Setiap manusia yang hidup di muka bumi ini dapat dipastikan adalah
makhluk dwidimensi yang terdiri dari unsur jasmani dan unsur ruh. Dan setiap
manusia juga adalah makhluk dwifungsi, yaitu menjadi abd’ (hamba)-Nya yang
sekaligus khalifah-Nya di muka bumi ini. Adanya kondisi ini maka setiap manusia
siapapun orangnya dapat dipastikan ia terikat dengan 2 (dua) buah ketentuan
secara langsung, yaitu:
Pertama, setiap manusia terikat
dengan ketentuan hukum Allah SWT selaku “Tuan Rumah” dari langit dan bumi ini,
dalam hal ini ketentuan tentang Diinul Islam sebagaimana firman-Nya: “Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam
(surat Ali Imran (3) ayat 19)”. Yang harus dilaksanakan secara
menyeluruh dalam satu kesatuan.
Kedua, setiap manusia terikat
dengan ketentuan hukum dimana ia berdiam diri, katakan kita hidup di Negara
Kesatuan Republik Indonesia, yang berarti kita tidak bisa terlepas dari
ketentuan hukum positif yang berlaku di Indonesia.
Hal yang harus kita ketahui dan pahami adalah jika kita melanggar
ketentuan Allah SWT yang termaktub dalam Diinul Islam, katakan diri kita tidak
mau shalat, tidak mau berpuasa ataupun tidak mau berzakat dan berhaji, tidak
mau bersilaturahmi, bertuhankan kepada thagut maka pelanggaran ketentuan ini
tidak mengakibatkan diri kita melanggar ketentuan hukum positif yang berlaku di
Indonesia.
Namun, apabila kita melanggar ketentuan hukum positif yang berlaku di
Indonesia seperti melakukan tindakan korupsi, menipu, terorisme, penyalah-gunaan
narkoba dan zat adiktif lainnya, perjudian, menyebarkan kebencian dan lain
sebagainya maka kita telah melanggar 2 (dua) buah ketentuan secara langsung,
yaitu:
a. Kita telah melanggar ketentuan Allah SWT yang
termaktub dalam Diinul Islam dan juga;
b. Kita telah melanggar ketentuan yang telah diatur
oleh negara kesatuan Republik Indonesia.
Dan apabila pelaku pelanggaran ketentuan hukum negara lalu dihukum
penjara dalam periode tertentu berdasarkan ketetapan pengadilan bukan berarti diri
Anda selaku wargabinaan telah lepas dari ketentuan hukum Allah SWT untuk
mempertanggung-jawabkan segala sesuatunya di hari berhisab kelak.
“Wahai Wargabinaan ketahuilah bahwa Hukuman di dalam penjara yang sedang Anda jalani saat ini :
1. bukanlah hukuman pengganti saat berhisab kelak;
2. bukan pula hukuman penebus dosa Anda kepada Allah SWT;
3. bukan pula hukuman yang bisa disejarkan dengan kesalahan diri Anda saat melanggar ketentuan hukum Allah SWT yang berlaku sehingga Anda dapat terbebas dari proses pertanggungjawaban saat berhisab kelak.
Adanya kondisi ini berarti urusan dengan Allah SWT belumlah selesai dengan dipenjaranya diri Anda di dalam lapas. Hal ini dikarenakan ketentuan hukum Allah SWT tidaklah sama dengan ketentuan hukum negara”.
Sekali lagi kami kemukakan kepada wargabinaan bahwa “Hukuman penjara
yang Anda jalani saat ini tidak
mengakibatkan selesainya urusan diri Anda dengan Allah SWT. Untuk itu
bersiap-siaplah untuk mempertanggungjawabkan hal ini di hari berhisab kelak”.
Dan khusus untuk
wargabinaan yang melakukan tindakan korupsi, kolusi, nepotisme yang
mengakibatkan diri Anda tersangkut barang-barang aniayaan hak-hak orang lain,
ada baiknya Anda merenungkan dan memahami ketentuan hadits yang kami kemukakan
berikut ini: “Sabda Nabi dalam menceritakan firman Allah: Allah telah mewahyukan
kepadaku: "Wahai saudara para Rasul, wahai saudara para pemberi peringatan!
Berilah berita peringatan kepada kaummu, agar mereka jangan memasuki satu
rumahpun dari rumah-rumah-Ku (masjid), kecuali dengan hati bersih, lidah yang
benar, tangan yang suci, dan kemaluan yang bersih. Dan janganlah mereka
memasuki salah satu rumah-Ku (masjid) padahal mereka masih tersangkut barang
aniayaan hak-hak orang lain. Sesungguhnya Aku mengutuk dia selama ia berdiri di
hadapan-Ku melakukan shalat, sampai ia mengembalikan barang aniayaan itu kepada
pemiliknya yang berhak. Apabila ia telah mengembalikannya, Aku akan jadi alat
pendengarannya yang dengan itu ia mendengar, dan Aku akan menjadi
penglihatannya yang dengan itu ia memandang, dan ia akan menjadi salah seorang
wali dan orang pilihan-Ku dan akan menjadi tetangga-Ku bersama para Nabi, para
shiddikin dan para syuhada yang ditempatkan di dalam syurga. (Hadits Qudsi
Riwayat Abu Nua'im, Hakim, Ad-Dailami, dan Ibnu Asakir yang bersumber dari
Hudzaifah).
Selanjutnya bertanyalah kepada diri anda masing-masing, beranikah anda
menghadapi kutukan Allah SWT? Lalu sanggupkah kita menahan panasnya api neraka,
atau sanggupkah kita memasukkan onta ke dalam lubang jarum? Jika jawaban ini
kita tidak mampu maka katakan tidak kepada pelanggaran ketentuan hukum lalu
jadilah abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya yang dibanggakan-Nya
dengan cara mengem-balikan barang-barang aniayaan milik orang lain kepada
pemiliknya yang berhak saat ini juga dan jangan sampai menunggu ruh tiba di
kerongkongan karena sudah melampaui batas yang diberlakukan oleh Allah SWT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar