Tanpa ada kedua orang
tua, tanpa ada kedua mertua, maka kita tidak akan pernah ada di muka bumi ini
dan kita tidak akan memiliki suami/istri dan memiliki keluarga sendiri. Allah SWT
mewajibkan setiap manusia untuk berbakti kepada kedua orang tua dan mertua
supaya manusia tahu bahwa adanya ke dua orang tualah maka kita dapat lahir di
muka bumi serta adanya orang tualah maka kita dapat dibesarkan sampai seperti
ini.Tanpa adanya pengasuhan, tanpa
adanya perlindungan dan tanpa adanya kasih sayang serta tanpa adanya pendidikan
yang diberikan kepada kita dan juga kepada suami/istri kira, lalu apa yang
dapat kita lakukan!
Lalu apakah ketentuan
untuk berbakti kepada orang tua dan mertua yang telah ditetapkan oleh Allah SWT
ini sesuatu yang berlebihan kepada diri kita? Sebagai orang yang telah tahu
Allah SWT dan juga telah tahu diri sendiri maka memang sudah sepatutnya diri
kita berbakti kepada kedua orang tua dan juga kepada kedua mertua kita karena
jasanya, perjuangannya, kasih sayangnya, tidak pernah tergantikan dengan apapun
juga.
Allah SWT sangat
menghormati kedudukan kedua orang tua (dan juga kedua orang mertua kita)
sehingga Allah SWT meletakkan ridha dan murka-Nya tergantung kepada ridha dan
murka mereka berdua, dalam hal ini orang tua sebagaimana hadits berikut ini: “Dari Abdullah bin
’Amru ra, Rasulullah SAW bersabda,“Ridha Allah tergantung pada ridha orang tua
dan murka Allah tergantung pada murka orang tua” (Hadits Riwayat Ath
Thirmidzi, Al Hakim, Ath Thabrani dan Al-Bazzar).” Adanya
ketentuan ini maka tidak akan sempurna bakti kita kepada Allah SWT jika tidak
diimbangi dengan bakti kepada ke dua orang tua dan juga kepada ke dua mertua
kita, secara berkesinambungan selama hayat masih di kandung badan,
Allah SWT melalui
Nabi-Nya juga telah memberikan rambu-rambu kehidupan yang lain yang tidak boleh
kita lakukan kepada orang tua, yakni:
larangan berkata “tidak tidak” ketika dipanggil orang tua, sebagaimana hadits qudsi
berikut ini: “Anas ra, berkata Nabi Saw bersabda, Allah ta'ala berfirman: Allah SWT
telah mewahyukan kepada Nabi Musa! Coba tidak karena mereka yang mengucapkan
Syahadat "Laailaha Illa Allah" niscaya Ku-timpakan "Jahannam' di
atas dunia. Wahai Musa! Coba tidak karena mereka yang bersembah kepada-Ku
tidaklah Aku lepaskan mereka yang bermaksiat sekejab matapun. Wahai Musa!
Sesungguhnya barangsiapa yang beriman kepada-Ku adalah makhluk yang termulia
dalam pandangan-Ku. Wahai Musa! Sesungguhnya sepatah kata dari seorang yang
durhaka (terhadap kedua orang tuanya) adalah sama beratnya dengan seluruh pasir
bumi. Bertanya Nabi Musa: "Siapakah orang yang durhaka itu ya
Tuhan-Ku?" ialah orang yang berkata kepada kedua orang tuanya:
"Tidak-tidak" ketika dipanggil.( Hadits Qudsi Riwayat Abu Nu'aim; 272:225).
Sedangakan berdasarkan ketentuan surat Al
Israa’ (17) ayat 23 dan 24 berikut ini: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu
jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu-bapak. Jika
salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya
perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada
keduanya perkataan yang baik. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan
penuh kasih sayang dan ucapkanlah, ‘Wahai Tuhanku, sayangilah keduanya
sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.” Allah SWT melarang
diri kita untuk mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan juga bersikap
angkuh dan sombong dan serta diwajibkan untuk mendoakan keduanya sebagaimana
mereka telah mendidik diri kita sejak kecil.
Berdasarkan ketentuan hadits dan ayat di
atas, tidak terbayangkan betapa
beresikonya jika kita tidak mau berbakti kepada orang tua/mertua atau jika kita
durhaka kepada kedua orang tua/mertua kita. Dan sebagai orang yang telah tahu Allah SWT dan tahu diri sudah
selayaknya dan sepatutnya mampu berbakti kepada mereka sampai kapanpun juga dan
juga mengajarkan kepada anak dan keturunan kita mengenai hal ini sejak mereka
masih kanak kanak agar jangan sampai menjadi anak anak durhaka, atau generasi
yang tidak menghargai kedua orang tuanya.
Di lain sisi, dengan
diri kita tahu siapa orang tua kita (dan juga siapa mertua kita) maka secara
langsung kita terikat dengan kehormatan yang dimiliki oleh kedua orang tua kita
dan juga oleh kedua orang mertua kita serta diri kita terikat pula dengan
harapan dan cita cita mereka berdua kepada anak dan keturunannya agar sesuai
dengan harapannya. Untuk itu jika kita
telah tahu diri, maka sudah sepatutnya kita berperilaku yang tidak mencoreng
kehormatan orang tua & mertua kita saat kita hidup di muka bumi ini. Dan
jika sampai kita memalukan kedua orang tua & mertua kita maka tercoreng
pula harkat dan martabat dari keturunan mereka oleh ulah diri kita sendiri dan
akhirnya betapa kecewa dan malunya mereka akibat ulah diri kita.
Alangkah bahagia dan
bangganya kedua orang tua dan kedua orang mertua kita jika kita mampu
menghantarkan anak keturunan kita sesuai dengan harapan dan cita cita mereka. Namun
yang terjadi saat ini adalah kita sebagai anak dan menantu mereka justru
mencoreng nama baik kedua orang tua dan juga nama baik kedua orang mertua
dengan perbuatan kita yang menghantarkan diri kita masuk penjara. Sekarang
bisakah kita membayangkannya betapa malunya mereka dihadapan masyarakat apalagi
dihadapan Allah SWT.
Jika saat ini diri kita masuk penjara akibat ulah diri kita sendiri, maka
tidaklah berlebihan jika pepatah berikut ini telah kita laksanakan dengan baik,
yaitu “Air susu dibalas dengan air tuba”.
Apakah hadiah yang seperti ini pantas kita berikan kepada kedua orang tua dan kepada
kedua orang mertua kita. Lalu apakah kedua orang tua dan kedua orang tua
mendapatkan tugas baru dengan menanggung kehidupan cucunya karena ulah diri
kita? Jawablah pertanyaan ini dengan jujur!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar