya;
(d) jika tidak pula kuasa dengan harta benda, dengan hati.
Berdasarkan uraian
yang kami kemukakan di atas, berjihad itu sangat luas cakupannya yang berarti
luas pula kesempatannya. Maukah kita memanfaatkannya dan semoga dengan adanya
jalan yang telah ditunjukkan Allah SWT kepada diri kita, mampu menghantarkan
diri kita memiliki jiwa yang muthmainnah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar