H. HATI-HATI DENGAN HUBBUL RUSAK atau TIDAK FITRAH LAGI.
Allah SWT memberikan
Hubbul kepada setiap manusia baik laki-laki maupun perempuan untuk dapat
dipergunakan sebagaimana mestinya yaitu sesuai dengan ukuran atau sesuai dengan
aturan atau sesuai dengan norma-norma, hukum-hukum Allah SWT yang berlaku. Adanya Hubbul yang
diberikan oleh Allah SWT diharapkan dapat memudahkan manusia menjadi abd’ (hamba)Nya yang juga khalifahNya
di muka bumi yang sesuai dengan kehendak Allah. Agar diri kita mampu
mencapai apa yang dikehendaki Allah SWT maka pergunakanlah Hubbul yang
diberikan oleh Allah SWT dengan sebaik-baiknya dikarenakan Hubbul tidak dapat
dipergunakan dan didayagunakan dengan cara-cara yang semena-mena tanpa
menghiraukan perintah dan larangan Allah SWT.
Untuk itu Hubbul yang ada di dalam diri manusia wajib dikelola dengan baik dan benar sehingga menghasilkan sesuatu yang sesuai dengan nilai-nilai kebaikan. Hal yang harus kita perhatikan adalah jangan sampai sesuatu yang baik dan berguna serta bermanfaat sampai salah kelola atau sampai salah dipergunakan maka yang baik dan yang berguna serta bermanfaat tersebut akan menjadi musibah dan malapetaka bagi diri kita dan juga bagi orang lain yang pada akhirnya menggagalkan manusia menjadi abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di muka bumi. Adanya kondisi ini maka kita wajib mempergunakan Hubbul yang telah diberikan oleh Allah SWT dengan cara-cara yang bermartabat sesuai dengan kehormatan yang kita miliki atau pergunakan Hubbul sesuai dengan koridor nilai-nilai kebaikan yang sesuai dengan kehendak Allah SWT, dimanapun, kapanpun dan dalam kondisi apapun juga. Sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Agar Dia menjadikan apa yang dimasukkan oleh syaitan itu, sebagai cobaan bagi orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan yang kasar hatinya. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu, benar-benar dalam permusuhan yang sangat. (surat Al Hajj (22) ayat 53). Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di muka bumi tentu kita harus mengetahui apa sajakah resiko yang ditimbulkan jika sampai diri kita tidak mampu mempergunakan Hubbul yang sesuai dengan kehendak Allah SWT atau yang menjadikan Hubbul menjadi tidak fitrah lagi.
Berikut ini akan kami
kemukakan bahaya atau akibat dari penggunaan Hubbul yang tidak sesuai dengan kehendak
Allah SWT atau akibat penggunaan Hubbul yang menyimpang dari nilai-nilai kebaikan,
yaitu :
1. Putus Hubungan Dengan Allah SWT. Salah satu bentuk
bahaya dan akibat dari penggunaan Hubbul yang tidak memenuhi kriteria atau
menyimpang dari prinsip-prinsip Nilai-Nilai Kebaikan akan mengakibatkan diri
kita putus hubungan dengan Allah SWT. Allah SWT memutuskan hubungan dengan diri
kita yaitu dengan melepaskan tanggungjawab Allah SWT sebagai Tuhan bagi manusia
serta Allah SWT juga melepas-kan tanggungjawab sebagai pelindung dan penolong
manusia. Sebagaimana dikemuka-kan Allah SWT dalam firmanNya: “Orang-orang
Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama
mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)”.
Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengatahuan datang
kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu. (surat
Al Baqarah (2) ayat 120).” Putusnya hubungan diri kita dengan Allah SWT berarti pengakuan diri
kita di waktu di dalam rahim ibu menjadi tidak berlaku lagi dihadapan Allah SWT
sehingga kita tidak dapat merasakan perlindungan dan pertolongan Allah SWT.
Sekarang bagaimana
jika kita telah terlanjur salah dalam mengelola dan mempergu-nakan Hubbul yang
berjumlah 7(tujuh) buah saat menjadi khalifah di muka bumi? Sepanjang manusia
mau mengakui segala kesalahan yang telah dilakukannya melalui “Taubatan Nasuha” maka kesempatan untuk
mendapatkan perlindungan dan perto-longan dari Allah SWT masih terbuka lebar
sepanjang taubatan nasuha tersebut dilakukan sebelum ruh tiba dikerongkongan.
Untuk itu berhati-hatilah saat diri kita mengelola dan mempergunakan Hubbul
karena ada resikonya.
2. Menjadi Manusia Dzalim. Pengelolaan dan
pendayagunaan yang salah atas Hubbul yang ada di dalam diri, akan dapat
menjadikan manusia mempunyai sifat dzalim. Manusia akan bertindak dan
bertingkah laku layaknya orang yang tidak mempunyai perikemanusiaan atau tidak
mempunyai rasa welas asih kepada sesama. Sebagaimana dikemukakan dalam surat Al
Baqarah (2) ayat 145 berikut ini: “Dan sesungguhnya jika kamu mendatangkan kepada orang-orang (Yahudi dan
Nasrani) yang diberi AlKitab (Taurat dan Injil), semua ayat (keterangan),
mereka tidak akan mengikuti kiblatmu, dan kamupun tidak akan mengikuti kiblat
mereka, dan sebahagian merekapun tidak akan mengikuti kiblat sebahagian yang
lain. Sesungguhnya jika kamu mengikuti keinginan mereka setelah datang ilmu
kepadamu, sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk golongan orang-orang yang
zalim.” Timbulnya sifat dzalim
atau perbuatan dzalim di akibatkan manusia memperturutkan ahwa (hawa nafsu) dan
syaitan saat mengelola dan mempergunakan Hubbul.
Jika hal ini yang
terjadi di dalam diri manusia, lalu dimanakah letaknya Nilai-Nilai Kebaikan
yang berasal dari Nilai-Nilai Ilahiah yang menjadi sifat-sifat dasar setiap
ruhani manusia? Nilai-Nilai Ilahiah telah
hilang ditelan oleh Nilai-Nilai Keburukan akibat jasmani telah mengalahkan
ruhani. Jika saat ini kita masih
hidup di dunia maka pergunakanlah Hubbul yang telah diberikan oleh Allah SWT
dengan cara yang bermartabat sesuai dengan Nilai-Nilai Kebaikan jika kita tidak
mau disebut sebagai orang yang dzalim baik kepada diri sendiri ataupun kepada
orang lain. Untuk itu segera tentukan sikap, apakah jalan kedzaliman yang akan
kita tempuh ataukah jalan kebaikan yang akan kita tempuh saat menjadi khalifah
di muka bumi.
3. Hati Jadi Tertutup. Hati dikunci mati oleh Allah SWT
merupakan hadiah atau hukuman bagi manusia yang tidak dapat mendayagunakan
Hubbul atau mempergunakan Hubbul dengan cara yang tidak baik lagi tidak
bermanfaat. Kenapa Allah SWT sampai menutup mati hati manusia?
Allah SWT melakukan hal tersebut dikarenakan manusia tidak dapat memberlakukan
sesuatu yang baik lagi bermanfaat yang berasal dari Allah SWT guna menghasilkan
perbuatan yang baik pula. Sebagaimana dikemukakan dalam surat Muhammad (47)
ayat 16 berikut ini: “Dan di antara mereka ada
orang yang mendengarkan perkataanmu sehingga apabila mereka ke luar dari sisimu
mereka berkata kepada orang yang telah diberi ilmu pengetahuan (sahabat-sahabat
Nabi): “Apakah yang dikatakannya tadi?” Mereka itulah orang-orang yang dikunci
mati hati mereka oleh Allah dan mengikuti hawa nafsu mereka. (surat Muhammad
(47) ayat 16). Sebagai contoh Allah SWT
memberikan Hubbul Riasah kepada setiap manusia justru manusia yang menerima
Hubbul Riasah malah menjadi pemimpin yang diktator, pemimpin yang hanya mementingkan
golongan tertentu saja, pemimpin yang kerjanya menyakiti hati rakyat dengan
berbuat kolusi, korupsi dan nepotisme atau pemimpin yang menjadikan diri
Fir’aun Fir’aun generasi baru atau yang menghasilkan Fir’aun-Fir’aun generasi
baru. Jika
ini yang terjadi berarti ada sesuatu yang salah di dalam diri pemimpin dan
kepemimpinannya tersebut. Dan jika anda ingin merasakan nikmat dan enaknya dari
hati yang dikunci mati oleh Allah SWT
sehingga kita kehilangan perasaan maka perlakukanlah Amanah yang 7 dan Hubbul
yang 7 dengan cara-cara yang bertentangan dengan Nilai-Nilai Kebaikan atau
jadikan jasmani sebagai pengendali dan komandan bagi Amanah yang 7 dan Hubbul
yang 7. Selamat bagi yang ingin menikmati kondisi ini, namun jika anda ingin
merasakan nikmatnya bertuhankan kepada Allah SWT melalui hati, tidak ada jalan
lain kecuali mempergunakan dan mendayagunakan Amanah yang 7 dan Hubbul yang 7 sesuai dengan kehendak Allah SWT.
4. Tidak Bisa Ditolong Lagi. Adanya Hubbul di
dalam diri akan menimbulkan adanya Energi dan Dorongan untuk bertindak atau
melakukan suatu usaha tertentu tidak boleh di eksploitasi dengan cara-cara yang
bertentangan dengan Nilai-Nilai Kebaikan. Jika kita sampai melakukannya maka akibat dari itu
semua adalah Allah SWT tidak akan mau memberikan pertolongan dan bantuan kepada
kita atau tidak akan ada seorang penolongpun bagi diri kita. Sebaimana
dikemukakan dalam surat Ar Ruum (30) ayat 29 berikut ini: “Tetapi orang-orang yang zalim, mengikuti hawa nafsunya tanpa ilmu
pengetahuan; maka siapakah yang akan menunjuki orang yang telah disesatkan
Allah? Dan tiadalah bagi mereka seorang penolongpun.”. Selanjutnya agar diri
kita jangan sampai mengalami hal tersebut, berikut ini akan kami kemukakan
ilustrasi sebagai berikut: Bayangkan jika kita seorang diri terapung-apung di
tengah laut hanya berbekal sebuah papan
yang tidak ada seorangpun yang akan menolong padahal kita tidak bisa berenang.
Saat itu kita hanya dapat berharap dan berharap akan datangnya
pertolongan.Kondisi seperti inilah yang akan terjadi pada diri kita jika kita
tidak mau mempergunakan Hubbul dengan baik dan benar sesuai dengan kehendak
Allah SWT.
5. Sama Dengan Binatang
Ternak. Penggunaan
Hubbul yang tidak sesuai dengan Nilai-Nilai Kebaikan tentu akan menghasilkan
karya-karya yang tidak memenuhi Nilai-Nilai Kebaikan pula. Jika sampai diri
kita seperti ini maka diri kita di samakan oleh Allah SWT seperti binatang
ternak. Sekarang atas dasar apakah kita disamakan dengan binatang ternak? Lihatlah binatang
ternak, ia dapat menghasilkan susu, kulit serta bahan wool, akan tetapi
binatang ternak tersebut tidak dapat memperoleh, tidak dapat menikmati hasil
dari apa yang diproduksinya sendiri. Allah SWT berfirman: “Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau
memahami. Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak bahwa mereka
lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu). (surat Al Furqaan (25) ayat
44). Itulah kondisi jika manusia mempergunakan Hubbul dengan cara-cara yang tidak sesuai Nilai-Nilai Kebaikan maka manusia
tersebut selain tidak memperoleh hasil dari upaya yang dilakukannya malah
mendapatkan siksa dari Allah SWT. Sudah susah payah berbuat
sesuatu atau sudah susah payah menghasilkan sesuatu, akan tetapi hasil akhir
dari itu semua lenyap tidak dapat kita nikmati atau justru menjadikan diri kita
pecundang. Selanjutnya sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di muka
bumi, maukah kita disamakan dengan binatang ternak? Jika kita tidak mau dipersamakan
oleh Allah SWT dengan binatang ternak maka perlakukanlah Hubbul yang 7 dan juga
Amanah yang 7 sesuai dengan koridor nilai-nilai kebaikan yang dikehendaki Allah SWT.
6. Menghalalkan Segala Cara. Perbuatan atau
menghalalkan segala cara bukanlah cara yang baik dan yang dibenarkan untuk
mencapai sebuah tujuan. Pencapaian atas
tujuan yang baik harus dilakukan melalui cara-cara yang baik serta dengan niat
yang baik pula sebab jika kita tidak memenuhi konsep tersebut maka hasil akhir
atau tujuan akhir menjadi tidak sesuai dengan kehendak Allah SWT. Jika saat ini kita
sedang melakukan sebuah pencapaian tujuan tertentu maka untuk mencapai tujuan
yang baik tersebut lakukakanlah melalui niat yang baik, melalui cara-cara yang
baik pula sebab itulah cerminan dari
diri kita sendiri saat mempergunakan dan mendayagunakan Hubbul. Allah
SWT berfirman: “Maka apakah orang yang
berpegang pada keterangan yang datang dari Tuhannya sama dengan orang yang
(syaitan) menjadikan dia memandang baik perbuatannya yang buruk itu dan
mengikuti hawa nafsunya? (surat Muhammad (47) ayat 14). Jika diri kita memper-gunakan
Hubbul yang 7 sesuai dengan koridor Nilai-Nilai Kebaikan akan menjadikan diri
kita tenang, sabar serta tawakkal di dalam menjalankan tugas sebagai khalifah
di muka bumi. Akan tetapi jika pilihan kita
di dalam mempergunakan Hubbul di dalam koridor Nilai-Nilai Keburukan maka Allah
SWT tidak akan pernah mempermasalahkan nya, namun hasil akhir dari itu
semua akan menjadi tanggung jawab kita sendiri.
7. Pendusta. Seseorang yang mempergunakan Hubbul di dalam
koridor Nilai-Nilai Keburukan untuk mencapai sebuah tujuan maka cara-cara yang
akan ditempuhnya biasanya melalui dusta, menipu, tipu muslihat, merendahkan
martabat orang lain atau melalui cara-cara yang keluar dari azas kepantasan dan
kepatutan. Jika sampai diri kita berbuat seperti yang kami sebutkan di atas
berarti Hubbul yang kita miliki sudah kita eksploitasi secara tidak benar atau
Nilai-Nilai Syaitani sudah kita jadikan patokan saat mempergunakan Hubbul.
Allah SWT berfirman: “Maka ni’mat Tuhan kamu yang
manakah yang kamu dustakan? (surat Ar Rahmaan (55) ayat 53). Akan tetapi jika kita
ingin mencapai Tujuan hidup yang sesuai dengan kehendak Allah SWT maka jadikan
ruhani sebagai pengendali atau komandan bagi Hubbul yang 7 serta atau jadikan
Nilai-Nilai Ilahiah sebagai patokan saat mempergunakan Hubbul.
8. Melebih-lebihkan
Ibadah atau Bid’ah. Bid'ah
atau melebih-lebihkan Ibadah atau melaksanakan ketentuan Agama di luar Syariat
yang berlaku merupakan, salah satu hasil dari penggunaan Hubbul yang
dikendalikan oleh jasmani atau yang menempatkan Nilai-Nilai Syaitani sebagai
acuan saat mempergunakan Hubbul. Bukanlah sebuah keberhasilan di dalam
mempergunakan Hubbul jika manusia sampai melakukan tindakan melebih-lebihkan
ibadah di luar ketentuan syariat yang berlaku.Allah SWT
berfirman: “Katakanlah: “Hai Ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui
batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikutu hawa
nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan
mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan
yang lurus”.(surat Al Maa-Idah (5) ayat 77). Seseorang baru dapat
dikatakan telah berhasil mempergunakan Hubbul jika ia telah mampu mentaati
aturan syariat yang berlaku serta melaksanakan dan mengamalkan nilai-nilai kebaikan.
9. Lupa akan Shalat. Seseorang yang
mempergunakan Hubbul dengan cara-cara yang diluar batas kepantasan dan
kepatutan akan mengakibatkan orang tersebut lupa akan shalat atau dilupakan
untuk melaksanakan ibadah-ibadah lainnya atau malas serta lalai melaksanakan
ibadah baik yang wajib maupun yang sunnat. Timbulnya sifat lupa atau malas atau
lalai disebabkan manusia tersebut bekerja dan berusaha sesuai dengan koridor
Nilai-Nilai Keburukan. Seseorang yang bekerja di dalam koridor nilai-nilai kKebaikan
tidak akan pernah lupa atau tidak pernah lalai di dalam menjalankan
kewajibannya seperti shalat, puasa, zakat, haji dan perbuatan amal shaleh
lainnya.
Allah SWT berfirman: “Maka
datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan
memperturutkan hawa nafsunya, Maka mereka kelak akan menemui kesesatan. (surat
Maryam (19) ayat 59). Selanjutnya jika di dalam melaksanakan usaha, bekerja,
berkarya nyata, baik sebagai individu atau sebagai kepala rumah tangga, sebagai
pemimpin di dalam kerangka mempergunakan Hubbul yang 7 yang meng-akibatkan diri
kita lupa akan shalat, lupa membayar zakat, lupa membayar shadaqah & jariah
ataupun lalai berbuat baik kepada sesama, ini berarti kita telah gagal memper-gunakan
Hubbul yang telah diberikan oleh Allah SWT secara baik dan benar. Untuk itu
bersiap-siaplah mempertanggung jawabkan semuanya di pengadilan Allah SWT kelak.
10. Pemutar Balik Fakta. Memutar balik fakta
atau melakukan tindakan fitnah atau menyebarluaskan informasi yang tidak benar
merupakan bukti dari kegagalan seseorang di dalam melakukan suatu usaha atau
karya sehingga untuk menutupi kegagalan tersebut maka tindakan itulah yang ia
lakukan. Tindakan memutar balik fakta merupakan cermin dari penggunaan Hubbul,
terutama Hubbul Riasah, di luar azas kepantasan dan kepatutan sehingga
melanggar koridor Nilai-Nilai Kebaikan. Jika seseorang mempergu-nakan
Nilai-Nilai Kebaikan yang bersumber dari Nilai-Nilai Ilahiah maka tindakan
memutar balikan fakta, memfitnah apalagi menyebarkan informasi yang tidak
benar, tidak akan pernah terjadi atau tidak akan pernah dilakukan sebab orang
tersebut telah mempergunakan Nilai-Nilai Ilahiah sebagai pedoman di dalam
menjalankan tugas sebagai khalifah di muka bumi.
Allah SWT berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah
kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah
biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya
ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya, Maka janganlah kamu
mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang adri kebenaran. Dan jika kamu
memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah
adalah Maha Mengetahui segala apa yang
kamu kerjakan. (surat An Nisaa’ (4) ayat 135). Hal yang harus kita
perhatikan adalah seseorang yang berjalan, berusaha dan berkarya di bawah koridor
Nilai-Nilai Kebaikan maka ia akan menjadi pribadi yang bertanggung jawab, ramah, sopan, berilmu,
mau mengakui kesalahan jika bersalah dan mengakui kekalahan jika kalah dalam
suatu kompetisi. Sekarang sudahkah kita bersikap dan melaksanakan hal
tersebut di atas saat menjadi khalifah di muka bumi?
11.
Disamakan dengan Anjing. Maukah anda disamakan
dengan anjing atau dengan binatang? Jika anda mau disamakan dengan anjing
silahkan anda memperlakukan Hubbul yang 7 (dan juga Amanah 7) yang telah
diberikan Allah SWT dengan semena-mena
atau dengan cara-cara yang sesuai dengan koridor Nilai-Nilai Keburukan. Allah SWT
memberikan persamaan atau menyamakan manusia dengan anjing disebabkan manusia
telah sama ulah dan perilakunya dengan anjing yaitu “mencela dan mengolok
orang tanpa tahu mana yang baik dan mana yang buruk”. Apa
buktinya? Perhatikanlah anjing, diberi tulang dimakan, diberi bangkai di makan,
tuan rumah digonggong, tamu digonggong, kemana-mana lidah dijulurkan, semuanya
disamaratakan. Pemimpin yang seperti ini akan merasa dirinya saja yang benar,
kerjanya hanya mengolok-olok dan mencela orang saja tanpa ada alasan yang
jelas, semuanya salah, menuduh orang tanpa alasan yang jelas serta mengeluh sepanjang
waktu. Timbul pertanyaan, siapakah yang meniru anjing atau siapakah yang
meniru manusia? Yang jelas anjing tidak akan meniru manusia, jika anjing
tidak meniru manusia maka yang akan meniru anjing adalah manusia. Adanya
kondisi ini berarti anjing telah dijadikan patokan oleh manusia saat
melaksanakan tugas sebagai khalifah di muka bumi.
Sekarang mari kita perhatikan firman Allah SWT berikut ini: “Dan
kalau Kami menghendaki, sesungguhnya kami tinggikan (derjat)nya dengan
ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya
yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya
diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya
(juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat
Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir. (surat
Al A’raaf (7) ayat 176). Jika ketentuan surat
Al A'raaf (7) ayat 176 ini merupakan penilaian Allah SWT kepada manusia,
alangkah rendahnya manusia sekarang dimata Allah SWT. Kenapa dikatakan rendah? Bayangkan dari makhluk yang terhormat
sekarang jatuh tapai dinilai seperti layaknya anjing oleh Allah SWT. Namun jika tidak mau disamakan atau tidak
mau dinilai seperti anjing, perlakukanlah Hubbul yang 7 (dan juga Amanah yang
7) yang ada di dalam diri kita sesuai dengan koridor nilai-nilai kebaikan yang
sesuai dengan kehendak Allah SWT. Sekarang pilihan, ada pada diri kita
sendiri.
Sebagai penutup bab
ini, sekali lagi kami ingin kemukakan bahwa Hubbul yang 7 (dan juga Amanah yang 7)
bukanlah barang gratisan, yang dapat dipergunakan seenak-nya saja tanpa
mengindahkan aturan main yang berlaku dari Allah SWT. Penggunaan dan
pendayagunaan Hubbul yang 7 (dan juga Amanah yang 7) akan dimintakan
pertanggung jawabannya oleh Allah SWT kelak. Untuk itu sebagai khalifah
di muka bumi sudahkah kita memberlakukan
Hubbul yang 7 secara baik dan benar sesuai dengan Nilai-Nilai Kebaikan, atau
sudahkah Hubbul yang 7 dipergunakan sesuai dengan ukuran atau sesuai dengan
aturan atau sesuai dengan norma-norma hukum Allah SWT yang berlaku?
Selanjutnya sudahkah
kita merasakan dan menikmati serta mensyukuri atas nikmat Hubbul yang 7 yang
telah Allah SWT berikan kepada diri kita sehingga tercermin di dalam perbuatan
baik yang kita lakukan baik untuk diri, keluarga, masyarakat, bangsa dan
negara? Sekarang sudah sejauh mana kita merasakan nikmat serta kedekatan kita
dengan Allah SWT? Mudah-mudahan kita semua termasuk orang-orang yang tahu
bersyukur sehingga dengan itu akan menghantarkan diri kita pulang kampung ke
tempat yang terhormat, dengan cara yang terhormat, untuk bertemu dengan yang Dzat
Yang Maha Terhormat, dalam suasana yang saling hormat menghormati. Amiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar