Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Kamis, 16 Mei 2024

HATI SANG PENGENDALI DIRI (PART 4 of 8)


D.    HUBUNGAN ALLAH SWT DENGAN HATI MANUSIA.

 

Allah SWT berkedudukan di Arsy, akan tetapi sifat Ma’ani yang 7(tujuh) serta Af’al (perbuatan) Allah SWT yang termaktub dalam nama nama-Nya yang indah lagi baik yang berjumlah 99 (sembilan puluh sembilan) ada dan sudah berada di sekeliling diri kita sehingga diri kita sudah berada di dalam kekuasaan-Nya, sehingga diri kita sudah berada di dalam kekuatan-Nya, diri kita sudah berada di dalam pengawasan-Nya, diri kita sudah berada di dalam pemeliharaanNya, diri kita sudah berada di dalam kemahaan dan kebesaran-Nya sehingga diri kita tidak akan dapat dipisahkan dengan Allah SWT. Timbul pertanyaan, sudah aktifkah kemahaan dan kebesaran Allah SWT kepada diri kita? Jawaban dari pertanyaan ini adalah Allah SWT belum aktif, atau bahkan tidak akan aktif sepanjang diri kita diam saja dengan kemahaan dan kebesaran Allah SWT, atau sepanjang diri kita belum melaksanakan sesuatu yang paling dikehendaki oleh Allah SWT melalui permohonan doa maka Allah SWT pun belum berbuat apapun kepada diri kita.

 

Selanjutnya mari kita perhatikan hadits berikut ini: Wahab bin Munabbih berkata: Allah ta’ala berfirman: Sesungguhnya langit-langit dan bumi tidak berdaya  menjangkauKu Aku telah dijangkau oleh hati seorang mukmin. (Hadits Riwayat Ahmad dari Wahab bin Munabbih, 272-32). Berdasarkan ketentuan hadits ini diperlukan sebuah komponen atau alat bantu untuk menjangkat dan menerima kebesaran dan kemahaan Allah SWT dalam hal ini adalah hati ruhani orang mukmin. Dan sepanjang hati orang yang mukmin itu baik, benar, bersih, tidak kotor, tidak berkarat, tidak berkubang dengan dosa, maka gelombang, siaran, pantauan Allah SWT yang merupakan pancaran atas kekuasaan, kekuatan, pengawasan, pemeliharaan yang Allah SWT lakukan kepada langit dan bumi termasuk kepada diri kita dapat dijangkau melalui hati ruhani. Untuk itulah kita wajib menjaga, memelihara, dan selalu memperbaiki komponen hati ruhani agar kita dapat tersambung terus dengan kebesaran dan kemahaan Allah SWT. Hal yang harus kita perhatikan adalah jika pesawat radio saja membutuhkan kondisi antena yang prima untuk menerima siaran radio. Hal yang samapun juga berlaku dengan hati ruhani diri kita,  jika hati ruhani rusak maka rusaklah hubungan kita dengan Allah SWT.

 

Melalui hadits yang kami kemukakan berikut ini: Nabi SAW bersabda: Sesungguhnya bila seorang hamba melakukan dosa satu kali, maka di dalam hatinya timbul satu titik noda hitam. Apabila ia berhenti dari perbuatan dosanya dan memohon ampun serta bertobat, maka bersihlah hatinya. Jika ia kembali berbuat dosa,maka bertambahlah hitamnya titik nodanya itu sampai memenuhi hatinya. (Hadits Riwayat Ahmad, Ath Thirmidzi, Ibnu Majah, Nasa’i, Ibnu Hibban dan Hakim). Salah satu hal yang dapat merusak, mengotori, membuat hati ruhani beku adalah perbuatan dosa atau perbuatan maksiat. Adanya dosa membuat hati ruhani menjadi kotor, bernoda hitam yang mengakibatkan hati ruhani tidak dapat menjangkau kebesaran dan kemahaan Allah SWT. Jika hati ruhani diibaratkan sebuah cermin dan jika cermin itu hitam kelam penuh dengan kotoran, apa yang dapat kita lakukan dengan cermin itu. Dapatkah kita bercermin dengan baik?

 

Baik dan buruknya cermin, baik buruknya benda yang dilihat dari cermin, kesemuanya sangat tergantung dari pemilik cermin, apakah pemilik cermin itu mau memelihara, mau merawat, mau membersihkan cermin dari noda-noda yang menempel di cermin, sebagaimana firman Allah SWT berikut ini: Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka. (surat Al Muthaffiffin (83) ayat 14).”  Berikut ini akan kami kemukakan beberapa penyebab terjadinya kerusakan hati ruhani sehingga hati ruhani menjadi kotor, kelam, kaku, beku yang mengakibatkan diri kita jauh dari Allah SWT atau membuat diri kita tidak sesuai lagi dengan kehendak Allah SWT,  yaitu:   (a)  Sengaja berbuat dosa dengan harapan dosanya nanti di ampuni; (b) Memiliki ilmu, tetapi tidak di amalkan; (c) Beramal, tapi tidak ikhlas; (d) Memakan rezeki Allah SWT, tetapi tidak pernah bersyukur; (e) Tidak ridha dengan pemberian Allah SWT; (f) dan sering mengubur orang mati, namun tidak mau mengambil pelajaran dari kematian tersebut. Kondisi ini sejalan dengan apa yang dikemukakan hadits berikut ini: “Abu Hurairah r.a berkata: Nabi SAW bersabda: Bukannya kekayaan itu karena banyaknya harta benda, tetapi kekayaan yang sesungguhnya ialah kaya hati. (Hadits Riwayat Bukhari, Muslim, dalam Al Lulu Wal Marjan: 624). Sekarang apa yang harus kita lakukan untuk memelihara hati nurani?

 

Untuk dapat memelihara hati nurani atau  untuk selalu menjaga kebersihan dan kefitrahan hati nurani sehingga kita selalu berada dalam lindungan Allah SWT maka :

 

a.    Perbanyak berdzikir, mengingat Allah SWT, dimanapun, kapanpun, dalam kondisi apapun, sebagaimana hadits berikut ini: Rasulullah bersabda: Janganlah kalian banyak berbicara selain berdzikir kepada Allah, karena sesungguhnya banyak berbicara selain dzikir dapat menyebabkan hati keras, padahal manusia yang paling jauh dari rahmat Allah adalah orang yang memiliki hati yang keras. (Hadits Riwayat Ath Thirmidzi)

b. Perbanyak istighfar, meminta ampun, dimanapun, kapanpun, dalam kondisi apapun, sebagaimana hadits berikut ini: Rasulullah bersabda: Maukah aku tunjukkan kepada kalian mengenai penyakit kalian dan obat untuk kalian? Bahwasanya penyakit kalian adalah berbuat dosa, sedangkan obatnya adalah beristighfar. (Hadits Riwaya Adh Dailami, dari Anas bin Malik)

c.       Perbanyak bergaul dengan orang shalih, dengan sering menghadiri majelis ta’lim dan mendengarkan nasehat-nasehat mereka.

d.       Rutinkan setiap hari untuk mempelajari AlQuran melalui membaca AlQuran yang diikuti dengan memahami maknanya lalu mengamalkannya.

e.       Rutinkan untuk mendirikan Qiyamul Lail (shalat Tahajud) dan sering seringlah untuk bermunajat kepada Allah SWT pada malam hari serta rutinkan pula sedikit makan dengan memperbanyak puasa sunnah.

 

Jika kita telah mengetahui bahwa keberadaan Allah SWT di alam semesta hanya dapat dirasakan dan hanya dapat dijangkau oleh hati ruhani orang mukmin, maka apakah kita akan terus memperlakukan hati ruhani kita dengan semena-mena? Peliharalah dan selalu jaga kesehatan hati baik itu hati secara jasmani maupun hati secara ruhani. Hal yang harus kita perhatikan adalah perlakuan kepada hati jasmani dengan perlakuan kepada hati ruhani adalah berbeda. Untuk hati ruhani, kita harus melaksanakan keimanan dengan sebenar-benarnya beriman kepada Allah SWT, laksanakan perintah-Nya dan jauhi larangan-Nya atau laksanakan Diinul Islam secara kaffah sedangkan untuk hati secara jasmani dengan menjaga dan selalu memelihara pola hidup sehat yang sesuai dengan ilmu kesehatan. Selamat mencoba dan semoga berhasil.

 

“Kebaikan adalah cahaya dalam hati dan kekuatan dalam tubuh.

Keburukan adalah kegelapan dalam hati dan kelemahan dalam tubuh”

 

Selanjutnya akan kami kemukakan tentang hubungan Allah SWT dengan hati manusia, sebagaimana berikut ini:

 

1.    Allah SWT Terhijab Dengan Hati Manusia.  Kebesaran  dan  kemahaan Allah SWT terhijab (terhalang) dengan hati manusia itu sendiri. Adanya selubung yang menyelubungi hati (hijab) menunjukkan kebesaran dan kemahaan Allah SWT yang sudah ada di sekitar diri kita namun tidak serta merta bisa tersambung dengan hati kita. Hal ini berdasarkan surat Al Anfaal (8) ayat 24 berikut ini: “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepadaNyalah kamu akan dikumpulkan.” Hal ini seperti halnya siaran radio yang telah dipancarkan oleh antena pemancar radio hanya terhalang oleh sejauh mana diri kita menghidupkan radio dan juga menyelaraskan atau menyamakan gelombang radio yang miliki dengan gelombang radio yang telah dipancarkan oleh pemancar radio.Adanya aktifitas kita menghidupkan radio dan proses menyamakan gelombang radio dengan gelombang yang dipancarkan pemancar radio maka kita bisa menerima dan menikmati siaran radio dengan baik lagi bersuara jernih.

 

Hal yang harus kita jadikan pedoman adalah siaran radio tidak akan bisa sempurna suaranya jika antara gelombang radio yang kita miliki tidak sesuai dengan gelombang radio yang dipancarkan oleh pemancar radio. Dan sekali lagi kami ingatkan bahwa tidak akan mungkin terjadi pemancar gelombang radio yang menyesuaikan diri dengan gelombang radio yang kita miliki. Lalu bagaimana dengan kemahaan dan kebesaran Allah SWT yang sudah ada bersama diri kita, yang sudah dekat dengan diri kita, apakah sudah tersambung? Tersambung atau tidaknya kemahaan dan kebesaran Allah SWT sangat tergantung kepada aktifitas diri kita untuk membuka hijab (selubung) hati yang menghalangi kebesaran dan kemahaan Allah SWT karena hati inilah yang menjadi antena (alat bantu) bagi diri kita untuk bisa merasakan rasa kebesaran dan kemaahaan Allah SWT.

 

Antena merupakan komponen terpenting bagi pesawat radio sebab tanpa antena maka siaran radio tidak akan pernah dapat ditangkap oleh pesawat radio walaupun seluruh komponen radio dalam kondisi baik. Sekarang bagaimana jika radio tidak memiliki antena? Jika pesawat radio tidak memiliki antena maka sepanjang itu pula diri kita tidak bisa menikmati siaran radio. Selanjutnya perlukah antena dijaga dan dirawat? Antena radio wajib dirawat dan dijaga dikarenakan baik dan buruknya siaran yang dipancarkan oleh stasiun pemancar radio sangat tergantung dari baik dan buruknya kualitas antena. Timbul pertanyaan, adakah hubungan antara kenikmatan menikmati siaran radio dengan jauh dekatnya pemancar radio? Kenikmatan mendengar siaran radio tidak ada hubungannya dengan jauh dekatnya antara radio yang kita miliki dengan stasiun pemancar radio sepanjang radio yang kita memiliki dalam keadaan “On” serta memiliki antena yang baik. Adanya kondisi ini berarti antara radio yang kita miliki dengan stasiun pemancar radio hanya terhijab atau hanya terhalang dengan kondisi “on” dan antena saja.

 

Sekarang bagaimana dengan kebesaran dan kemahaan  Allah SWT yang sudah ada bersama diri kita sehingga diri kitapun sudah tidak dapat dipisahkan dengan kebesaran dan kemahaan Allah SWT tersebut? Dalam kondisi ini kesemuanya sangat tergantung kepada diri kita sendiri, jika kita merasa membutuhkan kebesaran dan kemahaan Allah SWT maka lakukanlah, berbuatlah sesuatu untuk meraihnya. Dan jika kita merasa tidak membutuhkan lagi kebesaran dan kemahaan Allah SWT, jadilah makhluk yang paling dikehendaki oleh syaitan. Adanya kondisi yang kami kemukakan di atas, dapat dikatakan bahwa kebesaran dan kemahaan Allah SWT kepada diri kita hanya terhijab atau hanya terhalang atau hanya tertutup oleh kondisi “ON” atas hati ruhani atau hanya terhalang dengan apakah diri kita merasa membutuhkan kebesaran dan kemahaan Allah SWT ataukah tidak membutuhkan kebesaran dan kemahaan Allah SWT.

 

Hal ini dikarenakan kebesaran dan kemahaan dari Allah SWT sudah berada di sekeliling kita karena kita sendiri sudah di dalam kebesaran dan kemahaan Allah SWT. Kondisi ini sama persis dengan siaran radio yang dipancarkan oleh stasiun pemancar maka sepanjang radio dalam posisi “ON” disertai antena yang sempurna maka siaran radio dapat kita nikmati. Hal yang sama juga berlaku dengan Allah SWT jika kita sudah menyambungkan atau menyelaraskan atau menyamakan frekuensi atau menyamakan persepsi atau menyamakan syarat dan ketentuan yang telah Allah SWT gariskan (dalam hal ini keimanan dan ketaqwaan atau hati yang mukmin) maka kebesaran dan kemahaan Allah SWT dapat kita terima dan dapat kita rasakan dengan baik melalui hati ruhani, sebagaimana hadits berikut ini: Abu Hurairah r.a. berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta’ala berfirman: Siapa yang ingat (berdzikir) padaKu dalam hatinya. Aku ingat padaNya dalam diriku dan siapa yang dzikir padaKu di tengah-tengah rombongan Aku ingat padaNya dalam rombongan yang lebih banyak dan lebih baik. (Hadits Qudsi Riwayat Ibn Syahin, 272: 146)

 

Radio memiliki antena untuk menangkap siaran radio. Manusia memiliki hati nurani untuk menjangkau, merasakan kebesaran dan kemahaan Allah SWT. Antena radio harus dijaga dan dipelihara sesuai dengan syarat dan ketentuan pabrikan radio. Hal yang samapun juga berlaku kepada hati, dimana hati jasmani dan juga hati nurani juga harus dijaga dan dipelihara sesuai dengan syarat dan ketentuan yang berlaku. Jika kenikmatan mendengar siaran radio sangat tergantung dengan baik dan buruknya antena berarti kenikmatan dari bertuhankan Allah SWT sangat tergantung dengan baik buruknya kondisi hati nurani atau kenikmatan mempunyai tubuh yang sehat sangat tergantung dengan baik buruknya hati jasmani sehingga semakin baik antena atau semakin baik hati baik jasmani dan ruh maka semakin baik pula kenikmatan merasakan kenikmatan bertuhankan kepada Allah SWT yang didukung oleh kesehatan tubuh sehat.  

 

Setiap radio tidak dapat dipisahkan dengan antena demikian pula manusia tidak dapat dipisahkan dengan hati baik secara jasmani maupun ruh. Sekarang masih maukah kita memperlakukan hati dengan seenaknya saja? Adanya perbedaan perlakuan di dalam menjaga kesehatan antara hati jasmani dengan hati nurani akan menjadikan pola hidup manusia selaras dan seimbang antara jasmani dan ruh. Pola hidup sehat yang sesuai dengan ilmu kesehatan dan juga ilmu gizi akan menjadikan jasmani sehat. Sedangkan melaksanakan keimanan dengan sebenar-benarnya beriman kepada Allah SWT, melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya akan memberikan makanan dan minuman sehat kepada hati nurani manusia.

 

Setelah hati manusia sehat baik secara jasmani dan secara ruh, selanjutnya apa yang akan terjadi dalam diri manusia? Tingkat kesehatan jasmani manusia akan tinggi sedangkan kesehatan (kefitrahan) ruh akan tinggi pula. Dan jika ini yang terjadi akan menjadikan diri kita bahagia di dunia dan di akhirat kelak serta mampu beribadah dengan khusyuk yang ditunjang dengan jasmani yang sehat. Agar hati kita terus tetap bersama kebesaran dan kemahaan Allah SWT, untuk itu kita harus dapat menghindarkan diri atau sedapat mungkin tidak melakukan hal-hal sebagai berikut:

 

a.       Ghibah atau Menggunjing atau Mengumpat.

b.  Cinta Dunia, berdasarkan keterangan yang ada di dalam hadits Rasulullah SAW, dapat di artikan sebagai berikut : “Dunia ini adalah tempat bagi orang yang tidak memiliki tempat (di akhirat); Dunia adalah harta bagi orang yang tidak memiliki harta (di akhirat); Dunia ini hanya akan di tumpuk-tumpuk oleh orang yang tidak sempurna akalnya; Hanya orang yang tidak paham sajalah yang akan sibuk dengan kesenangan dunia; Hanya orang yang tidak berilmu sajalah yang akan merasa bersedih karena dunia; Hanya orang tidak memiliki Nurani sajalah yang akan dengki dalam masalah dunia; Hanya orang yang tidak mempunyai keyakinan kepada Allah SWT sajalah yang menjadikan dunia sebagai tujuannya.

c.       Kibir, Ujub (sombong, bangga diri) Hasad, Iri, dengki

d.       Tidak mempunyai rasa kemanusiaan atau belas kasih.

e.       Sum’ah (ria), ingin popular

f.        Tidak Ikhlas kepada Allah SWT

g.       Thamak, Loba, bakhil, kikir.

 

Jika sampai apa yang kami kemukakan di atas ini terjadi pada diri kita maka akan dapat mengganggu atau dapat mengakibatkan rusaknya alat komunikasi yang ada di dalam diri manusia yaitu hati nurani sehingga diri kita tidak dapat lagi menangkap siaran dari Allah SWT kepada diri kita dalam bentuk kasih sayang atau sesuai dengan konsep Asmaul Husna, terkecuali jika diri kita memang tidak mau menerima dan merasakan nikmatnya bertuhankan kepada Allah SWT. Selanjutnya agar kesehatan hati nurani tetap terjaga sehinggga hubungan komunikasi diri kita dengan Allah SWT tetap berjalan lancar, untuk itu kita harus melaksanakan hal hal sebagaimana berikut ini :

 

a.      Tahan mulutmu jangan sampai menjelekkan atau mencaci orang lain.

b.      Ingat Aib-Aibmu sebelum memperhatikan aib orang lain.

c.   Jangan mengatakan, mengaku-ngaku diri suci dan mengatakan orang lain kotor.

d.   Jangan meninggikan dirimu dan merendahkan atau menyepelekan orang lain.

e.     Jangan banggakan amalmu atau riya dengan amalmu supaya dilihat, dihargai orang lain.

f.      Jangan mencintai dunia dan menjauhi, meninggalkan akhirat.

g.     Jangan kamu berbisik-bisik sedangkan ada orang lain yang tidak engkau ajak ikut dalam urusan itu.

h.  Jangan Takabur (sombong) kepada orang lain ingat setiap manusia itu ada kelebihan dan kekurangannya, carilah kelebihannya.

i.     Jangan berkata kasar dalam suatu majelis supaya kamu ditakuti orang dengan kekasaranmu.

j.   Janganlah kamu suka membangkit-bangkitkan amal kebaikanmu, untuk itu sembunyikanlah sebagaimana engkau menyembunyikan kejahatanmu.

k.      Jangan suka merobek-robek pribadi orang lain dengan mulut.

l.         Sayangilah orang lain sebagaimana engkau menyayangi dirimu sendiri.

 

Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di muka bumi yang berkeinginan untuk pulang kampung ke syurga, tidak ada jalan lain bagi kita untuk selalu  menjaga, memelihara hati nurani diri kita agar jangan sampai rusak, kotor, tidak sesuai lagi dengan apa yang dikehendaki oleh Allah SWT. Terkecuali jika diri kita berketetapan hati untuk pulang ke neraka Jahannam maka silahkan, lakukan, perbuatan-perbuatan dosa yang akan mengakibatkan hati nurani menjadi kelam dan hal inilah yang paling dikehendaki oleh syaitan sang laknatullah, karena orang yang seperti ini akan menjadi kawan dan tetangga syaitan di neraka.

 

2.   Diketahui Segala Isinya. Allah SWT dengan segala kemampuan yang dimiliki-Nya, Allah SWT dengan segala kehebatannya yang melekat pada diri-Nya mampu mengetahui apapun juga yang ada di muka bumi termasuk mengetahui segala isi hati manusia. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Ahzab (33) ayat 51 berikut ini: Kamu boleh menangguhkan (menggauli) siapa yang kamu kehendaki di antara mereka (isteri-isterimu) dan (boleh pula) menggauli siapa yang kamu kehendaki. Dan siapa-siapa yang kamu ingini untuk menggaulinya kembali dari perempuan yang telah kamu cerai, maka tidak ada dosa bagimu. Yang demikian itu adalah lebih dekat untuk ketenangan hati mereka, dan mereka tidak merasa sedih, dan semuanya rela dengan apa yang telah kamu berikan kepada mereka. Dan Allah mengetahui apa yang (tersimpan) dalam hatimu. Dan adalah Allah Mengetahui lagi Maha Penyantun.”  Hal ini dimungkinkan karena Allah SWT sendirilah yang menjadi inisiator, pencipta, pemilik dari langit dan bumi serta pencipta dari manusia itu sendiri. Selanjutnya jika Allah SWT mampu mengetahui isi hati manusia, timbul pertanyaan, apa yang Allah SWT ketahui dari isi hati manusia? Isi hati manusia dapat terdiri dari niat, angan-angan, rencana, maksud dan tujuan, baik yang akan dilaksanakan ataupun belum akan dilaksanakan, apakah itu bersifat baik atau apakah itu bersifat buruk pasti dapat di ketahui oleh Allah SWT secara pasti.

 

Allah SWT mempunyai kemampuan untuk mengetahui segala isi hati manusia, lalu dapatkah kita membohongi Allah SWT, dapatkah kita menipu Allah SWT atau dapatkah kita menghindar dari kemampuan dan kehebatan Allah SWT atau dapatkah kita bersembunyi dari Allah SWT sehingga kita merasa bebas dari mempertanggung-jawabkan kekhalifahan yang kita laksanakan saat ini? Jika jawaban dari pertanyaan ini adalah kita tidak bisa menghindar dari pengawasan Allah SWT berarti Kemampuan dan Kehebatan Allah SWT sangat luar biasa. Sekarang mau kemana lagi kita pergi, mau kemana lagi kita bersembunyi, mau kemana lagi kita menghindar. Lalu masih tidak cukupkah bagi kita untuk menyatakan beriman kepada Allah SWT atau apakah kita mampu mencari tuhan baru selain Allah SWT? 

 

3.  Disinari dengan Nur Islam-Nya. Allah SWT akan memberikan sinar (cahaya) kepada hati dengan Nur IslamNya. Adanya cahaya yang diterima oleh hati akan memberikan dampak positif kepada hati ruhani dan juga hati jasmani. Hal ini berdasarkan surat Az Zumar (39) ayat 22 berikut ini:Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata. (surat Az Zumar (39) ayat 22).”  Untuk itu dengan memelihara dan menjaga kesehatan hati baik hati jasmani dan hati ruhani akan memberikan dampak positif baik kepada jasmani maupun kepada ruhani manusia.

 

Jika manusia mampu menjaga dan merawat kesehatan hati jasmani melalui pola hidup sehat maka kesehatan dan kebugaran tubuh dapat kita rasakan dan nikmati.  Selanjutnya jika hati ruhani manusia sudah disinari oleh Allah SWT maka akan memudahkan manusia menjalankan tugas di muka bumi hal ini dikarenakan petunjuk, lindungan, bantuan dari Allah SWT sudah kita dapatkan. Untuk itu peliharalah hati baik jasmani dan juga hati nurani sesuai dengan syarat dan ketentuan yang berlaku, agar hati kita tidak membatu, agar kita terhindar dari gangguan dan godaan ahwa (hawa nafsu) dan syaitan.

 

4.  Ditolong Allah SWT. Allah SWT akan memberikan bantuan atau pertolongan kepada diri kita yang selanjutnya akan mampu menjadikan hati menjadi tenteram. Sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Anfaal (8) ayat 10 berikut ini:Dan Allah tidak menjadikannya (mengirim bala bantuan itu), melainkan sebagai kabar gembira dan agar hatimu menjadi tenteram karenanya. Dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” Dan juga berdasarkan firman Allah SWT yang kami kemukakan berikut ini: Dan Allah tidak menjadikan pemberian bala-bantuan itu melainkan sebagai khabar gembira bagi (kemenangan)mu, dan agar tenteram hatimu karenanya  Dan kemenanganmu itu hanyalah dari Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (surat Ali ‘Imran (3) ayat 126). Dan untuk mendapatkan pertolongan Allah SWT dan juga untuk mendapatkan ketentraman atau ketenangan bathin sangatlah mudah karena hanya membutuhkan hati ruhani yang bersih dari syirik dan musyrik.

 

Bebasnya hati nurani dari pengaruh syirik dan musyrik berarti di dalam hati nurani yang ada hanya kebesaran dan kemahaan Allah SWT semata. Hal ini akan tercermin di dalam perbuatan yang kita lakukan selalu mematuhi perintah dan larangan-Nya yang pada akhirnya menjadikan manusia selalu berjalan di dalam koridor nilai nilai kebaikan. Jika kita dapat melakukan dan melaksanakan hal tersebut di atas maka pertolongan, pengawasan, kebesaran dan kemahaan Allah SWT dapat kita peroleh dan rasakan melalui hati nurani.


5.  Hati menjadi Lembut karena Ingat Allah  SWT. Allah SWT akan memberikan kelembutan hati sehingga peka terhadap keadaan, cepat tanggap serta mudah berbuat kebaikan dan mudah pula mendoakan orang lain. Hal ini berdasarkan surat Az Zumar (39) ayat 23 berikut ini: “Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) AlQuran yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendakiNya. Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka tidak ada seorangpun pemberi petunjuk baginya. (surat Az Zumar (39) ayat 23).  Adanya kelembutan di dalam hati ruhani akan menumbuhkan rasa kepekaan terhadap apa-apa yang terjadi di dalam masyarakat atau menjadikan diri kita mudah merasakan apa yang dirasakan oleh masyarakat atau tumbuhnya rasa welas asih dalam diri.

 

Selain daripada itu dengan tersambungnya hati ruhani dengan kemahaan dan kebesaran Allah SWT dapat pula menghasilkan ketenangan di dalam diri manusia atau kita memperoleh apa yang disebut dengan ketenangan bathin, tumbuhnya kewibawaan diri, bertambahnya rasa percaya diri, bekerja selalu mempunyai perhitungan yang matang, timbulnya kedisiplinan dalam diri serta selalu bekerja dengan penuh ketelitian dan keteraturan. Adanya kelembutan hati ruhani karena tersambung dengan kemahaan dan kebesaran Allah SWT akan memberikan dampak positif bagi diri manusia.

 

Hal ini dimungkinkan karena yang tersambung melalui hati nurani adalah nilai-nilai Ilahiah yang berasal dari nama nama Allah SWT yang indah lagi baik yang berjumlah (sembilan puluh sembilan) perbuatan. Dan jika kita berkepentingan dengan Allah SWT melalui nilai-nilai Ilahiah, tidak ada cara lain kecuali dengan selalu menyambungkan hati nurani kepada Allah SWT melalui keimanan dan ketaqwaan atau dengan melaksanakan Diinul Islam secara kaffah serta menjauhkan diri tindakan syirik dan musyrik atau jangan sampai hati nurani terkontaminasi pengaruh syirik dan musyrik sedikitpun saat hidup di muka bumi ini.

 

6. Menghadap Allah SWT Harus Dengan Hati Suci. Agar diri kita mampu menghadap kepada Allah SWT dengan baik dan benar dipersyaratkan untuk mempersiapkan hati yang suci lagi bersih dari pengaruh pengaruh ahwa (hawa nafsu) dan syaitan. Sehingga yang ada di dalam hati hanyalah ikhlas dan ridha hanya kepada Allah SWT semata. Hal ini berdasarkan surat As Shaaffaat (37) ayat 84 berikut ini: (Ingatlah) ketika ia datang kepada Tuhannya dengan hati yang suci.”  Dan juga berdasarkan surat Asy Syu’araa’ (26) ayat 89 yang kami kemukakan berikut ini: “kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.” Sekarang bagaimana dengan diri kita jika ingin menghadap Allah SWT atau jika kita ingin berkomunikasi dengan Allah SWT atau jika kita ingin memenuhi undangan Allah SWT saat melaksanakan haji dan umroh? Jawaban dari pertanyaan ini adalah kita wajib  memenuhi syarat dan ketentuan protokoler yang berlaku yang telah ditetapkan oleh Allah SWT, sebagaimana firman Allah SWT berikut ini:  “(Yaitu) orang yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sedang Dia tidak kelihatan (olehnya) dan dia datang dengan hati yang bertaubat, (surat Qaaf (50) ayat 33)

 

Lalu untuk apa kita memenuhi syarat dan ketentuan protokoler itu? Memenuhi syarat dan ketentuan protokoler istana merupakan salah satu bentuk penghormatan kepada simbol simbol negara yaitu kepada Presiden sebagai kepala Negara. Demikian pula sewaktu kita memenuhi protokoler untuk menghadap, untuk berkomunikasi dan untuk memenuhi undangan Allah SWT merupakan bentuk penghormatan diri kita kepada kebesaran dan kemahaan Allah SWT, kepada kemuliaan Allah SWT, kepada keagungan Allah SWT.

 

Sekarang jika Allah SWT adalah Al-Quddus, suci dari segala cacat dan segala cela, dimana Al-Quddus yang dimiliki oleh Allah SWT bersifat kekal, Al-Quddus yang dimiliki oleh Allah SWT bersifat tidak ada yang dapat menandinginya, Al-Quddus yang dimiliki oleh Allah SWT bersifat berdiri dengan sendirinya, selanjutnya bagaimana kita harus menyikapi kondisi ini? Kita wajib memberikan penghormatan kepada Allah SWT sesuai dengan kondisi yang dimiliki oleh Allah SWT itu sendiri. Untuk itu jika kita ingin menghadap Allah SWT atau ingin berkomunikasi dengan Allah SWT atau memenuhi undangan dari Allah SWT maka kitapun wajib menyesuaikan diri kita sesuai dengan kondisi Allah SWT, yaitu suci dan bersih baik jasmani maupun ruhani.

 

Untuk jasmani kita diwajibkan mandi (suci dari hadast besar ataupun kecil) terlebih dahlu lalu menggunakan pakaian yang bersih sesuai dengan kepantasan dan kepatutan atau mempergunakan kain ihram saat melaksanakan ibadah haji ataupun umroh. Sedangkan untuk ruh kita harus selalu mempersiapkan hati yang mukmin dari waktu ke waktu agar kita selalu mampu menjangkau kebesaran dan kemahaan Allah SWT dari waktu ke waktu pula tanpa henti dikarenakan tidak ada larangan untuk menyambungkan hati nurani secara terus menerus dengan Allah SWT.

 

Dan adanya pemenuhan syarat dan ketentuan protokoler istana sewaktu bertemu atau menghadap Presiden, maka akan terjadi hubungan yang saling hormat menghormati antara diri kita sebagai tamu dengan presiden sebagai tuan rumah. Demikian pula dengan Allah SWT kepada diri kita, yaitu jika kita ingin dihormati, ingin dimudahkan, ingin dipelihara, ingin diberi petunjuk oleh Allah SWT maka kitapun wajib menghormati kebesaran dan kemahaan Allah SWT atau wajib meletakkan dan menempatkan Allah SWT sesuai dengan kondisi yang sebenarnya.Tanpa itu semua maka kita tidak akan dapat memperoleh kenikmatan dari bertuhankan Allah SWT saat hidup di muka bumi ini, akhirnya mampu menghantarkan diri kita bahagia di dunia dan bahagia di akhirat kelak.

 

7.  Tentram Hati Karena Ingat Allah SWT. Ketenteraman dan ketenangan hati saat hidup dan menghadapi kehidupan ini hanya dapat diperoleh jika kita selalu mengingat Allah SWT. Sebagaimana dikemukakan dalam surat Ar Ra’d (13) ayat 28 berikut ini:(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.”  Untuk itu lakukanlah dzikir di waktu kita sedang mengalami keruwetan, kepusingan ataupun merasa tidak tenang memikirkan anak belum pulang sampai larut malam. Apa yang kita peroleh setelah melakukan dzikir? Rasa was-was, rasa takut, rasa tidak nyaman, rasa ketar-ketir, menjadi hilang atau berkurang setelah kita berdzikir.  

 

Kata "dzikir" menurut bahasa artinya ingat. Sedangkan dzikir menurut pengertian syariat adalah mengingat Allah SWT dengan maksud untuk mendekatkan diri kepadaNya sebanyak banyaknya dengan tanpa menghitung hitung berapa jumlah yang akan dan telah kita dzikirkan dikarenakan dalam dzikir tidak mengenal istilah “jarak, ruang dan waktu”. Sebagaimana dikemukakan di dalam surat Al Ahzab (33) ayat berikut ini: "Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya." (surat Al-Ahzab (33) ayat 41).” Sedangkan berdasarkan ketentuan di dalam surat Ali Imran (3) ayat 191 berikut ini: "(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka."  

 

Adanya ketentuan ini maka kita dapat melakukan dzikir sambil berdiri, sambil duduk, sambil berbaring, atau dalam segala keadaan seperti di tengah kemacetan, di tengah menghadapi antrian, di tengah tengah keramaian, dimanapunn kita berada dan lain sebagainya. Atau dengan kata lain, berdzikir dapat dilakukan dengan berbagai cara dan dalam keadaan bagaimanapun, kecuali di tempat yang tidak sesuai dengan kesucian Allah SWT, seperti bertasbih dan bertahmid di dalam kamar mandi. Dan masih berdasarkan ketentuan surat Ali Imran (3) ayat 191 di atas, dzikir bukan hanya aktivitas mengingat Allah SWT semata. Akan tetapi kegiatan memikirkan, merenungkan serta mempelajari tentang penciptaan langit dan bumi juga termasuk dalam kategori berdzikir kepada Allah SWT.  Selain itu, kita diperintahkan untuk berdzikir kepada Allah SWT  agar kita selalu mengingat akan kekuasaan dan kebesaranNya sehingga kita bisa terhindar dari penyakit sombong, angkuh dan takabbur.

 

Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi, ada satu hal lainnya yang harus kita perhatikan yaitu ingat kepada Allah SWT bukanlah sekedar ingat. Akan tetapi ingat kepada Allah SWT haruslah ingat yang harus disertai dengan perbuatan yang sesuai dengan yang kita ingat. Katakan jika kita ingat Allah SWT adalah Maha Kaya, maka jika kita memiliki kekayaan yang berasal dari Allah SWT sudahkah kekayaan yang kita miliki kita pergunakan di dalam kehendak Allah SWT, atau sudahkah sebahagian kekayaan yang kita miliki kita keluarkan hak Allah SWT kepada orang yang memerlukan, atau sudahkah kekayaan yang kita miliki kita pergunakan untuk membeli tiket masuk syurga atau jangan sampai kekayaan yang kita miliki justru membawa diri kita ke Neraka Jahannam. Dan ingat, bahwa Allah SWT selaku Dzat Yang Maha Besar tidak butuh dengan dzikir yang kita lakukan, melainkan kitalah yang sangat membutuhkan dzikir kepada Allah SWT. Jika kita mampu berdzikir yang sesuai dengan kehendak Allah SWT, akan mampu menghan-tarkan diri kita mengenal siapa diri kita dan siapa Allah SWT yang sesungguhnya lalu mampu menghantarkan diri kita hanyalah sebagai hamba semata (abd) sedangkan Allah SWT adalah Tuhan bagi seluruh alam semesta (rabb).

 

Ayo berdzikir dan berpikir akan kebesaran dan kekuasaan Allah SWT. Tak ada yang lebih indah di dunia ini melainkan menjadi orang yang cerdas menurut kriteria sang Pencipta berikut ini: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal. (yaitu) orang orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia sia; Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka. (surat Ali Imran (3) ayat 190, 191).” Celakalah orang yang hidup tetapi hatinya sakit sebab di hidup di arena kemaksiatan. Dan sia sialah orang yang hidup tetapi memiliki hati yang mati sebag orang yang demikian hidup dalam kekufuran. Hatinya dikunci mati oleh Allah, sama saja bagi mereka diberi petunjuk atau tidak. Inilah hati orang kafir. Dan jangan biarkan hidup ini diwarnai dengan semerbak wangi bunga kematian dan jangan biarkan hati kita menjadi taman bagi sekuntum bunga kematian.

 

Sebagai orang yang membutuhkan aktivitas dzikir, ketahuilah bahwa aktivitas berdzikir bisa dibedakan menjadi dua, yaitu “Dzikir Wajib dan Dzikir Sunnah.” Kita wajib berdzikir (mengingat Allah) dalam tiga situasi. Yang pertama, kita melihat adanya makhluk maka kita harus mengingat khalikNya. Yang kedua, apabila kita melihat ciptaan, maka kita harus bisa menyadari kekuatan dan kebijaksanaan Tuhan yang tidak terbatas karena telah memperlihatkan karya nyata berupa alam semesta ini. Yang ketiga, kita harus memandang Allah sebagai sumber anugerah dan seharusnyalah kita tidak menyianyiakan cintaNya yang ditanamkan ke dalam hati kita.

 

Sebagai tingkatan pertama mengenal Allah, dzikir seperti ini adalah sebuah kewajiban bagi setiap manusia. Apabila manusia telah mengenal Allah pada tingkat wajib dan mulai mencintaiNya dan mengabdi kepadaNya maka dzikir yang terus dilakukannya menjadi sunnah baginya. Artinya, disunahkan kepadanya agar setiap kali melihat makhluk, ia selayaknya mengingat penciptanya. Setiap kali ia melihat suatu karunia, haruslah ia menganggapnya sebagai hadiah dari Allah. Dan dengan begitu, ia tak akan melupakan Allah SWT selama hayat masih di kandung badan. Dzikir semacam ini tergolong ibadah yang paling baik. Selain dzikir wajib dan dzikir sunnah yang telah kami kemukakan di atas, masih ada pilihan berdzikir kepada Allah SWT dalam bentuk yang lainnya, yaitu: (a) Dzikir yang dikaitkan dengan Ingat kepada hasil ciptaanNya, kebesaranNya, kemahaanNya. Jika dzikir ini yang kita lakukan terdapat pemisah antara diri kita selaku hamba (Abd) dengan Allah SWT selaku Rabb; (b) Dzikir yang dikaitkan dengan ingat langsung kepada Allah SWT. Jika ini yang kita lakukan tidak ada lagi tirai, perantaraan, hijab atau penghalang antara diri kita selalu abd’ (hamba) dengan Allah selaku Rabb.

 

8.    Hati Ditunjuki Allah SWT. Allah SWT memberi petunjuk dan bimbingan kepada hati tempat diletakkannya pemahaman, sepanjang keimanan ada di dalam diri manusia. Sebagaimana dikemukakan dalam surat At Taghaabun (64) ayat 11 berikut ini: “Tidak ada sesuatu musibahpun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” Adanya petunjuk dan bimbingan dari Allah SWT mampu meningkatkan pemahaman yang telah kita miliki. Sekarang Allah SWT memiliki perbuatan (af’al) yang bernama Al Haadii (pemberi pertunjuk), lalu untuk siapakah petunjuk Allah SWT tersebut? Petunjuk Allah SWT tentunya untuk manusia. Petunjuk Allah SWT tentunya untuk diri kita sebab Allah SWT tidak membu-tuhkan petunjuk untuk dirinya sendiri. Jika petunjuk itu adalah untuk diri kita, tinggal bagaimana kita mendapatkan atau memperoleh petunjuk itu sendiri.

 

Untuk mendapatkan petunjuk dari  Allah SWT, syaratnya sangat mudah yaitu berimanlah hanya kepada Allah SWT saja lalu mintalah petunjuk itu langsung kepada Allah SWT maka petunjuk akan diberikan melalui hati ruhani. Hal yang harus diperhatikan bahwa Allah SWT hanya akan memberikan petunjuk atau bimbingan kepada manusia hanya melalui hati ruhani bukan kepada yang lainnya. Selanjutnya apakah hanya petunjuk saja yang Allah SWT berikan kepada manusia yang telah beriman? Allah SWT akan memberikan kepada umatnya yang beriman tidak hanya petunjuk akan tetapi juga tambahan kemampuan Amanah yang 7 yang ada pada diri kita serta melalui af’al (perbuatan)  yang dimiliki oleh Allah SWT akan diberikan kepada umatnya sepanjang umatnya telah beriman kepada-Nya atau umatnya tidak menyekutukan-Nya dengan yang lain maka kesemuanya akan diberikan sesuai dengan porsinya masing-masing.

 

Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di muka bumi yang sudah tahu diri, tentu kita harus bisa memanfaatkan dan merasakan kebesaran dan kemahaan Allah SWT yang dapat dijangkaui hanya melalui hati nurani tidak hanya untuk kepentingan kita sendiri, melainkan juga untuk kemaslahatan umat dalam kerangka melaksanakan ibadah Ikhsan dalam koridor pelaksanaan Rukun Iman, Rukun Islam serta Ikhsan itu sendiri dalam satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Semoga kita mampu melaksanakannya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar