Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Selasa, 14 Mei 2024

HUBBUL YANG 7 SEBAGAI ENERGI PENGGERAK MANUSIA (PART 7 of 7)

 

H. HATI-HATI  DENGAN HUBBUL RUSAK atau TIDAK FITRAH LAGI.


Allah SWT memberikan Hubbul kepada setiap manusia baik laki-laki maupun perempuan untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya yaitu sesuai dengan ukuran atau sesuai dengan aturan atau sesuai dengan norma-norma, hukum-hukum Allah SWT yang berlaku. Adanya Hubbul yang diberikan oleh Allah SWT diharapkan dapat memudahkan manusia  menjadi abd’ (hamba)Nya yang juga khalifahNya di muka bumi yang sesuai dengan kehendak Allah. Agar diri kita mampu mencapai apa yang dikehendaki Allah SWT maka pergunakanlah Hubbul yang diberikan oleh Allah SWT dengan sebaik-baiknya dikarenakan Hubbul tidak dapat dipergunakan dan didayagunakan dengan cara-cara yang semena-mena tanpa menghiraukan perintah dan larangan Allah SWT.


Untuk itu Hubbul yang ada di dalam diri manusia wajib  dikelola dengan baik dan benar sehingga menghasilkan sesuatu yang sesuai dengan nilai-nilai kebaikan. Hal yang harus kita perhatikan adalah jangan sampai sesuatu yang baik dan berguna serta bermanfaat sampai salah kelola atau sampai salah dipergunakan maka yang baik dan yang berguna serta bermanfaat tersebut akan menjadi musibah dan malapetaka bagi diri kita dan juga bagi orang lain yang pada akhirnya menggagalkan manusia menjadi abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di muka bumi. Adanya kondisi ini maka kita wajib mempergunakan Hubbul yang telah diberikan oleh Allah SWT dengan cara-cara yang bermartabat sesuai dengan kehormatan yang kita miliki atau pergunakan Hubbul sesuai dengan koridor nilai-nilai kebaikan yang sesuai dengan kehendak Allah SWT, dimanapun, kapanpun dan dalam kondisi apapun juga. Sebagaimana firman-Nya berikut ini: Agar Dia menjadikan apa yang dimasukkan oleh syaitan itu, sebagai cobaan bagi orang-orang yang di dalam hatinya  ada penyakit dan yang kasar hatinya. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu, benar-benar dalam permusuhan yang sangat. (surat Al Hajj (22) ayat 53). Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di muka bumi tentu kita harus mengetahui apa sajakah resiko yang ditimbulkan jika sampai diri kita tidak mampu mempergunakan Hubbul yang sesuai dengan kehendak Allah SWT atau yang menjadikan Hubbul menjadi tidak fitrah lagi.

 

Berikut ini akan kami kemukakan bahaya atau akibat dari penggunaan Hubbul yang tidak sesuai dengan kehendak Allah SWT atau akibat penggunaan Hubbul yang menyimpang dari nilai-nilai kebaikan, yaitu :

 

1.   Putus Hubungan Dengan Allah SWT. Salah satu bentuk bahaya dan akibat dari penggunaan Hubbul yang tidak memenuhi kriteria atau menyimpang dari prinsip-prinsip Nilai-Nilai Kebaikan akan mengakibatkan diri kita putus hubungan dengan Allah SWT. Allah SWT memutuskan hubungan dengan diri kita yaitu dengan melepaskan tanggungjawab Allah SWT sebagai Tuhan bagi manusia serta Allah SWT juga melepas-kan tanggungjawab sebagai pelindung dan penolong manusia. Sebagaimana dikemuka-kan Allah SWT dalam firmanNya: Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengatahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu. (surat Al Baqarah (2) ayat 120).” Putusnya hubungan diri kita dengan Allah SWT berarti pengakuan diri kita di waktu di dalam rahim ibu menjadi tidak berlaku lagi dihadapan Allah SWT sehingga kita tidak dapat merasakan perlindungan dan pertolongan Allah SWT.

 

Sekarang bagaimana jika kita telah terlanjur salah dalam mengelola dan mempergu-nakan Hubbul yang berjumlah 7(tujuh) buah saat menjadi khalifah di muka bumi? Sepanjang manusia mau mengakui segala kesalahan yang telah dilakukannya melalui “Taubatan Nasuha” maka kesempatan untuk mendapatkan perlindungan dan perto-longan dari Allah SWT masih terbuka lebar sepanjang taubatan nasuha tersebut dilakukan sebelum ruh tiba dikerongkongan. Untuk itu berhati-hatilah saat diri kita mengelola dan mempergunakan Hubbul karena ada resikonya.

 

2.  Menjadi Manusia Dzalim. Pengelolaan dan pendayagunaan yang salah atas Hubbul yang ada di dalam diri, akan dapat menjadikan manusia mempunyai sifat dzalim. Manusia akan bertindak dan bertingkah laku layaknya orang yang tidak mempunyai perikemanusiaan atau tidak mempunyai rasa welas asih kepada sesama. Sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Baqarah (2) ayat 145 berikut ini: Dan sesungguhnya jika kamu mendatangkan kepada orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi AlKitab (Taurat dan Injil), semua ayat (keterangan), mereka tidak akan mengikuti kiblatmu, dan kamupun tidak akan mengikuti kiblat mereka, dan sebahagian merekapun tidak akan mengikuti kiblat sebahagian yang lain. Sesungguhnya jika kamu mengikuti keinginan mereka setelah datang ilmu kepadamu, sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk golongan orang-orang yang zalim.” Timbulnya sifat dzalim atau perbuatan dzalim di akibatkan manusia memperturutkan ahwa (hawa nafsu) dan syaitan saat mengelola dan mempergunakan Hubbul.

 

Jika hal ini yang terjadi di dalam diri manusia, lalu dimanakah letaknya Nilai-Nilai Kebaikan yang berasal dari Nilai-Nilai Ilahiah yang menjadi sifat-sifat dasar setiap ruhani manusia? Nilai-Nilai Ilahiah telah hilang ditelan oleh Nilai-Nilai Keburukan akibat jasmani telah mengalahkan ruhani.  Jika saat ini kita masih hidup di dunia maka pergunakanlah Hubbul yang telah diberikan oleh Allah SWT dengan cara yang bermartabat sesuai dengan Nilai-Nilai Kebaikan jika kita tidak mau disebut sebagai orang yang dzalim baik kepada diri sendiri ataupun kepada orang lain. Untuk itu segera tentukan sikap, apakah jalan kedzaliman yang akan kita tempuh ataukah jalan kebaikan yang akan kita tempuh saat menjadi khalifah di muka bumi. 

 

3.  Hati Jadi Tertutup. Hati dikunci mati oleh Allah SWT merupakan hadiah atau hukuman bagi manusia yang tidak dapat mendayagunakan Hubbul atau mempergunakan Hubbul dengan cara yang tidak baik lagi tidak bermanfaat. Kenapa Allah SWT sampai menutup mati hati manusia? Allah SWT melakukan hal tersebut dikarenakan manusia tidak dapat memberlakukan sesuatu yang baik lagi bermanfaat yang berasal dari Allah SWT guna menghasilkan perbuatan yang baik pula. Sebagaimana dikemukakan dalam surat Muhammad (47) ayat 16 berikut ini: “Dan di antara mereka ada orang yang mendengarkan perkataanmu sehingga apabila mereka ke luar dari sisimu mereka berkata kepada orang yang telah diberi ilmu pengetahuan (sahabat-sahabat Nabi): “Apakah yang dikatakannya tadi?” Mereka itulah orang-orang yang dikunci mati hati mereka oleh Allah dan mengikuti hawa nafsu mereka. (surat Muhammad (47) ayat 16). Sebagai contoh Allah SWT memberikan Hubbul Riasah kepada setiap manusia justru manusia yang menerima Hubbul Riasah malah menjadi pemimpin yang diktator, pemimpin yang hanya mementingkan golongan tertentu saja, pemimpin yang kerjanya menyakiti hati rakyat dengan berbuat kolusi, korupsi dan nepotisme atau pemimpin yang menjadikan diri Fir’aun Fir’aun generasi baru atau yang menghasilkan Fir’aun-Fir’aun generasi baru. Jika ini yang terjadi berarti ada sesuatu yang salah di dalam diri pemimpin dan kepemimpinannya tersebut. Dan jika anda ingin merasakan nikmat dan enaknya dari hati yang  dikunci mati oleh Allah SWT sehingga kita kehilangan perasaan maka perlakukanlah Amanah yang 7 dan Hubbul yang 7 dengan cara-cara yang bertentangan dengan Nilai-Nilai Kebaikan atau jadikan jasmani sebagai pengendali dan komandan bagi Amanah yang 7 dan Hubbul yang 7. Selamat bagi yang ingin menikmati kondisi ini, namun jika anda ingin merasakan nikmatnya bertuhankan kepada Allah SWT melalui hati, tidak ada jalan lain kecuali mempergunakan dan mendayagunakan Amanah yang 7 dan Hubbul  yang 7 sesuai dengan kehendak Allah SWT. 

 

4.  Tidak Bisa Ditolong Lagi. Adanya Hubbul di dalam diri akan menimbulkan adanya Energi dan Dorongan untuk bertindak atau melakukan suatu usaha tertentu tidak boleh di eksploitasi dengan cara-cara yang bertentangan dengan Nilai-Nilai Kebaikan. Jika kita  sampai melakukannya maka akibat dari itu semua adalah Allah SWT tidak akan mau memberikan pertolongan dan bantuan kepada kita atau tidak akan ada seorang penolongpun bagi diri kita. Sebaimana dikemukakan dalam surat Ar Ruum (30) ayat 29 berikut ini: “Tetapi orang-orang yang zalim, mengikuti hawa nafsunya tanpa ilmu pengetahuan; maka siapakah yang akan menunjuki orang yang telah disesatkan Allah? Dan tiadalah bagi mereka seorang penolongpun.”. Selanjutnya agar diri kita jangan sampai mengalami hal tersebut, berikut ini akan kami kemukakan ilustrasi sebagai berikut: Bayangkan jika kita seorang diri terapung-apung di tengah laut  hanya berbekal sebuah papan yang tidak ada seorangpun yang akan menolong padahal kita tidak bisa berenang. Saat itu kita hanya dapat berharap dan berharap akan datangnya pertolongan.Kondisi seperti inilah yang akan terjadi pada diri kita jika kita tidak mau mempergunakan Hubbul dengan baik dan benar sesuai dengan kehendak Allah SWT.

 

5.  Sama Dengan Binatang Ternak. Penggunaan Hubbul yang tidak sesuai dengan Nilai-Nilai Kebaikan tentu akan menghasilkan karya-karya yang tidak memenuhi Nilai-Nilai Kebaikan pula. Jika sampai diri kita seperti ini maka diri kita di samakan oleh Allah SWT seperti binatang ternak. Sekarang atas dasar apakah kita disamakan dengan binatang ternak? Lihatlah binatang ternak, ia dapat menghasilkan susu, kulit serta bahan wool, akan tetapi binatang ternak tersebut tidak dapat memperoleh, tidak dapat menikmati hasil dari apa yang diproduksinya sendiri. Allah SWT berfirman: “Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak bahwa mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu). (surat Al Furqaan (25) ayat 44). Itulah kondisi jika manusia mempergunakan Hubbul dengan cara-cara yang tidak sesuai Nilai-Nilai Kebaikan maka manusia tersebut selain tidak memperoleh hasil dari upaya yang dilakukannya malah mendapatkan siksa dari Allah SWT. Sudah susah payah berbuat sesuatu atau sudah susah payah menghasilkan sesuatu, akan tetapi hasil akhir dari itu semua lenyap tidak dapat kita nikmati atau justru menjadikan diri kita pecundang. Selanjutnya sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di muka bumi, maukah kita disamakan dengan binatang ternak? Jika kita tidak mau dipersamakan oleh Allah SWT dengan binatang ternak maka perlakukanlah Hubbul yang 7 dan juga Amanah yang 7 sesuai dengan koridor nilai-nilai kebaikan yang dikehendaki Allah SWT.

 

6.  Menghalalkan Segala Cara. Perbuatan atau menghalalkan segala cara bukanlah cara yang baik dan yang dibenarkan untuk mencapai sebuah tujuan. Pencapaian atas tujuan yang baik harus dilakukan melalui cara-cara yang baik serta dengan niat yang baik pula sebab jika kita tidak memenuhi konsep tersebut maka hasil akhir atau tujuan akhir menjadi tidak sesuai dengan kehendak Allah SWT. Jika saat ini kita sedang melakukan sebuah pencapaian tujuan tertentu maka untuk mencapai tujuan yang baik tersebut lakukakanlah melalui niat yang baik, melalui cara-cara yang baik pula sebab itulah cerminan dari  diri kita sendiri saat mempergunakan dan mendayagunakan Hubbul. Allah SWT berfirman: “Maka apakah orang yang berpegang pada keterangan yang datang dari Tuhannya sama dengan orang yang (syaitan) menjadikan dia memandang baik perbuatannya yang buruk itu dan mengikuti hawa nafsunya? (surat Muhammad (47) ayat 14). Jika diri kita memper-gunakan Hubbul yang 7 sesuai dengan koridor Nilai-Nilai Kebaikan akan menjadikan diri kita tenang, sabar serta tawakkal di dalam menjalankan tugas sebagai khalifah di muka bumi. Akan tetapi  jika pilihan kita di dalam mempergunakan Hubbul di dalam koridor Nilai-Nilai Keburukan maka Allah SWT tidak akan pernah mempermasalahkan nya, namun hasil akhir dari itu semua akan menjadi tanggung jawab kita sendiri.

 

7.   Pendusta. Seseorang yang mempergunakan Hubbul di dalam koridor Nilai-Nilai Keburukan untuk mencapai sebuah tujuan maka cara-cara yang akan ditempuhnya biasanya melalui dusta, menipu, tipu muslihat, merendahkan martabat orang lain atau melalui cara-cara yang keluar dari azas kepantasan dan kepatutan. Jika sampai diri kita berbuat seperti yang kami sebutkan di atas berarti Hubbul yang kita miliki sudah kita eksploitasi secara tidak benar atau Nilai-Nilai Syaitani sudah kita jadikan patokan saat mempergunakan Hubbul. Allah SWT berfirman: “Maka ni’mat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? (surat Ar Rahmaan (55) ayat 53). Akan tetapi jika kita ingin mencapai Tujuan hidup yang sesuai dengan kehendak Allah SWT maka jadikan ruhani sebagai pengendali atau komandan bagi Hubbul yang 7 serta atau jadikan Nilai-Nilai Ilahiah sebagai patokan saat mempergunakan Hubbul.

 

8.   Melebih-lebihkan Ibadah atau Bid’ah. Bid'ah atau melebih-lebihkan Ibadah atau melaksanakan ketentuan Agama di luar Syariat yang berlaku merupakan, salah satu hasil dari penggunaan Hubbul yang dikendalikan oleh jasmani atau yang menempatkan Nilai-Nilai Syaitani sebagai acuan saat mempergunakan Hubbul. Bukanlah sebuah keberhasilan di dalam mempergunakan Hubbul jika manusia sampai melakukan tindakan melebih-lebihkan ibadah di luar ketentuan syariat yang berlaku.Allah SWT berfirman:Katakanlah: “Hai Ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikutu hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus”.(surat Al Maa-Idah (5) ayat 77). Seseorang baru dapat dikatakan telah berhasil mempergunakan Hubbul jika ia telah mampu mentaati aturan syariat yang berlaku serta melaksanakan dan mengamalkan nilai-nilai kebaikan.

 

9.    Lupa akan Shalat. Seseorang yang mempergunakan Hubbul dengan cara-cara yang diluar batas kepantasan dan kepatutan akan mengakibatkan orang tersebut lupa akan shalat atau dilupakan untuk melaksanakan ibadah-ibadah lainnya atau malas serta lalai melaksanakan ibadah baik yang wajib maupun yang sunnat. Timbulnya sifat lupa atau malas atau lalai disebabkan manusia tersebut bekerja dan berusaha sesuai dengan koridor Nilai-Nilai Keburukan. Seseorang yang bekerja di dalam koridor nilai-nilai kKebaikan tidak akan pernah lupa atau tidak pernah lalai di dalam menjalankan kewajibannya seperti shalat, puasa, zakat, haji dan perbuatan amal shaleh lainnya.

 

Allah SWT berfirman: “Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, Maka mereka kelak akan menemui kesesatan. (surat Maryam (19) ayat 59). Selanjutnya jika di dalam melaksanakan usaha, bekerja, berkarya nyata, baik sebagai individu atau sebagai kepala rumah tangga, sebagai pemimpin di dalam kerangka mempergunakan Hubbul yang 7 yang meng-akibatkan diri kita lupa akan shalat, lupa membayar zakat, lupa membayar shadaqah & jariah ataupun lalai berbuat baik kepada sesama, ini berarti kita telah gagal memper-gunakan Hubbul yang telah diberikan oleh Allah SWT secara baik dan benar. Untuk itu bersiap-siaplah mempertanggung jawabkan semuanya di pengadilan Allah SWT kelak.

 

10. Pemutar Balik Fakta. Memutar balik fakta atau melakukan tindakan fitnah atau menyebarluaskan informasi yang tidak benar merupakan bukti dari kegagalan seseorang di dalam melakukan suatu usaha atau karya sehingga untuk menutupi kegagalan tersebut maka tindakan itulah yang ia lakukan. Tindakan memutar balik fakta merupakan cermin dari penggunaan Hubbul, terutama Hubbul Riasah, di luar azas kepantasan dan kepatutan sehingga melanggar koridor Nilai-Nilai Kebaikan. Jika seseorang mempergu-nakan Nilai-Nilai Kebaikan yang bersumber dari Nilai-Nilai Ilahiah maka tindakan memutar balikan fakta, memfitnah apalagi menyebarkan informasi yang tidak benar, tidak akan pernah terjadi atau tidak akan pernah dilakukan sebab orang tersebut telah mempergunakan Nilai-Nilai Ilahiah sebagai pedoman di dalam menjalankan tugas sebagai khalifah di muka bumi.

 

Allah SWT berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya, Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang adri kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui  segala apa yang kamu kerjakan. (surat An Nisaa’ (4) ayat 135). Hal yang harus kita perhatikan adalah seseorang yang berjalan, berusaha dan berkarya di bawah koridor Nilai-Nilai Kebaikan maka ia akan menjadi pribadi yang bertanggung jawab, ramah, sopan, berilmu, mau mengakui kesalahan jika bersalah dan mengakui kekalahan jika kalah dalam suatu kompetisi. Sekarang sudahkah kita bersikap dan melaksanakan hal tersebut di atas saat menjadi khalifah di muka bumi?

 

11.  Disamakan dengan Anjing. Maukah anda disamakan dengan anjing atau dengan binatang? Jika anda mau disamakan dengan anjing silahkan anda memperlakukan Hubbul yang 7 (dan juga Amanah 7) yang telah diberikan Allah SWT  dengan semena-mena atau dengan cara-cara yang sesuai dengan koridor Nilai-Nilai Keburukan. Allah SWT memberikan persamaan atau menyamakan manusia dengan anjing disebabkan manusia telah sama ulah dan perilakunya dengan anjing yaitu “mencela dan mengolok orang tanpa tahu mana yang baik dan mana yang buruk. Apa buktinya?  Perhatikanlah anjing, diberi tulang dimakan, diberi bangkai di makan, tuan rumah digonggong, tamu digonggong, kemana-mana lidah dijulurkan, semuanya disamaratakan. Pemimpin yang seperti ini akan merasa dirinya saja yang benar, kerjanya hanya mengolok-olok dan mencela orang saja tanpa ada alasan yang jelas, semuanya salah, menuduh orang tanpa alasan yang jelas serta mengeluh sepanjang waktu. Timbul pertanyaan, siapakah yang meniru anjing atau siapakah yang meniru manusia? Yang jelas anjing tidak akan meniru manusia, jika anjing tidak meniru manusia maka yang akan meniru anjing adalah manusia. Adanya kondisi ini berarti anjing telah dijadikan patokan oleh manusia saat melaksanakan tugas sebagai khalifah di muka bumi.

 

Sekarang mari kita perhatikan firman Allah SWT berikut ini: “Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya kami tinggikan (derjat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir. (surat Al A’raaf  (7) ayat 176). Jika ketentuan surat Al A'raaf (7) ayat 176 ini merupakan penilaian Allah SWT kepada manusia, alangkah rendahnya manusia sekarang dimata Allah SWT. Kenapa dikatakan rendah? Bayangkan dari makhluk yang terhormat sekarang jatuh tapai dinilai seperti layaknya anjing oleh Allah SWT. Namun jika tidak mau disamakan atau tidak mau dinilai seperti anjing, perlakukanlah Hubbul yang 7 (dan juga Amanah yang 7) yang ada di dalam diri kita sesuai dengan koridor nilai-nilai kebaikan yang sesuai dengan kehendak Allah SWT. Sekarang pilihan, ada pada diri kita sendiri.

 

Sebagai penutup bab ini, sekali lagi kami ingin kemukakan bahwa Hubbul yang 7 (dan juga Amanah yang 7) bukanlah barang gratisan, yang dapat dipergunakan seenak-nya saja tanpa mengindahkan aturan main yang berlaku dari Allah SWT. Penggunaan dan pendayagunaan Hubbul yang 7 (dan juga Amanah yang 7) akan dimintakan pertanggung jawabannya oleh Allah SWT kelak. Untuk itu sebagai khalifah di muka bumi sudahkah kita  memberlakukan Hubbul yang 7 secara baik dan benar sesuai dengan Nilai-Nilai Kebaikan, atau sudahkah Hubbul yang 7 dipergunakan sesuai dengan ukuran atau sesuai dengan aturan atau sesuai dengan norma-norma hukum Allah SWT yang berlaku?

 

Selanjutnya sudahkah kita merasakan dan menikmati serta mensyukuri atas nikmat Hubbul yang 7 yang telah Allah SWT berikan kepada diri kita sehingga tercermin di dalam perbuatan baik yang kita lakukan baik untuk diri, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara? Sekarang sudah sejauh mana kita merasakan nikmat serta kedekatan kita dengan Allah SWT? Mudah-mudahan kita semua termasuk orang-orang yang tahu bersyukur sehingga dengan itu akan menghantarkan diri kita pulang kampung ke tempat yang terhormat, dengan cara yang terhormat, untuk bertemu dengan yang Dzat Yang Maha Terhormat, dalam suasana yang saling hormat menghormati. Amiin.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar