Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Jumat, 17 Mei 2024

KONDISI DIRI MANUSIA SETELAH RUH DIPERSATUKAN DENGAN JASMANI (PART 4 of 5)

 

Banyak orang yang salah kaprah dengan hidup tenang, kebanyakan orang mengira ketenangan dalam hidup akan didapatkan manakala mereka sudah mendapatkan segalanya, baik itu karir, asmara, keluarga, keuangan dan lain sebagainya. Barulah kemudian hidup mereka menjadi tenang. Banyak orang yang terkena imbas dari doktrin yang seperti itu. Dan lebih banyak lagi yang percaya dengan gambaran-gambaran yang diciptakan oleh media mengenai kesuksesan hidup. Kunci hidup tenang akan membuat anda memiliki hidup yang tenang di awal perjalanan anda meraih kejayaan dalam hidup ini. Banyak guru-guru kehidupan yang berkata bahwa kehidupan ini adalah panggung sandiwara, hanyalah permainan belaka, hanya sekedarnya saja, tanpa harus diambil atau dimasuk-kan ke dalam hati.

 

Bagaimanakah cara untuk bisa mengaplikasikan ini dalam kehidupan kita sendiri sehing-ga kita bisa menjadi manusia yang lebih baik yang dapat mewujudkan impian dan cita-cita menjadi pribadi yang sukses dalam setiap hal yang kita lakukan? Kunci yang paling harus kita pahami adalah: dapatkan terlebih dahulu ketenangan dalam hati sehingga kebahagiaan muncul. Baru kemudian berjalanlah, beraktifitaslah seperti biasanya, jemputlah kesuksesan duniawi dengan modal ketenangan.  Adanya modal ketenangan ketentraman jiwa akan melahirkan khusyu’ dalam beribadah dan ketaatan, meningkatkan kesadaran dalam beribadah dan mengagungkan Allah dan juga melahirkan sikap mawas diri (introspeksi), bersyukur, selalu merasa diawasi oleh Allah Sang Maha Pencipta, bermuamalah secara baik dengan semua makhluk dan ridha terhadap qadha dan qadar. Dan Ingat, sukses sejati adalah menggapai ketenangan dan kelapangan itu di awal perjala-nan, bukan di akhir perjalanan. Barulah kemudian pelajaran dari guru guru tadi bisa diaplikasikan, barulah kemudian kita akan menjadi lebih mudah menggapai keberhasi-lan mewujudkan setiap rencana dan cita cita kita. Banyak orang yang mungkin sudah dipenghujung usianya, mereka sudah dapatkan berbagai macam keberhasilan, baik dalam keluarga, karir, usaha, bisnis, dan berbagai macam hal lainnya. Tapi, mereka masih mencari cari ketenangan hidup yang hakiki.

 

Dulu mereka menilai bahwa dengan dapatkan uang yang berlimpah dari usaha atau karirnya bisa membuat hidupnya tenang, dulu mereka mengira bahwa dengan memiliki keluarga yang baik, yang memiliki tingkat pendidikan tinggi serta anak dan keturunan-nya  mampu memiliki karir, usaha, harta, bisnis yang baik, mereka akan menjadi tenang. Akan tetapi sayang ternyata itu hanya semu saja. Karena didalam hati mereka ternyata masih merasa kekeringan, tapi sayang mereka hanya merasakan bahagia yang semu saja, karena pada suatu titik bahagia itu hilang, karena inilah mereka berkesimpulan bahwa bahagia yang mereka rasakan dalam hati hanya semua belaka. Pada masa akhir usianya mereka tetap mengejar ketenangan hidup dan bahagia yang sejati.

 

Saat ini, katakanlah kita sudah memiliki harta kekayaan berupa uang yang banyak, belum tentu uang yang banyak mampu mendatangkan kebahagiaan apalagi ketenangan. Untuk itu ketahuilah bahwa kebahagian memiliki uang yang banyak bukanlah dari banyaknya jumlah saldo uang di dalam rekening, atau sudah keliling dunia. Kebaha-giaan itu ada pada saat kita mampu berbagi kepada sesama melalui saldo uang yang kita miliki. Lalu apakah semua orang bisa seperti ini? Tidak semua orang bisa merasakan kebahagiaan melalui uang yang banyak, yang bisa merasakan kebahagiaan memiliki itu hanyalah orang orang yang jiwanya berjiwa muthmainnah.

 

Akhirnya mereka memperoleh kebahagian dan ketenangan bathin melalui berbagi kepada yang memerlukan baik yang bersifat materiil maupun yang immateriil. Mereka akhirnya bisa merasakan hal-hal yang hakiki, yang tak lagi semu. Dan akhirnya mereka memberikan pesan dan wejangan kepada kita semua. Karena mereka sadar, ketenangan yang sejati itu bisa didapat di awal perjalanan mereka dahulu, bukan hanya bisa didapat di akhir saja. Mereka sadar bahwa ketenangan yangs sejati ini merupakan landasan hidup yang bisa membuat selalu munculnya kebahagiaan yang pada akhirnya mampu membahagiaan banyak orang.

 

Lalu apakah hanya melalui uang yang berlebih saja kita bisa memperoleh kebahagiaan memiliki kekayaan? Kebahagiaan memiliki sesuatu tidak hanya disalurkan melalui berbagi lewat infak, sedekah dan jariah semata. Namun bisa pula melalui mengajar kepada sesama atas kelebihan ilmu yang kita miliki. Tidak terbatas hanya ilmu agama semata, juga bisa mengajar ilmu ilmu lainnya yang berguna bagi masyarakat dengan cara mewakafkan waktu tertentu untuk kemaslahatan orang baik. Ayo segera ambil bagian sesuai dengan kemampuan, minat dan bakat masing masing lalu Allah SWT tersenyum bangga kepada diri kita.

 

Katakan, saat ini kita sudah terbiasa berbagi melalui infak, sedekah dan jariah, atau sudah terbiasa menjadi sukarelawan mengajar kelas-kelas khusus semisal di panti rehabilitasi, di panti jompo, di panti tuna daksa atau mengajar di dalam penjara, atau kita telah terbiasa mewakafkan waktu untuk kebajikan bagi orang banyak lalu kegiatan itu kita berhentikan. Apa yang terjadi? Akan ada sesuatu yang hilang dalam diri, ada rasa yang tidak enak, serta ada rasa tidak nyaman dan jika ini yang terjadi berarti kita sudah berada di dalam rel kebaikan yang benar. Dan agar diri kita mampu mempertahankan kebaikan yang sudah terbiasa kita laksanakan, jadikanlah diri kita menjadi orang orang yang hebat karena orang hebat adalah:

 

a.       orang yang mampu meninggalkan dunia sebelum ia meninggal dunia;

b.       dia bersedekah sampai kaya bukan kaya dahulu baru bersedekah;

c.       dia berdakwah sampai alim bukan sudah alim baru berdakwah;

d.       dia datang ke masjid sampai tua bukan tua baru ke masjid, dan:

e.       dia beramal sampai ikhlas bukan ikhlas dahulu baru beramal.

 

Lalu balaslah kejahatan dengan kebaikan serta balas pula kebajikan dengan kebajikan. Jika kejahatan dibalas kejahatan maka itu adalah dendam. Jika kebaikan dibalas kebaikan itu adalah perkara biasa. Jika kebaikan dibalas kejahatan itu adalah kedzaliman. Dan jika kejahatan dibalas kebaikan itu mulia dan terpuji. Dan jangan lupa, berilah kepada musuhmu maaf, kepada penantangmu toleransi, kepada sahabatmu hatimu, kepada istrimu cinta dan kasih sayang, kepada anakmu suri tauladan yang baik, kepada ayahmu rasa hormat, kepada ibumu perilaku yang membuat ibumu bangga terhadapmu dan kepada dirimu kehormatan serta kepada semua orang amal kebaikan. Tapi sayang seribu sayang, kunci hidup tenang lagi beruntung ini gagal kita pahami, yang kita lihat dan pahami dari mereka yang sudah dapatkan segalanya itu hanyalah kulit luarnya saja, bahwa kita harus dapatkan keberhasilan pada bidang keuangan, karir, usaha/bisnis, keluarga terlebih dahulu baru bisa mendapatkan kebahagiaan dan ketenangan sejati. Bukan disitu pointnya. Karena point yang utama adalah pada pesan mereka bahwa, kebahagian dan ketenangan yang sejati seharusnya didapatkan di awal perjalanan meraih kesuksesan hidup, bukan hanya di akhir saja.

 

Bila saat ini anda merasakan hal-hal sebagai berikut :

 

a.   Merasa hidup Anda jauh dari ideal dan kondisi yang diimpikan;

b.   Tidak bersemangat dan kurang bergairah dalam menjalani hidup;

c.  Segala sesuatu terasa hampa dan tak bermakna, apa yang dilakukan sekedar rutinitas;

d.   Bingung dengan tujuan hidup Anda dan sepertinya tidak ada hal yang menarik untuk dilakukan;

e. Meyimpan kemarahan yang mendalam, sakit hati dan dendam terhadap sesorang atau suatu peristiwa;

f. Tidak memahami orang-orang di sekeliling Anda, atau sebaliknya, merasa Orang-orang disekeliling Anda tidak memahami Anda;

g.     Memiliki trauma atau fobia yang menghambat;

h. Tidak percaya diri dalam hal-hal tertentu, bergaul, berbicara di depan umum, mendekati lawan jenis, dan lain lain;

i.     Menyimpan perasaan bersalah atau merasa dipersalahkan;

j.      Cemas dan mengkhawatirkan apa yang akan terjadi besok;

k.   Merasa selalu gagal dan mengalami hal-hal yang tidak diinginkan;

l.    Sulit mengontrol emosi dan mengelola amarah;

m. Sulit mengambil keputusan dan/atau selalu ragu dan berbagai macam mental block, permasalahan emosi dan pikiran lain.

 

Jika apa yang kami kemukakan di atas ini lebih dominan ada di dalam diri ini berarti kita sudah mulai punya hambatan dalam meraih ketenangan dan ketentraman yang sejati yaitu jiwa muthmainah. Itu juga sebuah pertanda bahwa kita masih mempunyai hambatan dalam meraih dan merasakan nikmatnya bertuhankan kepada Allah SWT. Kondisi ini harus dihilangkan terlebih dahulu, barulah ketenangan dan ketentraman serta kelapangan hati bisa kita raih dan rasakan.

 

C.      APA ITU JIWA FUJUR.

 

Sekarang mari kita pelajari dengan seksama tentang tentang jiwa fujur ataupun jiwa yang penuh dengan kejelekan dan juga keburukan (jiwa yang sesat) yang dapat dibedakan menjadi tiga kategori yaitu jiwa Hewani, jiwa Amarah dan jiwa Mushawwilah. Adapun perincian dari ketiga jiwa fujur dimaksud adalah sebagai berikut:


1.    Jiwa Hewani. Untuk dapat menggambarkan atau menunjukkan seperti apakah ji-wa hewani itu, akan kami ilustrasikan sebagai berikut: di waktu matahari terik membakar, kondisi ini akan mempengaruhi jasmani yaitu menimbulkan rasa haus dan lapar. Adanya rasa haus dan lapar yang dialami oleh jasmani akan menggerakkan Hubbul Hurriyah untuk membebaskan diri dari rasa haus dan lapar yang dialami dan yang dirasakan oleh jasmani. Setelah Hubbul Hurriyah bergerak di dalam diri maka diri kita yang sesungguhnya (maksudnya ruh) beserta Amanah yang 7 mulai bertindak atau bergerak untuk melakukan upaya mengatasi rasa haus dan lapar yang dialami dan dirasakan oleh jasmani. Jika cara untuk mengatasi rasa haus dan lapar yang dilakukan oleh diri kita yang sesungguhnya tanpa melihat apakah air atau makanan yang akan dikonsumsi itu halal ataupun haram, atau tanpa melihat air atau makanan itu milik siapa, dengan mengabaikan af’idah (perasaan), atau mengabaikan fungsi hati nurani sebagai pengendali diri sehingga yang penting rasa haus dan lapar yang dirasakan jasmani terselesaikan. Jika ini yang terjadi, maka tindakan yang kita lakukan sudah menyerupai binatang, atau sama dengan binatang. Untuk itu lihatlah kambing sewaktu lapar, semua dimakan, tanpa pandang bulu. Kondisi inilah yang dikatakan dengan jiwa hewani.

 

Orang yang berperilaku jiwa hewani adalah manusia yang hanya mementingkan persoalan yang dihadapi cepat selesai dengan mengabaikan ketentuan hukum yang berlaku. Sehingga sepanjang problem yang dirasakan oleh jasmani dapat terselesaikan (dalam contoh di atas adalah keinginan untuk bebas dari rasa haus dan lapar) sudah tidak melihat unsur kepantasan dan kepatutan, atau tanpa memandang baik dan buruk lagi, atau tanpa melihat halal dan haram lagi, yang penting urusan beres dan cepat selesai. Jika manusia bertindak seperti seperti itu maka hati nurani telah hilang manfaatnya karena fungsinya sebagai pengendali tidak bisa berjalan sesuai kehendak Allah SWT. Amanah yang 7 dan Hubbul yang 7 yang ada di dalam diri sudah tidak lagi dipergunakan sesuai dengan kehendak Allah SWT sehingga kita berada di dalam koridor nilai-nilai keburukan yang paling dikehendaki oleh syaitan sang laknatullah.

 

Sekarang mari kita perhatikan kehidupan hewan. Hewan di dalam kehidupannya di alam  selalu mementingkan diri sendiri, atau hanya mementingkan kelompoknya saja serta yang kuat memakan yang lemah. Hewan memakan apa saja tanpa melihat halal dan haram serta bertindak tanpa melihat apakah itu baik ataupun salah, semuanya dilakukan tanpa pandang bulu ataupun tanpa malu-malu. Dilain sisi hewan, atau binatang diberikan oleh Allah SWT mempunyai kelebihan seperti susu. Akan tetapi hewan tersebut tidak tahu dan tidak mengerti atau tidak dapat memanfaatkan kelebihan yang diberikan oleh Allah SWT untuk dirinya sendiri. Dan jika manusia dikelompokkan ke dalam jiwa hewani, atau mempunyai bentuk kejiwaan laksana hewan berarti tindak tanduk, pola tingkah laku ataupun perbuatan yang dilakukan oleh manusia sudah memenuhi unsur-unsur negatif dari hewan.

 

Hal ini dikarenakan manusia lalai ataupun telah gagal mempergunakan sesuatu yang baik yang berasal dari Allah SWT, dalam hal ini Amanah yang 7, Hubbul yang 7, serta hati nurani di dalam koridor nilai-nilai kebaikan yang sesuai dengan kehendak Allah SWT. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam firman-Nya: Sesungguhnya binatang (makhluk) yang seburuk-buruknya pada sisi Allah ialah orang-orang yang pekak dan tuli yang tidak mengerti apa-apapun. (surat Al Anfaal (8) ayat 22)”. Dan jika sekarang kita sering melakukan perbuatan selalu mementingkan diri sendiri, atau hanya memen-tingkan golongan tertentu saja, atau yang kuat memakan yang lemah, atau menindas, atau menipu yang lemah maka kondisi kejiwaan kita dipersamakan dengan jiwa hewani atau memiliki kejiwaan yang sama dengan hewan. Sekarang maukah kita dipersamakan dengan hewan? Jawaban dari pertanyaan ini sangat tergantung kepada pilihan kita sendiri.

 

Saat ini hewan sudah diciptakan Allah SWT dan kita pun sudah pula mengetahuinya. Timbul pertanyaan adakah pelajaran yang dapat kita petik dari keberadaan hewan? Allah SWT menciptakan hewan bukanlah tanpa maksud dan tujuan yang jelas. Jika ini keadaannya, maka dibalik keberadaan hewan dapat dipastikan ada sesuatu yang dapat kita jadikan pelajaran. Sebagai khalifah kita harus dapat memilah dan memilih pelajaran yang di dapat dari hewan. Kita tidak diperbolehkan meniru sifat-sifat negatif dari hewan. Akan tetapi kita boleh bercermin kepada hewan melalui sifat-sifatnya yang positif seperti: keberanian singa dan beruang; kegigihan dan keuletan macan saat berkelahi; kekompakkan serigala saat menyerbu; gotong-royong semut; kesetiaan dan amanah anjing;  kesabaran keledai; ketabahan dan ketegaran unta; cemburunya merpati jantan; Pengabdian dan kesetiakawanan kuda. Hal yang paling gampang kita tiru dari hewan adalah contohlah lebah, ia makan yang baik-baik (tidak mau sembarang makan) sehingga mampu menghasilkan sesuatu yang baik untuk makhluk yang lain.

 

Selanjutnya sudahkah pelajaran positif dari hewan ini kita praktekkan dalam kehidupan sehari-hari? Untuk itu perhatikanlah dengan seksama surat Al A’raaf (7) ayat 179 yang kami kemukakan berikut ini: “Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.(surat Al A’raaf (7) ayat 179)”.  Bayangkan Allah SWT mempersamakan manusia dengan binatang ternak bahkan lebih sesat lagi dari binatang ternak kepada manusia-manusia yang kondisinya sebagai berikut:

 

a.     Sudah diberi hati nurani tempat diletakkanya af’idah (perasaan) dan iradat ser-ta pemahaman, tetapi tidak bisa mempergunakannya untuk memahami apa-apa yang dikehendaki Allah SWT;

b.   Sudah diberi mata dan juga penglihatan, tetapi tidak dipergunakannya untuk melihat tanda-tanda kekuasaan Allah;

c.     Sudah diberi telinga dan juga pendengaran, tetapi tidak dipergunakannya untuk mendengarkan ayat-ayat Allah.

 

Semoga kita yang telah tahu diri yang sesungguhnya tidak mengalami hal yang kami kemukakan di atas.

 

Selain dari pada itu, berdasarkan surat Al Furqaan (25) ayat 44 berikut ini: “atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya  (dari binatang ternak itu)”. Dikemukakan bahwa Allah SWT menyamakan manusia dengan binatang ternak karena manusia memang sama tingkah laku dan perbuatannya dengan binatang ternak. Apa buktinya? Lihatlah binatang ternak, ia mempunyai manfaat, ia memiliki kelebihan yang ada di dalam dirinya, akan tetapi binatang ternak tersebut tidak dapat mempergunakan atau memakai kelebihan itu untuk kepentingan dirinya sendiri atau mengambil manfaat atas kelebihan yang diberikan oleh Allah SWT untuk keselamatan dirinya sendiri. Apa contohnya? Lihatlah sapi dan kambing yang menghasilkan susu namun ia tidak dapat mengambil manfaat susunya sendiri untuk kepentingan dirinya sendiri. Demikian pula dengan lebah yang menghasilkan madu, dimana madunya justru bermanfaat bagi manusia.

Bayangkan manusia dikatakan oleh Allah SWT sebagai zhalim lagi bodoh, sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Ahzab (33) ayat 72 berikut: “Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi dan gunung gunung, tetapi semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir tidak akan melaksanakannya (berat), lalu dipikullah amanat itu oleh manusia. Sungguh, manusia itu sangat zalim dan sangat bodoh.”  Bayangkan manusia dikatakan oleh Allah SWT sebagai dzalim lagi bodoh. Hal ini dikarenakan hanya manusia sajalah yang memiliki amanah yang 7 secara lengkap, hanya manusia sajalah yang memiliki hubbul yang 7 dan hanya manusia sajalah yang memiliki hati nurani tempat diletakkannya af’idah (perasaan) dan kehendak, yang kesemuanya berasal dari Allah SWT.

 

Namun kita tidak mampu mempergunakan apa yang diberikan oleh Allah SWT sesuai dengan kehendak Allah SWT yang tercermin dari perbuatan yang kita lakukan berkese-suaian dengan kehendak syaitan. Dan jika kita tidak mau dipersamakan dengan binatang ternak, dan juga diberi label dzalim lagi bodoh, padahal aslinya adalah makhluk yang terhormat, jangan pernah serahkan pengelolaan atas Amanah yang 7 dan Hubbul yang 7  dan juga hati nurani kepada jasmani. Namun pergunakanlah Amanah yang 7 dan Hubbul yang 7 dan juga hati nurani  di dalam koridor Nilai-Nilai Kebaikan yang sesuai dengan kehendak Allah SWT.

 

2.      Jiwa Amarah. Untuk dapat menggambarkan Jiwa Amarah di dalam diri manusia, contohnya ada di dalam surat Yusuf (12) ayat 23-28  berikut ini: Dan wanita (Zulaikha) yang Yusuf tinggal di rumahnya menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadanya) dan Dia menutup pintu-pintu, seraya berkata: "Marilah ke sini." Yusuf berkata: "Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan baik." Sesungguhnya orang-orang yang zalim tiada akan beruntung. Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusufpun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata Dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu Termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih. Dan keduanya berlomba-lomba menuju pintu dan wanita itu menarik baju gamis Yusuf dari belakang hingga koyak dan Kedua-duanya mendapati suami wanita itu di muka pintu. wanita itu berkata: "Apakah pembalasan terhadap orang yang bermaksud berbuat serong dengan isterimu, selain dipenjarakan atau (dihukum) dengan azab yang pedih?" Yusuf berkata: "Dia menggodaku untuk menundukkan diriku (kepadanya)", dan seorang saksi dari keluarga wanita itu memberikan kesaksiannya: "Jika baju gamisnya koyak di muka, Maka wanita itu benar dan Yusuf Termasuk orang-orang yang dusta. Dan jika baju gamisnya koyak di belakang, Maka wanita Itulah yang dusta, dan Yusuf Termasuk orang-orang yang benar." Maka tatkala suami wanita itu melihat baju gamis Yusuf koyak di belakang berkatalah dia: "Sesungguhnya (kejadian) itu adalah diantara tipu daya kamu, Sesungguhnya tipu daya kamu adalah besar."

 

Ayat di atas ini, menceritakan tentang Zulaikha, istri dari pembesar kerajaan yang hendak mempergunakan hubbul syahwat di luar nilai-nilai kebaikan sehingga ia ingin melampiaskan hubbul syahwatnya kepada Nabi Yusuf a.s (yaitu anak angkatnya sendiri, yang juga dibesarkan oleh dirinya sendiri). Kondisi ini membuat Zulaika berusaha dengan berbagai macam cara untuk mendapatkan Nabi Yusuf as, tanpa memikirkan baik dan buruk dari perbuatan yang akan dilakukannya tersebut.

 

Adanya hasrat untuk melampiaskan hasrat dari hubbul syahwat kepada Nabi Yusuf as, mendorong Zulaikha bertindak dan berbuat dengan mempergunakan Amanah yang 7 yang dimilikinya tanpa menghiraukan kedudukannya sendiri, tanpa menghiraukan siapa yang akan diajaknya melampiaskan hubbul syahwat, tanpa menghiraukan lagi martabat suaminya, sehingga yang ada di dalam diri Zulaikha hanyalah keinginan untuk berbuat sesuatu atau keinginan untuk menyuruh orang lain berbuat sesuatu bersama dirinya di luar koridor nilai-nilai kebaikan, dalam hal ini adalah memenuhi kehendak dari hubbul syahwatnya yang tidak sesuai dengan syariat yang berlaku, sebagaimana firmanNya berikut ini: “Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (surat Yusuf (12) ayat 53)”.

 

Sekarang timbul pertanyaan, apa yang menyebabkan jiwa amarah timbul dalam diri manusia? Timbulnya jiwa amarah dalam diri yang diakibatkan oleh tindakan manusia itu sendiri yang memperalat Amanah  yang 7 serta hati ruhani untuk memenuhi hasrat hubbul syahwat untuk kepentingan sesaat, di luar batas kepantasan dan kepatutan guna memenuhi kenikmatan sementara, tanpa memikirkan dampak jangka panjang dari apa yang diperbuatnya sehingga hasil usaha yang diperbuat akan nampak mewah dalam sementara waktu atau sukses di dalam pandangan manusia tetapi gagal dalam panda-ngan Allah SWT serta yang mengakibatkan hati dipenuhi oleh noktah hitam akibat perbuatan dosa.

 

Di dalam kehidupan sehari-hari banyak contoh yang dapat dijadikan pelajaran tentang jiwa amarah akibat manusia yang hanya memperturutkan hubbul melalui penggunaan Amanah yang 7 secara negatif dengan mengabaikan af’idah, atau perasaan yang diletakkan di dalam hati nurani sehingga manusia berbuat sesuatu yang tidak dibenarkan oleh Allah SWT yang akan membawa malapetaka bagi kehidupan manusia, seperti : (1) Ijasah Palsu, Menyebarkan Berita Bohong, Susuk, Pelet, akibat memenuhi Hubbul Maadah; (2) Selingkuh, Hidup bersama tanpa tali pernikahan, homoseks, lesbian, akibat dari memenuhi Hubbul Syahwat; (3) Korupsi, Manipulasi, serta KKN akibat dari memenuhi  Hubbul Maal; (4) Narkoba, Judi, pesta pora akibat dari memenuhi Hubbul Jam’i; (5) Kudeta, Siap Menang tidak Siap Kalah, Kampanye Hitam akibat dari memenuhi Hubbul Riasah; (6) KKN, menipu, mencuri, akibat dari memenuhi Hubbul Hurriyah; (7) Plagiat, Ijasah Palsu akibat dari memenuhi Hubbul Istitlaq. Adanya 7 (tujuh) kondisi yang kami kemukakan di atas ini, dapat dipastikan orang yang melakukan hal tersebut pasti mengabaikan ketentuan, pasti melanggar norma-norma serta hukum yang berlaku, asal tetap bisa mempertahankan jabatannya atau asal tetap bisa menikmati apa yang telah didapatkannya, dengan mengorbankan sesuatu yang baik yang berasal dari Allah SWT dan yang pasti sesuai dengan kehendak syaitan.

 

Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga adalah khalifah-Nya di muka bumi, kita tidak dibenarkan untuk memiliki kondisi yang kami kemukakan di atas dalam rangka mencapai suatu tujuan. Hal yang harus kita perhatikan adalah untuk memperoleh sesuatu yang baik, harus dimulai dari niat yang baik dibarengi dengan cara yang baik yang sesuai dengan syariat yang berlaku. Dan yang tidak akan mungkin terjadi adalah untuk memperoleh hasil yang baik dilakukan dengan cara-cara yang tidak baik walaupun niatnya baik. 

 

3.   Jiwa Mushawwilah. Untuk dapat menggambarkan Jiwa Mushawwilah di dalam diri manusia, contohnya ada pada surat Thaahaa (20) ayat 96 berikut ini: “Samiri menjawab: “Aku mengetahui sesuatu yang mereka tidak mengetahuinya, maka aku ambil segenggam dari jejak rasul lalu aku melemparkannya, dan demikianlah nafsuku membujukku”.Diceritakan bahwa Samiri dengan kelicikan dan tipu daya yang dilakukannya bermaksud untuk mempengaruhi umat Nabi Musa as, dalam hal ini adalah Bani Israil agar kembali menyembah berhala, dalam hal ini menyembah patung emas anak sapi yang dibuat oleh Samiri sendiri. Dan untuk mencapai tujuan yang diharapkan oleh Samiri, maka ia melakukan tindakan provokasi kepada umat Nabi Musa as. atau kepada Bani Israil dengan mengatakan bahwa Nabi Musa as, telah meninggalkan mereka semua, untuk itu  sebaiknya kita semua kembali lagi menyembah berhala setelah sebelumnya menyembah Allah SWT.

 

Upaya Samiri memprovokasi akhirnya berhasil mengajak umat Nabi Musa as, atau Bani Israil kembali menyembah berhala. Keberhasilan Samiri mempengaruhi umat Nabi Musa as, atau Bani Israil dikarenakan Samiri mampu mempergunakan kemampuan Amanah yang 7 yang dimilikinya namun penggunaan Amanah yang 7 tersebut tidak dilandasi dengan niat yang baik. Akan tetapi dengan maksud dan tujuan yang busuk serta penuh kelicikan yaitu melalui tindakan provokasi mengajak manusia kembali ke jalan yang sesat setelah mendapatkan atau menyatakan beriman kepada Allah SWT. Jiwa Mushawwilah adalah bentuk atau kondisi kejiwaan seseorang dimana manusia yang melakukan hal ini selalu berbuat dalam keadaan tenang dan tidak emosional namun dilandasi dengan niat busuk, penuh tipu daya, iri, dengki serta penuh kelicikan sehingga segala apa yang dikerjakan akan terlihat halus namun akibat yang ditimbulkan sangat luar biasa. Sebagaimana firman Allah SWT  berikut ini: “Sesungguhnya orang-orang yang kembali ke belakang (kepada kekafiran) sesudah petunjuk itu jelas bagi mereka, syaitan telah menjadikan mereka mudah (berbuat dosa) dan memanjangkan angan-angan mereka”. (surat Muhammad (47) ayat 25)”.

 

Adapun ciri utama dari orang yang mempunyai jiwa mushawwilah (jiwa yang licik) adalah di dalam bertindak, atau berbuat, atau berkehendak, atau berfikir selalu di dalam ketenangan, penuh perhitungan dan berhat-hati di dalam berbuat, atau bersifat munafik dikarenakan niat atau maksud dan tujuan dari itu semua untuk menjatuhkan orang lain, untuk menipu orang lain, untuk berbuat kejahatan, untuk bermufakat di dalam kejahatan, untuk melakukan kolusi dan lain sebagainya sehingga mendatangkan keuntungan bagi pelaku itu sendiri dan merugikan orang lain, merugikan masyarakat bahkan bangsa dan negara. Timbul pertanyaan, bagaimanakah prosesnya sampai jiwa mushawwilah terjadi di dalam diri manusia?

 

Jiwa Mushawwilah terjadi akibat dari manusia yang hanya mementingkan jasmani atau mendahulukan kepentingan jasmani dibandingkan kepentingan ruh dengan memperalat dan mendayagunakan Amanah yang 7 melalui cara-cara yang baik tetapi dilandasi dengan niat atau maksud dan tujuan yang jelek, cara-cara yang buruk, penuh kelicikan atau berada di dalam koridor nilai-nilai keburukan melalui cara-cara fitnah, menyebarkan berita bohong, memperalat manusia untuk mencapai  maksud dan tujuan yang di inginkannya, yang tentunya mengabaikan af’idah atau perasaan yang ada di dalam hati nurani.

 

Contoh jiwa mushawwilah (jiwa yang licik) dalam kehidupan sehari-hari adalah kejahatan kerah putih (white collar crime) dan berbuat korupsi. Seseorang yang ingin melaksanakan dan mensukseskan kejahatan kerah putihnya (korupsi), biasanya ia akan mempergunakan kelebihan-kelebihan yang dimilikinya terutama yang berasal dari Amanah yang 7 tetapi dengan niat untuk menipu atau untuk mengakali orang lain demi keuntungan dan kepentingan diri sendiri ataupun kelompoknya saja, tanpa pernah memperdulikan kepentingan orang lain, masyarakat dan bangsa serta negara.

 

Manusia yang memiliki jiwa mushawwilah biasanya akan terlihat sopan lagi santun, pendiam, mempunyai pengetahuan luas, akan tetapi kesemuanya dibalut di dalam kemunafikan, kepura-puraan, kelicikan dalam rangka menutupi atau mengelabui niat jahat yang akan dilakukannya, dan juga karena Af’idah (perasaannya) sudah hilang ditelan oleh niat jahat. Selanjutnya jika saat ini kita mengalami hal tersebut atau jika saat ini kita menjadi pelaku kejahatan kerah putih, tolong renungkan apa  yang akan kami kemukakan di bawah ini, yaitu: (1) Barangsiapa mengintrospeksi diri sendiri dia pasti akan beruntung; (2) Barangsiapa lupa diri dia akan merugi; (3) Barangsiapa mengantisipasi akibat dari segala perbuatannya dia akan selamat; (4) Barangsiapa yang memperturutkan ahwanya (hawa nafsunya) dia akan sesat dan disesatkan.  Untuk itu jika kita ingin berbuat sesuatu pikirkanlah masak-masak baik dan buruk dari tindakan yang akan kita ambil, tetapi tidak terbatas hanya untuk diri sendiri melainkan juga untuk orang banyak. Hal ini dikarenakan waktu tidak bisa diputar ulang serta menyesal tidak bisa dilakukan di muka.

 

Jiwa fujur, yang terdiri dari jiwa hewani, jiwa amarah dan jiwa mushawwilah merupakan bentuk kejiwaan manusia yang paling sesuai, yang paling pas, yang paling diminati, dan yang paling disukai serta yang paling mirip dengan perilaku syaitan, dan yang paling dikehendaki oleh syaitan serta yang paling mulia dihadapan syaitan. Dan untuk itu ketahuilah bahwa manusia-manusia yang sukses melaksanakan, melakukan, menjalankan, mengamalkan jiwa fujur di dalam kehidupan sehari-harinya, akan diberikan hadiah dan penghargaan oleh Allah SWT berupa tempat kembali yaitu kampung kebinasaan dan kesengsaraan. Jika sampai manusia ditempatkan dan dipulangkan ke kampung kesengsaraan dan kebinasaan, yang pasti adalah syaitan sangat senang, syaitan sangat gembira, syaitan sangat bersuka cita sebab ia mendapatkan teman dan sahabat yang baik di dalam mengarungi kehidupan di neraka jahannam.

 

Untuk itu jadikan kewaspadaan bahwa syaitan asalnya dari api dan jika syaitan kembali ke api, maka hal tersebut bukanlah menjadi sebuah persoalan bagi syaitan dikarenakan syaitan pulang kampung. Neraka adalah kampung halaman syaitan yang asli. Sekarang beranikah kita yang telah mengaku sebagai khalifah di muka bumi untuk pulang kampung bersama syaitan ke neraka Jahannam kelak dan jika kita tidak berani dan tidak mau pulang kampung ke neraka Jahannam maka taubatlah dengan taubatan nasuha saat ini juga sebelum ruh tiba dikerongkongan, karena sampai disitulah kesempatan untuk bertaubat berlaku kepada setiap manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar