Saat ini jika diri kita, jika semua orang,
jika semua umat manusia mampu menyadari bahwa diri mereka yang sesungguhnya
adalah ruh maka
nilai-nilai kebaikan yang berasal dari nilai-nilai Ilahiah yang sesuai dengan
kehendak Allah SWT akan memenuhi alam semesta ini. Adanya kondisi ini
maka perkelahian, permusuhan, perusakan alam, illegal logging, illegal fishing,
narkoba, perjudian, korupsi, kolusi, nepotisme, manipulasi, membunuh, syrik,
musyrik, mementingkan diri dan kelompok tertentu saja, tidak akan ada di dunia
ini. Yang
seharusnya terjadi di muka bumi ini sampai dengan hari kiamat kelak adalah
kedamaian, keadilan, kerukunan, kesejahteraan, kemakmuran, kasih sayang,
masyarakat madani.
Kenyataan yang terjadi adalah nilai-nilai keburukan
dan juga nilai-nilai kejahatan ada dimana-mana; nilai-nilai keburukan selalu dominan
di tengah masyarakat; nilai-nilai keburukan selalu mengalahkan nilai-nilai kebaikan.
Lalu apa yang sebenarnya yang terjadi dengan nilai-nilai kebaikan yang berasal
dari nilai-nilai Ilahiah? Nilai-nilai kebaikan hilang ditelan
oleh nilai-nilai keburukan dan nilai-nilai kejahatan akibat ulah
manusia itu sendiri, termasuk diri kita yang tidak tahu diri, tidak tahu aturan
main dan tidak tahu tujuan akhir. Dan karena adanya kondisi inilah yang
mendorong kami membuat buku memanusiakan manusia sehingga manusia bisa kembali
sesuai dengan kehendak Allah SWT. Dan ingat jika kondisi nilai-nilai keburukan
mampu menggantikan nilai-nilai kebaikan maka kondisi inilah yang sangat
dikehendaki oleh syaitan sang laknatullah.
Sekarang kita telah mengetahui bahwa diri
kita yang sesungguhnya adalah ruh dan dan jika demikian apa yang harus kita
perbuat di dalam rangka mendidik atau menjadikan regenerasi kekhalifahan yang
akan datang sesuai dengan kehendak Allah SWT atau jika kita ingin memperbaiki
kerusakan moral yang terjadi di dalam masyarakat yang sedang sakit saat ini,
apa yang harus didahulukan, pendidikan jasmanikah yang didahulukan ataukah
pendidikan ruh yang terlebih dahulu dikedepankan? Jika kita melihat kepada
kondisi kerusakan moral, kerusakan akhlak, kerusakan nilai-nilai keagamaan,
kerusakan nilai-nilai budaya luhur di dalam masyarakat, maka yang harus di
dahulukan saat ini adalah “Pendidikan Ruh.”
Sebagaimana lagu kebangsaan kita, “Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya,
untuk Indonesia Raya. (Wage Rudolf Soepratman).” Mengedepankan dan
mendahulukan pendidikan ruh merupakan salah satu jalan keluar yang harus
dilakukan saat ini juga jika kita ingin keluar dari kerusakan moral dan
selanjutnya baru pendikan jasmani dilakukan.
Untuk itu berkacalah dengan apa yang telah dicontohkan oleh Nabi
Muhammad SAW, yaitu untuk mencapai fase Madinah (Fathu Madinah), Nabi
Muhammad SAW saja harus terlebih dahulu melalui fase Makkah (Fathu Makkah)
yaitu fase pembentukan aqidah Islam
selama 13 (tiga belas) tahun. Lalu kepada siapakah kita belajar
pendidikan ruh? Untuk belajar pendidikan ruh maka kita harus belajar kepada
pencipta dan pemilik dari ruh itu sendiri, dalam hal ini adalah Allah SWT. Di
lain sisi, Allah SWT selaku pencipta dan pemilik dari Ruh juga telah
menciptakan apa yang dinamakan dengan Diinul Islam, dimana Diinul Islam yang
telah diciptakan oleh Allah SWT itu bukanlah sekedar agama, akan tetapi
merupakan konsep ilahiah yang sengaja diciptakan oleh Allah SWT untuk
kepentingan umat manusia yang ada di muka bumi sehingga antara Allah SWT selaku
pencipta dengan diri kita selaku hamba dan khalifah yang diciptakanNya selalu
berada di dalam kehendak Allah SWT. Sekarang sudahkah kita melaksanakan Diinul
Islam sesuai dengan kehendak Allah SWT?
Sebagai abd’ (hamba)Nya yang juga khalifahNya
yang sedang menumpang di langit dan di bumi Allah SWT, kita harus belajar dari
Nabi Muhammad SAW selaku utusan Allah SWT yang terakhir bahwa kita tidak bisa langsung
menuju fase masyarakat madani tanpa melalui fase pembentukan aqidah Islam
(pendidikan ruh). Hal ini dikarenakan hasil akhir dari suatu proses (Output) sangat
tergantung kepada masukan (input) dan proses itu sendiri. Sekarang bagaimana
mungkin kita ingin memperoleh masyarakat madani (toto tenterem gemah ripah loh
jinawi) jika kita tidak pernah memproses pembentukan aqidah islam sebagai
sebuah input. Inilah ironi yang terjadi pada masyarakat kita akhir-akhir
ini yaitu langsung mau menjadikan masyarakat madani tanpa proses, hal ini tidak
akan mungkin terjadi.
Selain daripada itu, kitapun dapat berkaca
diri dengan apa yang terjadi di dalam masyarakat, dimana kita belum pandai
mengemudikan mobil, atau kita belum berniat menjadi sopir yang baik, tetapi
kita selalu diberikan pendidikan rambu-rambu lalu lintas. Jika ini yang terjadi
bukannya keahlian dan kemahiran mengemudi yang kita dapatkan, akan tetapi
kepusingan, ketidakseriusan, kebingungan serta ketidakmatangan yang akan kita
peroleh. Untuk itu jika kita ingin memperoleh dan mendapatkan sopir yang baik, dalam hal
ini menjadi supir yang baik bagi jasmani diri kita sendiri, kenali dahulu siapa
diri kita sebenarnya dan siapa yang akan kita kemudikan, baru lanjutkan mempelajari
syariat atau ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.
Sekarang bagaimana dengan regenerasi penghambaan
dan juga regenerasi kekhalifahan yang telah kita lakukan atau yang akan kita
lakukan? Khusus untuk mempersiapkan
regenerasi penghambaan dan juga regenerasi kekhalifahan yang juga penerus
bangsa atau mempersiapkan anak-anak penerus keluarga, harus dimulai dari proses
pembentukan keluarga itu sendiri. Hal yang harus kita sadari adalah keluarga
sakinah, anak shaleh dan shalehah bukanlah proyek bim salabim yang turun dari
langit secara tiba-tiba. Keluarga sakinah, anak shaleh dan shalehah ada karena
kita sendiri yang menciptakan untuk ada. Dan jika kita tidak pernah menjadikannya ada
maka jangan pernah berharap keluarga sakinah, anak shaleh dan shalehah ada
menjadi bagian dari keluarga kita, yang pada akhirnya menjadi mata rantai
kekhalifahan yang kita buat di muka bumi ini yang akan mampu mendoakan kita
setelah diri kita meninggal dunia.
Dan untuk
memulai kehidupan rumah tangga yang sakinah atau untuk memperoleh anak shaleh
dan shalehah, kiranya hal-hal di bawah ini dapat dijadikan pegangan bagi
pasangan suami istri yang hendak memulai hidup baru, yaitu:
1. Melaksanakan Ijab Kabul antara seorang laki-laki dengan
wali dari pihak perempuan dihadapan saksi pihak laki-laki dan saksi pihak
perempuan serta Penghulu dari Kantor Urusan Agama setempat. Ijab Kabul
merupakan tonggak awal dari dimulainya kehidupan rumah tangga yang baik dan
dibenarkan oleh Allah SWT. Melalui Ijab Kabul yang kita lakukan berarti kita
telah mengikat Rasa Kasih Sayang yang telah Allah SWT berikan dengan Allah SWT
itu sendiri sehingga kita selalui sesuai dengan kehendak Allah SWT.
2. Menafkahi keluarga baik langsung ataupun tidak langsung
hanya dengan mempergunakan pekerjaan yang halal atau penghasilan yang halal
semata serta telah bersih dari menunaikan hak Allah SWT (setelah dipotong zakatnya).
3. Konsumsilah makanan dan minuman sesuai dengan ketentuan Allah
SWT yaitu yang memenuhi konsep halal lagi baik (tayyib) sehingga dapat
menghasilkan bibit unggul atau menghasilkan sperma dan sel telur yang
berkualitas tinggi sehingga janin yang terbentuk di dalam rahim juga
berkualitas tinggi.
4. Bacalah Basmallah dan doa sebelum makan dan minum dalam
rangka menyempurnakan kebaikan yang ada di dalam makanan dan minuman yang kita
konsumsi, atau untuk meminimalisir pengaruh jelek atas makanan dan minuman atau
meminimalisir tingkat keharaman makanan dan minuman atau tidak memberikan
kesempatan kepada syaitan untuk turut menikmati makanan dan minuman yang kita
konsumsi serta menutup kemungkinan bagi syaitan membangun rumah di dalam diri
anak dan keturunan kita.
5. Jangan pernah lupa membaca doa sebelum melakukan hubungan
badan antara suami istri atau membaca doa sebelum mempertemukan Sel Telur
dengan Sperma, yang sesuai dengan hadits Nabi Muhammad SAW yang kami sebutkan berikut
ini: “Manakala
seseorang di antara kalian sebelum menggauli istrinya terlebih dahulu
mengucapkan :”Bismillsahi, Allahumma Janibnaasy Syaithoona Wa Jannibi
Syaithoona Maarozaqtanaa” (Dengan menyebut nama Allah, hindarkanlah kami dari
gangguan syaitan dan hindarkan pula anak
yang akan Engkau anugerahkan kepada kami dari gangguan syaitan) kemudian
dilahirkanlah dari keduanya seorang anak, niscaya selamanya syaitan tidak akan
dapat mengganggunya.” (Muttafaq’
alaih)
6. Langkah selanjutnya setelah terjadi kehamilan, tetap
pertahankan terus tingkat keha-lalan dan kebaikan atas makanan dan minuman yang
kita konsumsi termasuk di dalamnya tetap mempertahankan sampai kapanpun juga
menafkahi keluarga dari penghasilan halal dan pekerjaan yang halal sesuai
dengan syariat yang berlaku dan jangan lupa melaksanakan Aqiqah setelah anak
lahir.
7. Jaga keimanan hanya
kepada Allah SWT selamanya dan didik anak-anak sesuai de-ngan syariat Islam yang
berlaku dengan mendahulukan pendidikan ruhani (pendidikan ma’rifah) tanpa
mengorbankan pendidikan jasmani (pendidikan sar’i).
8. Didiklah anak dan
keturunan diri kita sendiri sesuai dengan jamannya (maksudnya jaman anak dan
keturunan kita) dikarenakan tantangan mereka tidak sama dengan tantangan yang
kita hadapi serta jumlah syaitan yang akan dihadapi oleh anak dan keturunan
kita jauh lebih banyak dibandingkan saat diri kita hidup sehingga pengaruh
negatif atau ajaran-ajaran yang dibawa oleh syaitan jauh lebih dahsyat
dibandingkan saat kita hidup di dunia.
9. Jadikan diri kita sendiri sebagai panutan bagi diri, keluarga dan
masyarakat sebelum diri kita menjadi pemimpin bagi bangsa dan negara.
Mudah-mudahan jika kita mampu melaksanakan sebaik mungkin, sesempuna mungkin apa-apa yang telah kami sebutkan di atas, sehingga melalui diri kita, melalui anak keturunan kita akan terlahir generasi-generasi muda Islam yang sesuai dengan konsep bahwa manusia yang sebenarnya adalah ruh atau yang sesuai dengan kehendak Allah SWT.
Dan agar
hidup yang kita jalani bermakna dan berhasil guna untuk hidup dan kehidupan
diri sendiri dan juga bagi keluarga, masyarakat, bangsa dan negara sebagai
cerminan bahwa diri kita adalah ruhani (bentuk penampilan Allah SWT di muka
bumi). Ada baiknya renungan di bawah ini kita pelajari dan kita amalkan, yaitu:
a. Hiduplah
bagaikan pokok kayu yang tumbuh di tepi jalan dan banyak buahnya; dilempar
orang dengan batu tetapi membalas dengan buah;
b. Hiduplah
bagai pokok kayu besar dengan akar keyakinan yang menghujam dalam, batang
ibadah yang kokoh khusyu, daun zikir penyejuk hati, dan buah akhlak yang
terpuji;
c. Hiduplah
bagai si rumput, menghadapi kesulitan yang hampir mati tetapi tidak putus asa,
mengharap curahan rahmat Allah SWT;
d. Hiduplah
bagai lebah, hinggap tak mematahkan ranting, makan yang baik-baik, sedang
madunya berharga buat manusia;
e. Hiduplah
bagai semut, bekerja sama tolong menolong, lebih-lebih untuk menghadapi masa
yang sulit;
f. Hiduplah
bagai unta, pandai-pandai menyimpan perbekalan untuk perjalanan hidup;
g. Janganlah
hidup bagaikan anjing, setiap orang dicela dan diolok-olok tak tahu baik dan
buruk;
h. Janganlah
hidup bagai lalat, dimana-mana hanya banyak membawa malapetaka dan musibah;
i. Janganlah
hidup bagai babi, tampak rakus, dan apa-apa tak ada yang ditolak;
j. Janganlah
hidup bagai lintah, hidup menghisap jerih payah orang lain;
k. Janganlah
hidup bagai cendawan, selalu merusak tempat yang dihinggapinya.
Setujukah anda
dengan renungan yang kami kemukakan di atas atau anda tidak setuju dengan
renungan yang kami sampaikan? Jika anda dalam posisi ruhani
menang atas jasmani pasti anda setuju
dengan renungan tentang hidup ini, namun apabila anda dalam posisi Jasmani
menang atas ruhani pasti anda tidak setuju dengan renungan ini. Untuk itu segera
pastikan sekarang juga posisi dari anda yang sebenarnya, apakah ruhani menang
dan menguasai jasmani, atau apakah jasmani menang dan menguasai ruhani? Ingat,
jika sampai ruh kalah karena dikalahkan oleh jasmani hasilnya kita
dipersilahkan untuk menempati neraka Jahannam untuk hidup bertetangga dengan syaitan.
Sedangkan jika ruh menang atas jasmani hasilnya adalah syurga. Selamat memilih
dan menentukan sikap!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar