Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Kamis, 16 Mei 2024

HATI SANG PENGENDALI DIRI (PART 5 of 8)

 

E.   HUBUNGAN MANUSIA DENGAN HATINYA.

 

Hati merupakan anugerah yang tidak dapat dihitung berdasarkan rumus matematika atau dapat dikonversi dalam bentuk mata uang. Hati bagi jasmani merupakan komponen ataupun bagian anggota tubuh yang sangat vital sehingga jika manusia tidak mempunyai hati maka tubuh manusia tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Hati bagi ruh merupakan tempat diletakkannya apa yang disebut dengan perasaan, akal, petunjuk, pengobat, alat berkomunikasi dengan Allah SWT sehingga jika manusia tidak mempunyai hati bagi ruhnya maka manusia tidak akan dapat merasakan apa yang dinamakan kesedihan, kegembiraan, ketenangan, serta  merasakan nikmat bertuhankan kepada Allah SWT.

 

Banyaknya manfaat dan kegunaan dari hati baik ditinjau dari sisi jasmani dan ruh maka sudah selayaknya kita harus memperhatikan, menjaga, memelihara hati dengan sebaik-baiknya, mulai saat ini juga. Sebagai abd’ (hamba)Nya yang juga khalifahNya di muka bumi yang sangat membutuhkan keberadaan hati baik dalam bentuk jasmani maupun ruh, langkah pertama yang harus kita lakukan adalah kita harus memiliki ilmu tentang hati terlebih dahulu. Adanya ilmu tentang hati maka kita akan tahu bagaimana caranya mempergunakan hati tersebut dengan baik dan benar. Sehingga kita tahu bagaimana caranya memperlakukan hati ini dalam hubungannya dengan sesama manusia maupun kepada Allah secara baik dan benar. Sekarang sudahkah diri kita memiliki ilmu tentang hati!

 

1.  Yang Dijinakkan atau Yang Dipegang harus Hatinya. Hal yang dapat dipegang dari seseorang adalah janji yang keluar dari hati seseorang yang kemudian menjadi janji yang keluar dari mulut. Untuk itu jika kita melakukan sebuah kemufakatan atau mengadakan sebuah pernyataan untuk kebersamaan atau mengadakan perikatan tentang janji setia, maka kita jangan terlampau percaya kepada pernyataan atau ucapan secara lisan oleh mulut saja. Sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Fath (48) ayat 18 berikut ini: “Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mu’min ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya).”  Ingat di dalam kemufakatan, di dalam pernyataan, di dalam mengadakan perikatan kesemuanya akan menimbulkan hak dan kewajiban dari para pihak yang pada akhirnya akan mengikat diri kita untuk memenuhi janji tersebut. 

 

Mulutmu adalah Harimaumu dan ujung jarimu adalah harimaumu” sebuah peribahasa yang sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari. Peribahasa di atas mempunyai arti yaitu berhati-hatilah dengan ucapanmu, berhati-hatilah dengan perkataanmu, berhati-hatilah dengan omonganmu karena ia dapat menjadi musuh bagi diri kita sendiri. Sebagai contoh, jika kita tidak dapat memenuhi apa yang  pernah kita ucapkan atau jika kita tidak dapat memenuhi apa yang pernah kita janjikan maka orang lain tidak akan mempercayai diri kita lagi. Selanjutnya jika omongan atau perkataan tidak dapat dijadikan pegangan, apa yang harus kita pegang? Janji hati (dalam hal ini janji hati ruhani) dan janji mulut adalah dua kenyataan yang berbeda dan jika kita menghadapi hal tersebut maka kita harus terlebih dahulu mengadakan janji hati kepada para pihak sebelum menandatangani sebuah kesepakatan. Apabila kita telah dapat mengikat atau memegang janji hati para pihak jadikan janji hati tersebut sebagai sebuah pedoman, sebagai sebuah kesamaan pandang, sebagai sebuah kesamaan motivasi, sebagai sebuah kesamaan untuk mencapai apa yang telah disepakati bersama.   

 

2.    Ahwa (Hawa Nafsu) Membuat Hati Lalai. Memperturutkan ahwa (hawa nafsu) dapat membuat hati menjadi lalai dari mengingat Allah SWT. Sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Kahfi (18) ayat 28 berikut ini: Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.” Dan juga berdasarkan surat Muhammad (47) ayat 16 yang kami kemukakan berikut ini: “Dan di antara mereka ada orang yang mendengarkan perkataanmu sehingga apabila mereka keluar dari sisimu orang-orang berkata kepada orang yang telah diberi ilmu pengetahuan (sahabat-sahabat Nabi): "Apakah yang dikatakannya tadi?" mereka Itulah orang-orang yang dikunci mati hati mereka oleh Allah dan mengikuti hawa nafsu mereka.”

 

Mengendalikan atau melawan atau perang melawan ahwa (dalam hal ini adalah perang melawan jiwa hewani, jiwa amarah, jiwa mushawwilah) dikategorikan oleh Allah SWT sebagai jihad. Hal ini disebabkan karena untuk dapat mengalahkan ahwa (hawa nafsu) dibutuhkan perjuangan yang sangat berat, penuh pengorbanan dan juga penuh dengan ketabahan di dalam menghadapinya. Jika manusia tidak dapat melawan ahwa (hawa nafsu) maka tindakan yang kita lakukan tersebut akan berakibat kepada kondisi hati nurani kita. Hati nurani akan menjadi kotor, lalai, penuh noktah dan titik-titik hitam, yang mengakibatkan diri kita jauh dari jalan Allah SWT sebab kita berada di dalam koridor nilai-nilai keburukan. Dan jika hati ruhani kita ingin tetap bersih, tanpa titik dan noktah hitam, jangan pernah sekalipun memperturutkan ahwa (hawa nafsu) atau memberikan kesempatan kepada jasmani untuk menjajah dan mendayagunakan Amanah yang 7 dan Hubbul yang 7 di luar koridor Nilai-Nilai Kebaikan.

 

Hal yang harus kita perhatikan bahwa apa yang kita lakukan akan memberikan dampak kepada hati ruhani yang kita miliki, jika nilai-nilai kebaikan yang kita lakukan maka bersihlah hati ruhani sedangkan jika nilai-nilai keburukan yang kita lakukan maka hati ruhani menjadi kotor sehingga kita menjadi lalai serta jauh dari jalan yang di ridhai oleh Allah SWT. Selain daripada itu perang melawan Ahwa atau keluar dari jiwa fujur menuju jiwa taqwa akan lebih mudah kita lakukan jika melaksana kannya bersama atau mengajak Allah SWT. Hal ini dikarenakan hanya Allah SWT sajalah yang tahu dan yang mengerti apa dan bagaimana ahwa (hawa nafsu) yang disenangi oleh syaitan dapat dikalahkan. Sekarang sudahkah diri kita meminta pertolongan Allah SWT saat menjadi abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di muka bumi sehingga jiwa kita dikatego-rikan jiwa taqwa.

 

3.    Hati Yang Sakit Anti Islam. Salah satu dampak dari hati nurani yang sakit akan  menjadikan manusia antipati kepada ajaran dan agama Islam. Sebagaimana dikemukakan dalam  surat Al Ahzab (33) ayat 60 berikut ini: “Sesungguhnya jika tidak berhenti orang-orang munafik, orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya dan orang-orang yang menyebarkan kabar bohong di Madinah (dari menyakitimu), niscaya Kami perintahkan kamu (untuk memerangi) mereka, kemudian mereka tidak menjadi tetanggamu (di Madinah) melainkan dalam waktu yang sebentar.” Hal ini di akibatkan oleh manusia yang tidak dapat lagi membedakan mana yang baik, mana yang salah lalu yang salah dikatakan baik sedangkan yang baik dikatakan salah. Jika manusia telah sampai pada tahap seperti ini, maka yang ada di dalam diri manusia itu hanyalah rasa tidak suka ataupun rasa permusuhan kepada kebaikan dan kebenaran sehingga yang terpikirkan adalah tindakan balas dendam atau tindakan provokasi atau menyebarkan berita bohong atau akan berusaha di dalam koridor Nilai-Nilai Keburukan. Kerusakan hati nurani yang sudah rusak atau sudah tidak fitrah lagi, tidak dapat disembuhkan dengan begitu saja tanpa bantuan dan pertolongan Allah SWT. Hal ini dikarenakan hanya Allah SWT sajalah yang mampu memperbaiki dan mengembalikan fungsi hati nurani. Selanjutnya jika kita merasa sangat membutuhkan pertolongan Allah SWT, merasa butuh berkomunikasi dengan Allah SWT maka lakukanlah Taubatan Nasuha sebelum meminta pertolongan Allah SWT.

 

4.  Awas Syaitan. Memelihara, merawat serta mempergunakan hati, baik itu hati jasmani maupun hati nurani tidaklah mudah seperti membalik telapak tangan. Untuk itu diperlukan sebuah niat yang tulus dan ikhlas serta kesungguhan yang di dasari oleh motivasi yang tinggi sehingga berdampak bagi  kesehatan jasmani maupun kesehatan (kefitrahan) ruh. Hal yang harus diperhatikan atau wajib dicermati di dalam memelihara kesehatan hati jasmani dan juga hati nurani yaitu adanya musuh bebuyutan manusia sampai akhir jaman yaitu ahwa (hawa nafsu) dan syaitan. Allah SWT berfirman: ‘Tetapi kamu menyangka bahwa Rasul dan orang-orang mu’min tidak sekali-kali akan kembali kepada keluarga mereka selama-lamanya dan syaitan telah menjadikan kamu memandang baik dalam hatimu persangkaan itu, dan kamu telah menyangka dengan sangkaan yang buruk dan kamu menjadi kaum yang binasa. (surat Al Fath (48) ayat 12)

 

Syaitan sang pembisik dan penggoda manusia tidak akan tinggal diam serta berpangku tangan terhadap aktivitas manusia di dalam menjaga kesehatan hati. Syaitan akan mengganggu, akan terus menggoda manusia melalui makanan dan minuman yang kita konsumsi serta perilaku gaya hidup sehingga kesehatan hati jasmani menjadi tidak prima lagi atau mengalami gangguan. Syaitan juga melakukan aktivitas untuk menggangu kesehatan hati nurani dengan menanamkan kepada manusia untuk selalu berprasangka buruk kepada yang baik atau berprasangka baik kepada yang buruk, menampakkan perbuatan bagus terhadap apa yang dilakukan manusia walaupun perbuatan itu nyata-nyata adalah sesat, menjadikan mengantuk sebagai penentram hati. Allah SWT berfirman: Agar Dia menjadikan apa yang dimasukkan oleh syaitan itu, sebagai cobaan bagi orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan yang kasar hatinya. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu, benar-benar dalam permusuhan yang sangat. (surat Al Hajj (22) ayat 53)

 

Adanya gangguan syaitan kepada hati ruhani akan menjadikan manusia bimbang, penakut, tidak percaya diri, motivasi rendah, bertindak dan berfikir hanya untuk jangka pendek atau untuk kepentingan sesaat dan lain sebagainya. Allah SWT berfirman: “Maka mengapa mereka tidak memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri ketika datang siksaan Kami kepada mereka, bahkan hati mereka telah menjadi keras dan syaitanpun menampakkan kepada mereka kebagusan apa yang selalu mereka kerjakan. (surat Al An’aam (6) ayat 43). Adanya gangguan dari syaitan kepada setiap manusia akan mempengaruhi kualitas hati Jasmani dan juga kualitas hati nurani. Adanya kondisi ini maka kita harus selalu waspada terhadap gangguan syaitan tersebut, sebagaimana Allah SWT berfirman berikut ini: (Ingatlah), ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu penentraman hati daripada-Nya, dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk menyucikan kamu dengan hujan itu dan menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan syaitan dan untuk menguatkan hatimu dan memperteguh dengannya telapak kaki(mu). (surat Al Anfaal (8) ayat 11). Untuk itu jangan pernah tinggalkan Allah SWT sedetikpun di dalam menghadapi gangguan syaitan dikarenakan hanya dengan bersama Allah SWT sajalah kita dapat mengalahkan syaitan.

 

Selanjutnya ada baiknya kita memperhatikan sebuah pesan yang disampaikan oleh Ali bin Abi Thalib r.a, yang mungkin dapat dijadikan renungan bagi diri kita saat menghadapai gangguan syaitan yaitu: ”syaitan-syaitan manusia dan jin menyerang nafsu manusia dengan dua senjata yaitu: (a) Syubhat, yaitu untuk mengacaukan pikirannya, lalu menyesatkannya (termasuk menanamkan keraguan, memperindah yang buruk, dan lain-lain); (b) Syahwat, yaitu untuk merusak perilakunya sehingga ia terjerumus. Akan tetapi seorang mukmin yang waspada terhadap kelemahan dirinya, sanggup melawan musuh-musuhnya dengan dua senjata yang lebih ampuh, yaitu: (a) Keyakinan yang kokoh untuk menghancurkan syubhat (keragu-raguan) dan; (b) Kesabaran untuk menghancurkan godaan syahwat yang angkara murka. Selain daripada itu, perlu kita ketahui bersama bahwa menghadapi syaitan yang telah berubah wujud menjadi manusia atau manusia yang telah berubah wujud menjadi syaitan, lebih berat dibandingkan menghadapi syaitan dalam bentuk aslinya.

 

Dengan mengucapkan “A’udzubillahiminasy-syaithanir-rajim”, syaitan dalam bentuk asli akan lari tunggang langgang atau menghindar dari diri kita kerena ia tidak mempunyai kepentingan pribadi dan pada saat manusia lengah ia akan kembali lagi menggoda manusia. Hal ini dikarenakan syaitan dalam bentuk asli, hanya berusaha menyesatkan manusia dan menjerumuskan manusia ke neraka sebanyak-banyaknya. Sedangkan syaitan yang telah berubah bentuk menjadi manusia atau manusia yang telah berubah bentuk menjadi syaitan, banyak sekali kebutuhannya, seperti hidup mewah, menempati kedudukan tinggi, memenuhi syahwat perut dan seks, dan memperoleh jaminan hari tua. Meskipun kepadanya telah diucapkan “A’udzubillahiminasy-syaithanir-rajim” berkali-kali, syaitan manusia atau manusia syaitan, tidak akan segera pergi dan lari tunggang langgang.

 

Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di muka bumi, sadarkah diri kita bahwa syaitan sangat berkepentingan untuk membawa diri kita pulang kampung ke Neraka Jahannam? Lalu tahukah diri kita  bahwa syaitan sebagai musuh tidak akan senang kepada musuhnya jika sampai musuhnya memenangkan pertarungan? Untuk itu jangan pernah jadikan syaitan sebagai pemimpin, jangan pernah jadikan syaitan sebagai konsultan, jangan pernah jadikan syaitansebagai atasan, jangan pernah jadikan syaitan sebagai ajudan, jangan pernah jadikan syaitan sebagai suri tauladan saat diri kita menjadi abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di muka bumi. Musuh tetaplah musuh, sejak awal sampai hayat di kandung badan serta hanya dengan bantuan Allah SWT sajalah kita mampu mengalahkan syaitan karena hanya Allah SWT sajalah yang tahu, yang mengerti serta yang ahli tentang syaitan.

 

5.     Yang Akan Dipersatukan Hati. Untuk membangun sebuah kebersamaan di dalam masyarakat atau menyatukan langkah antar sesama manusia, hal yang harus di lakukan oleh manusia adalah bagaimana mempersatukan niat atau kehendak yang keluar dari hati ruhani manusia. Adanya kesatuan dan kesamaan niat atau adanya kesamaan pandang yang keluar dari kesadaran diri manusia, akan memudahkan manusia untuk membangun sebuah kebersamaan sebab di dalam niat baik yang keluar dari hati ruhani merupakan perwujudan dari Nilai-Nilai Ilahiah yang diisi oleh Allah SWT ke dalam hati ruhani sehingga secara tidak langsung Allah SWT ikut berperan atau Allah SWT turut memberikan andil di dalam membangun kebersamaan yang dimiliki oleh Allah SWT.

 

Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT yang tertuang di dalam surat Al Anfaal (8) ayat 63 berikut ini: “dan Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun  kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka, Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”  dan juga yang tertuang di dalam surat Ali Imran (3) ayat 103 yang kami kemukakan berikut ini: “dan Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka, Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”  yaitu Allah SWT lah yang dapat mempersatukan hati manusia.

 

Hal yang harus kita jadikan patokan adalah Allah SWT adalah pemberi Hubbul Jam’i (keinginan untuk berkumpul) kepada manusia, di lain sisi Allah SWT juga memiliki nama  Al Jaami’ (maha mengumpulkan). Adanya persamaan asal usul dari kedua hal yang kami kemukakan di atas ini, tentunya sangat mudah bagi Allah SWT untuk mempersatukan umat manusia, kapanpun, dimanapun, dalam kondisi apapun juga. Allah SWT adalah Maha Mengumpulkan sehingga Allah SWT mampu mengumpulkan berbagai hakekat yang telah bercerai-berai, termasuk di dalamnya mengumpulkan dan menyatukan persamaan dan perbedaan yang ada di dalam diri manusia  dan  Allah SWT juga mampu mengumpulkan umat manusia kelak di akhir zaman. Adanya kemampuan  Allah SWT yang seperti ini, seharusnya dapat menyadarkan diri kita betapa besar kemahaan dan kebesaran Allah SWT.

 

6.     Hati Yang Baik Selalu Ingat Allah SWT. Salah satu ciri dari hati yang masih baik (fitrah) adalah selalu ingat kepada Allah SWT karena hati telah mengetahui, telah memahami dan telah pula merasakan rasa kebesaran dan kemahaan Allah SWT. Sebagaimana dikemukakan dalam  surat Az Zumar (39) ayat 22, 23 berikut ini:Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata. Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) AlQuran yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendakiNya. Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka tidak ada seorangpun pemberi petunjuk baginya.”

 

Sebagai contoh, Allah SWT adalah Al Mujiib yaitu Yang Maha Mengabulkan maka kita akan mengingat (akan teringat) terus tentang hal ini sehingga jika kita mengalami sesuatu cobaan ataupun kesusahan secara otomatis kita langsung ingat Al Mujiib dan kemudian kita menyambungkan diri kepada Allah SWT untuk segera ditolong untuk menyelesai-kan persoalan yang kita hadapi dengan berdoa yang kita panjatkan kepada-Nya. Hal yang samapun berlaku kepada Allah SWT adalah  Al Haadi yaitu Yang Maha Pemberi Petunjuk maka kita pun akan dapat diberi petunjuk oleh Allah SWT sepanjang kita mau meminta petunjuk kepada Allah SWT dengan memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku atau menyamakan gelombang dan frekuensi yang sesuai dengan kehendak Allah SWT.

 

Dan dikabulkannya permohonan manusia atau diberikannya petunjuk oleh Allah SWT kepada manusia sangat tergantung dengan pemenuhan dan kesesuaain gelombang dan frekuensi hati nurani manusia dengan syarat dan ketentuan dari Allah SWT. Tanpa itu semua maka apa yang dimohonkan oleh manusia tidak akan pernah tersambung kepada Allah SWT. Adanya kesesuaian frekuensi dan gelombang dari hati nurani dengan syarat dan ketentuan dari Allah SWT akan menjadikan hati nurani tenang dan selalu ingat kepada Allah SWT dimanapun, kapanpun, dalam kondisi apapun.

 

7.    Menasehati Harus Melalui Hati. Allah SWT memberikan petunjuknya kepada diri kita, apabila kita ingin menasehati, atau ingin menanamkan kesan yang mendalam ke seseorang maka harus melalui hati atau berkenan di hati sehingga berbekas ke dalam hati. Sebagaimana dikemukakan dalam surat An Nisaa’ (4) ayat 63 berikut ini: Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakan kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka.”  Hal ini menjadi penting dikarenakan di dalam hubungan antar sesame manusia kita sering memberikan nasehat ataupun pembelajaran kepada orang lain. Nasehat dan pembelajaran yang kita berikan kepada orang lain adakalanya dapat diterima dengan baik walaupun hanya satu kali disampaikan, namun adakalanya nasehat dan pembelajaran yang kita berikan walaupun sudah berkali-kali atau sudah berulang tidak dapat diterima dengan baik.

Timbul pertanyaan kenapa hal itu dapat terjadi? Untuk dapat menyampaikan nasehat atau pembelajaran kepada orang lain, Allah SWT melalui surat An Nisaa’ (4) ayat 63 memberikan pedoman kepada kita jika ingin menasehati dan memberikan pembelajaran kepada orang lain yaitu sampaikan ucapan dan perkataan kita sampai berbekas kehatinya atau sampai membekas ke jiwa mereka. Ingat, hati nurani yang bersih jika diumpamakan sebagai cermin maka sinar yang dipancarkan oleh senter dapat dipantulkan dengan baik.

 

Demikian pula dengan hati nurani yang bersih maka ia dapat menerima nasehat dan pembelajaran yang disampaikan oleh orang lain. Jika hal ini merupakan pedoman dari Allah SWT kepada setiap manusia maka jika kita ingin menasehati atau memberikan pembelajaran kepada orang lain lakukanlah melalui hati nurani mereka. Selanjutnya bagaimana dengan yang ingin menyampaikan sesuatu atau yang akan menasehati? Hal yang samapun berlaku kepada yang ingin menyampaikan sesuatu hal atau yang akan menasehati, juga harus menasehati dengan hati nurani, sehingga apa yang akan disampaikannya  tidak akan menyakiti perasaan orang atau menyakiti hati orang lain.  

 

8. Janji Yang Akan Dipegang Janji Hati. Allah SWT juga telah memberikan ketentuan tentang janji yaitu saat diri kita berjanji atau mengadakan suatu perjanjian maka janji yang harus dipegang oleh para pihak adalah janji hati. Hal ini berdasarkan surat At Taubah (9) ayat 8, 9, 10 berikut ini:Bagaimana bisa (ada perjanjian dari sisi Allah dan Rasul-Nya dengan orang-orang musyrikin), padahal jika mereka memperoleh kemenangan terhadap kamu, mereka tidak memelihara hubungan kekerabatan terhadap kamu dan tidak (pula mengindahkan) perjanjian. Mereka menyenangkan hatimu dengan mulutnya, sedang hatinya menolak. Dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik (tidak menetapi janjinya). Mereka tidak memelihara (hubungan) kerabat terhadap orang-orang mu’min dan tidak (pula mengindahkan) perjanjian. Dan mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.”. Kondisi ini sesuai dan sejalan dengan peribahasa yang berbunyi “Mulutmu adalah Harimaumu dan juga Ujung Jarimu adalah Harimaumu” merupakan nasehat kepada diri kita untuk selalu berhati-hati pada waktu berbicara atau pada saat memberikan janji-janji manis sebab jika kita tidak dapat memenuhi apa yang kita sampaikan akan menjadi bumerang bagi diri kita sendiri.

 

Timbulnya peribahasa ini akibat dari tidak adanya kesesuaian antara apa yang diucapkan dan yang dinyatakan oleh mulut dalam bentu lisan dengan apa yang terbentuk di dalam hati nurani. Ketika mulut mengatakan “ya” namun jika hati nuraninya mengatakan “tidak” maka hasilnya adalah “tidak” demikian pula sebaliknya jika mulut mengatakan “tidak” sedangkan hati nuraninya mengatakan “ya” maka hasilnya adalah “ya”’ lalu bagaimana dengan mulut dan hati ruhani yang mengatakan “tidak dan ya” dalam posisi yang berkesesuaian? Patokan utama yang harus diambil adalah yang sesuai dengan perkataan hati nurani. Adanya kondisi seperti ini menandakan di dalam diri manusia, hati nurani memegang peranan penting di dalam mengambil sebuah keputusan atau memenuhi sebuah janji sehingga jika kita ingin mendapatkan sebuah kepastian dari janji seseorang maka yang harus dipegang adalah janji yang berasal dari hati nurani.

 

Sekarang bagaimana dengan diri kita jika menerima sebuah janji yang bukan berasal dari janji hati nurani atau janji yang keluar dari mulut melalui lisan seseorang? Tertipu janji-janji palsu, wan prestasi, dusta, khianat merupakan hasil yang sering kita dapatkan dan peroleh dari janji  yang berasal dan keluar dari mulut secara lisan. Untuk itu jika kita berhadapan dengan orang yang akan memberikan janji kepada kita, maka lihatlah dan pelajarilah hati nurani mereka melalui tingkah laku, perbuatan serta tindakan-tindakan yang telah mereka lakukan, apakah sesuai dengan Nilai-Nilai Kebaikan. Jika tingkah laku, perbuatan serta tindakan-tindakan yang mereka lakukan sudah berada di luar koridor nilai nilai kebaikan, berhati-hatilah dengan janji-janji yang telah mereka kemukakan atau jangan pernah mempercayai janji tersebut sepenuh hati.  


Tidak ada komentar:

Posting Komentar