2. Hubbul Riasah Yang
Sudah Tidak Fitrah. Berikut ini akan kami kemukakan kondisi dari
keinginan untuk memimpin yang sudah
tidak sesuai dengan nilai-nilai kebaikan atau kondisi keinginan untuk memimpin
yang di dalam pelaksanaannya sudah dikendalikan atau di bawah pengaruh
sifat-sifat dasar Jasmani atau jasmani sudah menguasai keinginan untuk
memimpin. Adapun keinginan untuk memimpin yang sudah tidak fitrah lagi dapat
kami kemukakan sebagai berikut:
a. Takabur. Pemimpin dan kepemimpinan yang
dilaksanakan di dalam koridor Nilai-Nilai Kebaikan atau keinginan untuk
memimpin yang dikendalikan oleh sifat-sifat dasar ruhani, tidak akan pernah
menjadikan atau menghasilkan pemimpin atau kepemimpinan yang mempunyai sifat
takabur, sombong, riya, tidak mau mengalah hanya mau menang sendiri dst atau
menjadikan diri atau orang lain menjadi Fir’aun-Fir’aun generasi baru. Jika hal
ini yang terjadi setelah mempergunakan keinginan untuk memimpin berarti kita
telah mengeksploitasi secara tidak benar dan telah keluar dari rel kebenaran
atas kepemilikan Hubbul Riasah yang ada di dalam diri. Hal ini sebagaimana
dikemukakan oleh Allah SWT dalam firman-Nya: “Sesungguh-nya orang-orang yang mendustakan
ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali tidak akan
dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka masuk surga,
hingga unta masuk ke lobang jarum. Demikianlah Kami memberi pembalasan kepada
orang-orang yang berbuat kejahatan. (surat Al A’raaf (7) ayat 40).” dan juga berdasarkan surat Az Zumar (39) ayat
60 berikut ini: ““Dan pada hari kiamat
kamu akan melihat orang-orang yang berbuat dusta terhadap Allah, mukanya
menjadi hitam. Bukankah dalam neraka Jahannam itu ada tempat bagi orang-orang
yang menyombongkan diri? (surat Az Zumar (39) ayat 60).” Selanjutnya adakah akibat yang ditimbulkan dari sikap Takabur, Sombong
dan Riya kepada diri kita? Allah SWT melalui surat Al A’raaf (7) ayat 40 dan
surat Az Zumar (39) ayat 60 menyatakan dengan tegas tidak akan memberikan
tempat sedikitpun bagi mereka untuk masuk ke dalam pintu langit maupun pintu
syurga sebelum unta masuk ke dalam lubang jarum sebab tempat mereka adalah
Neraka Jahannam.
b. Mulut Manis Hati Busuk. Penggunaan energi dan dorongan dari keinginan un-tuk memimpin tidak boleh
menjadikan diri kita mulut manis hati busuk, jauh panggang dari api, serta
bentuk manis kualitas hancur. Jika sampai kondisi ini terjadi pada diri kita
maka ketentuan hadits yang kami kemukakan di bawah ini berlaku kepada diri
kita. Nabi SAW bersabda: “Akan datang sesudahku penguasa-penguasa yang memerintahmu. Di atas
mimbar mereka memberi petunjuk dan ajaran dengan bijaksana, tetapi bila telah
turun mimbar mereka melakukan tipu daya dan pencurian. Hati mereka lebih busuk
dari bangkai. (Hadits Riwayat Ath Thabarani). Adanya kondisi yang kami kemukakan di atas menunjukkan kepada diri kita
bahwa bangkai saja bisa lebih baik dari diri kita dan jika sekarang hati kita
lebih busuk dari bangkai berarti bersiap-siaplah menanggung segala resiko atas
penggunaan Hubbul Riasah kepada Allah SWT.
c. Keras Hati. Penggunaan energi
dan dorongan dari keinginan untuk memimpin jika dipergunakan di dalam koridor
Nilai-Nilai Kebaikan yang masih fitrah tidak akan menjadikan dan membuat diri
kita baik langsung ataupun tidak langsung mempu-nyai sifat yang keras hati atau
mempunyai sifat bebal atau mempunyai sifat kepala batu. Hal ini dikarenakan
Nilai-Nilai kebaikan akan membuat manusia memiliki hati yang riang, bermuka
manis serta selalu bersahaja kepada siapapun dan selalu memberikan manfaat bagi
sesama manusia.
d. Dzalim. Sifat Dzalim atau
berperilaku yang tidak manusiawi tidak akan pernah terjadi jika kita
mempergunakan dan mendayagunakan dengan baik keinginan untuk memimpin dalam
koridor Nilai-Nilai Kebaikan yang sesuai dengan kehendak Allah SWT. Akan tetapi
pemimpin atau kepemimpinan yang kita lakukan justru menghasilkan sifat dan perbuatan dzalim ini
berarti diri kita telah mempergunakan Nilai-Nilai Syaitani sebagai acuan dasar
saat menjadi khalifah di muka bumi. Allah SWT berfirman: Jika kamu (pada perang Uhud)
mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itupun (pada perang Badar)
mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami
pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya
Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan supaya
sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai
orang-orang yang zalim. (surat Ali ‘Imran (3) ayat 140). Sifat dzalim dan perilaku dzalim sangat tidak disukai oleh Allah SWT dan neraka
Jahannam-lah tempat kembali mereka semua. Hal yang tidak akan mungkin terjadi
adalah jika kita memiliki sifat dan perilaku dzalim dapat menghantarkan diri
kita pulang ke kampung kebahagiaan.
e. Durhaka kepada Ibu Bapak. Perilaku pemimpin yang baik yang sesuai dengan ketentuan Allah SWT adalah
pemimpin yang berbakti kepada Ibu Bapak. Pemimpin yang dapat berbakti kepada
ibu dan bapak berarti pemimpin tersebut tahu dari mana ia berasal dan tahu
bagaimana ia harus bersikap kepada ibu bapak. Jika ini yang anda lakukan
setelah anda menjadi pemimpin maka anda telah mendapatkan ridha Allah SWT
melalui ridha orang tua dan juga berarti bahwa anda telah memberikan kuasa
kepada ruhani untuk menjadi komandan atas keinginan untuk memimpin. Hal ini
dikemukakan oleh Allah SWT dalam firman-Nya, “Dan Tuhanmu telah
memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu
berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di
antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu,
maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan
janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang
mulia. (surat Al Israa’ (17) ayat 23)
Hal yang harus kita perhatikan adalah sepanjang ruhani menjadi penguasa
atas keinginan untuk memimpin yang dilandasi pelaksanaan ibadah ikhsan sebagai
satu kesatuan pelaksanaan Diinul Islam secara kaffah, tidak akan menghasilkan pemimpin
dan kepemimpinan yang durhaka kepada ibu bapak seperti “Malin Kundang” yang durhaka kepada ibunya serta tidak akan menja-dikan pemimpin yang durhaka kepada
rakyatnya, dikarenakan pemimpin tersebut selalu melaksanakan nilai-nilai kebaikan
yang berasal dari Nilai-Nilai Ilahiah.
f. Pemalas. Seorang Pemimpin di dalam melaksanakan kepemimpinannya tidak akan sukses
jika yang bersangkutan dihinggapi atau dijangkiti atau mempunyai sifat pemalas.
Pemimpin yang baik diharuskan dan diwajibkan mempunyai kedisiplinan yang
tinggi, rajin serta selalu mau belajar dan menjunjung tinggi azas profesionalitas
serta kekeluargaan. Pemalas berasal dari sifat-sifat jasmani dan jika sifat
malas ada di dalam diri pemimpin maka keinginan untuk memimpin yang anda miliki
telah dijajah atau telah dieksploitasi oleh jasmani. Hasil akhir dari
kepemimpinan jenis ini akan menghasilkan pemimpin yang ingin dilayani oleh
rakyatnya sendiri.
g. Kafir. Seorang pemimpin dengan
kepemimpinan yang dilakukannya belum dan tidak dapat dikatakan telah sukses
mempergunakan keinginan untuk memimpin jika menjadikan diri sang pemimpin
menjadi kafir dan juga mengkafirkan orang lain. Contoh dari pemimpin yang kafir
yang juga mengharuskan orang lain menjadi kafir adalah Fir’aun. Dimana Fir’aun
mempergunakan Hubbul Riasahnya di luar kepantasan dan kepatutan sehingga ia
menyatakan bahwa dirinya adalah Tuhan dan orang lain diharuskan untuk
mempertuhankan dirinya. Allah SWT berfirman: “Dan jika (ada
sesuatu) yang kamu herankan, maka yang patut mengherankan adalah ucapan mereka:
“Apabila kami telah menjadi tanah, apakah kami sesungguhnya akan (dikembalikan)
menjadi makhluk yang baru?” Orang-orang itulah yang kafir kepada Tuhannya; dan
orang-orang itulah (yang dilekatkan) belenggu di lehernya; maka itulah penghuni
neraka, mereka kekal di dalamnya.(surat Ar Ra’d (13) ayat 5). Selanjutnya dengan adanya keinginan untuk memimpin yang ada pada diri
kita, tidak boleh serta tidak dapat pula dibenarkan jika kita sampai menghasilkan Fir’aun-Fir’aun generasi baru
yang bertindak tanpa tahu malu, yang bertindak diluar koridor hukum yang
berlaku, yang bertindak melebihi umat-umat terdahulu yang telah dihancur
luluhlantahkan oleh Allah SWT sehingga merasa lebih hebat dan lebih kuat
daripada Allah SWT.
Allah SWT berfirman: “Kerajaan yang hak pada hari itu adalah
kepunyaan Tuhan Yang Maha Pemurah. Dan adalah (hari itu), satu hari yang penuh
kesukaran bagi orang-orang kafir.(surat Al Furqaan (25) ayat 26). Jika kita sampai
menghasilkan Fir’aun-Fir’aun generasi baru yang berasal dari penggunaan energi
dan dorongan atas keinginan untuk memimpin maka kita telah gagal mendayagunakan
Hubbul Riasah di dalam koridor Nilai-Nilai Kebaikan atau kita telah menyerahkan
kekuasaan dan pengelolaan Hubbul Riasah kepada jasmani. Hasil akhir dari ini
semua akan menghantarkan diri kita ke neraka Jahannam.
Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di muka bumi yang saat
ini sedang mempergunakan Hubbul Riasah (keinginan untuk memimpin), ada satu hal
yang harus kita perhatikan saat hidup di dunia ini, yaitu Allah SWT tidak
membutuhkan apapun juga dari penggunaan dan pendayagunaan Hubbul Riasah sebab
Allah SWT sudah Maha dan akan Maha selamanya. Allah SWT
tidak memperdulikan apakah Hubbul Riasah mau dipergunakan dengan cara-cara
Ilahiah ataukah mau dipergunakan dengan cara-cara syaitani, yang pasti adalah
Allah SWT akan meminta pertanggungjawaban dari Hubbul Riasah yang ada pada diri kita selama diri kita menjadi hambaNya yang juga khalifahNya di muka
bumi.
Saat ini sampai
dengan ruh belum berpisah dengan jasmani, di dalam diri kita sudah ada tujuh
Hubbul, tahukah kita berapa komposisi masing-masing Hubbul yang ada pada diri
kita? Hanya
Allah SWT sajalah yang paling tahu berapa komposisi masing-masing Hubbul yang ada di dalam
diri kita. Samakah komposisi masing-masing Hubbul manusia? Komposisi dari
masing-masing Hubbul antara satu manusia dengan manusia lainnya berbeda-beda. Adakah
pengaruh perbedaan Hubbul di antara sesama manusia? Adanya perbedaan Hubbul akan menjadikan
masyarakat menjadi dinamis dikarenakan dengan adanya perbedaan ini akan
melahirkan minat-minat yang berbeda atau bakat-bakat yang berbeda, yang pada
akhirnya akan memudahkan masyarakat melaksanakan kehidupan sosial.
Sekarang dapatkah
Hubbul (kecintaan atau kecenderungan) dihilangkan dalam diri? Hubbul yang
ada di dalam diri manusia merupakan sunnatullah yang harus kita terima sehingga
Hubbul tidak boleh dihilangkan atau ditiadakan sehingga habis di dalam diri.
Hubbul harus tetap ada dan terpelihara di dalam diri, gunakan, dayagunakan
Hubbul sebaik mungkin tetapi jangan sampai membayakan apalagi menghancurkan
diri kita atau dengan kata lain Hubbul harus seperti api yang menyala,
terangnya kita gunakan tetapi api tersebut tidak boleh membakar diri kita
sendiri. Sekarang apa jadinya jika manusia tidak memiliki Hubbul?
Kehidupan manusia akan menjadi monoton, lambat, tidak ada aktivitas yang
berarti, yang pada akhirnya akan menggagalkan program penghambaan dan program kekhalifahan
di muka bumi yang telah direncanakan oleh Allah SWT.
Sebagai abd’
(hamba)-Nya yang juga sekaligus khalifah-Nya di muka bumi, mari kita perdalam
lagi pembelajaran tentang Hubbul ini dengan sebaik mungkin. Untuk itu akan kami
kemukakan beberapa pertanyaan berikut ini:
1.
Dimanakah Hubbul Diletakkan oleh Allah SWT?. Hubbul diletakkan oleh Allah SWT di dalam
diri manusia sehingga Hubbul akan mengisi keseluruhan jasmani dan ruh manusia.
Adanya kondisi ini berarti Hubbul dapat dipergunakan baik oleh jasmani maupun ruh
manusia. Selanjutnya Hubbul yang ada di dalam diri manusia akan menjadi mesin penggerak atau
akan menjadi energi pendorong bagi manusia untuk melakukan sesuatu untuk
kepentingan manusia itu sendiri, atau untuk menunjukkan jati diri seseorang
melalui aktivitas-aktivitas yang dilakukannya seperti memimpin, memuji dan
dipuji, belajar dan mempelajari ilmu dan pengetahuan, mencari nafkah, berkumpul
atau berorganisasi dan juga menikah. Adanya
Hubbul di dalam diri akan mendorong manusia berbuat sesuatu, melakukan sesuatu,
memperlihatkan sesuatu kepada khalayak bahwa ia ada di dalam masyarakat
sehingga terjadilah interaksi di antara masyarakat dan melalui Hubbul pula akan
diketahui bakat seseorang atau kecenderungan seseorang atau pola tingkah laku
seseorang sehingga kita tahu bagaimana menangani orang tersebut atau
mengantisipasi orang tersebut atau kita tahu bagaimana harus bersikap
menghadapi orang lain yang mempunyai kecenderungan atau memiliki tingkat Hubbul
tertentu.
Hubbul tidak dapat dihilangkan atau tidak boleh
dibuang layaknya barang bekas yang sudah tidak terpakai lagi atau habis manis
sepah dibuang.
Hubbul harus dipergunakan atau harus didayagunakan oleh setiap manusia untuk
keperluan (kemaslahatan) manusia itu sendiri termasuk di dalamnya untuk
kepentingan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Manusia tidak boleh merusak, tidak boleh mengkebiri,
tidak boleh mengkambing hitamkan, tidak boleh menganak-emaskan serta tidak
diperkenakan untuk mengeksploi-tasi
Hubbul di luar nilai-nilai kebaikan. Untuk
itu Hubbul yang ada di dalam diri manusia wajib dipelihara, wajib dijaga, wajib
didayagunakan sesuai dengan ukuran-ukuran atau aturan-aturan atau norma-norma
yang berlaku di dalam kerangka mensukseskan manusia menjadi abd’ (hamba)-Nya
yang juga khalifah-Nya di muka bumi yang sesuai dengan kehendak Allah. Hal
yang harus kita perhatikan adalah Allah SWT akan meminta pertanggungjawaban kepada
setiap manusia, tanpa terkecuali termasuk diri kita, atas penggunaan Hubbul
saat diri kita hidup di dunia.
2. Adakah Hubungan Hubbul Dengan Jasmani dan Ruh?.
Jasmani
dan juga Ruh mempunyai hubungan yang sangat erat dengan Hubbul yang ada di
dalam diri manusia. Hal ini dikarenakan Hubbul baru dapat dipergunakan atau
baru dapat didayagunakan sebagai energi pendorong jika jasmani dan ruh masih
bersatu. Atau dengan kata lain hanya pada
saat manusia hidup di muka bumi sajalah Hubbul dapat dipergunakan baik oleh
jasmani maupun oleh ruhi. Hal yang harus kita ketahui dengan pasti adalah penggunaan atau pemakaian
atau pendayagunaan dari Hubbul oleh jasmani maupun oleh ruh akan memberikan
dampak yang sangat berlawanan baik ditinjau dari sisi tata cara penggunaan
Hubbul maupun dari hasil akhir dari penggunaan Hubbul.
Hubbul jika
dipergunakan, dimanfaatkan serta didayagunakan oleh jasmani maka hasil akhir
dari penggunaan Hubbul akan sesuai dengan nilai-nilai keburukan yang berasal
dari sifat dasar alam atau sesuai dengan sifat alamiah jasmani yang paling
dikehendaki syaitan. Sedangkan jika Hubbul
dipergunakan, didayagunakan oleh ruh maka hasil akhirnya akan sesuai
dengan nilai-nilai kebaikan. Adanya kondisi ini menunjukkan kepada diri kita
bahwa pilihan
untuk menjadikan ruhani atau jasmani menjadi komandan bagi Hubbul ada pada diri
kita sendiri sehingga hasil akhirnya pun diri kita sendiri pula yang akan
merasakannya.
Sekarang ada pertanyaan
baru, ke manakah perginya Hubbul setelah ruh berpisah dengan jasmani? Setelah
berpisahnya jasmani dengan ruh maka Hubbul sebagai perhiasan bagi manusia saat
hidup di dunia hilang seiring dengan tibanya kematian (Hubbul tidak ikut
siapa-siapa). Jasmani
akan pulang ke pekuburan tanpa membawa serta Hubbul atau jasmani akan kembali
ke tanah tanpa membawa apa-apa kecuali kain putih. Sedangkan Ruh pulang ke alam
barzah untuk menunggu waktu mempertang-gungjawabkan
segala penggunaan dan pendayagunaan Amanah yang 7 dan Hubbul yang 7 dihadapan Allah
SWT. Jika ini yang akan
terjadi pada diri kita, sudahkah kita mempersiapkan diri sebaik mungkin untuk proses
mempertanggungjawabkan segala perbuatan yang telah kita lakukan dihadapan Allah
SWT?
3. Adakah
Hubungan Antara Hubbul Dengan Amanah Yang 7 sebagai Modal Dasar Manusia?. Hubbul serta Amanah yang
7 merupakan pemberian Allah SWT atau sesuatu yang berasal dari Allah SWT yang
diberikan kepada setiap manusia baik laki-laki maupun perempuan sebagai alat
bantu atau sarana bagi manusia untuk melaksanakan tugas sebagai khalifah di
muka bumi. Jika
Hubbul dan Amanah yang 7 asalnya dari Allah SWT maka dapat dipastikan Hubbul
dan Amanah yang 7 pasti sesuatu yang baik dan bermanfaat serta berdayaguna
tinggi bagi kepentingan hidup dan kehidupan manusia sepanjang keduanya
dipergunakan, dimanfaatkan, didayagunakan di dalam koridor nilai-nilai kebaikan.
Jika ini yang terjadi maka akan dapat menghantarkan diri kita bahagia dunia dan
akhirat.
Demikian pula sebaliknya jika keduanya
dipergunakan, dimanfaatkan, didayagunakan di dalam koridor nilai-nilai keburukan
maka hasilnya akan sesat lagi menyesatkan manusia yang pada akhirnya akan dapat
menghantarkan diri kita menempuh hidup baru bersama syaitan di neraka Jahannam. Selanjutnya adakah
hubungan antara Amanah yang 7 dengan Hubbul
yang 7 yang ada di dalam diri manusia? Amanah yang 7 dan Hubbul yang 7 mempunyai hubungan yang erat, kait
mengkait baik langsung maupun tidak langsung dimana dari hasil dayaguna atau
hasil olahan antara Hubbul yang 7 dan Amanah yang 7 tersebut akan menghasilkan
sesuatu yang baik maupun yang tidak baik atau akan menjadikan diri kita sesuai
dengan kehendak Allah SWT atau menjadikan diri kita sesuai dengan kehendak
syaitan.
Adanya kondisi dan ketentuan
baik atau buruk, sesuai kehendak Allah
SWT atau sesuai kehendak syaitan akan sangat tergantung siapakah yang
mengendalikan atau siapakah yang menjadi komandan bagi Hubbul yang 7 dan Amanah
yang 7 tersebut.Jika ruh yang menjadi komandan maka hasilnya sesuai dengan
Nilai-Nilai Kebaikan yang dikehendaki Allah SWT. Sedangkan jika jasmani menjadi
komandan maka hasilnya sesuai dengan Nilai-Nilai Keburukan yang dikehendaki syaitan.
Untuk itu berhati-hatilah dengan Amanah yang 7 dan juga Hubbul yang 7 dikarenakan apapun hasil akhirnya akan
dimintakan pertanggungjawaban nya oleh Allah SWT.
Selanjutnya
akan kami contohkan 3(tiga) buah kemungkinan kombinasi antara Hubbul yang 7 dengan
Amanah yang 7 yang dapat terjadi pada diri manusia, yaitu:
a. Jika diri kita memiliki Hubbul Riasah tinggi, kemudian
hal ini ditunjang dengan kemampuan Ilmu, Kalam, Pendengaran, Penglihatan serta
Kehendak yang kuat pula maka hasil dari kepemimpinan yang kita lakukan belum
tentu baik hasilnya walaupun kondisi dari bauran Hubbul Riasah dan Amanah yang
7 memungkinkan kita berhasil menjadi seorang pemimpin. Kenapa hal ini bisa
terjadi? Semuanya sangat tergantung
sejauh mana jasmani atau ruh mempengaruhi Hubbul Riasah dan Amanah yang 7. Berikutnya jika sampai jasmani mampu
mengendalikan dan mempengaruhi Hubbul Riasah dan Amanah yang 7 dari pemimpin
tersebut maka kepemimpinannya akan berada di dalam koridor nilai-nilai keburukan.
Sedangkan jika ruh mampu mengendalikan, mampu mempengaruhi Hubbul Riasah dan
Amanah yang 7 dari pemimpin tersebut maka kepemimpinan-nya akan berada di dalam
koridor nilai-nilai kebaikan.
b. Jika kita mempunyai Hubbul Istitlaq yang tinggi yang
kemudian ditunjang dengan kemampuan Ilmu, Kalam, Pendengaran, Penglihatan serta
Kehendak yang kuat pula, secara kasat mata akan dapat menjadikan diri kita
seorang Ilmuwan. Selanjutnya dapatkah diri kita menjadi seorang Ilmuwan yang
sesuai dengan kehendak Allah SWT? Hasilnya sangat tergantung siapa yang mengendalikan atau
siapa yang menjadi komandan atas Hubbul dan Amanah yang 7 tersebut.
c. Jika kita mempunyai Hubbul Maal yang tinggi yang kemudian
ditunjang de-ngan kemampuan Ilmu, Kekuatan, serta Kehendak yang kuat, secara kasat mata akan menjadikan
diri kita seorang milyarder atau kita akan memiliki harta dan kekayaan yang
melimpah. Sekarang apakah milyarder atau harta kekayaan yang melimpah tersebut
secara otomatis memenuhi koridor Nilai-Nilai Kebaikan? Semuanya sangat tergantung siapa yang mengendalikan atau siapa yang
menjadi komandan bagi Hubbul dan Amanah yang 7 tersebut.
Hal
yang harus kita perhatikan adalah sepanjang milyarder dapat menjadikan diri
kita menjadi seorang yang dermawan atau harta kekayaan yang kita miliki melanggar ketentuan halal dan haram, berarti
diri kita telah salah di dalam mempergunakan Hubbul Maal dan Amanah yang 7. Amanah yang 7 dan Hubbul yang 7 merupakan
anugerah yang diberikan oleh Allah SWT kepada setiap manusia tanpa terkecuali.
Sebagai sebuah Anugerah dari Allah SWT dapat dipastikan baik Amanah 7 dan Hubbul
yang 7 adalah baik
lagi bermanfaat. Akan tetapi jika sesuatu yang baik lagi bermanfaat tidak menghasilkan
sesuatu atau tidak dapat menjadikan diri manusia baik lagi bermanfaat sesuai
dengan koridor pemilik Amanah 7 dan juga Hubbul yang 7 maka berhati-hatilah di
dalam mempergunakan Amanah yang 7 dan juga Hubbul yang 7 sebab akan dimintakan
pertanggung jawabannya oleh Allah SWT kelak.
4. Adakah Hubungan Hubbul Dengan Asmaul Husna?. Setiap manusia pasti
memiliki Hubbul, yang terdiri dari Hubbul Syahwat (Ingin Berhubungan Dengan
Lawan Jenis), Hubbul Hurriyah (Ingin Bebas), Hubbul Istitlaq (Ingin Tahu),
Hubbul Jam’i (Ingin Berkumpul), Hubbul Maal (Ingin Harta Kekayaan), Hubbul
Maadah (Ingin Dipuji) dan Hubbul Riasah (Ingin Jadi Pemimpin). Hubbul diberikan
oleh Allah SWT sebagai sebuah perhiasan bagi manusia guna mensukseskan, guna
memudahkan manusia menjadi abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di muka
bumi. Lalu adakah hubungan antara Hubbul
yang kita miliki dengan perbuatan-perbuatan Allah SWT yang berjumlah 99
(sembilan puluh sembilan) seperti yang termaktub dalam Asmaul Husna? Hubbul
yang ada pada diri manusia tidak dapat dipisahkan dengan Af’al atau perbuatan-perbuatan
Allah SWT yang berjumlah 99 (sembilan puluh sembilan) seperti yang termaktub
dalam Asmaul Husna. Apa buktinya?
a. Lihat dan perhatikanlah Hubbul Syahwat (Keinginan
untuk Berhubungan Dengan Lawan Jenis)
yang keberadaannya tidak dapat dipisahkan dengan perbuatan Ar Rakhman dan Ar
Rahiem yang dimiliki oleh Allah SWT sehingga tidak berlebihan jika Hubbul
Syahwat dikatakan sebagai tetesan dari Ar Rakhman dan Ar Rahiem yang dimiliki Allah SWT.
b. Lihatlah Hubbul Hurriyah (Ingin Bebas) yang keberadaannya
tidak dapat di pisahkan dengan Al Aziz
dan Al Jabbar yang dimiliki Allah SWT sehingga tidak berlebihan jika Hubbul
Hurriyah dikatakan sebagai tetesan dari Al Aziz dan Al Jabbar yang dimiliki
Allah SWT.
c. Lihatlah Hubbul Istitlaq (Ingin Tahu) yang keberadaannya
tidak dapat di pisahkan dengan Al 'Aliem dan Ar Rasyid yang dimiliki Allah SWT
sehingga tidak berlebihan jika Hubbul Istitlaq dikatakan sebagai tetesan dari
Al 'Aliem dan Ar Rasyid yang dimiliki Allah SWT.
d. Lihatlah Hubbul Jam’i (Ingin Berkumpul) yang
keberadaannya tidak dapat dipisahkan dengan Al Jaami’ yang dimiliki Allah SWT sehingga tidak berlebihan jika
Hubbul Jam'i dikatakan sebagai tetesan dari Al Jaami’ yang dimiliki Allah SWT.
e. Lihatlah Hubbul Maal (Ingin Harta Kekayaan) yang
keberadaannya tidak dapat dipisahkan dengan Ghoniyy, Al Waajid dan Al Mughniy
yang dimiliki oleh Allah SWT sehingga tidak berlebihan jika Hubbul Maal
dikatakan sebagai tetesan Al Ghoniyy, Al Waajid dan Al Mughniy yang dimiliki
Allah SWT.
f. Lihatlah Hubbul Maadah (Ingin Dipuji) yang keberadaannya
tidak dapat dipisahkan dengan Al Hamid yang dimiliki Allah SWT sehingga tidak
berlebihan jika Hubbul Maadah dikatakan sebagai tetesan Al Hamid yang dimiliki
Allah SWT.
g. Lihatlah Hubbul Riasah (Ingin Jadi Pemimpin) yang
keberadaannya tidak dapat dipisahkan dengan Al Maalik yang dimiliki oleh Allah
SWT sehingga tidak berlebihan jika Hubbul Riasah dikatakan sebagai tetesan Al
Maalik yang dimiliki Allah SWT.
Sebagai abd’
(hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di muka bumi sudahkah kita mendayagunakan
Hubbul sesuai dengan kriteria pemilik Asmaul Husna? Jika sampai diri kita mendayagunakan Hubbul
tidak sesuai dengan kebesaran dan kemahaan Allah SWT sehingga belum
mencerminkan kebesaran dan kemahaan Allah SWT yang termaktub dalam nama-namaNya
yang indah lagi baik berarti apa yang kita lakukan belum sesuai dengan kehendak
Allah SWT. Untuk itu bersiap-siaplah untuk memper-tanggungjawabkan
itu semua dihadapan Allah SWT dikarenakan apa yang diberikan oleh Allah SWT
bukanlah barang gratisan yang bisa seenaknya kita pergunakan tanpa menghiraukan
Allah SWT selaku pemberi Hubbul.
5. Adakah
Hubungan Hubbul Dengan Kekhalifahan Manusia Di Muka Bumi?. Khalifah adalah pengatur, pemelihara, penjaga, pengayom, pengawas
terhadap apa-apa yang telah Allah SWT ciptakan di muka bumi. Adanya khalifah di
muka bumi, maka khalifah tersebut secara tidak langsung adalah pelaksana
tugas-tugas sehari-hari Allah SWT atau perpanjangan tangan Allah SWT (Ex
Officio Allah SWT) di muka bumi dengan demikian akan terciptalah kedamaian dan
akan terciptalah ketentraman di muka bumi oleh sebab adanya khalifah. Jika ini
yang harus dilakukan oleh manusia, berarti untuk menjadi khalifah yang baik dan
benar maka kita harus memiliki atau mempersiapkan hal-hal sebagai berikut :
a. Ilmu yang tidak dapat dipisahkan dengan Hubbul Istitlaq.
b. Pemimpin atau Kepemimpinan yang tidak dapat dipisahkan dengan Hubbul
Riasah.
c. Keuangan atau Kemampuan Finansial yang tidak dapat dipisahkan dengan
Hubbul Maal.
d. Kelompok atau Jamaah yang tidak dapat dipisahkan dengan Hubbul Jam'I
dikarenakan manusia adalah makhluk sosial.
e. Aktualisasi Diri yang tidak dapat dipisahkan dengan Hubbul Maadah.
f. Kebebasan untuk bertindak yang
tidak dapat dipisahkan dengan Hubbul Hurriyah.
Sekarang dapatkah kita melaksanakan fungsi kekhalifahan dengan baik dan
benar jika tidak ada Hubbul atau Keinginan di dalam diri? Hubbul mutlak diperlukan bagi manusia untuk memudahkan manusia
melaksanakan tugas sebagai khalifah di muka bumi. Akan tetapi dengan Hubbul
saja belum tentu dapat menjadikan manusia menjadi khalifah yang sekaligus
makhluk pilihan atau menjadikan manusia sesuai dengan kehendak Allah SWT.
Hal ini dikarenakan seorang manusia baru dapat dikatakan sesuai dengankehendak
Allah jika manusia mampu memenuhi kualifikasi sebagai berikut: Manusia mampu melaksanakan
perintah dan laranganNya; Manusia tidak
boleh mensyerikatkan Allah SWT dengan sesuatu; Manusia diwajibkan berbakti
kepada kedua orang tua serta mampu melaksanakan Diinul Islam secara kaffah.
Dan jika diri ini ingin sukses menjadi abd’ (hamba)-Nya yang juga
khalifah-Nya di muka bumi yang sekaligus menjadi Makhluk Pilihan maka
dibutuhkan energi, semangat, dorongan serta kekuatan yang berasal dari Amanah yang
7 dan Hubbul yang 7 yang masih fitrah serta melaksanakan Diinul Islam secara kaffah.
Akan tetapi jika manusia hanya ingin sukses di menjadi khalifah saja di dunia
ini yang tentunya sesuai dengan kehendak syaitan maka serahkanlah pengelolaan
dan manajemen Amanah yang 7 dan Hubbul yang 7 kepada jasmani dengan mengabaikan
Diinul Islam saat hidup di muka bumi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar