B. SIAPAKAH PENCIPTA RUH
MANUSIA.
Ruh adalah salah satu unsur yang ada pada diri kita, tanpa adanya ruh
dalam diri maka kita belum dapat dikatakan sebagai seorang manusia. Manusia
baru dapat dikatakan sebagai manusia, jika sudah terdiri dari jasmani dan ruhani
serta setelah dipersatukan keduanya terjadilah hidup dan jika setelah
dipersatukan lalu dipisahkan keduanya berakhirlah hidup manusia. Selanjutnya
darimanakah asalnya ruh tersebut atau siapakah yang menciptakan ruh? Apakah ruh
datang begitu saja ke dalam jasmani manusia tanpa ada yang menciptakan? Apakah manusia
mampu membuat ruh untuk dirinya sendiri?
Untuk menjawab pertanyaan ini mari kita pelajari surat Shaad (38) ayat
72-73 sebagaimana kami kemukakan berikut ini: “Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya
roh (ciptaan)Ku; Maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud
kepadaNya". lalu seluruh malaikat-malaikat itu bersujud semuanya.” Berdasarkan surat
Shaad (38) ayat 72-73 di atas, terdapat beberapa ketentuan yang mengatur tentang
ruh, yaitu : (1) Ruh ditiupkan langsung
oleh Allah SWT tanpa melalui perantaraan siapapun juga dan ini berarti ruh ada
karena ada yang menciptakan dan yang menciptakan ruh adalah Allah SWT semata; (2) Allah SWT meniupkan ruh
ke dalam jasmani setelah jasmani sempurna sehingga setiap manusia pasti terdiri
dari jasmani dan ruh; (3) Ruh
masuk ke dalam jasmani melalui proses peniupan sedangkan jasmani diciptakan
bukan melalui proses peniupan, melainkan melalui proses penciptaan.
Sekarang bedakah
antara sesuatu yang diciptakan (maksudnya jasmani) dengan sesuatu yang
ditiupkan (maksudnya ruh)? Sesuatu yang diciptakan baru akan ada setelah diciptakan, jika ia tidak
pernah diciptakan maka sesuatu itu tidak akan pernah ada serta mustahil diakal
jika pencipta ada setelah ciptaannya ada. Lalu bagaimana dengan sesuatu
yang ditiupkan? Sesuatu yang ditiupkan sangat berbeda dengan sesuatu yang diciptakan. Sesuatu
yang ditiupkan sudah ada sebelum ditiupkan, sekarang dimana adanya ruh sebelum
ditiupkan? Adanya bersama pada yang meniupkan, dalam hal ini Allah SWT.
Berdasarkan kondisi ini terlihat sangat jelas bahwa ruh lebih tinggi
kedudukannya, lebih terhormat kedudukannya dibandingkan dengan jasmani yang
asalnya dari saripati tanah, dalam hal ini berasal dari sperma dan sel telur.
Jika ruh yang ada
pada diri manusia berasal dan diciptakan oleh Allah SWT melalui proses
peniupan, timbul pertanyaan apa yang sebenarnya yang ditiupkan oleh Allah SWT
itu, apakah sesuatu yang bersifat remeh-temeh atau sesuatu yang merupakan
bagian dari Allah SWT itu sendiri? Jika kita berpedoman kepada tidak adanya
teknologi yang canggih yang bagaimanapun juga, yang mampu mempelajari secara
detail tentang karakteristik ruh, maka yang ditiupkan oleh Allah SWT ke dalam jasmani
manusia tidak lain adalah bagian atau sesuatu yang tidak terpisahkan dari Allah
SWT itu sendiri yang intinya ruh adalah bentuk dari penampilan dari kebesaran
dan kemahaan Allah SWT itu sendiri. Adanya kondisi yang kami kemukakan di atas
ini, lalu patut dan pantaskah jika Allah SWT memerintahkan kepada seluruh
Malaikatnya yang ada pada saat itu untuk sujud kepada Nabi Adam as. (maksudnya
adalah sujud kepada ruh Nabi Adam as,)? Apa yang diperintahkan oleh Allah SWT
memang sepatut dan sepantasnya dilakukan oleh Malaikat. Allah SWT berfirman: “Maka apabila Aku
telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan kedalamnya ruh
(ciptaan)Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud. (surat Al Hijr (15) ayat 29).
Adanya perintah sujud
ini menunjukkan bahwa diri kita yang sesungguhnya (maksudnya adalah ruh) lebih
tinggi kedudukannya dibandingkan dengan Malaikat dan ini juga menandakan bahwa
sejak awal manusia sudah ditempatkan oleh Allah SWT sebagai makhluk yang
terhormat. Sebagai makhluk yang awalnya
terhormat, sekarang masih terhormatkah diri kita saat ini? Jika tidak
berarti ada yang salah dalam diri kita. Sekarang jika seluruh ruh berasal dan diciptakan hanya
oleh Allah SWT, apakah mungkin sesuatu yang berasal langsung dari Allah SWT
mempunyai sifat buruk, mempunyai sifat jahat, mempunyai sifat tercela,
mempunyai sifat munafik, mempunyai sifat kejam dan seterusnya?
Allah SWT sebagai
yang Maha Terhormat lagi Maha Terpuji tentu akan memperlihatkan, tentu akan
menunjukkan kehormatan yang dimilikinya dengan cara yang terhormat pula. Adanya
kondisi ini maka tidak akan mungkin ruh memiliki sifat atau diberikan sifat
yang tidak mencerminkan kehormatan peniupnya sehingga yang ada hanya hanyalah
Nilai-Nilai Kebaikan yang menyertai ruh yang masuk ke dalam diri kita.
Lalu adakah campur tangan
dari pihak manapun di dalam proses penciptaan dan peniupan ruh? Ruh diciptakan dan
ditiupkan hanya oleh Allah SWT tanpa melibatkan siapapun juga sehingga ruh
suci, murni hanya diciptakan dan ditiupkan oleh Allah SWT semata, sebagaimana
firmanNya berikut ini: “Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: “Roh itu
termasuk urusan Tuhanku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan
sedikit”. (surat Al Israa’ (17) ayat
85). Adanya
kondisi ini berarti hanya Allah SWT sajalah yang memiliki ilmu dan tentang ruh
atau hanya Allah SWT saja Yang Maha Ahli tentang ruh. Selanjutnya jika ruh
berasal dan diciptakan oleh Allah SWT secara langsung, apakah mungkin ruh tidak
patuh dan taat kepada Allah SWT? Apakah ruh berani menentang Allah SWT seperti
Iblis berani menantang Allah SWT? Sesuatu
yang berasal dari Allah SWT dapat dipastikan selalu baik, benar, patuh dan
taat.
Timbul pertanyaan
baru, dari dzat-dzat apakah ruh diciptakan oleh Allah SWT? Jika benar ruh diciptakan
oleh Allah SWT dari dzat-dzat atau bahan-bahan tertentu lalu mampukah kita
mempelajarinya? Jika ruh dapat dipelajari oleh manusia, dapatkah manusia
mencari sebuah ruh yang akan dipelajarinya? Allah SWT melalui surat Al Israa’
(17) ayat 85 berfirman bahwa urusan ruh adalah Urusan Allah SWT. Ini berarti manusia tidak akan mempunyai
kemampuan untuk mempelajari asal muasal dzat pembentuk ruh. Manusia hanya
bisa mempelajari ruh sebatas pengetahuan luarnya saja atau sebatas
keterangan-keterangan saja. Hal ini sesuai dengan pernyataan Allah SWT itu
sendiri yang menyatakan tidaklah kamu diberi pengetahuan walaupun sedikit.
Ingat sedikitnya Allah SWT tentu berbeda dengan sedikitnya manusia. Adanya
kondisi ini berarti tidak ada kata tabu atau tidak ada larangan untuk
mempelajari ruh. Hanya saja kesempatan untuk mempelajari ruh tidak seperti kita
mempelajari atom dan ion yang ada di alam semesta ini karena ilmu tentang ruh
yang dikemukakan oleh Allah SWT hanya sedikit yang dikemukakan.
Manusia dengan segala
teknologi yang ada tidak akan pernah mampu untuk mempelajari ruh sampai hal
yang sekecil-kecilnya seperti kita mempelajari atom ataupun ion. Sekarang bagaimana mungkin manusia akan
mempelajari ruh sedangkan manusia itu sendiri tidak mempunyai kemampuan untuk
mendapatkan contoh atau bahan baku atau material dasar dari ruh untuk
dipelajarinya? Jika sampai ruh bisa dipelajari oleh manusia berarti Allah
SWT pun bisa dipelajari. Jika ini yang terjadi maka ketentuan sebagai berikut
berlaku yaitu sesuatu
yang bisa dipelajari, sesuatu yang bisa dianalisa, maka yang mempelajari atau
yang menganalisa sesuatu pasti ia lebih baik dan lebih mampu dibandingkan
sesuatu yang bisa dipelajari dan bisa dianalisa. Kenyataan yang ada pada
saat ini sampai dengan hari kiamat kelah adalah ruh ataupun pencipta ruh itu
sendiri tidak akan pernah bisa dipelajari ataupun tidak akan bisa dianalisa
seperti layaknya atom dan ion. Adanya kondisi ini dapat dikatakan bahwa
pengetahuan tentang ruh hanya Allah SWT sajalah yang tahu sampai kapanpun juga.
Untuk menambah
pengertian tentang ruh, berikut ini akan kami kemukakan ilustrasi sebagai
berikut: Dalam kehidupan sehari-hari, mobil merk Toyota dibuat oleh Toyota
Motor Company yang berkedudukan di Jepang. Timbul pertanyaan, siapakah yang
paling tahu dan yang paling mengerti tentang mobil merk Toyota? Yang paling
tahu dan yang paling mengerti tentang mobil merk Toyota tidak lain adalah pencipta
atau pabrikan dari mobil merk Toyota tersebut. Adanya kondisi ini berarti jika
kita ingin mengetahui, ingin mempelajari, ingin memperbaiki mobil merk Toyota
maka kita harus pergi ke Toyota Motor Company.
Sekarang dapatkah kita mengetahui kondisi dan keadaan
mobil merk Toyota dengan baik dan benar justru kita pergi ke Mitsubishi? Jika ini yang
terjadi maka kita tidak akan pernah tahu dan tidak akan pernah mengerti tentang
mobil merk Toyota. Sekarang bagaimana dengan ruh yang diciptakan hanya oleh
Allah SWT? Jika hanya Allah SWT saja pencipta ruh berarti hanya Allah SWT sajalah yang paling
Ahli tentang ruh, hanya Allah SWT sajalah yang paling mengerti tentang ruh,
hanya Allah SWT sajalah yang mampu memperbaiki, yang mampu mengembalikan
kondisi ruh sesuai dengan kondisi yang aslinya.
Sekarang adakah
makhluk atau pihak manapun juga yang mampu memperbaiki, yang mampu
mengembalikan kondisi ruh sesuai dengan aslinya (sesuai fitrahnya)? Sampai dengan
kapanpun, tidak akan pernah ada yang mampu memperbaiki, atau mengembalikan
kondisi ruh seperti sediakala (maksudnya kefitrahannya). Sekarang jika ada
orang, atau kelompok tertentu yang mampu memperbaiki, yang mampu mengembalikan
kondisi ruh seperti sediakala, apa yang harus kita perbuat? Yang dapat kita
perbuat adalah sarankan kepada mereka untuk Taubatan Nasuha sebelum ruh mereka
tiba dikerongkongan. Jika ini adalah kondisi dasar dari ruh dari
sudut pandang penciptanya, sudahkah kita mengetahuinya, sudahkah kita
berhubungan (berkomunikasi) dengan Allah SWT untuk memperbaiki kondisi ruh jika
mengalami gangguan akibat pengaruh ahwa (hawa nafsu) dan juga syaitan?
Apakah ruh yang
diciptakan oleh Allah SWT berbeda-beda kualitasnya antara satu orang dengan
orang lainnya atau apakah ruh mengenal suku bangsa? Ruh setiap manusia sama kualitasnya. Allah SWT
tidak pernah membeda-bedakan kualitas ruh manusia, siapapun orangnya, apakah
Islam ataupun kafir, kualitasnya tidak dibeda-bedakan alias sama. Selain
daripada itu ruh yang diciptakan Allah SWT tidak mengenal apa yang dinamakan
dengan suku bangsa, sebab yang mengenal suku bangsa adalah jasmani. Ruh juga
tidak mengenal istilah kelamin, laki-laki atau perempuan, sebab yang mengenal
laki-laki atau perempuan adalah jasmani. Ruh juga tidak mengenal apa yang
dinamakan dengan nilai-nilai keburukan, sebab yang mengenal nilai-nilai
keburukan adalah jasmani.
Timbul pertanyaan yang
lainnya, adakah makhluk lain yang ada di jagad raya ini yang memiliki ruh
seperti yang dimiliki oleh manusia? Sampai dengan saat ini dan juga sampai dengan hari
kiamat kelak hanya manusia sajalah yang memiliki ruh yang berasal dari Allah
SWT. Adanya kondisi seperti ini menandakan bahwa manusia yang tidak lain adalah abd’
(hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di muka bumi, sudah ditempatkan, sudah
diletakkan, sudah diposisikan lebih mulia dan lebih terhormat dibandingkan
dengan malaikat, jin/iblis/syaitan, tumbuhan, hewan, air dan udara. Apa
buktinya?
Buktinya adalah
diperintahkannya malaikat untuk sujud kepada Nabi Adam as, setelah ditiupkannya
ruh ke dalam jasad Nabi Adam as. Dan sebagai makhluk yang terhormat dibandingkan dengan jin/iblis/syaitan
yang telah dikutuk oleh Allah SWT, berarti manusia tidak akan dapat dikalahkan
oleh jin/iblis/syaitan. Selanjutnya apakah kondisi ini masih berlaku? Jika saat ini jin/iblis/syaitan
dapat mengalahkan manusia berarti ada sesuatu yang salah di dalam diri kita.
Untuk itu segeralah introspeksi diri saat ini juga, dikarenakan kita tidak tahu
kapan Malaikat Maut memisahkan ruh dengan jasmani diri kita dan selanjutnya
terserah kepada diri kita sendiri.
C. KAPAN RUH DITIUPKAN
(DIPERSATUKAN) DENGAN JASMANI.
Kapankah ruh
ditiupkan atau kapan ruh mulai dipersatukan dengan jasmani oleh Allah SWT? Berdasarkan surat As Sajdah (32) ayat 9
berikut ini: “kemudian Dia menyempur-nakan dan meniupkan ke dalamnya
roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan
hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.” Ruh ditiupkan ke
dalam jasmani setelah kondisi dan keadaan jasmani sempurna (maksudnya janin
telah sempurna berbentuk manusia). Lalu setelah itu Allah SWT juga memberikan
pendengaran, penglihatan dan juga perasaan (af’idah) kepada manusia baru
tersebut sebagai bagian dari Amanah yang 7 yang akan dimintakan
pertanggungjawabannya kelak oleh Allah SWT. Timbul pertanyaan kapan kondisi itu
terjadi? Jawaban dari pertanyaan ini ada pada hadits yang diriwayatkan oleh
Bukhari Muslim berikut ini: “Abdullah bin Mas’ud ra,
berkata: Rasulullah SAW yang benar dan harus dibenarkan telah menerangkan
kepada kami: “Sesungguhnya seseorang terkumpul kejadiannya dalam perut ibunya
empat puluh hari berupa mani, kemudian berupa sekepal darah selama itu juga
kemudian berupa sekepal daging selama itu juga, kemudian Allah mengutus
Malaikat yang diperintah mencatat empat kalimat
dan diperintah: “Tulislah Amalnya, rizqinya, ajalnya dan nasib baik dan sial
(celaka), kemudian ditiup ruh kepadanya. Maka sesungguhnya adakalanya seorang
dari kamu melakukan amal ahli sorga sehingga antaranya dengan sorga hanya
sehasta, tetapi adakalanya dalam suratan pertama, tiba-tiba melakukan amal ahli
neraka, dan adakalanya seorang berbuat amal ahli neraka sehingga antaranya
dengan neraka hanya sehasta, tiba-tiba dalam ketentuan suratannya ia berubah
mengerjakan ahli sorga”. (Hadits Riwayat
Bukhari, Muslim)
Berdasarkan hadits
yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim di atas ini, Allah SWT meniupkan ruh ke dalam jasmani setelah jasmani tumbuh secara
sempurna dalam rahim seorang ibu dalam hal ini
kurang lebih setelah 120 (seratus dua puluh) hari atau setelah Malaikat
diperintah oleh Allah SWT untuk mencatat tentang empat hal, yaitu catatan Amal,
catatan Rezeki, catatan Ajal dan catatan Nasib Baik dan Sial (Celaka) atas
kondisi awal jasmani yang ada di dalam rahim ibu. Sehingga seseorang baru
dapat dikatakan sebagai seorang manusia setelah bersatunya ruh dengan jasmani
yaitu saat janin berusia 120 (seratus
dua puluh) hari di dalam rahim ibu. Hal ini dipertegas jika janin yang telah
berusia diatas 120 (seratus dua puluh) hari atau sama dengan 120 (seratus dua
puluh) hari mengalami keguguran atau meninggal dunia, maka kita diwajibkan oleh
Allah SWT untuk men-shalatinya atau timbul kewajiban untuk shalat jenazah.
Selain daripada itu,
jika terdapat catatan yang dibuat oleh Malaikat sebelum ruh ditiupkan bukanlah
catatan untuk ruh yang ditiupkan dikarenakan ruh masih fitrah dan juga bukan pula catatan untuk manusia
karena manusia harus terdiri dari jasmani dan ruh, sedangkan pada waktu catatan
dibuat oleh Malaikat ruh belum ditiupkan atau belum dipersatukan dengan jasmani.
Lalu apa yang terjadi pada ruh setelah ditiupkan ke dalam janin saat masih di
dalam rahim seorang ibu?
Setelah ruh ditiupkan
ke dalam janin maka ruh akan mengisi seluruh bahagian bahagian yang ada di
dalam janin tanpa terkecuali. Sehingga ruh akan mengisi setiap sel sel serta
seluruh jaringan syaraf yang ada di dalam janin atau mengisi setiap ruang dan
celah yang ada di dalam tubuh manusia tanpa terkecuali. Lalu apa yang terjadi
berikutnya? Setelah ruh mengisi seluruh komponen dan jaringan yang ada di dalam
tubuh manusia, maka terjadilah apa yang dinamakan dengan hidup yang terjadi di
dalam rahim seorang ibu. Pernahkah kita merenungkan keadaan ini lalu mampukah
kita melihat betapa luar biasanya Allah SWT.
Setelah manusia lahir
lalu apa yang terjadi dengan ruh? Ruh akan mengikuti setiap perkembangan
jasmani. Sehingga ruh akan terus berkembang mengikuti tumbuh dan berkembangnya
jasmani. Semakin jasmani tumbuh dan berkembang dari waktu ke waktu maka ruh pun
akan tumbuh dan berkembang mengikuti perkembangan jasmani tanpa terkecuali
sampai batas tertentu. Dan ingat, ruh tidak ada yang cacat atau mengalami
kerusakan sedikitpun baik sebelum dipersatukan dengan jasmani ataupun setelah
dipersatukan dengan jasmani. Sehingga bentuk ruh akan mengikuti bentuk dan rupa
jasmani. Lalu, seperti apakah
perkembangan ruh setiap orang? Disilah salah satu letak betapa Allah SWT
sangat sempurna mempersiapkan rencana besar kekhalifahan di muka bumi melalui
adanya perkembangan ruh seseorang yang tidak bisa dilepaskan dari perkembangan
jasmani seseorang.
Katakan saat diri
kita lahir memiliki panjang tubuh hanya 50 cm, maka pada saat itu pula
panjangnya ruh sesuai dengan panjangnya tubuh kita. Allah SWT berfirman: “dan
Allah menumbuhkan kamu dari tanah tumbuh berangsur angsur (dengan
sebaik-baiknya), (surat Nuh (71) ayat 17).” Jika jasmani berkembang
sesuai dengan bertambahnya usia, maka ruh pun bertambah sesuai dengan
berkembangnya jasmani seseorang dan seterusnya. Sampai kapan perkembangan ruh
mengikuti perkembangan jasmani manusia? Jawaban pastinya hanya Allah SWT saja
yang tahu secara pasti dikarenakan Allah SWT yang memegang rahasia ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar