A.
JASMANI VS RUH.
Hidup
adalah masa atau saat masih bersatunya ruh dengan jasmani dan jika saat ini
kita masih hidup maka unsur ruh dan jasmani pasti ada di dalam diri kita. Jika unsur jasmani
dan unsur ruh masih ada dalam diri kita, maka adakah sifat keduanya dalam diri
kita? Selama jasmani dan ruh masih ada dalam diri kita atau selama jasmani
belum berpisah dengan ruh, maka sifat ruh dan sifat jasmani pasti ada di dalam
diri kita. Seperti apakah sifat jasmani itu? Seperti apakah sifat ruh itu?
Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya sifat jasmani cenderung kepada nilai-nilai keburukan yang berasal dari alam yang sesuai dengan
kehendak syaitan. Sedangkan sifat ruh cenderung kepada nilai-nilai kebaikan
yang berasal dari nilai-nilai Ilahiah yang sesuai kehendak Allah SWT.
Adanya
kondisi ini, berarti
di dalam diri setiap manusia, termasuk di dalamnya diri kita, pasti ada 2(dua)
buah sifat yang saling berlawanan. Dimana yang satu cenderung kepada keburukan
dan yang satunya lagi cenderung kepada kebaikan. Jika hal itu
sudah ada di dalam diri setiap manusia maka apa yang akan terjadi dalam diri
setiap manusia? Apakah akan ada kesesuaian antara sifat jasmani dengan sifat ruh?
Apakah akan ada pertarungan sengit antara sifat jasmani dengan sifat ruh?
Apakah akan ada perdamaian antara sifat jasmani dengan sifat ruh? Keadaan yang
saling bertentangan dan saling berketidaksesuaian antara sifat jasmani dan ruh
pasti akan dialami oleh setiap manusia tanpa terkecuali termasuk diri kita,
anak keturunan kita, sampai dengan hari kiamat kelak. Apa buktinya?
Sekarang mari kita buktikan apakah memang ada pertentangan atau apakah memang
ada ketidaksesuaian antara sifat-sifat jasmani dengan sifat-sifat ruh dalam
diri kita, untuk itu lihatlah dan perhatikanlah hal-hal sebagai berikut:
a. Pada waktu kita ingin memberikan sedekah sebesar
Rp.1.000.000,- (satu juta ru-piah) untuk kepentingan fakir miskin, apa yang anda
rasakan? Di satu sisi anda ikhlas untuk memberikan sedekah, di lain sisi ada
bisikan jangan diberikan karena itu terlampau besar jumlahnya. Sekarang, ada ikhlas
untuk berbagi dan ada juga pelit bin kikir dalam diri kita, timbul pertanyaan,
dari manakah keduanya berasal? Ikhlas berbagi pasti berasal dari sifat alamiah ruh
(Nass) sedangkan pelit bin kikir berasal
dari sifat alamiah jasmani (insan).
b. Pada waktu kita ingin mencuri atau mengambil hak orang
lain, apa yang akan kita rasakan? Di satu sisi kita takut untuk melakukannya
dan di lain sisi ambil saja urusan belakangan. Ada rasa takut dan ada keinginan
untuk ambil saja, dari manakah itu asalnya? Rasa takut pasti berasal dari sifat
ruh yang mengharamkan untuk mengambil hak orang lain sedangkan ambil saja
urusan belakangan berasal dari sifat jasmani yang mau menang sendiri yang
didukung oleh syaitan.
Selanjutnya jika
kondisi di atas itu terus dan terus terjadi saat diri kita menjadi abd’
(hamba)-Nya yang juga adalah khalifah-Nya di muka bumi, maka di dalam diri manusia
akan terjadi pertarungan, atau akan terjadi proses saling pengaruh mempengaruhi,
atau terjadi pertan-dingan bebas antara sifat alamiah jasmani dengan sifat
alamiah ruh di dalam kehidupan manusia. Jika hal ini telah dan sedang terjadi
di dalam setiap diri manusia maka akan ada 3(tiga) kemungkinan hasil akhir dari
proses pertentangan atau proses ketidaksesuaian antara sifat jasmani dengan
sifat ruh, yaitu :
1. Kemungkinan yang pertama adalah sifat-sifat alamiah
jasmani (insan) dapat mempengaruhi (mengalahkan) sifat-sifat alamiah ruh (nass)
sehingga sifat-sifat jasmani menjadi sifat manusia yang berarti nilai-nilai keburukan
menjadi perilaku manusia. Apa yang terjadi jika jasmani menang atas ruh, yang jelas
jasmani yang mempunyai sifat-sifat seperti diciptakan dalam keadaan lemah,
selalu tergesa-gesa atau tidak sabaran, selalu keluh kesah, kikir, suka
memperbudak satu sama lain dan selalu dalam kerugian dapat mengalahkan
sifat-sifat Ilahiah dari ruhani yang
berasal dari sibghah perbuatan (af’al) Allah SWT sehingga nilai-nilai Ilahiah
dapat dikalahkan atau dikuasai oleh nilai-nilai keburukan. Adanya kondisi di
atas akan menimbulkan dampak sebagai berikut:
a. Manusia menjadi pelit bin kikir yang selalu mementingkan
diri sendiri
padahal Allah SWT memerintahkan manusia untuk selalu berbagi kepada sesama dan
saling tolong menolong. Jika setiap diri melakukan hal ini, bagaimana jika
masyarakat luas yang melakukannya?
b. Manusia menjadi tidak sabaran dan selalu tergesa-gesa padahal Allah SWT memerintahkan
untuk selalu teliti, sabar dan telaten sebelum mengambil sebuah tindakan.
c. Manusia selalu berkeluh kesah tiada berhenti, diberi sedikit
ngomel dan diberi kurang marah, padahal Allah SWT memerintahkan untuk selalu
bersyukur serta manusia menjadi sombong, tinggi hati, merasa jagoan, padahal
Allah SWT memerintahkan untuk selalu rendah hati.
Apakah
hanya itu saja dampak dari berkuasanya jasmani atas ruhani atau dampak dari
sifat jasmani mengalahkan sifat ruhani? Berkuasanya jasmani atas ruh bukan saja berdampak
kepada hubungan dengan sesama manusia, yang akan terlihat dari tingkah laku manusia
tersebut di luar kepatutan dan kepantasan. Akan tetapi juga berdampak kepada
hubungan manusia dengan Allah SWT serta akan
dapat menurunkan kualitas dari ruh manusia itu sendiri.
Berikut
ini akan kami kemukakan dampak negatif dari berkuasanya jasmani atas ruh dalam
konteks hubungan antar sesama manusia, yaitu (1) akan menimbulkan dan menumbuhkan manusia yang dzalim yang selalu
memperbudak manusia; (2) hilangnya
rasa welas asih, kejam dan tidak mempunyai peri kemanusian; (3) siapa kuat ia dapat; (4) yang lemah makin terpuruk; (5)
yang kaya dan kuat makin kaya dan
berkuasa.
Sedangkan dalam konteks
hubungan manusia dengan Allah SWT, berkuasanya jasmani atas ruh maka: (1) manusia
akan selalu berburuk sangka kepada Allah SWT; (2) selalu
Bermaksiat Terus Menerus; (3) suka memperolok-olok Nabi
dan Rasul; (4) tidak mau mensyukuri nikmat Allah SWT dan
menjadi Thagut; (5) suka menghambur hamburkan waktu untuk
kegiatan yang tidak produktif. Hal lainnya yang harus menjadi perhatian
kita adalah jika jasmani berkuasa atas ruh maka kualitas ruh akan turun atau ruh
mengalami penurunan kualitas atau ruh mengalami degadrasi kualitas kefitrahannya
akibat dikuasai oleh jasmani.
Seperti
apakah mutu atau kualitas ruh manusia? Mutu atau kualitas ruh setiap manusia
pada waktu awal diberikan atau pertama kali ditiupkan atau pada saat pertama
kali disatukan dengan jasmani adalah ruh yang dalam keadaan suci dan murni
serta belum terkontaminasi oleh apapun juga karena langsung ditiupkan oleh Allah
SWT dan juga sudah:
a. Mengakui Allah SWT adalah Tuhan bagi dirinya;
b. Mengetahui akan adanya hari Kiamat;
c. Mengetahui akan adanya rukun iman yang enam dalam satu
kesatuan pemahaman dan pengertian;
d. Mempunyai kemampuan yang sangat hebat yaitu ruh tidak
terkendala dengan jarak, ruang dan waktu.
Hal
ini dibuktikan dengan mampunya Nabi Adam as, Nabi Ibrahim as, Nabi Isa as, dan
Nabi Musa as, dalam bentuk ruh tanpa jasmani mengenal Nabi Muhammad SAW pada
waktu peristiwa Mi’raj. Akan tetapi setelah ruh dipersatu-kan dengan jasmani
atau setelah jasmani mampu menguasai ruh maka kemampuan ruh mengalami penurunan
kualitas sehingga tidak mampu lagi seperti sediakala sebagaima-na pertama kali
ditiupkan oleh Allah SWT. Sebagai contoh jika jasmani sehat dan ruh sakit, apa yang
kita rasakan dalam diri? Maka kita akan merasa malas untuk melakukan
sesuatu; berat untuk melakukan sesuatu; motivasi hilang dan seterusnya sehingga
apa yang kita lakukan selalu berada di luar koridor nilai-nilai keburukan dan
kitapun jauh dari jalan Allah SWT dikarenakan sifat-sifat jasmani yang menjadi
perbuatan diri kita.
Selain
hal-hal yang telah kami sebutkan di atas, jika jasmani menguasai ruh maka
dampak dari itu semua akan berpengaruh pula kepada ruh pada waktu ruh berpisah
dengan jasmani apakah yang terjadi? Untuk itu perhatikanlah dengan seksama
hadits berikut ini: “Dari Abu Hurairah r.a. katanya: “Apabila ruh orang-orang mukmin keluar
dari tubuhnya, dua orang malaikat menyambutnya dan menaikkannya ke langit” Kata
Hammad. “Karena baunya harum seperti kasturi” Kata penduduk langit, “Ruh yang
baik datang dari bumi, Shallallahu ‘alaika (semoga Allah melimpahkan
kebahagiaan kepadamu) dan kepada tubuh tempat engkau bersemayam.” Lalu ruh itu
dibawa ke hadapan Tuhannya ‘Azza wa Jalla. Kemudian Allah berfirman, “Bawalah
dia ke sidratul muntaha, dan biarkan di sana hingga hari kiamat.” Kata Abu
Hurairah selanjutnya, “Apabila ruh orang kafir keluar dari tubuhnya, kata
Hammad, berbau busuk dan mendapat makian, maka berkata penduduk langit, “Ruh
jahat datang dari bumi.” Lalu diperintahkan, “Bawalah dia ke penjara dan
biarkan di sana hingga hari kiamat.”. (Hadits
Riwayat Muslim. 2248). Ruh manusia, atau mungkin juga ruh diri kita akan berbau busuk dan mendapat
makian dari penduduk syurga yang berbunyi “Ruh jahat datang dari Bumi”
dan kemudian di tempatkan oleh Allah SWT ke penjara hingga hari kiamat.
Selanjutnya
dimanakah posisi ruh diri kita terhadap jasmani pada saat ini, jika saat ini
kita berada dalam kondisi jasmani yang masih menguasai ruh, lalu apa yang harus
kita lakukan? Langkah yang harus kita lakukan adalah:
a. Aktivasilah keimanan kita hanya kepada Allah SWT dalam kerangka melaksanakan Rukun Iman yang
Enam dalam satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan Rukun Islam dan Ikhsan;
b. Isi Baterai kita dengan selalu melaksanakan Ibadah wajib maupun Ibadah
sunnah dalam kerangka melaksanakan Diinul Islam secara kaffah (menyeluruh);
c. Perbanyaklah selalu Saldo Amal
Shaleh dalam kerangka Ikhsan.
Dan
untuk mempertegas apa yang kami kemukakan di atas ini, kami akan memakai istilah
di dalam dunia telekomunikasi selular, apa yang dapat kita lakukan jika kita mempunyai sebuah handphone type terbaru merk
yang sangat terkenal, akan tetapi : (1) Kartu
perdana atau simcard yang kita miliki tidak pernah di aktivasi dan/atau; (2) Baterai
HP tidak pernah di charge atau bahkan lebih parah lagi yaitu baterai yang kita
miliki telah soak dan/atau; (3) Saldo pulsa tidak kita miliki atau nihil pulsa.
Dengan ketiga kondisi di atas ini, dapatkah kita melakukan hubungan komunikasi
baik lokal, SLI, SLJJ, SMS, MMS, Internet, WA, Youtube, Instagram jika kondisi
dan keadaan handphone kita seperti yang kami sebutkan di atas? Jangan sampai kita
bernasib sama dengan handphone tersebut di atas, kecuali memang kita sendiri memilih menjadi handphone tersebut.
Jika
operator selular saja menetapkan adanya syarat dan ketentuan tertentu jika kita
ingin mendapatkan fasilitas-fasilitas yang telah disediakan, selanjutnya
bagaimana dengan Allah SWT? Allah SWT juga memberikan dan menetapkan syarat dan ketentuan bagi
umatnya yang ingin mendapatkan segala fasilitas yang telah Allah SWT janjikan
seperti selalu dalam lindungan-Nya, ditolong, dijaga serta dapat bertemu dengan
Allah SWT kelak. Sekarang bagaimana kita dapat memperolehnya jika ruh
terus dijajah, terus dikalahkan oleh jasmani? Sekarang semuanya terpulang
kepada diri kita sendiri, karena diri kitalah yang akan merasakan susah dan senangnya
hidup baik di dunia maupun di akhirat kelak.
2. Kemungkinan yang kedua adalah sifat-sifat alamiah ruh dapat mengalahkan sifat-sifat jasmani
sehingga sifat-sifat alamiah ruh menjadi sifat manusia sehingga ruh mampu menang mutlak atas jasmani yang berarti nilai-nilai kebaikan
yang berasal dari nilai nilai Ilahiah menjadi perilaku manusia. Apa yang terjadi jika
ruh menang atas jasmani, jika hal ini terjadi maka nilai-nilai kebaikan akan
selalu tumbuh dan berkembang di dalam diri kita
sebab nilai-nilai kebaikan merupakan Sibghah yang berasal dari perbuatan
(af’al) Allah SWT. Hal ini dikarenakan sesuatu yang berasal dari sibghah Allah
SWT tidak akan mungkin menghasilkan sesuatu yang buruk, tidak baik, tercela, apalagi berlawanan dengan ketentuan Allah SWT.
Sibghah yang berasal dari perbuatan (af’al) Allah SWT sudah pasti mencerminkan nilai-nilai
Ilahiah seperti adanya kasih sayang, toleransi dalam kehidupan, suka tolong
menolong, sabar, suka berbagi, pemurah dsb.
Lalu apakah hanya itu
yang ada di dalam diri kita jika ruh menang atas jasmani? Ada hal lainnya yang
terjadi dalam diri kita, apakah itu? Pernahkah anda memperhatikan pada waktu jasmani
kita sakit namun ruh kita kuat dan sehat? Rasa sakit yang dialami oleh jasmani dapat
hilang atau dapat tidak kita rasakan akibat ruh yang kuat dan sehat. Adanya
kondisi ini, sebenarnya apakah yang terjadi pada diri kita? Ruh yang kuat dan sehat
dapat mempunyai beberapa fungsi di dalam diri kita, yaitu:
a. ruh yang kuat dan sehat dapat menjadi obat
atau penyembuh bagi jasmani;
b. ruh yang kuat dan sehat dapat menjadi pemacu semangat;
c. ruh yang kuat dan sehat dapat menjadi motivator untuk kemajuan;
d. ruh yang kuat dan sehat dapat menjadi pemersatu.
Timbul
pertanyaan, darimanakah hal itu semua berasal, apakah kemampuan itu ada dengan
sendirinya tanpa ada yang mengadakannya? Lalu mampukah ruh berbuat seperti itu
tanpa ada yang memberikannya? Allah SWT dalam firman-Nya yang tertulis dalam
surat Al Israa’ (17) ayat 85 berikut
ini: “Dan
mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: “Roh itu termasuk urusan
Tuhanku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit”. dengan tegas
menyatakan bahwa urusan ruh adalah urusan Allah SWT dan hanya Allah SWT sajalah
yang tahu dikarenakan ruh itu sendiri merupakan bagian dari Nur Allah SWT.
Selanjutnya jika Ruh asalnya dari Allah SWT mungkinkah ruh memberikan dampak buruk
kepada manusia atau mencelakan manusia? Sesuatu yang berasal dari Allah SWT
dapat dipastikan tidak akan memberikan keburukan apalagi mencelakakan manusia.
Selanjutnya jika saat ini kita masih suka saling berantam,
suka saling menghasut, suka saling memfitnah, suka berbuat tidak adil, suka
berbuat ingkar janji, suka korupsi, suka menyakiti sesama, suka berbuat
kerusakan, suka illegal logging, suka white collar crime, suka nepotisme dan
seterusnya dari manakah itu semua atau kemana larinya nilai nilai kebaikan yang
telah Allah SWT berikan kepada ruh kita? Jika ini yang terjadi jangan
pernah salahkan siapapun jika kita berada di luar kehendak Allah SWT sehingga
berada di dalam kehendak syaitan serta tidak pernah merasakan nikmatnya
bertuhankan kepada Allah SWT. Selain daripada itu, jika ruh menang atas jasmani
maka dampak dari itu semua akan berpengaruh pula kepada ruh pada waktu ruhani
berpisah dengan jasmani, lalu apakah yang terjadi dengan ruh?
Untuk itu
perhatikanlah hadits berikut ini: “Dari Abu Hurairah ra, katanya: “Apabila ruh orang-orang mukmin
keluar dari tubuhnya, dua orang malaikat menyambutnya dan menaikkannya ke
langit” Kata Hammad. “Karena baunya harum seperti kasturi” Kata penduduk
langit, “Ruh yang baik datang dari bumi, Shallallahu ‘alaika (semoga Allah
melimpahkan kebahagiaan kepadamu) dan kepada tubuh tempat engkau bersemayam.”
Lalu ruh itu dibawa ke hadapan Tuhannya ‘Azza wa Jalla. Kemudian Allah
berfirman, “Bawalah dia ke sidratul muntaha, dan biarkan di sana hingga hari
kiamat.” Kata Abu Hurairah selanjutnya, “Apabila ruh orang kafir keluar dari
tubuhnya, kata Hammad, berbau busuk dan mendapat makian, maka berkata penduduk
langit, “Ruh jahat datang dari bumi.” Lalu diperintahkan, “Bawalah dia ke
penjara dan biarkan di sana hingga hari kiamat.”. (Hadits Riwayat Muslim. 2248). Berdasarkan hadits
ini, ruh
akan berbau wangi seperti minyak kasturi dan mendapat pujian dan doa dari
penduduk syurga yang berbunyi “ruh yang baik datang dari bumi dan semoga
Allah SWT melimpahkan kebahagiaan kepadamu” dan kemudian ditempatkan
oleh Allah SWT di Sidratul Muntaha hingga hari kiamat kelak. Harapan kami,
semoga kondisi ini dapat kita peroleh, termasuk di dalamnya orang tua kita, mertua
kita, suami/istri kita, anak dan keturunan kita semuanya, amiin.
3. Kemungkinan yang ketiga adalah sifat-sifat alamiah ruh
hanya menang tipis atas sifat-sifat alamiah Jasmani (kemungkinan seri antara ruh
dengan jasmani tidak ada). Apa yang terjadi jika ruhani hanya menang tipis atas
jasmani, jika hal ini terjadi maka di dalam diri manusia akan timbul atau masih
sering terjadi rasa bimbang atau rasa ragu atau suka terjadi rasa penyesalan
atau rasa belum percaya diri atas apa-apa yang kita lakukan baik itu perbuatan
di dalam koridor kebaikan ataupun keburukan, dimana kesemuanya ini diakibatkan
oleh masih ikut campurnya jasmani di waktu kita mengambil sebuah keputusan atau
pekerjaan. Sebagai contoh di waktu kita berniat akan memberi sedekah sebesar
Rp.100.000,- (Seratus ribu rupiah) akan timbul peperangan di dalam diri jangan
berikan Rp.100.000,- (seratus ribu rupiah) tetapi berikan saja Rp.10.000,-
(sepuluh ribu rupiah).
Setelah adanya
peperangan di dalam diri akhirnya kita hanya memberikan Rp.10.000,- (sepuluh
ribu rupiah) untuk sedekah. Selanjutnya apa yang terjadi di dalam diri orang
yang mempunyai kondisi ruh menang tipis atas jasmani? Ruh akan menyesali kenapa
tidak diberikan saja Rp.100.000,- (seratus ribu rupiah) padahal sudah diniatkan
sedang-kan jasmani akan merasa senang memberi Rp.10.000,- (sepuluh ribu rupiah)
sebab itulah yang sesuai dengan sifatnya yaitu pelit dan kikir. Manusia yang
berada di dalam kondisi ruh hanya menang tipis atas jasmani akan sering
mengalami hal-hal seperti yang kami sebutkan di atas termasuk di dalamnya jika
kita berbuat yang tidak baik atau merugikan orang lain atau menipu orang lain.
Timbul pertanyaan,
atas dasar apakah timbulnya rasa penyesalan atau rasa bersalah yanga ada di
dalam diri? Hal
ini dikarenakan diri kita telah mengenal dan tahu mana yang benar dan mana yang
salah. Namun dikarenakan tarikan jasmani masih kencang terhadap ruh terjadilah
hal-hal yang seharusnya tidak terjadi. Setelah terjadi barulah kita menyesal,
kenapa hal itu kita lakukan. Jika hal ini sering terjadi pada diri kita, maka
kita harus meningkatkan keimanan kepada Allah SWT, perbanyak saldo amal shaleh
serta sering-seringlah berbuat baik kepada sesama sehingga ruhani
menjadi menang mutlak dari jasmani. Allah SWT berfirman: “Sesuatu
yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan
yang telah ditentukan waktunya. Barangsiapa menghendaki pahala dunia, niscaya
Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barangsiapa menghendaki pahala
akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala akhirat. Dan kami akan
memberikan balasan kepada
orang-orang yang bersyukur. (surat Ali Imran (3) ayat 145)
Setiap manusia tanpa
terkecuali tidak akan dapat menghindar dari pengaruh negatif yang berasal dari jasmani dan juga pengaruh
positif yang berasal dari ruh, sekarang apa yang harus kita lakukan sedangkan
di lain sisia kita harus tetap menjadi abd’
(hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di muka bumi yang sesuai dengan Kehendak Allah
SWT? Untuk
menjadi abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya yang baik sesuai dengan kehendak
Allah SWT maka kita harus dapat mengendalikan nilai-nilai keburukan yang dibawa
oleh jasmani jangan sampai mengalahkan nilai nilai kebaikan yang dibawa oleh ruh.
Ruh harus menang melawan jasmani. Ruh harus tetap memimpin jasmani. Jasmani
harus tetap di bawah perintah dan kendali ruh. Jika kondisi ini dapat kita pertahankan maka tujuan manusia
menjadi abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di muka bumi sesuai dengan syariat
akan tercapai dengan mudah dan dimudahkan oleh Allah SWT. Namun jika kita hanya ingin
mendapatkan ganjaran atau keuntungan atau pahala hanya sebatas untuk
kepentingan di dunia saja maka kita akan menjadi abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya
yang sesuai dengan kehendak syaitan. Hal ini dimungkinkan jika kita melaksanakan
atau dengan menjadikan jasmani sebagai pengendali bagi ruh. Akan tetapi jika
kita ingin mendapatkan pahala akhirat maka jadikanlah ruh sebagai pengendali
bagi jasmani.
Ingat, selama ruh masih bersatu dengan jasmani
atau selama diri kita masih hidup di muka bumi ini maka tujuan manusia untuk
dijadikan oleh Allah SWT sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya masih
tetap berlaku sampai ruh tiba dikerongkongan. Adanya kondisi ini
berarti kita harus terus berusaha dan berusaha untuk menjadikan diri kita
sendiri selalu sesuai dengan kehendak Allah SWT, atau selalu menjadikan diri
kita menjadi pemenang sehingga bisa bertemu Allah SWT kelak. Dan jika saat ini
anda masih hidup di dunia atau jika ruh kita belum berpisah dengan jasmani, ada
sebuah pertanyaan mendasar yang akan kami tanyakan kepada jamaah sekalian,
yaitu “Sudah berapa jauhkah kenikmatan yang telah anda dapatkan atau
telah anda peroleh dari Bertuhankan kepada Allah SWT dimulai dari semenjak
pernyataan Ruh di dalam rahim ibu (lihat kembali surat Al A’raaf (7) ayat
172) sampai dengan hari ini? Apa
yang telah anda peroleh? Apa yang telah anda rasakan? Apa yang telah anda nikmati?
Apa yang telah anda lakukan untuk melaksanakan pernyataan untuk bertuhankan
hanya kepada Allah SWT atau apakah anda belum pernah memperoleh, merasakan
serta menikmati hasil bertuhankan hanya kepada Allah SWT?
“Kenikmatan bertuhankan kepada Allah SWT tidak bisa dialihkan,tidak bisa diwariskan, tidak bisa dipindahtangankan walaupun kepada anak dan keturunan kita sendiri.Sekarang bagaimana dengan Kegagalan di dalam melaksanakan bertuhankan kepada Allah SWT? Kegagalan di dalam bertuhankan kepada Allah SWT juga tidak bisa dialihkan, diwariskan, dipindahtangankan walaupun kepada anak dan keturunan kita sendiri.”
Jika anda sudah memperoleh atau sudah
merasakan atau sudah menikmati hasil dari bertu-hankan hanya kepada Allah SWT,
timbul pertanyaan sudah berapa kali kita merasakannya, dan apakah akan terus
berharap untuk merasakan itu dari waktu ke waktu selama hayat di kandung badan?
Sekarang
bagaimana jika anda belum pernah merasakan atau belum pernah memperoleh atau
belum pernah menikmati hasil dari bertuhankan hanya kepada Allah SWT? Jika ini
yang terjadi berarti anda telah gagal di dalam melaksanakan pernyataan telah
beriman kepada Allah SWT atau ada sesuatu yang salah di dalam pelaksanaan
Diinul Islam yang kaffah.
Selanjutnya walaupun
kita telah gagal melaksanakan pernyataan bertuhankan hanya kepada Allah SWT
ketahuilah bahwa Allah SWT masih tetap memberikan kesempatan kepada kita untuk
melaksanakan pernyataan dimaksud sepanjang ruh belum berpisah dengan jasmani melalui
taubatan nasuha sekarang juga. Sekarang tergantung kita sendiri mau menentukan
sikap, apakah tetap melaksanakan pernyataan untuk bertuhankan hanya kepada Allah
SWT ataukah mengganti Tuhan dari Allah SWT kepada yang lainnnya seperti hawa
nafsu, tahta, harta, wanita atau pekerjaan.
Setelah diri kita mengetahui dan memahami apa yang terjadi dalam hidup,
terutama saat terjadinya apa yang dinamakan dengan pertarungan antara jasmani
vs ruh, yang telah kami uraikan di atas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar