D. HUBUNGAN ALLAH SWT
DENGAN HATI MANUSIA.
Allah SWT
berkedudukan di Arsy, akan tetapi sifat Ma’ani yang 7(tujuh) serta Af’al (perbuatan)
Allah SWT yang termaktub dalam nama nama-Nya yang indah lagi baik yang berjumlah
99 (sembilan puluh sembilan) ada dan sudah berada di sekeliling diri kita
sehingga diri kita sudah berada di dalam kekuasaan-Nya, sehingga diri kita
sudah berada di dalam kekuatan-Nya, diri kita sudah berada di dalam pengawasan-Nya,
diri kita sudah berada di dalam pemeliharaanNya, diri kita sudah berada di
dalam kemahaan dan kebesaran-Nya sehingga diri kita tidak akan dapat dipisahkan
dengan Allah SWT. Timbul pertanyaan, sudah aktifkah kemahaan dan kebesaran
Allah SWT kepada diri kita? Jawaban dari pertanyaan ini adalah Allah SWT belum aktif,
atau bahkan tidak akan aktif sepanjang diri kita diam saja dengan kemahaan dan
kebesaran Allah SWT, atau sepanjang diri kita belum melaksanakan sesuatu yang
paling dikehendaki oleh Allah SWT melalui permohonan doa maka Allah SWT pun
belum berbuat apapun kepada diri kita.
Selanjutnya mari kita
perhatikan hadits berikut ini: Wahab bin Munabbih
berkata: Allah ta’ala berfirman: Sesungguhnya langit-langit dan bumi tidak
berdaya menjangkauKu Aku telah dijangkau
oleh hati seorang mukmin. (Hadits Riwayat Ahmad dari Wahab bin Munabbih, 272-32). Berdasarkan ketentuan hadits ini diperlukan
sebuah komponen atau alat bantu untuk menjangkat dan menerima kebesaran dan
kemahaan Allah SWT dalam hal ini adalah hati ruhani orang mukmin. Dan sepanjang hati orang yang mukmin itu baik,
benar, bersih, tidak kotor, tidak berkarat, tidak berkubang dengan dosa, maka
gelombang, siaran, pantauan Allah SWT yang merupakan pancaran atas kekuasaan,
kekuatan, pengawasan, pemeliharaan yang Allah SWT lakukan kepada langit dan
bumi termasuk kepada diri kita dapat dijangkau melalui hati ruhani. Untuk itulah kita
wajib menjaga, memelihara, dan selalu memperbaiki komponen hati ruhani agar
kita dapat tersambung terus dengan kebesaran dan kemahaan Allah SWT. Hal yang
harus kita perhatikan adalah jika pesawat radio saja membutuhkan kondisi antena
yang prima untuk menerima siaran radio. Hal yang samapun juga berlaku dengan hati
ruhani diri kita, jika hati ruhani rusak
maka rusaklah hubungan kita dengan Allah SWT.
Melalui hadits yang
kami kemukakan berikut ini: “Nabi SAW bersabda: Sesungguhnya bila seorang hamba melakukan dosa satu
kali, maka di dalam hatinya timbul satu titik noda hitam. Apabila ia berhenti
dari perbuatan dosanya dan memohon ampun serta bertobat, maka bersihlah
hatinya. Jika ia kembali berbuat dosa,maka bertambahlah hitamnya titik nodanya
itu sampai memenuhi hatinya. (Hadits Riwayat Ahmad, Ath Thirmidzi, Ibnu Majah,
Nasa’i, Ibnu Hibban dan Hakim). Salah satu hal yang dapat merusak, mengotori,
membuat hati ruhani beku adalah perbuatan dosa atau perbuatan maksiat. Adanya dosa
membuat hati ruhani menjadi kotor, bernoda hitam yang mengakibatkan hati ruhani
tidak dapat menjangkau kebesaran dan kemahaan Allah SWT. Jika hati ruhani
diibaratkan sebuah cermin dan jika cermin itu hitam kelam penuh dengan kotoran,
apa yang dapat kita lakukan dengan cermin itu. Dapatkah kita bercermin dengan
baik?
Baik dan buruknya
cermin, baik buruknya benda yang dilihat dari cermin, kesemuanya sangat
tergantung dari pemilik cermin, apakah pemilik cermin itu mau memelihara, mau
merawat, mau membersihkan cermin dari noda-noda yang menempel di cermin,
sebagaimana firman Allah SWT berikut ini: “Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka
usahakan itu menutup hati mereka. (surat Al Muthaffiffin (83) ayat 14).” Berikut ini akan kami kemukakan beberapa
penyebab terjadinya kerusakan hati ruhani sehingga hati ruhani menjadi kotor,
kelam, kaku, beku yang mengakibatkan diri kita jauh dari Allah SWT atau membuat
diri kita tidak sesuai lagi dengan kehendak Allah SWT, yaitu: (a) Sengaja berbuat dosa dengan harapan dosanya
nanti di ampuni; (b) Memiliki ilmu, tetapi tidak di amalkan; (c) Beramal, tapi tidak ikhlas; (d) Memakan rezeki Allah SWT, tetapi tidak
pernah bersyukur; (e) Tidak ridha dengan pemberian Allah SWT; (f) dan sering mengubur orang mati, namun tidak
mau mengambil pelajaran dari kematian tersebut. Kondisi ini sejalan dengan
apa yang dikemukakan hadits berikut ini: “Abu Hurairah
r.a berkata: Nabi SAW bersabda: Bukannya kekayaan itu karena banyaknya harta
benda, tetapi kekayaan yang sesungguhnya ialah kaya hati. (Hadits Riwayat Bukhari,
Muslim, dalam Al Lulu Wal Marjan: 624). Sekarang apa yang harus kita lakukan
untuk memelihara hati nurani?
Untuk dapat
memelihara hati nurani atau untuk selalu
menjaga kebersihan dan kefitrahan hati nurani sehingga kita selalu berada dalam
lindungan Allah SWT maka :
a. Perbanyak berdzikir, mengingat
Allah SWT, dimanapun, kapanpun, dalam kondisi apapun, sebagaimana hadits
berikut ini: Rasulullah bersabda: Janganlah kalian banyak
berbicara selain berdzikir kepada Allah, karena sesungguhnya banyak berbicara
selain dzikir dapat menyebabkan hati keras, padahal manusia yang paling jauh
dari rahmat Allah adalah orang yang memiliki hati yang keras. (Hadits Riwayat Ath
Thirmidzi)
b. Perbanyak istighfar,
meminta ampun, dimanapun, kapanpun, dalam kondisi apapun, sebagaimana hadits
berikut ini: Rasulullah bersabda: Maukah aku tunjukkan kepada
kalian mengenai penyakit kalian dan obat untuk kalian? Bahwasanya penyakit
kalian adalah berbuat dosa, sedangkan obatnya adalah beristighfar. (Hadits Riwaya Adh Dailami,
dari Anas bin Malik)
c.
Perbanyak bergaul dengan orang shalih, dengan sering
menghadiri majelis ta’lim dan mendengarkan nasehat-nasehat mereka.
d.
Rutinkan setiap hari untuk mempelajari AlQuran melalui membaca
AlQuran yang diikuti dengan memahami maknanya lalu mengamalkannya.
e.
Rutinkan untuk mendirikan Qiyamul Lail (shalat Tahajud)
dan sering seringlah untuk bermunajat kepada Allah SWT pada malam hari serta
rutinkan pula sedikit makan dengan memperbanyak puasa sunnah.
Jika kita telah mengetahui bahwa keberadaan Allah SWT di alam semesta hanya dapat dirasakan dan hanya dapat dijangkau oleh hati ruhani orang mukmin, maka apakah kita akan terus memperlakukan hati ruhani kita dengan semena-mena? Peliharalah dan selalu jaga kesehatan hati baik itu hati secara jasmani maupun hati secara ruhani. Hal yang harus kita perhatikan adalah perlakuan kepada hati jasmani dengan perlakuan kepada hati ruhani adalah berbeda. Untuk hati ruhani, kita harus melaksanakan keimanan dengan sebenar-benarnya beriman kepada Allah SWT, laksanakan perintah-Nya dan jauhi larangan-Nya atau laksanakan Diinul Islam secara kaffah sedangkan untuk hati secara jasmani dengan menjaga dan selalu memelihara pola hidup sehat yang sesuai dengan ilmu kesehatan. Selamat mencoba dan semoga berhasil.
“Kebaikan
adalah cahaya dalam hati dan kekuatan dalam tubuh.
Keburukan
adalah kegelapan dalam hati dan kelemahan dalam tubuh”
Selanjutnya akan kami kemukakan tentang hubungan Allah SWT dengan hati
manusia, sebagaimana berikut ini:
1. Allah SWT Terhijab
Dengan Hati Manusia. Kebesaran dan kemahaan
Allah SWT terhijab (terhalang) dengan hati manusia itu sendiri. Adanya selubung
yang menyelubungi hati (hijab) menunjukkan kebesaran dan kemahaan Allah SWT
yang sudah ada di sekitar diri kita namun tidak serta merta bisa tersambung dengan
hati kita. Hal ini berdasarkan surat Al Anfaal (8) ayat 24 berikut ini: “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah
seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang
memberi kehidupan kepada kamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah
membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepadaNyalah kamu akan
dikumpulkan.” Hal ini seperti halnya siaran radio yang telah
dipancarkan oleh antena pemancar radio hanya terhalang oleh sejauh mana diri
kita menghidupkan radio dan juga menyelaraskan atau menyamakan gelombang radio
yang miliki dengan gelombang radio yang telah dipancarkan oleh pemancar
radio.Adanya aktifitas kita menghidupkan radio dan proses menyamakan gelombang
radio dengan gelombang yang dipancarkan pemancar radio maka kita bisa menerima
dan menikmati siaran radio dengan baik lagi bersuara jernih.
Hal yang harus kita jadikan pedoman adalah
siaran radio tidak akan bisa sempurna suaranya jika antara gelombang radio yang
kita miliki tidak sesuai dengan gelombang radio yang dipancarkan oleh pemancar
radio. Dan sekali lagi kami ingatkan bahwa tidak akan mungkin terjadi pemancar
gelombang radio yang menyesuaikan diri dengan gelombang radio yang kita miliki.
Lalu bagaimana dengan kemahaan dan kebesaran Allah SWT yang sudah ada bersama
diri kita, yang sudah dekat dengan diri kita, apakah sudah tersambung? Tersambung atau tidaknya kemahaan dan
kebesaran Allah SWT sangat tergantung kepada aktifitas diri kita untuk membuka
hijab (selubung) hati yang menghalangi kebesaran dan kemahaan Allah SWT karena
hati inilah yang menjadi antena (alat bantu) bagi diri kita untuk bisa
merasakan rasa kebesaran dan kemaahaan Allah SWT.
Antena merupakan
komponen terpenting bagi pesawat radio sebab tanpa antena maka siaran radio
tidak akan pernah dapat ditangkap oleh pesawat radio walaupun seluruh komponen
radio dalam kondisi baik. Sekarang bagaimana jika radio tidak memiliki antena?
Jika pesawat radio tidak memiliki antena maka sepanjang itu pula diri kita
tidak bisa menikmati siaran radio. Selanjutnya perlukah antena dijaga dan
dirawat? Antena radio wajib dirawat dan dijaga dikarenakan baik dan buruknya
siaran yang dipancarkan oleh stasiun pemancar radio sangat tergantung dari baik
dan buruknya kualitas antena. Timbul pertanyaan, adakah hubungan antara
kenikmatan menikmati siaran radio dengan jauh dekatnya pemancar radio?
Kenikmatan mendengar siaran radio tidak ada hubungannya dengan jauh dekatnya
antara radio yang kita miliki dengan stasiun pemancar radio sepanjang radio
yang kita memiliki dalam keadaan “On” serta memiliki antena yang baik. Adanya kondisi ini
berarti antara radio yang kita miliki dengan stasiun pemancar radio hanya
terhijab atau hanya terhalang dengan kondisi “on” dan antena saja.
Sekarang bagaimana dengan kebesaran dan
kemahaan Allah SWT yang sudah ada
bersama diri kita sehingga diri kitapun sudah tidak dapat dipisahkan dengan
kebesaran dan kemahaan Allah SWT tersebut? Dalam kondisi ini kesemuanya sangat
tergantung kepada diri kita sendiri, jika kita merasa membutuhkan kebesaran dan
kemahaan Allah SWT maka lakukanlah, berbuatlah sesuatu untuk meraihnya. Dan
jika kita merasa tidak membutuhkan lagi kebesaran dan kemahaan Allah SWT,
jadilah makhluk yang paling dikehendaki oleh syaitan. Adanya kondisi yang kami
kemukakan di atas, dapat dikatakan bahwa kebesaran dan kemahaan Allah SWT kepada diri
kita hanya terhijab atau hanya terhalang atau hanya tertutup oleh kondisi “ON”
atas hati ruhani atau hanya terhalang dengan apakah diri kita merasa
membutuhkan kebesaran dan kemahaan Allah SWT ataukah tidak membutuhkan kebesaran
dan kemahaan Allah SWT.
Hal ini dikarenakan kebesaran
dan kemahaan dari Allah SWT sudah berada di sekeliling kita karena kita sendiri
sudah di dalam kebesaran dan kemahaan Allah SWT. Kondisi ini sama persis dengan
siaran radio yang dipancarkan oleh stasiun pemancar maka sepanjang radio dalam
posisi “ON” disertai antena yang sempurna maka siaran radio dapat kita nikmati.
Hal yang sama juga berlaku dengan Allah SWT jika kita sudah menyambungkan atau
menyelaraskan atau menyamakan frekuensi atau menyamakan persepsi atau
menyamakan syarat dan ketentuan yang telah Allah SWT gariskan (dalam hal ini keimanan
dan ketaqwaan atau hati yang mukmin) maka kebesaran dan kemahaan Allah SWT
dapat kita terima dan dapat kita rasakan dengan baik melalui hati ruhani,
sebagaimana hadits berikut ini: “Abu Hurairah r.a. berkata: Nabi SAW bersabda:
Allah ta’ala berfirman: Siapa yang ingat (berdzikir) padaKu dalam hatinya. Aku
ingat padaNya dalam diriku dan siapa yang dzikir padaKu di tengah-tengah
rombongan Aku ingat padaNya dalam rombongan yang lebih banyak dan lebih baik. (Hadits
Qudsi Riwayat Ibn Syahin, 272: 146)
Radio memiliki antena
untuk menangkap siaran radio. Manusia memiliki hati nurani untuk menjangkau,
merasakan kebesaran dan kemahaan Allah SWT. Antena radio harus dijaga dan
dipelihara sesuai dengan syarat dan ketentuan pabrikan radio. Hal yang samapun
juga berlaku kepada hati, dimana hati jasmani dan juga hati nurani juga harus dijaga
dan dipelihara sesuai dengan syarat dan ketentuan yang berlaku. Jika kenikmatan
mendengar siaran radio sangat tergantung dengan baik dan buruknya antena
berarti kenikmatan
dari bertuhankan Allah SWT sangat tergantung dengan baik buruknya kondisi hati nurani
atau kenikmatan mempunyai tubuh yang sehat sangat tergantung dengan baik
buruknya hati jasmani sehingga semakin baik antena atau semakin baik hati baik jasmani
dan ruh maka semakin baik pula kenikmatan merasakan kenikmatan bertuhankan
kepada Allah SWT yang didukung oleh kesehatan tubuh sehat.
Setiap radio tidak
dapat dipisahkan dengan antena demikian pula manusia tidak dapat dipisahkan
dengan hati baik secara jasmani maupun ruh. Sekarang masih maukah kita
memperlakukan hati dengan seenaknya saja? Adanya perbedaan perlakuan di dalam
menjaga kesehatan antara hati jasmani dengan hati nurani akan menjadikan pola
hidup manusia selaras dan seimbang antara jasmani dan ruh. Pola hidup sehat
yang sesuai dengan ilmu kesehatan dan juga ilmu gizi akan menjadikan jasmani
sehat. Sedangkan melaksanakan keimanan dengan sebenar-benarnya beriman
kepada Allah SWT, melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya akan
memberikan makanan dan minuman sehat kepada hati nurani manusia.
Setelah hati manusia
sehat baik secara jasmani dan secara ruh, selanjutnya apa yang akan terjadi dalam
diri manusia? Tingkat kesehatan jasmani manusia akan tinggi sedangkan kesehatan
(kefitrahan) ruh akan tinggi pula. Dan jika ini yang terjadi akan menjadikan diri
kita bahagia di dunia dan di akhirat kelak serta mampu beribadah dengan khusyuk
yang ditunjang dengan jasmani yang sehat. Agar hati kita terus tetap bersama
kebesaran dan kemahaan Allah SWT, untuk itu kita harus dapat menghindarkan diri
atau sedapat mungkin tidak melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. Ghibah atau Menggunjing atau Mengumpat.
b. Cinta Dunia, berdasarkan keterangan
yang ada di dalam hadits Rasulullah SAW, dapat di artikan sebagai berikut : “Dunia
ini adalah tempat bagi orang yang tidak memiliki tempat (di akhirat); Dunia
adalah harta bagi orang yang tidak memiliki harta (di akhirat); Dunia ini hanya
akan di tumpuk-tumpuk oleh orang yang tidak sempurna akalnya; Hanya orang yang
tidak paham sajalah yang akan sibuk dengan kesenangan dunia; Hanya orang yang
tidak berilmu sajalah yang akan merasa bersedih karena dunia; Hanya orang tidak
memiliki Nurani sajalah yang akan dengki dalam masalah dunia; Hanya orang yang
tidak mempunyai keyakinan kepada Allah SWT sajalah yang menjadikan dunia
sebagai tujuannya.
c. Kibir, Ujub (sombong, bangga diri) Hasad, Iri, dengki
d. Tidak mempunyai rasa kemanusiaan atau belas kasih.
e. Sum’ah (ria), ingin popular
f.
Tidak Ikhlas kepada Allah SWT
g. Thamak, Loba, bakhil, kikir.
Jika sampai apa yang
kami kemukakan di atas ini terjadi pada diri kita maka akan dapat mengganggu
atau dapat mengakibatkan rusaknya alat komunikasi yang ada di dalam diri
manusia yaitu hati nurani sehingga diri kita tidak dapat lagi menangkap siaran
dari Allah SWT kepada diri kita dalam bentuk kasih sayang atau sesuai dengan konsep
Asmaul Husna, terkecuali jika diri kita memang tidak mau menerima dan merasakan
nikmatnya bertuhankan kepada Allah SWT. Selanjutnya agar kesehatan hati nurani tetap
terjaga sehinggga hubungan komunikasi diri kita dengan Allah SWT tetap berjalan
lancar, untuk itu kita harus melaksanakan hal hal sebagaimana berikut ini :
a. Tahan mulutmu jangan
sampai menjelekkan atau mencaci orang lain.
b. Ingat Aib-Aibmu
sebelum memperhatikan aib orang lain.
c. Jangan mengatakan,
mengaku-ngaku diri suci dan mengatakan orang lain kotor.
d. Jangan meninggikan
dirimu dan merendahkan atau menyepelekan orang lain.
e. Jangan banggakan
amalmu atau riya dengan amalmu supaya dilihat, dihargai orang lain.
f. Jangan mencintai dunia dan menjauhi, meninggalkan
akhirat.
g. Jangan kamu
berbisik-bisik sedangkan ada orang lain yang tidak engkau ajak ikut dalam
urusan itu.
h. Jangan Takabur
(sombong) kepada orang lain ingat setiap manusia itu ada kelebihan dan
kekurangannya, carilah kelebihannya.
i. Jangan berkata kasar dalam suatu majelis supaya kamu
ditakuti orang dengan kekasaranmu.
j. Janganlah kamu suka membangkit-bangkitkan amal
kebaikanmu, untuk itu sembunyikanlah sebagaimana engkau menyembunyikan
kejahatanmu.
k. Jangan suka
merobek-robek pribadi orang lain dengan mulut.
l.
Sayangilah orang lain sebagaimana engkau menyayangi
dirimu sendiri.
Sebagai abd’
(hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di muka bumi yang berkeinginan untuk pulang
kampung ke syurga, tidak ada jalan lain bagi kita untuk selalu menjaga, memelihara hati nurani diri kita
agar jangan sampai rusak, kotor, tidak sesuai lagi dengan apa yang dikehendaki
oleh Allah SWT. Terkecuali jika diri kita berketetapan hati untuk pulang ke neraka
Jahannam maka silahkan, lakukan, perbuatan-perbuatan dosa yang akan
mengakibatkan hati nurani menjadi kelam dan hal inilah yang paling dikehendaki
oleh syaitan sang laknatullah, karena orang yang seperti ini akan menjadi kawan
dan tetangga syaitan di neraka.
2. Diketahui Segala Isinya. Allah SWT dengan
segala kemampuan yang dimiliki-Nya, Allah SWT dengan segala kehebatannya yang
melekat pada diri-Nya mampu mengetahui apapun juga yang ada di muka bumi
termasuk mengetahui segala isi hati manusia. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Ahzab (33) ayat 51 berikut ini: “Kamu boleh menangguhkan (menggauli) siapa
yang kamu kehendaki di antara mereka (isteri-isterimu) dan (boleh pula)
menggauli siapa yang kamu kehendaki. Dan siapa-siapa yang kamu ingini untuk
menggaulinya kembali dari perempuan yang telah kamu cerai, maka tidak ada dosa
bagimu. Yang demikian itu adalah lebih dekat untuk ketenangan hati mereka, dan
mereka tidak merasa sedih, dan semuanya rela dengan apa yang telah kamu berikan
kepada mereka. Dan Allah mengetahui apa yang (tersimpan) dalam hatimu. Dan
adalah Allah Mengetahui lagi Maha Penyantun.” Hal ini dimungkinkan karena Allah SWT
sendirilah yang menjadi inisiator, pencipta, pemilik dari langit dan bumi serta
pencipta dari manusia itu sendiri. Selanjutnya jika Allah SWT mampu mengetahui
isi hati manusia, timbul pertanyaan, apa yang Allah SWT ketahui dari isi hati
manusia? Isi
hati manusia dapat terdiri dari niat, angan-angan, rencana, maksud dan tujuan,
baik yang akan dilaksanakan ataupun belum akan dilaksanakan, apakah itu
bersifat baik atau apakah itu bersifat buruk pasti dapat di ketahui oleh Allah
SWT secara pasti.
Allah SWT mempunyai
kemampuan untuk mengetahui segala isi hati manusia, lalu dapatkah kita
membohongi Allah SWT, dapatkah kita menipu Allah SWT atau dapatkah kita
menghindar dari kemampuan dan kehebatan Allah SWT atau dapatkah kita
bersembunyi dari Allah SWT sehingga kita merasa bebas dari mempertanggung-jawabkan
kekhalifahan yang kita laksanakan saat ini? Jika jawaban dari pertanyaan ini
adalah kita tidak bisa menghindar dari pengawasan Allah SWT berarti Kemampuan
dan Kehebatan Allah SWT sangat luar biasa. Sekarang mau kemana lagi kita pergi,
mau kemana lagi kita bersembunyi, mau kemana lagi kita menghindar. Lalu masih
tidak cukupkah bagi kita untuk menyatakan beriman kepada Allah SWT atau apakah
kita mampu mencari tuhan baru selain Allah SWT?
3. Disinari dengan Nur Islam-Nya. Allah SWT akan memberikan sinar (cahaya)
kepada hati dengan Nur IslamNya. Adanya cahaya yang diterima oleh hati akan
memberikan dampak positif kepada hati ruhani dan juga hati jasmani. Hal ini
berdasarkan surat Az Zumar (39) ayat 22 berikut ini: “Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima)
agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang
membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu
hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata. (surat Az
Zumar (39) ayat 22).” Untuk itu dengan
memelihara dan menjaga kesehatan hati baik hati jasmani dan hati ruhani akan
memberikan dampak positif baik kepada jasmani maupun kepada ruhani manusia.
Jika manusia mampu
menjaga dan merawat kesehatan hati jasmani melalui pola hidup sehat maka
kesehatan dan kebugaran tubuh dapat kita rasakan dan nikmati. Selanjutnya jika hati ruhani manusia sudah
disinari oleh Allah SWT maka akan memudahkan manusia menjalankan tugas di muka
bumi hal ini dikarenakan petunjuk, lindungan, bantuan dari Allah SWT sudah kita
dapatkan. Untuk itu peliharalah hati baik jasmani dan juga hati nurani sesuai
dengan syarat dan ketentuan yang berlaku, agar hati kita tidak membatu, agar
kita terhindar dari gangguan dan godaan ahwa (hawa nafsu) dan syaitan.
4. Ditolong Allah SWT. Allah SWT akan memberikan bantuan atau pertolongan kepada diri kita yang
selanjutnya akan mampu menjadikan hati menjadi tenteram. Sebagaimana
dikemukakan dalam surat Al Anfaal (8) ayat 10 berikut ini: “Dan Allah tidak menjadikannya (mengirim bala
bantuan itu), melainkan sebagai kabar gembira dan agar hatimu menjadi tenteram
karenanya. Dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana.” Dan juga berdasarkan firman Allah SWT
yang kami kemukakan berikut ini: “Dan Allah tidak menjadikan pemberian
bala-bantuan itu melainkan sebagai khabar gembira bagi (kemenangan)mu, dan agar
tenteram hatimu karenanya Dan
kemenanganmu itu hanyalah dari Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
(surat Ali ‘Imran (3) ayat 126). Dan untuk mendapatkan pertolongan Allah SWT
dan juga untuk mendapatkan ketentraman atau ketenangan bathin sangatlah mudah
karena hanya membutuhkan hati ruhani yang bersih dari syirik dan musyrik.
Bebasnya hati nurani dari pengaruh syirik dan
musyrik berarti di dalam hati nurani yang ada hanya kebesaran dan kemahaan
Allah SWT semata.
Hal ini akan tercermin di dalam perbuatan yang kita lakukan selalu mematuhi
perintah dan larangan-Nya yang pada akhirnya menjadikan manusia selalu berjalan
di dalam koridor nilai nilai kebaikan. Jika kita dapat melakukan dan
melaksanakan hal tersebut di atas maka pertolongan, pengawasan, kebesaran dan
kemahaan Allah SWT dapat kita peroleh dan rasakan melalui hati nurani.
5. Hati menjadi Lembut karena Ingat Allah SWT. Allah SWT akan memberikan kelembutan hati sehingga peka terhadap keadaan,
cepat tanggap serta mudah berbuat kebaikan dan mudah pula mendoakan orang lain.
Hal ini berdasarkan
surat Az Zumar (39) ayat 23 berikut ini: “Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik
(yaitu) AlQuran yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang gemetar
karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang
kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan
kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendakiNya. Dan barangsiapa yang
disesatkan Allah, maka tidak ada seorangpun pemberi petunjuk baginya. (surat Az
Zumar (39) ayat 23). Adanya kelembutan di dalam hati ruhani akan
menumbuhkan rasa kepekaan terhadap apa-apa yang terjadi di dalam masyarakat
atau menjadikan diri kita mudah merasakan apa yang dirasakan oleh masyarakat
atau tumbuhnya rasa welas asih dalam diri.
Selain daripada itu
dengan tersambungnya hati ruhani dengan kemahaan dan kebesaran Allah SWT dapat
pula menghasilkan ketenangan di dalam diri manusia atau kita memperoleh apa
yang disebut dengan ketenangan bathin, tumbuhnya kewibawaan diri, bertambahnya
rasa percaya diri, bekerja selalu mempunyai perhitungan yang matang, timbulnya
kedisiplinan dalam diri serta selalu bekerja dengan penuh ketelitian dan
keteraturan. Adanya kelembutan hati ruhani karena tersambung dengan kemahaan
dan kebesaran Allah SWT akan memberikan dampak positif bagi diri manusia.
Hal ini dimungkinkan
karena yang tersambung melalui hati nurani adalah nilai-nilai Ilahiah yang
berasal dari nama nama Allah SWT yang indah lagi baik yang berjumlah (sembilan
puluh sembilan) perbuatan. Dan jika kita berkepentingan dengan Allah SWT
melalui nilai-nilai Ilahiah, tidak ada cara lain kecuali dengan selalu
menyambungkan hati nurani kepada Allah SWT melalui keimanan dan ketaqwaan atau
dengan melaksanakan Diinul Islam secara kaffah serta menjauhkan diri tindakan syirik
dan musyrik atau jangan sampai hati nurani terkontaminasi pengaruh syirik dan musyrik
sedikitpun saat hidup di muka bumi ini.
6. Menghadap Allah SWT
Harus Dengan Hati Suci. Agar
diri kita mampu menghadap kepada Allah SWT dengan baik dan benar dipersyaratkan
untuk mempersiapkan hati yang suci lagi bersih dari pengaruh pengaruh ahwa
(hawa nafsu) dan syaitan. Sehingga yang ada di dalam hati hanyalah ikhlas dan
ridha hanya kepada Allah SWT semata. Hal ini berdasarkan surat As Shaaffaat (37)
ayat 84 berikut ini: “(Ingatlah) ketika ia datang
kepada Tuhannya dengan hati yang suci.” Dan juga berdasarkan surat Asy
Syu’araa’ (26) ayat 89 yang kami kemukakan berikut ini: “kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.” Sekarang bagaimana
dengan diri kita jika ingin menghadap Allah SWT atau jika kita ingin
berkomunikasi dengan Allah SWT atau jika kita ingin memenuhi undangan Allah SWT
saat melaksanakan haji dan umroh? Jawaban dari pertanyaan ini adalah kita
wajib memenuhi syarat dan ketentuan
protokoler yang berlaku yang telah ditetapkan oleh Allah SWT, sebagaimana
firman Allah SWT berikut ini: “(Yaitu) orang yang takut
kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sedang Dia tidak kelihatan (olehnya) dan dia
datang dengan hati yang bertaubat, (surat Qaaf (50) ayat 33)
Lalu untuk apa kita
memenuhi syarat dan ketentuan protokoler itu? Memenuhi syarat dan ketentuan protokoler istana
merupakan salah satu bentuk penghormatan kepada simbol simbol negara yaitu kepada
Presiden sebagai kepala Negara. Demikian pula sewaktu kita memenuhi protokoler
untuk menghadap, untuk berkomunikasi dan untuk memenuhi undangan Allah SWT
merupakan bentuk penghormatan diri kita kepada kebesaran dan kemahaan Allah
SWT, kepada kemuliaan Allah SWT, kepada keagungan Allah SWT.
Sekarang jika Allah SWT adalah Al-Quddus, suci dari
segala cacat dan segala cela, dimana Al-Quddus yang dimiliki oleh Allah SWT
bersifat kekal, Al-Quddus yang dimiliki oleh Allah SWT bersifat tidak ada yang
dapat menandinginya, Al-Quddus yang dimiliki oleh Allah SWT bersifat berdiri
dengan sendirinya, selanjutnya bagaimana kita harus menyikapi kondisi ini? Kita wajib
memberikan penghormatan kepada Allah SWT sesuai dengan kondisi yang dimiliki
oleh Allah SWT itu sendiri. Untuk itu jika kita ingin menghadap Allah SWT atau
ingin berkomunikasi dengan Allah SWT atau memenuhi undangan dari Allah SWT maka
kitapun wajib menyesuaikan diri kita sesuai dengan kondisi Allah SWT, yaitu suci
dan bersih baik jasmani maupun ruhani.
Untuk jasmani kita
diwajibkan mandi (suci dari hadast besar ataupun kecil) terlebih dahlu lalu
menggunakan pakaian yang bersih sesuai dengan kepantasan dan kepatutan atau
mempergunakan kain ihram saat melaksanakan ibadah haji ataupun umroh. Sedangkan
untuk ruh kita harus selalu mempersiapkan hati yang mukmin dari waktu ke waktu
agar kita selalu mampu menjangkau kebesaran dan kemahaan Allah SWT dari waktu
ke waktu pula tanpa henti dikarenakan tidak ada larangan untuk menyambungkan
hati nurani secara terus menerus dengan Allah SWT.
Dan adanya pemenuhan syarat dan ketentuan protokoler
istana sewaktu bertemu atau menghadap Presiden, maka akan terjadi hubungan yang
saling hormat menghormati antara diri kita sebagai tamu dengan presiden sebagai
tuan rumah. Demikian pula dengan Allah SWT kepada diri kita, yaitu jika kita ingin
dihormati, ingin dimudahkan, ingin dipelihara, ingin diberi petunjuk oleh Allah
SWT maka kitapun wajib menghormati kebesaran dan kemahaan Allah SWT atau wajib
meletakkan dan menempatkan Allah SWT sesuai dengan kondisi yang sebenarnya.Tanpa itu semua maka
kita tidak akan dapat memperoleh kenikmatan dari bertuhankan Allah SWT saat
hidup di muka bumi ini, akhirnya mampu menghantarkan diri kita bahagia di dunia
dan bahagia di akhirat kelak.
7. Tentram Hati Karena Ingat Allah SWT. Ketenteraman dan
ketenangan hati saat hidup dan menghadapi kehidupan ini hanya dapat diperoleh
jika kita selalu mengingat Allah SWT. Sebagaimana dikemukakan dalam surat Ar Ra’d (13) ayat 28 berikut ini: “(yaitu) orang-orang yang
beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah,
hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” Untuk itu lakukanlah dzikir di waktu kita
sedang mengalami keruwetan, kepusingan ataupun merasa tidak tenang memikirkan
anak belum pulang sampai larut malam. Apa yang kita peroleh setelah melakukan
dzikir? Rasa was-was, rasa takut, rasa tidak nyaman, rasa ketar-ketir, menjadi
hilang atau berkurang setelah kita berdzikir.
Kata
"dzikir" menurut bahasa artinya ingat. Sedangkan dzikir menurut pengertian
syariat adalah mengingat Allah SWT dengan maksud untuk mendekatkan diri
kepadaNya sebanyak banyaknya dengan tanpa menghitung hitung berapa jumlah yang
akan dan telah kita dzikirkan dikarenakan dalam dzikir tidak mengenal istilah
“jarak, ruang dan waktu”. Sebagaimana dikemukakan di dalam surat Al Ahzab (33)
ayat berikut ini: "Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama)
Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya." (surat Al-Ahzab (33) ayat 41).” Sedangkan
berdasarkan ketentuan di dalam surat Ali Imran (3) ayat 191 berikut ini: "(yaitu)
orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan
berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya
berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia.
Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka."
Adanya ketentuan ini
maka kita dapat melakukan dzikir sambil berdiri, sambil duduk, sambil
berbaring, atau dalam segala keadaan seperti di tengah kemacetan, di tengah menghadapi
antrian, di tengah tengah keramaian, dimanapunn kita berada dan lain
sebagainya. Atau dengan kata lain, berdzikir dapat dilakukan dengan berbagai
cara dan dalam keadaan bagaimanapun, kecuali di tempat yang tidak sesuai dengan
kesucian Allah SWT, seperti bertasbih dan bertahmid di dalam kamar mandi. Dan
masih berdasarkan ketentuan surat Ali Imran (3) ayat 191 di atas, dzikir bukan
hanya aktivitas mengingat Allah SWT semata. Akan tetapi kegiatan memikirkan,
merenungkan serta mempelajari tentang penciptaan langit dan bumi juga termasuk
dalam kategori berdzikir kepada Allah SWT. Selain itu, kita diperintahkan untuk berdzikir
kepada Allah SWT agar kita selalu
mengingat akan kekuasaan dan kebesaranNya sehingga kita bisa terhindar dari
penyakit sombong, angkuh dan takabbur.
Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi, ada
satu hal lainnya yang harus kita perhatikan yaitu ingat kepada Allah SWT
bukanlah sekedar ingat. Akan tetapi ingat
kepada Allah SWT haruslah ingat yang harus disertai dengan perbuatan yang
sesuai dengan yang kita ingat. Katakan jika kita ingat Allah SWT adalah Maha
Kaya, maka jika kita memiliki kekayaan yang berasal dari Allah SWT sudahkah
kekayaan yang kita miliki kita pergunakan di dalam kehendak Allah SWT, atau
sudahkah sebahagian kekayaan yang kita miliki kita keluarkan hak Allah SWT
kepada orang yang memerlukan, atau sudahkah kekayaan yang kita miliki kita
pergunakan untuk membeli tiket masuk syurga atau jangan sampai kekayaan yang
kita miliki justru membawa diri kita ke Neraka Jahannam. Dan ingat, bahwa Allah SWT
selaku Dzat Yang Maha Besar tidak butuh dengan dzikir yang kita lakukan,
melainkan kitalah yang sangat membutuhkan dzikir kepada Allah SWT. Jika kita
mampu berdzikir yang sesuai dengan kehendak Allah SWT, akan mampu menghan-tarkan
diri kita mengenal siapa diri kita dan siapa Allah SWT yang sesungguhnya lalu
mampu menghantarkan diri kita hanyalah sebagai hamba semata (abd) sedangkan
Allah SWT adalah Tuhan bagi seluruh alam semesta (rabb).
Ayo berdzikir dan
berpikir akan kebesaran dan kekuasaan Allah SWT. Tak ada yang lebih indah di
dunia ini melainkan menjadi orang yang cerdas menurut kriteria sang Pencipta
berikut ini: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam
dan siang terdapat tanda tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal.
(yaitu) orang orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam
keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi
(seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia
sia; Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka. (surat Ali Imran (3)
ayat 190, 191).” Celakalah orang yang hidup tetapi hatinya sakit sebab
di hidup di arena kemaksiatan. Dan sia sialah orang yang hidup tetapi memiliki
hati yang mati sebag orang yang demikian hidup dalam kekufuran. Hatinya dikunci
mati oleh Allah, sama saja bagi mereka diberi petunjuk atau tidak. Inilah hati
orang kafir. Dan jangan biarkan hidup ini diwarnai dengan semerbak wangi bunga
kematian dan jangan biarkan hati kita menjadi taman bagi sekuntum bunga
kematian.
Sebagai
orang yang membutuhkan aktivitas dzikir, ketahuilah bahwa aktivitas berdzikir
bisa dibedakan menjadi dua, yaitu “Dzikir Wajib dan Dzikir Sunnah.” Kita
wajib berdzikir (mengingat Allah) dalam tiga situasi. Yang pertama, kita
melihat adanya makhluk maka kita harus mengingat khalikNya. Yang
kedua, apabila kita melihat
ciptaan, maka kita harus bisa menyadari kekuatan dan kebijaksanaan Tuhan yang
tidak terbatas karena telah memperlihatkan karya nyata berupa alam semesta ini.
Yang
ketiga, kita harus memandang Allah sebagai sumber anugerah dan
seharusnyalah kita tidak menyianyiakan cintaNya yang ditanamkan ke dalam hati
kita.
Sebagai tingkatan
pertama mengenal Allah, dzikir seperti ini adalah sebuah kewajiban bagi setiap
manusia. Apabila manusia telah mengenal Allah pada tingkat wajib dan mulai
mencintaiNya dan mengabdi kepadaNya maka dzikir yang terus dilakukannya menjadi
sunnah baginya. Artinya, disunahkan kepadanya agar setiap kali melihat makhluk,
ia selayaknya mengingat penciptanya. Setiap kali ia melihat suatu karunia,
haruslah ia menganggapnya sebagai hadiah dari Allah. Dan dengan begitu, ia tak
akan melupakan Allah SWT selama hayat masih di kandung badan. Dzikir semacam
ini tergolong ibadah yang paling baik. Selain dzikir wajib dan dzikir sunnah
yang telah kami kemukakan di atas, masih ada pilihan berdzikir kepada Allah SWT
dalam bentuk yang lainnya, yaitu: (a)
Dzikir yang dikaitkan dengan Ingat kepada hasil ciptaanNya, kebesaranNya,
kemahaanNya. Jika dzikir ini yang kita lakukan terdapat pemisah antara diri
kita selaku hamba (Abd) dengan Allah SWT selaku Rabb; (b) Dzikir yang dikaitkan dengan ingat langsung
kepada Allah SWT. Jika ini yang kita lakukan tidak ada lagi tirai, perantaraan,
hijab atau penghalang antara diri kita selalu abd’ (hamba) dengan Allah selaku
Rabb.
8. Hati Ditunjuki Allah SWT. Allah SWT memberi petunjuk dan bimbingan
kepada hati tempat diletakkannya pemahaman, sepanjang keimanan ada di dalam
diri manusia. Sebagaimana dikemukakan dalam surat At Taghaabun (64) ayat 11
berikut ini: “Tidak ada sesuatu
musibahpun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; Dan barangsiapa
yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya.
Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” Adanya petunjuk dan
bimbingan dari Allah SWT mampu meningkatkan pemahaman yang telah kita miliki. Sekarang Allah SWT
memiliki perbuatan (af’al) yang bernama Al Haadii (pemberi pertunjuk), lalu
untuk siapakah petunjuk Allah SWT tersebut? Petunjuk Allah SWT tentunya untuk
manusia. Petunjuk Allah SWT tentunya untuk diri kita sebab Allah SWT tidak
membu-tuhkan petunjuk untuk dirinya sendiri. Jika petunjuk itu adalah untuk
diri kita, tinggal bagaimana kita mendapatkan atau memperoleh petunjuk itu
sendiri.
Untuk mendapatkan
petunjuk dari Allah SWT, syaratnya
sangat mudah yaitu berimanlah hanya kepada Allah SWT saja lalu mintalah
petunjuk itu langsung kepada Allah SWT maka petunjuk akan diberikan melalui
hati ruhani. Hal yang harus diperhatikan bahwa Allah SWT hanya akan memberikan
petunjuk atau bimbingan kepada manusia hanya melalui hati ruhani bukan kepada
yang lainnya. Selanjutnya apakah hanya petunjuk saja yang Allah SWT berikan
kepada manusia yang telah beriman? Allah SWT akan memberikan kepada umatnya
yang beriman tidak hanya petunjuk akan tetapi juga tambahan kemampuan Amanah
yang 7 yang ada pada diri kita serta melalui af’al (perbuatan) yang dimiliki oleh Allah SWT akan diberikan
kepada umatnya sepanjang umatnya telah beriman kepada-Nya atau umatnya tidak
menyekutukan-Nya dengan yang lain maka kesemuanya akan diberikan sesuai dengan
porsinya masing-masing.
Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di muka bumi yang sudah
tahu diri, tentu kita harus bisa memanfaatkan dan merasakan kebesaran dan kemahaan
Allah SWT yang dapat dijangkaui hanya melalui hati nurani tidak hanya untuk
kepentingan kita sendiri, melainkan juga untuk kemaslahatan umat dalam kerangka
melaksanakan ibadah Ikhsan dalam koridor pelaksanaan Rukun Iman, Rukun Islam
serta Ikhsan itu sendiri dalam satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Semoga
kita mampu melaksanakannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar