Dalam konsep manajemen produksi terdapat
sebuah konsep “input proses output”.
Dimana input adalah segala sumber yang dibutuhkan untuk mendapatkan output,
biasanya dalam bentuk pengeluaran dan bahan mentah atau suatu keadaan tertentu.
Proses adalah kegiatan mengolah input untuk mendapatkan suatu output. Output
adalah hasil yang diharapkan dari input yang di proses. Konsep “input proses output” merupakan konsep
yang sangat fleksibel bisa kita pergunakan untuk melaksanakan kegiatan apapun,
termasuk saat di kita mengajar di semua lini tingkatan mengajar.
Agar kegiatan belajar dan mengajar di tempat
khusus dengan tujuan khusus seperti mengajar di Elcipi, kita pun dapat
mempergunakan konsep “input proses output”.
Lalu seperti apakah konsep ini kita laksanakan saat mengajar wargabinaan yang
sangat beragam latar belakangnya? Input pada dasarnya untuk mengetahui siapa
yang kita ajar, sehingga dengan kita mengetahui kondisi dasar dari wargabinaan
maka kita akan bisa menentukan cara dan sistem yang terbaik untuk mengajar
wargabinaan yang sangat beragam latar belakangnya. Disinilah letaknya apa yang
kami istilahkan dengan apa yang harus ada di dalam diri seorang pengajar.
Sedangkan khusus outputnya adalah bagaimana kita menjadikan wargabinaan tidak
kembali lagi ke dalam penjara serta mampu berdiri sendiri untuk menghidupi
keluarganya masing-masing setelah selesai menjalani kehidupan di dalam penjara.
Berikut ini akan kami kemukakan tentang
konsep “input proses output” yang
kami aplikasikan saat kami mengajar wargabinaan di Elcipi, yaitu:
A.
KONDISI AWAL WARGABINAAN.
Kondisi awal
wargabinaan merupakan input sebagai bagian dari aplikasi dari konsep “input proses output” sehingga dengan
diri kita memahami kondisi dasar dari wargabinaan maka kita sebagai pengajar
wajib mempersiapkan diri yang terbaik termasuk di dalamnya mempersiapkan konsep belajar mengajar yang
sesuai dengan kondisi dasar wargabinaan yang sangat beragam latar belakangnya,
yang beragam pula pendidikannya serta beragam pula kasusnya serta beragam pula
lama hukumannya.
Hal yang pertama
harus kita sadari sewaktu berhadapan langsung dengan para wargabinaan maka kita
harus menyadari bahwa wargabinaan yang kita hadapi adalah orang-orang yang
telah memiliki catatan yang kurang baik terutama catatan tentang pelanggaran
ketentuan hukum positif negara yang berlaku dan juga hukum Allah SWT yang
berlaku. Namun demikian setiap wargabinaan masih memiliki kesempatan ke dua
selama ruh belum tiba di kerongkongan untuk memperbaiki diri melalui proses
taubatan nasuha yang dilandasi dengan keimanan.
Sehingga kita tidak boleh menghakimi mereka dengan sebutan tertentu dan
memberikan penilaian bahwa wargabinaan tidak akan bisa menjadi orang yang baik
selamanya.
Selain daripada itu,
seorang wargabinaan pada dasarnya adalah orang-orang yang telah beragama
tertentu namun kondisinya miskin (rendah) di dalam kualitas keimanan. Adanya
hal ini mengakibatkan banyak wargabinaan hanya tahu akan ajaran agama namun
tidak pernah memahami isi dan makna yang sesungguhnya dari ajaran agama, atau
dengan kata lain dalam bahasa Padang yaitu “bana
alah mangarati alun”. Akhirnya para wargabinaan jauh dari ajaran agama,
melanggar ketentuan agama, tidak menjalankan perintah dan larangan agama
sehingga jauh pula dari kehendak Allah SWT namun dekat dengan kehendak syaitan
sanglaknatullah. Yang pada akhirnya menghantarkan seseorang melanggar ketentuan hukum positif negara yang
berarti juga melanggar ketentuan Allah SWT dan menjadi wargabinaan di dalam
lapas.
Selain memiliki
catatan pelanggaran hukum, baik hukum negara dan juga pelanggaran hukum Allah SWT yang berlaku ketahuilah bahwa
wargabinaan yang akan kita ajak belajar juga memiliki persoalan yang lainnya,
yaitu:
1. Jauh dari keluarga
sehingga ada wargabinaan yang tidak pernah ditengok atau dibesuk sama sekali oleh
keluarganya, hal ini juga menjadi persoalan tersendiri bagi para wargabinaan;
2. Persoalan hukum yang
dihadapi wargabinaan berbeda-beda sehingga berimplikasi kepada diri wargabinaan
untuk mensikapinya.
3. Adanya vonis hukuman
yang berbeda-beda, ada yang sebentar dan
ada pula yang cukup lama sehingga mempengaruhi psikologis para wargabinaan;
4. Tidak memiliki
keahlian yang bisa diajarkan kepada sesama wargabinaan;
5. Tidak memiliki
penghasilan sehingga mengandalkan kehidupan dan sokongan keuangan dari keluarga
selama masa tahanan;
Selanjutnya
berdasarkan pengalaman selama mengajar di Elcipi di dapat keterangan dari
wargabinaan sendiri bahwa seorang wargabinaan yang sudah berada di dalam Elcipi
tidak serta merta langsung memiliki kesadaran untuk kembali jalan Allah SWT
dengan mengakui kesalahan yang telah diperbuatnya. Banyak wargabinaan memerlukan
(butuh) proses dan butuh waktu untuk mendekat kembali kepada Allah SWT yang
dimulai dari datangnya wargabinaan ke masjid untuk mendirikan shalat berjamaah
dan yang pertama-tama dilakukan adalah mendirikan shalat jum’at secara rutin di
masjid yang ada di Elcipi dan apabila hati mereka telah berkesan dengan proses
kesadaran lalu mereka mulai mengikuti shalat berjamaah lainnya secara rutin di
masjid ataupun di musholla yang ada di masing-masing blok.
Inilah kondisi awal
dari wargabinaan dan kondisi inilah yang akan akan kita hadapi saat berhadapan
langsung untuk mengajar dan akan menjadi sebuah persoalan bagi wargabinaan
apabila kita sebagai pengajar hanya datang hanya sekali atau sesekali datang ke
Elcipi. Hal ini dikarenakan wargabinaan dimanapun mereka berada sangat
membutuhkan pengajar yang berdedikasi, yang konsisten mengajar dari waktu ke
waktu dan jika kita hanya mampu mengajar wargabinaan hanya sekali atau sesekali
saja maka lebih baik tidak usah mengajar wargabinaan dan akan lebih baik jika yang
bersangkutan menyumbangkan atau menyede-kahkan buku-buku agama atau buku-buku
motivasi dan buku-buku inspirasi bisnis kepada wargabinaan karena hal ini lebih
berguna bagi wargabinaan.
Akhirnya tidak
berlebihan jika kami mengemukan bahwa salah satu sebab ketidak-berhasilan dari
pembinaan di dalam lapas terjadi karena pengajar yang berasal dari luar lapas
(para volunteer) yang tidak konsisten di dalam mengajar dan setelah tausyiah
selesai sang pengajar tidak pernah datang kembali ke Elcipi untuk memberikan
tausyiah secara rutin. Hal ini dimungkinkan terjadi karena sang pengajar memiliki anggapan cukup dengan sekali
mengajar akan membuat wargabinaan menjadi orang-orang yang baik. Wahai pengajar
yang hanya sekali datang ke Elcipi, buang jauh-jauh konsep ini.
Selanjutnya ada satu
hal yang paling utama yang harus kita pahami selaku pengajar bagi wargabinaan
yaitu setiap wargabinaan baru akan melakukan permainan yang sesungguh-nya
bukanlah pada waktu mereka di dalam Elcipi saat melaksanakan hukuman. Permainan
yang sesungguhnya dimulai setelah wargabinaan menyelesaikan proses hukumannya
di Elcipi yaitu setelah pulang ke rumah masing-masing. Disinilah kondisi yang
paling krusial dari wargabinaan setelah keluar dari Elcipi, yaitu:
1. Apakah mau mengulangi
kembali apa yang yang dahulu pernah dilakukannya sehingga menghantarkan hidup
dalam penjara lagi; atau
2. Apakah mau memulai
sesuatu yang baru lagi baik yang sesuai dengan konsep kebaikan dari Allah SWT
setelah melakukan taubatan nasuha sewaktu di Elcipi.
Dua pilhan yang kami
kemukakan di atas, memiliki konsekuensi yang berbeda dan semoga wargabinaan
tidak salah memilihnya dan jika salah memilih ada kemungkinan kembali lagi
menjadi wargabinaan.
Lalu sebagai pengajar
khusus di tempat khusus sudahkah kita memahami kondisi ini dan mempersiapkan
diri untuk membantu wargabinaan selama di Elcipi untuk menghadapi permainan
yang sesungguhnya?. Jika belum berarti ada sesuatu yang kurang pas saat diri
kita melaksanakan proses belajar dan mengajar wargabinaan di Elcipi.
Disinilah salah satu
tugas lain yang utama dari seorang pengajar yaitu mampu memberikan masukan atau
mendorong kepada wargabinaan untuk bisa memulai sesuatu yang baru lagi yang
baik, apakah dengan melanjutkan usaha yang lama dengan konsep yang baru tanpa
melanggar ketentuan hukum negara dan ketentuan agama ataukah menjadi
pengusaha-pengusaha baru di bidang tertentu.
Dan jika seorang
wargabinaan yang telah kembali ke rumah masing-masing lalu yang bersangkutan
berniat untuk membuka usaha baru, maka kita harus bisa memberikan dorongan dan
kiat-kiat berusaha yang terdiri dari:
1. Modal yang akan
dipergunakan haruslah uang yang halal. Jika uangnya dari uang yang halal maka
tidak akan membuat usahanya menjadi bangkrut, jika tidak maju cukup untuk
makan.
2. Harus mendapatkan
restu istri karena istri adalah penerima rezeki dari seorang suami. Jika istri
tidak setuju atas usaha yang kita lakukan jangan teruskan usaha tersebut karena
hasilnya menjadi tidak berkah bagi keluarga. Dan jika kedua orang tua dan kedua
orang mertua masih ada, mintalah doa dan restu mereka.
3. Ingatkan kepada
wargabinaan yang akan memulai usaha, jangan lupakan yang ke-cil maka yang besar
tidak akan datang dan mulailah usaha dari yang kecil dan sedapat mungkin
hasilnya rutin sehingga mampu menutupi kebutuhan hidup sehari-hari.
4. Keluarkan infaq,
sedekah dalam jumlah tertentu secara rutin dan sedapat mungkin orang yang
melaksanakan usaha, shalatnya minimal menjadi 6 (enam) waktu yaitu shalat
wajibnya ditambah dengan shalat dhuha secara rutin.
Semoga para
wargabinaan yang telah pulang ke rumah masing-masing bisa melanjutkan
kehidupannya dengan lebih baik lagi dan tidak pernah kembali lagi menjadi
wargabinaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar