Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Senin, 13 Mei 2024

HUBBUL YANG 7 SEBAGAI ENERGI PENGGERAK MANUSIA (PART 3 of 7)

 

2. Hubbul Istitlaq Yang Sudah Tidak Fitrah. Berikut ini akan kami kemukakan kondisi dari keinginan untuk tahu yang sudah tidak fitrah lagi atau yang sudah tidak sesuai lagi dengan Nilai-Nilai Kebaikan. Jika ini yang terjadi maka keinginan untuk tahu yang ada di dalam diri sudah dikendalikan atau sudah di bawah pengaruh ahwa (hawa nafsu) dan juga syaitan sehingga kita berada di luar koridor kehendak Allah SWT. Adapun kondisi Keinginan untuk Tahu yang sudah tidak fitrah lagi dapat kami kemukakan  sebagai berikut :

 

a. Panjang Angan-Angan. Keinginan untuk tahu merupakan anugerah yang diberikan oleh Allah SWT kepada setiap manusia, termasuk kepada diri kita  sehingga diri kita mempunyai energi dan dorongan untuk mendapatkan atau memperoleh ilmu dan juga pengetahuan dalam rangka memudahkan diri kita menjadi khalifah di muka bumi. Salah satu ukuran bahwa diri kita telah berhasil mempergunakan keinginan untuk tahu adalah timbulnya rasa optimis dan percaya diri saat menghadapi problem atau tantangan hidup di muka bumi. Hal yang dilarang dan yang tidak diperkenan-kan di dalam mempergunakan keinginan untuk tahu adalah manusia tidak diper-kenankan mempunyai sifat panjang angan-angan, atau berpikir sempit atau melamun berkepanjangan dan jika hal ini yang terjadi berarti ada sesuatu yang salah di dalam penggunaan keinginan untuk tahu. Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya orang-orang yang kembali ke belakang (kepada kekafiran) sesudah petunjuk itu jelas bagi mereka, syaitan telah menjadikan mereka mudah (berbuat dosa) dan memanjangkan angan-angan mereka. (surat Muhammad (47) ayat 25)

 

Timbul sebuah pertanyaan, mengapa panjang angan-angan, atau berpikir sempit dan juga melamun berkepanjangan tidak sesuai dengan kehendak Allah SWT? Adanya kondisi ini akan membuat manusia malas untuk bekerja dikarenakan motivasi rendah atau manusia lebih suka mengambil jalan pintas untuk mencapai sesuatu atau membuat manusia terlena dengan kehidupan duniawi dan seterusnya. Sedangkan yang dikehendaki oleh Allah SWT bukanlah hal yang seperti itu melain-kan aktif dan giat bekerja, memiliki motivasi yang kuat serta tidak mengenal istilah kalah sebelum berperang. Hal yang harus kita ingat adalah kebesaran dan kemahaan Allah SWT hanya akan diberikan kepada orang yang aktif meminta kepada Allah SWT. Dan jika kita diam saja kepada Allah SWT maka Allah SWTpun akan diam saja kepada kita.

 

 b. Penakut. Penakut, pengecut dan rendah diri bukanlah hasil yang dikehendaki Allah SWT dari penggunaan energi dan dorongan  yang berasal dari keinginan untuk tahu. Berilmu, penakluk, jujur dan percaya diri serta diamalkan, diajarkan untuk kebaikan sesama  manusia merupakan hasil yang dikehendaki dan yang dibenarkan oleh Allah SWT atas penggunaan energi dan dorongan yang berasal dari keinginan untuk tahu. Sekarang Penakutkah diri anda atau beranikah diri anda atau rendah dirikah anda atau percaya dirikah anda saat menjadi khalifah di muka bumi? Pilihan ada pada diri anda sendiri, yang pasti keinginan untuk tahu akan dimintakan pertanggung-jawabannya oleh Allah SWT kelak.

 

c.  Atheis (Tidak Mempunyai Agama atau Tuhan). Adanya keinginan untuk tahu mendorong manusia untuk memperoleh ilmu dan pengetahuan. Setelah mempero-leh ilmu dan pengetahuan, apa yang harus kita lakukan? Setelah memiliki ilmu dan pengetahuan maka dengan ilmu dan pengetahuan tersebut harus dapat mendekatkan diri kita kepada Allah SWT atau membuat diri kita lebih beriman kepada Allah SWT. Selanjutnya dengan adanya kondisi ini berarti pemanfaatan dan penggunaan energi keinginan untuk tahu tidak boleh menjadikan diri kita menjadi manusia yang bersifat Atheis, yaitu manusia yang tidak mempunyai agama atau manusia tidak mempercayai adanya Allah SWT atau yang menjauhkan diri kita kepada Allah SWT. Jika sampai diri kita tidak mampu mendekatkan diri kepada Allah SWT setelah memiliki ilmu dan pengetahuan, cepat-cepatlah melakukan “Taubatan Nasuha” sebab ada yang salah di dalam diri kita.

 

Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi yang saat ini sedang mempergunakan Hubbul Istitlaq dalam diri, ada satu hal yang harus kita perhati-kan saat hidup di dunia ini, yaitu Allah SWT tidak membutuhkan apapun juga dari penggunaan Hubbul Istitlaq sebab Allah SWT sudah Maha dan akan Maha selamanya. Allah SWT juga tidak memperdulikan apakah Hubbul Istitlaq mau dipergunakan dengan cara-cara Ilahiah ataukah mau dipergunakan dengan cara-cara syaitani, yang pasti adalah Allah SWT akan meminta pertanggungjawaban dari Hubbul Istitlaq yang ada pada diri kita selama diri kita menjadi abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di muka bumi. 

 

D. HUBBUL JAM’I (INGIN BERKUMPUL)

 

Adakah Hubbul Jam’i di dalam diri kita? Di dalam setiap diri manusia baik itu laki-laki maupun perempuan pasti mempunyai Hubbul Jam’i atau keinginan untuk berkumpul. Adanya Hubbul Jam’i akan membuat manusia mempunyai energi  untuk bergerak atau kekuatan atau dorongan untuk bekerja sama atau bersama-sama melakukan sesuatu atau membangun kebersamaan atau menumbuhkan rasa kekeluargaan atau gotong royong atau toleransi atau saling percaya mempercayai atau tolong menolong dalam rangka hidup berdampingan sebagai makhluk yang sama-sama diciptakan oleh  Allah SWT. Setelah mengetahui bahwa diri kita mempunyai keinginan untuk berkumpul apakah yang anda rasakan? Adanya keinginan untuk berkumpul akan mendorong diri kita untuk berusaha hidup berdampingan dengan damai atau menciptakan keamanan dan ketertiban bersama atau untuk selalu berbuat baik kepada sesama melalui tolong menolong atau menumbuhkan rasa kekeluargaan dan lain sebagainya sepanjang memenuhi koridor Nilai-Nilai Kebaikan.

 

Sekarang apa jadinya jika sampai Allah SWT tidak memberikan kepada kita keinginan untuk berkumpul, dapatkah kita atau mampukah kita merasakan hidup berdampingan dalam damai atau merasakan rasa aman dan damai atau merasakan adanya rasa kekeluargaan dan rasa gotong royong merasakan adanya sikap toleransi atau merasakan saling percaya mempercayai di tengah-tengah masyarakat? Semua yang kami kemukakan hanya ada di dalam angan-angan. Setelah mempunyai keinginan untuk berkumpul, dapatkah energi dan dorongan yang ada di dalam diri lalu kita pergunakan, atau kita dayagunakan dengan cara-cara yang bertentangan dengan nilai-nilai kebaikan atau menghasilkan hasil yang juga berkesesuaian dengan nilai nilai keburukan?

 

Keinginan untuk berkumpul harus selalu dipergunakan dengan cara-cara yang sportif dan bertanggung jawab atau tidak dengan cara-cara indimidasi atau tidak dengan cara cara melecehkan dan merendahkan martabat orang lain, dengan mengatakan hanya kelompok dialah yang benar serta orang lain salah  dan bukan pula sebuah keberhasilan  jika keinginan untuk berkumpul menjadikan masyarakat atau individu saling bermusuh-musuhan, saling bantai membantai, saling fitnah memfitnah dan saling adu jotos serta saling mementingkan golongan. Dan keberhasilan atas penggunaan energi dan dorongan yang berasal dari keinginan untuk berkumpul akan terindikasi dari makin tingginya rasa toleransi di tengah masyarakat, tingginya rasa aman dan damai di tengah masyarakat, tingginya rasa kekeluargaan di tengah masyarakat dan pada akhirnya dapat mengurangi angka kemiskinan, akan dapat mengurangi angka pengangguran dan akan mengurangi angka kebodohan, serta berkurangnya angka buta aksara di tengah masyarakat. Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di muka bumi sudahkah kita mempergunakan keinginan untuk berkumpul di dalam koridor nilai-nilai kebaikan?

 

1. Hubbul Jam’i Yang Masih Fitrah. Sebagai makhluk yang terhormat kita harus menyadari bahwa Hubbul Jam'i atau keinginan untuk berkumpul yang berasal dari Allah SWT, bukanlah barang gratisan sehingga Hubbul Jam'i  bisa dipergunakan, bisa  didaya-gunakan dengan seenaknya saja tanpa menghiraukan maksud dan tujuan awal dari pemberian Hubbul Jam'i. Selanjutnya agar diri kita jangan sampai salah di dalam mempergunakan Hubbul Jam'i, berikut ini akan kami kemukakan beberapa kehendak Allah SWT yang yang dapat kita jadikan pedoman di dalam mempergunakan Hubbul Jam'i sehingga kita selalu berada di dalam kehendak Allah SWT atau jika kita ingin mempertahankan kefitrahan Hubbul Jam'i,  yaitu :

 

a.  Terpuji. Energi dan dorongan yang berasal dari keinginan untuk berkumpul harus di lakukan dengan cara-cara terpuji sehingga akan menghasilkan kebaikan dan nilai yang terpuji sebab dilaksanakan oleh orang-orang yang terpuji pula. Sekarang sudahkah anda melaksanakan hal-hal yang terpuji atau sudahkah anda menghasil-kan kebaikan dan nilai yang terpuji atau sudahkah anda menjadi orang yang terpuji? Jika sekarang tidak ada satupun kriteria terpuji yang sudah anda dapatkan, apa yang harus kita lakukan? Untuk itu jadikan nilai-nilai kebaikan yang berasal dari Nilai-Nilai Ilahiah sebagai pedoman di waktu mempergunakan energi dan dorongan yang berasal dari keinginan untuk berkumpul sehingga diri kita selalu di dalam kehendak Allah SWT.

 

b.    Dicintai Allah SWT. Maukah anda dicintai oleh Allah SWT? Rasanya tidak ada satupun manusia di jagad raya ini yang tidak mau dicintai oleh Allah SWT, yang tidak lain adalah Pencipta, Pemelihara, Pengayom, Pengasih, Penyayang, Penyabar, serta Penolong bagi seluruh umatnya. Untuk dapat dicintai oleh Allah SWT perlukah syarat dan ketentuan tertentu? Salah satu syarat dan ketentuan yang harus dimiliki oleh manusia untuk dicintai oleh Allah SWT adalah selalu berbuat baik kepada sesama.

Agar diri kita dapat melakukan perbuatan baik kepada sesama, maka pergunakanlah atau dayagunakanlah keinginan untuk berkumpul berdasarkan Nilai-Nilai Kebaikan di tengah-tengah masyarakat seperti tolong menolong yang pada akhirnya dapat mengurangi tingkat kemiskinan dan kebodohan atau menciptakan rasa aman dan damai melalui aktifitas ronda bersama atau terciptanya rasa kekeluargaan di antara tetangga dekat atau tumbuhnya rasa kesetiakwanan sosial di tengah masyarakat dan seterusnya. Dan hal yang harus kita perhatikan adalah penggunaan keinginan untuk berkumpul tidak boleh menimbulkan gejolak di dalam masyarakat, tidak boleh melalui cara-cara intimidasi, tidak boleh melecehkan apalagi merendahkan harkat dan martabat manusia. Jika kita merasa sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di muka bumi, sudah sepantasnya dan sepantutnya kita mempergunakan Hubbul Jam'i sesuai dengan apa yang dikehendaki Allah SWT, terkercuali jika kita ingin pulang ke Neraka Jahannam.

 

c.   Disayang Manusia dan Namanya Abadi. Keinginan untuk berkumpul di dalam koridor Nilai-Nilai Kebaikan yang berasal dari Nilai-Nilai Ilahiah akan menghasil-kan 2(dua) dimensi kebaikan dan keberhasilan yaitu: (1) Dimensi yang berasal dari  Allah SWT dan; (2) Dimensi yang berasal dari  manusia. Ini berarti kita tidak hanya dicintai oleh Allah SWT saja tetapi kitapun disayang dan dicintai oleh sesama manusia sehingga kita akan selalu dikenang oleh semua orang yang pada akhirnya nama kita akan abadi. Hal yang harus kita hindari adalah jangan sampai diri kita dikenang oleh orang karena keburukan tingkah laku kita. Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya apa yang sudah kita lakukan agar diri kita dikenang dalam kebaikan oleh masyarakat luas lalu sudahkah kita memiliki karya nyata untuk kemaslahatan masyarakat banyak?

 

d.   Ditolong Allah SWT dan Meneguhkan Kedudukan. Inilah salah satu janji Allah SWT kepada umatnya yang mau beriman dengan melaksanakan amal shaleh terutama berbuat baik kepada sesama manusia melalui keinginan untuk berkumpul, apakah itu? Allah SWT berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, jika menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. (surat Muhammad (47) ayat 7). Allah SWT akan memberikan pertolongan dan Allah SWT akan memberikan bantuan kepada umatnya tersebut yang akhirnya akan meneguh-kan kedudukan kita. Jika ini yang telah dijanjikan oleh Allah SWT saat diri kita mempergunakan keinginan untuk berkumpul, sudahkah kita memenuhi syarat dan ketentuan agar diri kita ditolong dan dibantu oleh Allah SWT? Sepanjang diri kita tidak pernah dan tidak mau memenuhi segala syarat dan ketentuan maka Allah SWT pun tidak akan pernah pula mau menolong dan membantu diri kita.

 

e.  Mudah Sakratul Maut. Sakratul Maut adalah peristiwa yang pasti dialami oleh setiap manusia tanpa terkecuali, dimana ruhani dan jasmani dipisah untuk dikembalikan ke asalnya masing. Adanya peristiwa ini maka berakhirlah hidup manusia di muka bumi. Hal yang harus kita ketahui adalah bahwa tata cara dan bentuk dari peristiwa “Sakratul Maut” yang dialami oleh setiap orang akan berbeda-beda antara manusia yang satu dengan manusia yang lain. Hal ini sangat tergantung dari seberapa baik atau seberapa buruk amal perbuatan manusia yang bersangkutan, sebagaimana firmanNya berikut ini: “(yaitu) orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat dengan mengatakan (kepada mereka): “Salaamun’alaikum, masuklah kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan”. (surat An Nahl (16) ayat 32). Sekarang maukah kita di mudahkan saat “Sakratul Maut” atau maukah kita meninggal dalam keadaan husnul khatimah? Jika kita mau dimudahkan saat Sakratul Maut maka pergunakanlah keinginan untuk berkumpul di dalam koridor nilai-nilai kebaikan di tengah masyarakat sehingga masyarakat menjadi aman, sehingga masyarakat menjadi tertolong oleh sebab keberadaan diri kita.

 

2.  Hubbul Jam’i Yang Sudah Tidak Fitrah. Berikut ini akan kami kemukakan kondisi dari keinginan untuk berkumpul yang kondisinya sudah tidak fitrah lagi atau yang sudah tidak sesuai lagi dengan Nilai-Nilai Kebaikan. Jika ini yang terjadi maka keinginan untuk berkumpul yang ada di dalam diri sudah  dikendalikan atau sudah di bawah pengaruh ahwa (hawa nafsu) dan juga syaitan sehingga kita berada di luar koridor kehendak  Allah SWT. Adapun keinginan untuk berkumpul yang sudah tidak fitrah lagi dapat kami kemukakan sebagai berikut:

 

a.   Taasub (taklid buta). Adanya energi dan dorongan yang berasal dari keinginan untuk berkumpul bukan menjadikan diri kita atau kelompok atau golongan kita saja yang benar sehingga orang lain selalu salah atau menimbulkan fanatisme kedaerahan, atau fanatisme golongan atau fanatisme yang merusak tatanan persatuan dan kesatuan bangsa. Hasil akhir dari ini semua adalah rusaknya nilai kesatuan dan persatuan, rusaknya semangat kebersamaan, yang pada akhirnya akan timbul hanya mementingkan satu golongan saja dengan mengorbankan kepentingan umum. Allah SWT berfirman: “Dan apabila orang-orang kafir itu melihat kamu, mereka hanya membuat kamu menjadi olok-olok. (Mereka mengatakan): “Apakah ini orang yang mencela tuhan-tuhanmu?”, padahal mereka adalah orang-orang yang inkar mengingat Allah Yang Maha Pemurah. (surat Al Anbiyaa’ (21) ayat 36). Dan jika sampai diri kita mempergunakan keinginan untuk berkumpul yang hasil akhirnya hanya memen-tingkan golongan tertentu saja atau hanya mau berjuang  untuk golongan tertentu saja berarti diri kita telah mengekploitasi (mendayagunakan) keinginan untuk berkumpul sesuai dengan kehendak ahwa (hawa nafsu) dan syaitan. Hasil akhir dari ini semua adalah kita tidak akan mungkin pulang ke syurga sehingga kita tidak mampu mempertahankan kehormatan yang telah kita miliki.

 

b.   Bersifat seperti binatang. Lihatlah binatang, demi untuk mempertahankan daerah kekuasaannya atau daerah teritorialnya, maka binatang akan mempertaruhkan dan mempertahankan diri dengan cara berkelahi sampai babak belur dan jika sampai manusia menjelek-jelekkan orang lain, merendahkan martabat orang lain, menye-barkan berita bohong  demi mempertahankan kedudukan dan jabatan yang ada pada dirinya, sehingga tidak ada bedanya bedanya manusia  dengan binatang. Sekarang berapa banyaknya manusia demi mempertahankan kekuasaan berbuat dan berperi-laku lebih rendah dari binatang? Allah SWT berfirman: Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdo’a kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu daripadanya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah  dia tidak pernah berdo’a  kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. Begitulah orang-orang yang melampaui batas itu  memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan. (surat Yunus (10) ayat 12)

 

Ada sebuah contoh yang diperlihatkan oleh keledai, dimana keledai tidak akan masuk ke dalam lubang yang sama dua kali. Jika keledai saja mampu melakukan itu, sekarang bagaimana dengan diri kita? Jika diri kita tidak pernah kapok melakukan perbuatan keji, tidak pernah kapok melakukan korupsi, tidak pernah kapok melakukan penipuan, tidak pernah kapok menyakiti hati rakyat berarti keledai lebih baik dan lebih hebat daripada manusia. Mudah-mudahan diri kita tidak sama dengan keledai.

 

c.  Diktator. Penggunaan energi dan dorongan atas keinginan untuk berkumpul tidak boleh menghasilkan atau melahirkan diktator atau pemimpin yang tidak mementingkan kepentingan rakyat atau melahirkan Fir’aun-Fir’aun generasi dengan gaya baru. Hal ini pun bukan pula sebuah keberhasilan yang dibenarkan oleh Allah SWT jika kita melakukan hal tersebut. Hal ini dikarenakan suatu kepemimpinan baru dapat dikatakan memiliki suatu keberhasilan jika pemimpin tersebut amanah terhadap rakyatnya, mampu mensejahterakan rakyatnya serta pemimpin tersebut mampu pula dicintai pula oleh rakyatnya serta setiap doanya didengar oleh Allah SWT.

 

Jika saat ini anda sedang menjadi pemimpin yang dihasilkan dari keinginan untuk berkumpul, sudahkah diri kita menjadi orang amanah kepada rakyat? Allah SWT berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olokkan) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokkan) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. (surat Al Hujuraat (49) ayat 11). Jika kita belum amanah maka segera perbaiki diri dengan melakukan upaya perbaikan dan pembenahan diri dengan sebaik-baiknya atau memang anda telah menjadi diktator atau telah menjadi firaun-firaun gaya baru sehingga malu untuk mengakui kesalahan dihadapan rakyat?

 

d.   Tidak Mempunyai Rasa Malu. Penggunaan energi dan dorongan atas keinginan untuk berkumpul selama berada di dalam koridor nilai-nilai kebaikan akan menghasilkan pemimpun yang dicintai rakyatnya atau pemimpin yang mempunyai rasa malu jika berbuat salah atau jika melanggar janjinya atau tidak mampu amanah terhadap rakyatnya. Sekarang berapa banyak pemimpin yang tidak mempunyai rasa malu jika berbuat salah atau berapa banyak pemimpin yang tidak merasa bersalah jika berbuat yang memalukan? Untuk itu lihatlah kucing yang memakan makanan yang diambil secara mencuri maka kucing itu tidak akan tenang dan ia selalu curiga terhadap makanan yang dicurinya tersebut. Sekarang bandingkan dengan kucing yang makanannya disediakan oleh manusia, apakah sama perilakunya ataukah berbeda perilakunya? Jawabannya adalah perilaku kucing berbeda.

 

Jika kucing saja mampu memberikan pelajaran kepada kita bahwa perbuatan yang dilakukannya itu adalah salah dan jika kita tidak mampu berkaca dengan kucing, lalu siapakah yang lebih baik antara kucing dengan diri kita yang suka mencuri, yang suka korupsi, yang suka mengambil hak orang lain tanpa memiliki rasa malu? Sebagai abd’ (hamba)Nya yang juga adalah khalifahNya yang telah diciptakan lebih terhormat daripada kucing, maka kita harus bisa mempertahankan kehormatan yang kita miliki jika kita tidak mau dikalahkan oleh kucing selaku binatang yang memiliki rasa malu dan tahu bahwa ia mencuri.

 

e. Fahsya (Sesat)/Fahisyah. Keinginan untuk berkumpul akan menghasilkan masyarakat atau kelompok masyarakat atau perkumpulan atau asosiasi dan lain sebagainya. Lalu jika kelompok masyarakat, atau perkumpulan atau asosiasi mampu dikelola dengan baik dan benar maka kelompok atau perkumpulan dapat berperan untuk kepentingan bersama atau dapat pula memajukan Bangsa dan Negara. Pencapaian hasil yang seperti ini baru di dapat jika keinginan untuk berkumpul dikelola, dibina, di dayagunakan sesuai dengan nilai-nilai kebaikan. Dan jika sekarang yang terjadi adalah perbuatan yang sesat dan menyesatkan, membodohi masyarakat, menipu masyarakat, memalukan bangsa dan negara apakah yang demikian ini merupakan sebuah keberhasilan atas penggunaan keinginan untuk berkumpul atau hasil dari kebebasan berdemokrasi? Jika ini yang terjadi berarti Hubbul Jam'i sudah dipergunakan berdasarkan nilai-nilai Syaitani.

 

Kebebasan berkumpul dan juga kebebasan berdemokrasi merupakan sunnatullah yang berasal dari keinginan untuk berkumpul tidak serta merta dapat dipergunakan dengan seenaknya saja tanpa memperhatikan syarat dan ketentuan yang berlaku atau harus memperhatikan nilai-nilai kebaikan yang berlaku. Allah SWT berfirman: “Sebahagian diberi-Nya petunjuk dan sebahagian lagi telah pasti kesesatan bagi mereka. Sesungguhnya mereka menjadikan syaitan-syaitan  pelindung (mereka)  selain Allah, dan mereka mengira bahwa mereka mendapat petunjuk. (surat Al A’raaf (7) ayat 30). Sekarang mungkinkah  masyarakat madani yang “gemah ripah loh jinawi” dapat tercapai jika keinginan untuk berkumpul didayagunakan, dikelola, dipergunakan berdasarkan nilai-nilai keburukan yang dikehendaki oleh syaitan? Jawaban dari pertanyaan ini adalah jauh panggang dari api, yang ada hanyalah kebohongan-kebohongan politik, korupsi berjamaah, hanya mementingkan kelompok tertentu semakin tumbuh subur, yang pada intinya kepentingan umum selalu dikalahkan oleh kepentingan pribadi dan kelompok.

 

Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di muka bumi yang sedang mempergunakan Hubbul Jam'i (Keinginan untuk Berkumpul), ada satu hal yang harus kita perhatikan saat hidup di dunia ini, yaitu Allah SWT tidak membutuhkan apapun juga dari penggunaan Hubbul Jam'i tersebut sebab Allah SWT sudah Maha dan akan Maha selamanya. Allah SWT juga tidak memperdulikan apakah Hubbul Jam'i mau dipergunakan dengan cara-cara Ilahiah ataukah mau dipergunakan dengan cara-cara syaitani, yang pasti adalah Allah SWT akan meminta pertanggungjawaban dari Hubbul Jam'i yang ada pada diri kita selama diri kita menjadi abd’ (hamba) yang sekalihus khalifah di muka bumi. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar