Saat ini tengah-tengah di masyarakat awam jika
mereka mendengar kata “penjara atau bui”
lalu timbul sebuah bayangan tentang keadaan para penghuninya. Lalu akan terasa
ada suasana yang menakutkan lalu memberikan stigma negatif bahwa orang-orang
yang pernah masuk penjara adalah orang-orang yang harus dijauhkan dan tidak
akan bisa menjadi orang yang baik di tengah masyarakat.
Padahal para wargabinaan yang pernah masuk
penjara atau yang sedang di dalam penjara adalah orang-orang yang masih
memiliki kesempatan ke dua yang diberikan oleh Allah SWT. Hal ini sebagaimana
firman-Nya berikut ini: “Tetapi barangsiapa bertobat setelah
melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima
tobatnya. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (surat Al Maaidah (5)
ayat 39).” Jika Allah SWT saja
masih memberikan kesempatan kedua kepada wargabinaan, justru kenapa masyarakat awam tidak berkenan menerima keberadaan wargabinaan
setelah mereka menjalani hukuman di dalam penjara. Inilah ironi yang sering terjadi
di tengah-tengah masyarakat dimana Allah SWT memberikan kesempatan namun
manusia menolak untuk memberikan kesempatan ke dua kepada eks wargabinaan.
Di lain sisi, jika kita mau mempelajari dengan
seksama apa yang dikemukakan dalam surat
Ar Ra'd (13) ayat 11 berikut ini: “Bagi
manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di
belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah[767]. Sesungguhnya Allah
tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan[768] yang
ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap
sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada
pelindung bagi mereka selain Dia. (surat Ar Ra'd (13) ayat 11)”.
[767] Bagi
tiap-tiap manusia ada beberapa Malaikat yang tetap menjaganya secara bergiliran
dan ada pula beberapa Malaikat yang mencatat amalan-amalannya. dan yang
dikehendaki dalam ayat ini ialah Malaikat yang menjaga secara bergiliran itu,
disebut Malaikat Hafazhah.
[768] Tuhan
tidak akan merobah Keadaan mereka, selama mereka tidak merobah sebab-sebab
kemunduran mereka.
Ayat di atas mengemukakan bahwa Allah SWT
berkehendak untuk mengubah nasib seseorang sepanjang orang tersebut ingin
berubah dengan merubah apa-apa yang ada pada dirinya sendiri. Katakan, dari
malas menjadi rajin; dari jiwa fujur ke jiwa taqwa; dari melanggar ketentuan
menjadi taat aturan; dan lain sebagainya. Allah SWT memberikan kesempatan ini karena Allah SWT adalah Maha Pemaaf
sehingga dengan Maaf-Nya tersebut maka para wargabinaan masih mempunyai kesempatan
ke dua untuk memperbaiki diri sehingga dapat pulang kampung ke syurga atau masih
memiliki kesempatan untuk sesuai dengan kehendak Allah SWT.
Hal yang harus kita
perhatikan adalah bahwa kesempatan kedua yang diberikan oleh Allah SWT kepada
siapapun hanya berlaku sebelum ruh dipisahkan oleh Malaikat Izrail dengan jasmani
dan itupun harus dalam kondisi beriman. Untuk itu manfaatkanlah kesemapatan
yang telah diberikan oleh Allah SWT ini dengan sebaik mungkin sebab jika
Malaikat Izrail sudah datang maka ia tidak akan pernah gagal melaksanakan
tugasnya.
Mengajar wargabinaan awalnya bukanlah
cita-cita kami, melainkan hasil dari doa yang kami panjatkan kepada Allah SWT
yang intinya adalah: “Ya Allah, tambahi
jam mengajarku yang ada saat ini”. Saat itu kami hanya mengajar satu minggu
satu kali, lalu doa di atas yang kami kemukakan, akhirnya dikabulkan oleh Allah
SWT dengan jalan yang diluar nalar, hingga suatu ketika di bulan Juli 2016 kami
datang ke Elcipi untuk menyumbangkan 10 (sepuluh) buah AlQuran dan setelah
AlQuran diterima kamipun bertanya apa boleh menyumbangkan buku-buku agama dan
buku-buku motivasi lainnya walaupun dalam kondisi bekas. Kami dipersilahkan
untuk menyumbangkan buku-buku lainnya walaupun buku bekas dengan catatan bukan
buku tentang terorisme dan bukan pula buku pornograpi dan akhirnya kami sempat
dua kali menyumbangkan buku-buku dimaksud ke Elcipi di seputaran bulan Agustus
2016 dan awal September 2016.
Dan setelah itu barulah kami diberikan
tantangan untuk mengajar di kelas khusus, di tempat khusus yang diistilahkan
dengan “mengajar tingkat dua”, yaitu mengajar ilmu ketauhidan khusus untuk para wargabinaan
yang ada di Elcipi sepanjang yang bersangkutan mau mengikuti kajian di dalam
masjid. Akhirnya disekitar bulan September 2016 kami diperkenankan untuk
mengajar dan pada saat kami mulai mengajar terjadi apa yang dinamakan campur
baur perasaan. Ada rasa takut, ada rasa berani, ada rasa tidak tenang, dan yang
terjadi adalah sesaat mau berangkat motor yang akan kami kendarai mogok, lalu
perut merasa mulas dan mual dan seterusnya. Namun karena kuatnya tekad untuk
mengajar mampu mengalahkan itu semua.
Lalu kamipun memulai mengajar dengan perasaan
takut dan juga gemetar serta suara yang tidak jeas, akan tetapi melihat jamaah
wargabinaan yang cukup antusias akhirnya rasa takut dan gemetar mulai hilang
dan suasana menjadi lebih nyaman. Karena apa yang kami kemukakan dapat diterima
dengan baik oleh para wargabinaan yang hadir. Akhirnya melalui proses belajar
dan mengajar di kelas khusus dan di tempat khusus terutama di masjid yang ada
di Elcipi maka tidak berlebihan jika kami berpendapat bahwa:
1. Wargabinaan adalah
saudara-saudara kita juga yang harus kita beri perhatiaan secara khusus pula, agar
mereka semua dapat kembali ke jalan yang benar dan tidak pernah balik lagi menjadi
wargabinaan di sisa usia yang ada pada diri wargabinaan.
2. Wargabinaan adalah
saudara kita juga yang pernah mengalami tersesat jalan sehingga ia melanggar
ketentuan negara yang berlaku. Sehingga kita harus bisa menyadarkan hal ini dan
apa jadinya jika kita justru mengabaikan mereka dan langsung memberikan stempel
penjahat selamanya tanpa pernah memberikan kesempatan kepada wargabinaan untuk
taubat.
3. Wargabinaan adalah
orang-orang yang sedang menjalani dan merasakan langsung hasil karya nyata dari
perbuatannya sendiri yang melanggar ketentuan hukum negara dengan menjalani
hukuman dalam penjara. Adanya kondisi ini maka wargabinaan harus diberi kesempatan
untuk memperbaiki diri melalui peran aktif para pengajar yang konsisten di
dalam mengajar.
4. Wargabinaan adalah
orang-orang yang membutuhkan pengajaran, pencerahan setelah mereka mengalami
suatu periode hidup yang tidak mengenakkan akibat melanggar ketentuan hukum
negara sehingga hidup mereka terpisah dari keluarga, aktivitas mereka dibatasi
oleh tembok dan aturan yang ketat. Walaupun demikian, kami berusaha
menyampaikan kepada wargabinaan bahwa yang terhalang oleh tembok hanyalah
jasmani belaka. Namun khusus untuk ruhani (ruh) tidaklah dibatasi oleh tembok.
Ruh dalam posisi bebas sepanjang wargabinaan mau beribadah kepada Allah SWT
tanpa harus dibatasi oleh tembok.
Adanya 4 (empat) buah keadaan dari
wargabinaan yang kami kemukakan di atas, sudah sepantasnya eks wargabinaan dan
juga wargabinaan kita rangkul agar kehidupan mereka menjadi lebih baik setelah
menjalani hukuman di penjara dan tidak pernah kembali lagi menjadi wargabinaan.
Akhirnya melalui buku ini, kami berharap ada banyak orang-orang yang mau menghibahkan waktunya minimal seminguu satu kali untuk mengajar, membimbing dan juga memotivasi wargabinaan yang masih ada di lapas-lapas ataupun di rutan-rutan yang ada di seluruh Indonesia. Ayo segera wakafkan waktu, tenaga, pikiran serta keuangan diri kita untuk kebaikan bersama terutama bagi wargabinaan dan juga kepada eks wargabinaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar