G. HUBUNGAN ALQURAN
DENGAN HATI.
AlQuran adalah wahyu
Allah SWT. AlQuran adalah kalam Allah SWT yang telah dikalamkan yang
disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantaraan Malaikat Jibril as,.
AlQuran adalah ilmu Allah SWT yang telah diilmukan. AlQuran adalah kumpulan dari ketentuan, hukum,
peraturan Allah SWT yang berlaku di langit dan di bumi. AlQuran adalah sarana
bagi Allah SWT untuk memperkenalkan Allah SWT itu sendiri kepada
makhluknya.AlQuran adalah kitab suci umat Islam yang merupakan penyempurna bagi
kitab-kitab Allah SWT yang terdahulu seperti kitab Zabur, kitab Taurat dan kitab
Injil. Itulah kondisi dasar dari AlQuran yang ada pada saat ini sampai akhir
jaman.
Selain daripada itu,
isi, makna serta kandungan yang terdapat di dalam AlQuran tiada terhingga,
tidak dapat dihitung secara matematis, sangat logis, penuh pelajaran, sangat
ilmiah, sangat indah, yang kesemuanya mencerminkan kebesaran dan kemahaan Allah
SWT. Dan di lain sisi, Allah SWT
adalah pemberi Af’idah (perasaan) kepada setiap manusia yang diletakkan di
dalam hati nurani. Timbul pertanyaan apakah ada hubungan antara wahyu Allah SWT
dengan Af’idah (perasaan) yang diletakkan di dalam hati nurani? Jawabannya ada
di dalam pembahasan berikut ini.
1. Masuk ke dalam
Hati. AlQuran
diturunkan oleh Allah SWT bukan hanya sebagai kitab suci bagi diri kita, akan
tetapi juga sebagai petunjuk dari Allah SWT, sebagai pengobat, sebagai
penentram, sebagai penyelamat, sebagai peringatan, sebagai kabar gembira kepada
seluruh umat, serta sebagai pembeda bagi orang yang beriman dengan orang kafir,
sebagaimana Allah SWT berikut ini: Katakanlah: Barangsiapa yang menjadi musuh Jibril,
maka Jibril itu telah menurunkannya (AlQuran) ke dalam hatimu dengan seizing
Allah; membenarkan apa (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjadi petunjuk serta
berita gembira bagi orang-orang yang beriman. (surat Al Baqarah (2) ayat 97).” Hati nurani selain
tempat diletakkannya Af’idah (perasaan) oleh Allah SWT. Hati nurani juga
berfungsi sebagai penerima petunjuk, sebagai penerima pemahaman, sebagai
penerima ketentraman, sebagai alat bantu bagi manusia untuk bisa membedakan
mana yang baik dan mana yang buruk melalui akal yang ditempatkan dalam hati.
Berdasarkan apa-apa
yang kami kemukakan diatas, maka antara AlQuran dengan hati nurani mempunyai
hubungan yang sangat erat. Apa buktinya? Allah SWT berfirman: “ke dalam
hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang
memberi peringatan,dengan bahasa Arab yang jelas. Dan sesungguhnya AlQuran itu
benar-benar (tersebut) dalam Kitab-kitab orang yang dahulu. (surat Asy Syu’araa
(26) ayat 194-195-196). Hati nurani merupakan tempat diletakkannya
atau wadah penerima petunjuk Allah SWT sedangkan salah satu petunjuk Allah SWT
adalah AlQuran. Demikian pula jika saat kita sedang mengalami masalah dan
kemudian kita membaca AlQuran dengan “Tartil
dan Tajwid” yang baik dan benar maka yang akan terasa keseju-kan di dalam hati,
akan terasa ketentraman dan ketenangan di dalam hati, hati akan terasa terobati
dari rasa gelisah.
Adanya kondisi ini berarti bahwa apa-apa yang terkandung
di dalam AlQuran akan masuk atau akan diterima oleh hati nurani sepanjang hati nurani
kita baik, tidak cacat dan tidak penuh titik-titik hitam. Selanjutnya
pernahkah kita merasakan dan menikmati petunjuk Allah SWT yang termaktub di
dalam AlQuran saat menjadi abd’ (hamba)Nya yang juga khalifahNya di muka bumi
melalui hati nurani? Jika tidak pernah, berarti ada sesuatu yang salah di dalam
hati nurani kita, segera perbaiki lalu jadikan hati nurani menjadi hati nurani orang
mukmin.
2. Yang Menolak AlQuran atau yang Munafik AlQuran. Untuk mendapatkan isi
dan kandungan yang terdapat di dalam AlQuran, apakah itu petunjuk, apakah itu
penyejuk, apakah itu pengobat, apakah itu penentram, apakah itu penyelamat,
apakah itu pembeda, syaratnya adalah hati nurani harus bersih dari noda dan
dosa. Tanpa itu semua apa yang terkandung, apa yang termaktub di dalam AlQuran
tidak akan didapatkan. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT berikut ini: “mereka
Itulah orang-orang yang dila’nati Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka dan
dibutakan-Nya penglihatan mereka. Maka Apakah mereka tidak memperhatikan AlQuran
ataukah hati mereka terkunci? Sesungguhnya orang-orang yang kembali ke belakang
(kepada kekafiran) sesudah petunjuk itu jelas bagi mereka, syaitan telah
menjadikan mereka mudah (berbuat dosa) dan memanjangkan angan-angan mereka. (surat Muhammad (47) ayat
24-23-25).”
Adanya kondisi ini
berarti hanya hati nurani yang bersih
dan sucilah yang dapat menerima pesan dari wahyu Allah SWT, yang dapat menerima
petunjuk, pengobat, penentram, pembeda, penyelamat. Sekarang bagaimana jika hati
ruhani kita sudah tercemar oleh noda dan
dosa? Hati nurani yang telah tercemar
dan penuh dengan noda dan dosa tidak akan dapat menerima petunjuk, tidak akan
dapat menjadi pengobat, tidak akan dapat menjadi penyelamat, tidak akan dapat
menjadi penentram, tidak akan dapat menjadi penyejuk serta tidak akan
memperoleh pemahaman AlQuran dari Allah SWT, sebagaimana dikemukakan dalam
firmanNya berikut ini: “Dan adapun orang-orang yang di dalam hati mereka
ada penyakit, maka dengan surat itu bertambah kekafiran mereka, disamping kekafirannya
(yang telah ada) dan mereka mati dalam keadaan kafir.Dan apabila diturunkan
satu surat, sebagian mereka memandang kepada sebagian yang lain (sambil
berkata): “Adakah seorang dari (orang-orang muslimin) yang melihat kamu?”
Sesudah itu merekapun pergi. Allah telah memalingkan hati mereka disebabkan
mereka adalah kaum yang tidak mengerti. (surat At Taubah (9) ayat 125-127). Ayat di atas mengemukakan bahwa hati nurani manusia dapat menerima isi dan kandungan AlQuran dan
dapat pula menolak isi dan kandungan AlQuran dan jika kita ingin menolak isi
dan kandungan AlQuran kotorilah hati nurani dengan noda dan dosa dan jika kita
ingin menerima maka selalu jaga kebersihan dan kesucian hati nurani dari
penyakit penyakit hati.
3. Yang Tunduk Selamat. Untuk dapat memperoleh manfaat yang terdapat di dalam AlQuran, apakah itu
petunjuk, apakah itu penentram, apakah itu pengobat, atau penyejuk, dibutuhkan
tempat yang bersih dan suci sesuai yang dengan perbuatan (af’al) Allah SWT
yaitu Al-Quddus. Sebagaimana Allah SWT berfirman berikut ini: “dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu,
meyakini bahwasanya AlQuran itulah yang hak dari Tuhanmu lalu mereka beriman
dan tunduk hati mereka kepadanya dan sesungguhnya Allah adalah Pemberi Petunjuk
bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus. (surat Al Hajj (22) ayat
54).” Adanya kesesuaian tempat atau kesesuaian antara hati
nurani yang suci dan bersih dengan Al-Quddus yang dimiliki oleh Allah SWT, maka
apa yang terdapat dan termaktub di dalam
AlQuran dapat diperoleh atau dapat dinikmati oleh setiap manusia.
Selanjutnya jika petunjuk, jika penyejuk, jika penentram, jika pengobat, sudah
dapat kita peroleh dan sudah pula kita nikmati, maka keselamatan akan diberikan
oleh Allah SWT sehingga kita akan berbeda atau dapat dibedakan dengan orang
kafir. Hasilnya adalah sukses menjadi abd’ (hamba)Nya yang juga khalifahNya di
muka bumi yang sesuai dengan kehendak Allah.
H. HATI YANG BERIMAN.
Hati sangat memegang peranan penting di dalam diri manusia, tanpa hati jasmani
kesehatan dan kesinambungan organ tubuh manusia menjadi terganggu sedangkan
tanpa hati nurani (hati ruhani) manusia tidak akan dapat merasakan kesedihan
dan kegembiraan, tidak akan dapat merasakan petunjuk, ketentraman, pemahaman
yang berasal dari Allah SWT. Untuk dapat memperoleh manfaat dari hati jasmani
dan juga hati nurani maka kita diwajibkan untuk selalu menjaga, merawat serta
mempergunakan hati sesuai dengan ketentuan ilmu kesehatan atau syariat yang
berlaku. Dan jika kita dapat menjaga, merawat dan mempergu-nakan hati jasmani
dengan baik dan benar maka kesehatan tubuh kita akan prima. Sedangkan jika hati nurani dapat kita rawat,
kita jaga dan kita pergunakan dengan baik dan benar sesuai kehendak Allah SWT
maka kita akan memperoleh petunjuk, kita akan memperoleh ketentraman, kita akan
memperoleh pemahaman yang berasal dari Allah SWT serta selamat dari gangguan
dan godaan syaitan yang terkutuk.
Selanjutnya jika diri kita sudah memperoleh apa-apa yang telah Allah SWT
janjikan, maka seperti apakah kondisi dari hati ruhani yang telah beriman
kepada Allah SWT itu?
1. Paling Setia. Salah satu ciri hati orang yang telah beriman ialah selalu setia terhadap
apa apa yang telah diperjanjikan kepadanya, baik janji kepada Allah SWT maupun janji
kepada sesama manusia. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam firman Allah SWT berikut ini: “Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap
orang-orang mu’min ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka
Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas
mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat
(waktunya). (surat Al Fath (48) ayat 18). Apalagi setiap diri manusia telah terikat
dengan janjinya kepada Allah SWT yaitu pada waktu ruh
memberikan pernyataan atau setelah ruh memberikan janji setia kepada Allah SWT
dengan menyatakan bahwa Allah SWT adalah Tuhannya, sewaktu masih di dalam rahim
seorang ibu. Adanya kondisi ini berarti bahwa ruh termasuk di dalamnya hati nurani
telah menyatakan kesetiaan atau telah menyatakan janji setia bahwa Allah SWT
adalah Tuhannya. Adanya pengakuan beriman kepada Allah SWT dari ruh berarti
hati nurani sudah mengakui dan menerima bahwa Allah SWT adalah Tuhannya.
Dan jika saat ini kita masih hidup di dunia dan juga sudah beriman kepada
Allah SWT maka pernyataan atas pengakuan bertuhankan hanya kepada Allah SWT
masih tetap berlaku dan kondisi akan tercermin di dalam hati nurani yang tetap
selalu setia dengan pernyataan yang telah kita nyatakan tersebut. Sehingga ciri dari hati nurani yang telah
beriman kepada Allah SWT akan selalu setia dengan pernyataannya sendiri
sehingga menghasilkan ketenangan dalam diri manusia. Yang menjadi persoalan
saat ini adalah masih tetap setiakah pernyataan hati nurani kita atau masih
utuhkah kualitas dari pernyataan dan pengakuan beriman hanya Allah SWT? Utuh
dan masih tetap berkualitasnya pernyataan beriman hanya kepada Allah SWT akan
memberikan indikasi tingkat keimanan seseorang yang pada akhirnya akan mempengaruhi
hasil dari kenikmatan dari bertuhankan kepada Allah SWT.
2. Diuji Hati Tenang. Salah satu
hasil dari terpeliharanya kebersihan hati nurani atau masih terjaganya
pernyataan hanya beriman kepada Allah SWT oleh hati nurani akan menghasilkan
sebuah ketenangan di dalam diri, sebagaimana firman Allah SWT berikut ini: “(Yaitu) ketika mereka datang
kepadamu dari atas dan dari bawahmu, dan ketika tidak tetap lagi penglihatan
(mu) dan hatimu naik menyesak sampai ketenggorokan dan kamu menyangka terhadap Allah dengan
bermacam-macam purbasangka. Di situlah diuji orang-orang mukmin dan
digoncangkan (hatinya) dengan goncangan yang sangat. Dan (ingatlah) ketika
orang-orang munafik dan orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya berkata:
“Allah dan RasulNya tidak menjanjikan kepada kami melainkan tipu daya”.(surat
Al Ahzab (33) ayat 10-11-12). Adanya ketenangan
dalam diri akan mempengaruhi sikap manusia di waktu mendapat cobaan ataupun
mendapat ujian yang diberikan oleh Allah SWT.
Timbulnya ketenangan di dalam
hati akan memudahkan manusia untuk melakukan evaluasi, melakukan analisa,
melakukan perbandingan terhadap apa yang dialaminya sehingga memudahkan manusia
mencari jalan keluar dari persoalan yang dihadapinya. Bandingkan jika saat kita mengalami suatu persoalan dan dihadapi dengan
pikiran yang kalut, maka hasil dari atau jalan keluar yang kita lakukan
biasanya akan sembrono, tidak maksimal serta tidak memuaskan atau bahkan
melanggar ketentuan yang berlaku atau jalan keluar yang kita tempuh berada di
dalam koridor nilai-nilai keburukan, sesuatu yang paling disenangi oleh syaitan.
Adanya kondisi ini menunjukkan kepada diri kita bahwa keberhasilan diri kita di
dalam menghadapi masalah, persoalan, dan juga problem, baik yang menyangkut
diri dan keluarga, sangat tergantung bagaimana kita menyikapi masalah,
persoalan dan problem tersebut.
Untuk itu diperlukan sikap yang tenang atau adanya ketenangan dalam diri
yang berasal dari hati nurani di dalam menghadapi persoalan dimaksud. Adanya
ketenangan merupakan cermin dari kebersihan dari hati nurani. Semakin bersih hati
nurani semakin tenang diri manusia dan semakin dekat dengan Allah SWT. Adanya
kedekatan dengan Allah SWT akan memberikan dampak positif bagi manusia sebab
pertolongan, bimbingan, pemeliharaan Allah SWT semakin mudah di dapat yang pada
akhirnya akan memudahkan manusia mencari jalan keluar dari semua persoalan
hidup dan kehidupan. Akan tetapi jika kita tidak dapat menjaga kebersihan hati nurani
bukan ketenangan yang didapat oleh manusia melainkan goncangan di dalam hati
atau timbulnya keruwetan di dalam hati yang mengakibatkan manusia hanya
bertindak dan berfikir untuk kepentingan sesaat atau bertindak secara gegabah atau penuh
emosioanal.
3. Ditolong Allah SWT
Untuk Menambah Keimanan. Allah
SWT akan menurun kan atau memberikan ketenangan ke dalam hati orang orang mukmin
agar keimanan yang ada di dalam diri bertambah dari waktu ke waktu. Sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Fath (48) ayat 4 berikut ini: “Dia-lah yang telah
menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mu’min supaya keimanan mereka
bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah
tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana.” Allah SWT adalah Maha Penolong. Pertolongan Allah SWT mudah didapatkan,
sepanjang manusia mau menjadikan diri manusia memenuhi syarat dan ketentuan
yang telah ditetapkanNya dalam hati ini mukmin. Jika hal ini terpenuhi maka
pertolongan dari Allah SWT akan sangat mudah didapatkan atau akan sangat mudah
diperoleh jika kita menyediakan peralatannya yaitu hati nurani yang bersih.
Semakin bersih hati nurani akan semakin mudah mendapatkan pertolongan Allah SWT
dan semakin banyak pertolongan Allah SWT akan semakin meningkat rasa keimanan
seseorang. Kebersihan hati nurani sangat berhubungan erat dengan tingkat
keimanan seseorang. Ingat, kebersihan sebahagian daripada iman, semakin beriman
maka semakin bersihlah diri manusia atau semakin bersihlah hati nurani manusia.
Lalu adakah indikator khusus
yang dapat kita pergunakan jika kita telah mempunyai kebersihan hati ruhani
atau telah mempunyai hati ruhani yang bersih? Berikut
ini akan kami kemukakan beberapa
indikator dari kebersihan hati ruhani yang dimaksud, yaitu:
a. Timbulnya rasa cinta terhadap keimanan dan menjadikan keimanan itu indah
di dalam hati nurani serta timbulnya perasaan benci terhadap perbuatan
kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan serta mengikuti jalan yang lurus,
sebagaimana firman Allah SWT berikut ini: “Dan ketahuilah olehmu bahwa di kalangan kamu ada
Rasulullah. Kalau ia menuruti (kemauan) kamu dalam beberapa urusan
benar-benarlah kamu akan mendapat kesusahan tetapi Allah menjadikan kamu cinta
kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu serta menjadikan
kamu benci kepada kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan. Mereka itulah
orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus,sebagai karunia dan ni’mat dari
Allah. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (surat Al Hujuraat (49)
ayat 7-8)
b. Gemetar hati nurani apabila disebutkan nama Allah SWT sebagaimana firman
Allah SWT berikut ini: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila
disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka
ayat-ayatNya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka
bertawakkal. (surat An Anfaal (8) ayat 2)
c. Apabila dibacakan ayat-ayat AlQuran bertambah keimanan serta selalu
bertawakkal kepada Allah SWT.
Yang menjadi persoalan saat ini adalah sudah sejauh manakah atau sudah
seberapa baikkah indikator dari kebersihan hati nurani tersebut ada dan berada
di dalam diri kita sendiri? Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya
yang sangat membutuhkan Allah SWT maka tidak ada jalan lain jika kita sangat
membutuhkan Allah SWT untuk selalu menjaga kebersihan dan kefitrahan hati nurani,
terkecuali jika kita berharap menjadi kekasih yang dikehendaki oleh syaitan.
4. Tidak Dengki dan Khianat. Salah satu bentuk dari karakter yang baik dari hati nurani yang telah
beriman atau sudah mengakui Allah SWT adalah Tuhannya adalah hilangnya sifat
iri dengki dan sifat khianat di dalam diri manusia. Jika sifat iri dengki dan
khianat masih tetap bercokol di dalam diri kita, ini berarti bahwa tingkat
keimanan atau tingkat kebersihan hati nurani yang optimal sesuai dengan
perilaku Al-Quddus belum kita miliki. Sebagaimana dikemukakan dalam surat Al
Hasyr (59) ayat 10 berikut ini: “Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar),
mereka berdoa: “Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang
telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan
kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang beriman; Ya Tuhan kami,
sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang”. Selanjutnya jika kita sudah dapat melaksanakan atau menyamakan frekuensi
dan gelombang antara diri kita dengan Al-Quddus yang dimiliki oleh Allah SWT
maka segala tindak tanduk yang kita lakukan akan selalu berada di dalam koridor
nilai-nilai kebaikan.
Dan hal yang harus kita perhatikan adalah bahwa perbuatan (af’al) yang
dimiliki oleh Allah SWT hanya dapat dijangkau, hanya dapat tersambung, hanya
dapat dirasakan oleh hati nurani yang beriman (hati yang mukmin). Tanpa hati ruhani yang beriman (hati yang mukmin) maka kebesaran Allah
SWT yang termaktub di dalam Asmaul Husna tidak akan mungkin di dapat dan
diperoleh oleh manusia. Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di
muka bumi, jika kita merasa membutuhkan pertolongan, bantuan, perlindungan Allah
SWT, mulai saat ini sampai kapanpun, dalam kondisi apapun juga, kita harus
memelihara kesehatan dan kebersihan hati nurani. Akan tetapi jika kita merasa tidak membutuhkan apapun dari Allah
SWT, yang pasti Allah SWT tidak akan pernah rugi oleh sebab perbuatan atau
tingkah laku diri kita atau Allah SWT tidak merasa keberatan dengan sikap kita
karena yang membutuhkan Allah SWT adalah diri kita.
5. Teguh. Untuk menjadi
seorang abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di muka bumi yang juga sesuai
dengan kehendak Allah diperlukan sikap yang teguh, kuat pendiran dan tidak
mudah tergoyahkan oleh rayuan dan godaan, termasuk godaan syaitan. Hal ini berdasarkan surat Al Hujuraat (49) ayat 14
berikut ini: “Orang-orang Arab Badwi
itu berkata: “Kami telah beriman”. Katakanlah (kepada mereka): “Kamu belum
beriman, tetapi katakanlah’ kami telah tunduk’ karena iman itu belum masuk ke
dalam hatimu dan jika kamu ta’at kepada Allah dan Rasul-Nya. Dia tiada akan
mengurangi sedikitpun (pahala) amalanmu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.” Dan untuk mendapatkan hal tersebut di atas, tidak ada pilihan lain kecuali
memiliki hati nurani yang beriman kepada Allah SWT atau memiliki hati nurani
yang mukmin. Hal ini dikarenakan teguh dalam pendirian, teguh dalam sikap
merupakan kunci sukses bagi keberhasilan manusia menjadi abd’(hamba)-Nya yang
juga khalifah-Nya di muka bumi. Sikap teguh dalam pendirian merupakan salah
satu unsur terpenting di dalam mensukseskan manusia menjadi sesuai dengan
kehendak Allah, untuk itu milikikah sikap tersebut. Dan jika sampai diri kita
tidak mampu memiliki keteguhan dalam hati berarti kita akan mudah di-ombang-
ambing oleh ahwa (hawa nafsu) dan juga oleh syaitan.
6. Tidak Mau Beriman Hati Ditutup. Salah satu hasil dari hati nurani yang tidak
mau beriman hanya kepada Allah SWT yaitu selalu berbuat ingkar kepada ajaran
Islam dan selalu berbuat di luar batas yaitu ditutupnya hati nurani diri kita
sehingga apa-apa yang terdapat di dalam hati ruhani menjadi tidak ada atau tidak
dapat berfungsi lagi. Sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Baqarah (2) ayat 88 berikut ini: “Dan mereka berkata: “Hati
kami tertutup”. Tetapi sebenarnya Allah mengutuk mereka karena keingkaran
mereka; maka sedikit sekali mereka yang beriman.” Kita tidak lagi mempunyai perasaan karena telah diambil atau dihilangkan
oleh Allah SWT. Kita tidak dapat berkomunikasi dengan baik dengan Allah SWT
lagi. Kita tidak dapat merasakan dan mendapatkan petunjuk lagi dari Allah SWT.
Kita tidak dapat menerima pemahaman dari Allah SWT lagi. Allah SWT berfirman: “Kemudian sesudah Nuh, Kami
utus beberapa rasul kepada kaum mereka (masing-masing), maka rasul-rasul itu
datang kepada mereka dengan membawa keterangan-keterangan yang nyata, tetapi
mereka tidak hendak beriman karena mereka dahulu telah (biasa) mendustakannya.
Demikianlah Kami mengunci mati hati orang-orang yang melampaui batas. (surat
Yunus (10) ayat 74).” Dan jika kita tidak mau
kehilangan apa-apa yang terdapat di dalam hati nurani, maka janganlah berbuat,
janganlah melakukan tindakan dan perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan
Allah SWT, terkecuali memang kita tidak membutuhkan lagi hati nurani saat
menjadi abd’ (hamba)Nya yang juga khalifahNya di muka bumi.
7. Selalu Berkasih Sayang. Ar Rakhman dan Ar Rahhiem merupakan 2(dua) nama dari 99 (sembilan puluh
sembilan) Nama Allah SWT yang indah lagi baik. Ar Rakhman dan Ar Rahhiem
merupakan wujud kasih sayang Allah SWT kepada seluruh ciptaannya dan apabila
kita ingin mendapatkan kasih Sayang Allah SWT tersebut maka kita harus
memiliki hati nurani yang telah tertanam
keimanan hanya kepada Allah SWT semata, atau hati nurani yang suci dan bersih
dari syirik dan musyrik yang dilanjutkan diri kitapun memberikan kasih sayang
pula kepada sesama umat manusia. Hal ini
Sebagai-mana dikemukakan dalam surat Al Mujadilah (58) ayat 22
berikut ini: “Kamu tidak akan
mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling
berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya,
sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara
ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan
keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang
daripada-Nya. Dan dimasukkan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di
bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka
dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah
golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan Allah itulah golongan
yang beruntung.”
Apabila kita dapat melaksanakan hal-hal yang kami kemukakan diatas, maka di antara diri kita dengan
Al-Rakhman dan Ar Rahhiem telah terjadi kesesuaian sehingga tersam-bunglah
pertolongan Allah SWT kepada diri kita atau tersambunglah kekuatan Allah SWT
kepada diri kita yang pada akhirnya akan dapat memudahkan diri kita melaksana-kan
tugas sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di muka bumi.
8. Tidak Berdosa Maka Hati Suci. Kotor dan bersihnya hati nurani manusia dari pengaruh kekafiran akan
menentukan keberhasilan manusia saat menjadi abd’ (hamba)Nya yang juga khalifahNya
di muka bumi. Dan untuk dapat mempertahankan tingkat kesucian dan kebersihan
hati ruhani yang sesuai dengan Al-Quddus yang dimiliki oleh Allah SWT, maka
jangan lakukan tindakan kafir atau kekafiran setelah beriman kepada Allah SWT
atau jangan pernah kotori hati nurani dengan tindakan dan perbuatan dosa yang
mengakibatkan titik-titik noda dan noktah hitam di dalam hati ruhani. Hal ini berdasarkan surat An Nahl (16) ayat 106
berikut ini: “Barangsiapa yang kafir
kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang
yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak
berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka
kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar.”
Jika hati nurani manusia putih (fitrah), suci dan murni maka manusia
dapat sukses tidak hanya sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di
muka bumi yang sesuai dengan kehendak Allah sehingga akan menghantarkan diri
kita pulang kampung ke kampung kebahagiaan. Akan tetapi jika hati nurani yang
kita miliki itu kotor, penuh noda dan noktah hitam akibat dosa yang kita
lakukan maka akhir dari diri kita adalah pulang kampung ke kampung kesengsaraan
dan kebinasaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar