2. Hubbul Hurriyah Yang
Sudah Tidak Fitrah. Berikut ini akan kami kemukakan kondisi dari
keinginan untuk bebas yang sudah tidak fitrah lagi sehingga tidak sesuai lagi
dengan Nilai-Nilai Kebaikan. Jika ini yang terjadi maka keinginan untuk bebas yang ada di dalam diri
sudah dikendalikan atau sudah di bawah pengaruh ahwa (hawa nafsu) dan juga
syaitan, sehingga diri kita berada di luar koridor kehendak Allah SWT. Adapun
keinginan untuk bebas yang sudah tidak fitrah lagi dapat kami kemukakan sebagai
berikut:
a. Cinta Dunia. Setiap manusia pasti mempunyai
persoalan dan permasalahan, apakah itu kemiskinan, kebodohan, kemelaratan,
himpitan persoalan hidup, kenakalan anak, narkoba dan lain sebagainya. Dan jika
kemudian kita mempunyai sebuah keinginan untuk bebas dari itu semua, hal
ini tidak bertentangan dengan hukum dan
agama dikarenakan kondisi ini merupakan sesuatu yang bersifat sunnatullah. Akan
tetapi jika cara dan methode serta hasil akhir dari keinginan untuk bebas tadi
tidak sesuai atau melanggar hukum dan juga melanggar ketentuan agama maka upaya
untuk terbebas dari segala persoalan dan permasalahan hidup akan menjadi
bumerang atau menimbulkan persoalan baru bagi manusia itu sendiri.
Dan berdasarkan surat Yunus (10) ayat 7-8 yang kami kemukakan berikut
ini, “Sesungguhnya
orang-orang yang tidak mengharapkan (tidak percaya akan) pertemuan dengan Kami,
dan merasa puas dengan kehidupan dunia serta merasa tenteram dengan kehidupan
itu dan orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami, mereka itu tempatnya ialah
neraka, disebabkan apa yang selalu mereka kerjakan.” dikemukakan bahwa Allah SWT tidak memperkenankan manusia menjadi cinta
dunia sebagai tujuan akhir atau hasil dari penggunaan keinginan untuk bebas
menjadikan manusia cinta akan dunia. Timbul pertanyaan, kenapa Allah SWT tidak
memperkenankan dan tidak memperbolehkan manusia untuk cinta dunia? Cinta dunia adalah sebuah pencapaian kehidupan oleh seorang manusia
yang hanya dan sampai pada ukuran keberhasilan keduniaan semata dengan
mengabaikan keberhasilan untuk kehidupan akhirat.
Jika sampai manusia hanya sukses di dunia saja, maka tidak otomatis dapat
menghantarkan manusia menjuju syurga dikarenakan parameter kesuksesan hidup di
dunia dan parameter kesuksesan hidup di akhirat sangat berbeda. Dilain sisi berdasarkan
surat An Nisaa' (4) ayat 134 berikut ini: “Barangsiapa yang menghendaki pahala di dunia saja (maka ia merugi), karena
di sisi Allah ada pahala dunia dan akhirat. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Melihat.” Setiap manusia diberi kebebasan untuk memilih apakah
ingin memperoleh pahala kehidupan dunia atau ingin memperoleh pahala kehidupan
akhirat. Dimana konsekuensi dari pilihan ini sangat menentukan kemana kita akan
pulang kampung. Dan jika kehidupan dunia yang hendak kita capai maka hal ini
akan menghantarkan diri kita ke neraka Jahannam sedangkan jika kehidupan
akhirat yang kita pilih maka kita akan memperoleh kebahagiaan hidup di dunia
dan di akhirat yang pada akhirnya dapat menghantar-kan diri kita ke syurga.
Jika sekarang Allah SWT selaku pencipta dan pemilik alam semesta ini sudah
menerangkan bahwa kehidupan akhirat lebih baik dari kehidupan dunia dan kitapun
sudah menyatakan beriman kepada Allah SWT, masih maukah kita tetap memilih
untuk cinta dunia saat menjadi khalifah di muka bumi?
b. Suka Melampaui Batas. Allah SWT tidak memperbolehkan dan tidak pula memperkenankan manusia
melampaui batas atau Allah SWT tidak memperke-nankan menjadikan diri kita
menjadi manusia-manusia yang suka
melampaui batas. Sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Baqarah (2) ayat 173
yang kami kemu-kakan berikut ini: “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging
babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi
barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya
dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Hal yang harus kita perhatikan saat diri kita berusaha untuk memperoleh
keberhasilan adalah Allah SWT memiliki kriteria sendiri yaitu ukuran
keberhasilan dari penggunaan keinginan untuk bebas tidak hanya dinilai dari
proses atau tata cara penggunaannya saja, melainkan hasil akhir dari itu semua
harus pula dapat dipertanggungjawabkan, serta apakah sudah sesuai dengan
Nilai-Nilai Kebaikan.
Jika saat ini kita sedang
mempergunakan keinginan untuk bebas dengan hasil akhir menjadi manusia yang
suka melampaui batas, maka hal ini tidak dapat dikatakan sebuah keberhasilan
dikarenakan kita telah keluar dari koridor nilai-nilai kebaikan. Demikian pula
jika saat ini kita juga sedang mempergunakan keinginan untuk bebas dengan
mempergunakan tata cara dan methode yang melampaui batas, maka hal yang
demikian itu tidak dapat dikatakan pula sebuah keberhasilan. Untuk mencapai
sebuah keberhasilan yang sesuai dengan koridor ketentuan Allah SWT maka kita
wajib dan harus mempergunakan keinginan untuk bebas dengan cara yang baik dan
benar yang dibenarkan oleh Allah SWT sebab tidak akan ada sesuatu yang baik
jika diperoleh atau berasal serta diproses dengan cara yang tidak baik.
c. Pendusta. Terbebas dari segala persoalan
hidup merupakan cita-cita dan keinginan yang wajar dan luhur dari setiap
manusia. Akan tetapi jika cita-cita dan keinginan tadi dicapai dengan cara yang
melanggar hukum baik negara dan agama maka keinginan luhur manusia menjadi
malapetaka serta menimbulkan persoalan baru. Salah satu cara dan methode penggunaan keinginan untuk bebas yang tidak
diperbolehkan atau tidak diperkenankan oleh syariat Agama dan hukum negara
adalah dengan cara berbohong, cara berdusta, cara menipu, cara berkolusi dan
korupsi ataupun bersekutu dalam kejahatan serta kejahatan kerah putih,
sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman
dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit
dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa
mereka disebabkan perbuatannya. (surat Al A’raaf (7) ayat 96).
Dan jika sampai jalan menipu, jalan dusta, jalan bersekutu dalam kejahatan,
jalan kolusi dan korupsi, kita lakukan untuk terbebas dari segala persoalan dan
permasa-lahan hidup seperti kemiskinan dan kebodohan, berarti keinginan untuk
bebas yang kita miliki sudah kita pergunakan dengan cara-cara yang sudah tidak
fitrah lagi atau sudah tidak sesuai dengan nilai-nilai kebaikan yang berasal
dari nilai-nilai Ilahiah yang sesuai kehendak Allah SWT. Hasil akhir dari semua
ini adalah tiket masuk untuk pulang kampung ke neraka Jahannam dalam rangka
mengarungi hidup baru bersama syaitan sudah kita miliki.
d. Pengecut/Penakut. Keinginan untuk bebas dari
segala persoalan hidup dan kehidupan tidak boleh dipergunakan dengan cara-cara
pengecut atau dalam suasana ketakutan atau menjadikan diri kita penakut
sehinggga menghasilkan keberhasilan yang menakutkan dikarenakan cara-cara yang
kita pergunakan sangat sesuai dengan kehendak syaitan. Keinginan untuk bebas harus dilandasi dengan keberanian dan rasa
percaya diri yang kuat bahwa Allah SWT akan selalu melindungi dan bersama diri
kita pada waktu kita berjuang melalui
usaha dan doa dalam rangka keluar dari segala persoalan yang melanda diri kita.
Allah SWT berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya apabila dikatakan kepada
kamu: “Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah” kamu merasa berat dan
ingin tinggal di tempatmu? Apakahkamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai
ganti kehidupaan di akhirat? Padahal keni’matan hidup di dunia ini
(dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit. (surat At Taubah
(9) ayat 38).” Penakutkah anda saat ini atau beranikah anda saat ini di dalam
mempergunakan keinginan untuk bebas? Kami yakin anda pasti berani mempergunakan
keinginan untuk bebas di dalam koridor nilai-nilai kebaikan sebab Allah SWT
beserta orang-orang beriman kepada-Nya. Jika sekarang
Allah SWT sudah memberikan Jaminan seperti ini kepada orang yang beriman, ini
berarti Iman kepada Allah SWT merupakan syarat yang harus kita penuhi jika
ingin ditolong oleh Allah SWT, yang pada akhirnya akan mampu
menghantarkan diri kita keluar dari segala persoalan hidup dan kehidupan.
e. Syirik. Untuk dapat keluar dari segala
persoalan kehidupan baik itu kemiskinan, kebodohan, kemelaratan, himpitan
persoalan hidup, kenakalan anak, narkoba dan lain sebagainya merupakan impian
dan dambaan dari setiap orang. Akan tetapi pencapaian dan keberhasilan dari itu
semua tidak boleh dan tidak diperkenankan melalui cara-cara dan methode yang
mengandung atau yang di dalamnya terdapat perbuatan syirik dan musyrik kepada
Allah SWT. Allah SWT berfirman: “Dan mereka telah mengambil
sembahan-sembahan selain Allah, agar sembahan-sembahan itu menjadi pelindung
bagi mereka. (surat Maryam (19) ayat 81)
Syirik lagi musyrik adalah perbuatan yang sangat dibenci oleh Allah SWT
serta tidak diampuni dosanya oleh Allah SWT jika dibawa mati. Hal ini dikarenakan perbuatan syirik lagi musyrik adalah tindakan manusia melalui cara melecehkan
Allah SWT, meremehkan Allah SWT, menyekutukan Allah SWT dengan menganggap
selain Allah SWT lebih mampu, lebih hebat, lebih mumpuni, sehingga kita
menganggap selain Allah SWT lebih tahu dan lebih mengerti tentang apa-apa yang
kita hadapi. Jika perbuatan syirik dan musyrik yang kita lakukan
saat mempergunakan energi yang ada pada keinginan untuk bebas maka keberhasilan
yang ada di dapat oleh manusia hanya sampai dan sebatas dunia saja sedangkan
untuk akhirat maka kita akan sampai ke “Kampung
Kebinasaan dan Kesengsaraan.” Untuk itu jika
kita memiliki kepentingan untuk pulang kampung ke syurga, tidak ada jalan lain
bagi diri kita untuk meninggalkan perbuatan syirik dan musyrik saat menjadi khalifah
di muka bumi. Di lain sisi jika sampai perbuatan syirik dan musyrik
sampai kita lakukan, maka lakukanlah Taubatan Nasuha sebelum ruh tiba di kerongkongan.
Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di
muka bumi yang saat ini sedang mempergunakan Hubbul Hurriyah (Keinginan untuk
Bebas), ada satu hal yang harus kita perhatikan, yaitu Allah SWT tidak
membutuhkan apapun juga dari penggunaan Hubbul Hurriyah sebab Allah SWT sudah
Maha dan akan Maha selama-lamanya. Allah SWT juga
tidak memperdulikan apakah Hubbul Hurriyah mau dipergunakan dengan cara-cara
Ilahiah ataukah mau dipergunakan dengan cara-cara syaitani, yang pasti adalah Allah
SWT pasti akan meminta pertanggungjawaban dari Hubbul Hurriyah yang ada pada
diri kita kelak di hari kiamat.
C. HUBBUL ISTITLAQ (INGIN TAHU).
Adakah Hubbul Istitlaq di dalam diri kita? Di dalam setiap diri manusia
baik itu laki-laki maupun perempuan pasti mempunyai Hubbul Istitlaq atau
Keinginan untuk Tahu. Adanya Hubbul Istitlaq dalam diri akan membuat
manusia mempunyai energi untuk bergerak atau kekuatan atau dorongan untuk
mengetahui atau mempelajari segala sesuatu atau memperhatikan dan
memperbandingkan segala sesuatu atau melakukan penelitian-penelitian terhadap
segala sesuatu baik yang telah lampau maupun yang akan terjadi sehingga dengan
itu semua manusia akan mendapatkan ilmu atau menemukan teknologi baru atau penemuan
baru dalam rangka memudahkan serta meringankan beban kehidupan atau dalam
rangka meningkatkan taraf hidup manusia.
Setelah mengetahui di dalam diri mempunyai Keinginan untuk Tahu apakah
yang anda rasakan? Adanya Keinginan untuk
Tahu akan mendorong diri kita untuk berfikir, untuk belajar, untuk berusaha
sehingga kita mempunyai kemampuan dan kepintaran yang pada akhirnya dapat
menghasilkan ilmu dan teknologi ataupun penemuan baru yang dapat meringankan
beban hidup ataupun dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Sekarang apa yang akan terjadi jika sampai Allah SWT tidak memberikan kepada
diri kita keinginan untuk tahu, dapatkah kita atau mampukah kita merasakan ilmu
atau tekonologi baru atau penemuan baru yang dapat meringankan beban hidup sehingga
dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Allah SWT memberikan keinginan untuk tahu kepada setiap manusia dalam rangka
manusia dapat bergerak atau dapat termotivasi untuk melakukan peningkatan kemampuan
dan peningkatan daya pikir dalam rangka memudah-kan manusia menjadi khalifah di
muka bumi. Jika saat ini kita telah mempunyai keinginan untuk tahu,
lalu dapatkah keinginan untuk tahu dipergunakan dengan seenaknya tanpa
mengindahkan peraturan dan ketentuan Allah SWT? Keinginan
untuk tahu harus diperguna-kan di dalam koridor peraturan dan ketentuan yang
telah Allah SWT berikan atau di dalam koridor NIlai-Nilai Kebaikan.
1. Hubbul
Istitlaq Yang Masih Fitrah. Sebagai makhluk
yang terhormat kita harus menyadari bahwa Hubbul Istitlaq atau keinginan untuk tahu
yang berasal dari Allah SWT, bukanlah sesuatu barang yang bersifat gratisan
sehingga Hubbul Istitlaq bisa dipergunakan, bisa didayagunakan dengan
seenak-nya saja tanpa menghiraukan maksud dan tujuan awal dari pemberian Hubbul
Istitlaq. Agar diri kita jangan sampai salah di dalam mempergunakan Hubbul
Istitlaq. Berikut ini akan kami kemukakan beberapa kehendak Allah SWT yang
dapat kita jadikan pedoman di dalam mempergunakan Hubbul Istitlaq sehingga kita
selalu berada di dalam kehendak Allah SWT atau jika kita ingin mempertahankan
kefitrahan Hubbul Istitlaq, yaitu :
a. Berilmu. Setiap manusia telah diberikan
modal dasar berupa ilmu yang berasal dari sifat Ma’ani Allah SWT. Selanjutnya
adakah hubungan modal dasar yang berupa ilmu dengan keinginan untuk tahu? Untuk mendapatkan ilmu maka kita diharuskan dan diwajibkan mempunyai
terlebih dahulu keinginan untuk tahu sebab tanpa keinginan untuk tahu maka ilmu
atau pengetahuan tidak akan didapatkan oleh manusia. Ini berarti antara ilmu
dan keinginan untuk tahu tidak bisa dipisahkan dikarenakan sangat berhubungan
erat. Sebagai contoh dapatkah kita belajar matematika jika
kita tidak mau belajar matematika atau jika kita tidak ada keinginan sedikitpun
untuk belajar matematika? Keinginan untuk tahu adalah energi penggerak bagi
diri kita untuk memperoleh ilmu atau pengetahuan baik yang sudah ada di alam
dan juga ilmu yang masih ada pada Allah SWT.Untuk itu mari kita perhatikan
surat Al Baqarah (2) ayat 269 yang kami kemukakan berikut ini: “Allah menganugerahkan
alhikmah (kefahaman yang dalam tentang AlQuran dan As Sunnah) kepada siapa yang
Dia kehendaki. Dan barangsiapa yang dianugerahi al hikmah itu, ia benar-benar
telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah
yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).”
Dimana Allah SWT menerangkan bahwa orang-orang yang
mampu memperoleh ilmu dari Allah SWT berarti orang tersebut telah mendapatkan
atau telah dianugerahi karunia & alhikmah yang banyak dari Allah SWT. Adanya
kondisi ini akan memudahkan manusia menjadi abd’ (hamba) yang juga khalifah di muka
bumi yang sekaligus juga makhluk pilihan. Sekarang
bagaimana dengan Ilmu dan Pengetahuan yang telah kita miliki, apakah sudah
dipergunakan dan dimanfaatkan sesuai dengan Nilai-Nilai Kebaikan atau sesuai
dengan kehendak Allah SWT? Jika kita ingin tetap dan terus selalu
mendapatkan karunia dan Alhikmah dari Allah SWT maka pergunakan dan manfaatkan
serta ajarkan Ilmu dan Pengetahuan yang berasal dari keinginan untuk tahu di
dalam koridor Nilai-Nilai Kebaikan sebab hal ini akan dimintakan
pertanggungjawabannya oleh Allah SWT kelak.
b. Dekat dengan Allah
SWT. Adanya energi dan dorongan untuk mendapatkan ilmu dan juga pengetahuan
yang berasal dari keinginan untuk tahu, selain harus diperoleh dan dapat
dipergunakan di dalam koridor Nilai-Nilai Kebaikan maka harus pula dapat
mendekatkan atau membuat diri kita menjadi lebih dekat kepada Allah SWT atau
menjadi orang yang dekat dengan Allah SWT. Hal ini sesuai dengan apa yang
dikemukakan Allah SWT di dalam surat Al Maaidah (5) ayat 35 berikut ini: “Hai orang-orang yang
beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri
kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat
keberuntungan.” Selanjutnya jika hal ini yang dikehendaki oleh Allah
SWT berarti Ilmu merupakan gerbang bagi diri kita untuk menjadi khalifah yang sesuai
dengan kehendak Allah SWT dan juga mampu menjadikan diri kita menjadi makhluk
yang terhormat yang bisa pulang kampung ke tempat yang terhormat.
Lalu apakah manfaat yang akan kita dapatkan jika telah dekat dengan Allah
SWT melalui ilmu? Keberuntungan atau
perlindungan atau kemudahan atau tambahan kemampuan dari Allah SWT akan
diberikan kepada diri kita. Sekarang maukah diri kita memperoleh itu semua?
Jika kita tidak mau, yang pasti Allah SWT tidak
akan pernah rugi sedikitpun ataupun kekurangan sebab yang butuh terhadap Allah
SWT adalah manusia, bukan Allah SWT yang butuh manusia sebab Allah SWT Maha Kaya yang tidak membutuhkan sesuatu apapun dari
makhluk-Nya.
c. Jauh Pandangan. Keinginan
untuk tahu akan membuat manusia mempunyai ilmu dan pengetahuan yang luas
sehingga dengan adanya ilmu dan pengetahuan tersebut akan membuat manusia
mempunyai pandangan yang luas atau mempunyai wawasan yang luas sehingga dengan
itu semua manusia dapat menemukan hal-hal yang baru dari waktu ke waktu. Adanya
kondisi ini dapat di artikan bahwa keinginan untuk
tahu jika dipergunakan dengan baik dan benar (maksudnya sesuai dengan kehendak
Allah SWT) akan membawa manusia kepada perubahan-perubahan yang lebih baik atau keinginan untuk tahu jika dimanfaatkan sesuai dengan kehendak Allah SWT tidak akan menjadikan manusia
mempunyai pikiran sempit bak katak dalam tempurung atau tidak akan
menghantarkan manusia berperilaku jahiliah atau tidak akan bersikap apriori
dengan perubahan teknologi dan perkembangan jaman.
Jika saat ini kita telah memanfaatkan dan mempergunakan keinginan untuk
tahu yang ada di dalam diri untuk mendapatkan ilmu dan juga pengetahuan, apakah
hasilnya membuat kita gagap teknologi, kurang percaya diri, berpandangan sempit
seperti katak dalam tempurung? Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya kamu berada
dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan daripadamu tutup (yang
menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam. (surat Qaaf (50)
ayat 22). Jika hasilnya seperti yang kami sebutkan di atas,
berarti energi dan dorongan yang berasal dari keinginan untuk tahu belum
dipergunakan di dalam koridor nilai-nilai kebaikan atau ada sesuatu yang salah
di dalam memanfaatkan keinginan untuk tahu saat diri kita menjadi abd’
(hamba)Nya yang juga khalifahNya di muka bumi.
d. Maunah (Pertolongan). Allah SWT akan memberikan maunah atau pertolongan, jika manusia telah
mampu memperoleh Ilmu dari Allah SWT, sepanjang ilmu dan juga pengetahuan yang
didapatkan dari upaya dan usaha yang dilakukan oleh manusia selalu berada di
dalam koridor Nilai-Nilai Kebaikan yang pada akhirnya
akan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Sebagaimana dikemukakan dalam surat Al
Baqarah (2) ayat 269 yang kami kemukakan berikut ini: “Allah menganugerahkan al
hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al
Qur’an dan As Sunnah) kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa yang
dianugerahi al hikmah itu, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang
banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran
(dari firman Allah).” Dikemukakan bahwa Allah SWT akan memberikan maunah atau pertolongan, jika manusia telah
mampu memperoleh Ilmu dari Allah SWT, sepanjang ilmu dan juga pengetahuan yang
didapatkan dari upaya dan usaha yang dilakukan oleh manusia selalu berada di
dalam koridor nilai-nilai kebaikan yang pada akhirnya
akan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Setelah dekat dengan Allah SWT, timbul
sebuah pertanyaan maukah kita di tolong oleh Allah SWT?
Rasanya tidak ada seorangpun di dunia ini yang telah mengaku beriman
kepada Allah SWT, tidak mau di tolong atau tidak suka ditolong atau tidak suka
dibantu oleh Allah SWT. Adanya bantuan dan pertolongan
dari Allah SWT akan memper-mudah tugas manusia menjadi seorang abd’ (hamba)
yang sekaligus khalifah di muka bumi yang sekaligus makhluk pilihan. Hal yang
harus kita perhatikan setelah diri kita menjadi orang dekat dengan Allah SWT
maka perilaku kita, perbuatan kita harus sesuai dengan perilaku dan perbuatan Allah
SWT. Jika tidak akan menjauhkan diri kita dari Allah SWT setelah kita dekat
dengan Allah SWT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar