Salah satu bentuk
penampilan diri dari seseorang yang telah beriman atau yang telah mampu
melaksanakan Diinul Islam secara kaffah adalah mampu menampilkan dirinya adalah
seorang pembelajar yang setelah belajar ia tidak akan pernah lupa untuk mengajarkan
ilmu yang telah dimilikinya kepada sesama manusia. Adanya bentuk penampilan
seperti ini merupakan bentuk dari diri kita yang memiliki kewajiban untuk
belajar yang telah diperintahkan Allah SWT kepada umat manusia, sebagaimana
firman-Nya berikut ini: “Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang).
mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang
untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan
kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat
menjaga dirinya. (surat At Taubah (9) ayat 122).
Ayat ini menegaskan kepada kita agar diri kita belajar untuk
memperdalam ilmu pengetahuan secara umumnya termasuk di dalamnya tentang ilmu
agama agar kita bisa memberikan peringatan kepada sesama. Untuk itu berhati-hatilah
jika kita telah memiliki ilmu dan pengeta-huan, lalu jangan sampai ilmu
pengetahuan yang seharusnya menjadi kebaikan bagi diri kita justru menjadi
bumerang bagi diri kita karena kita tidak mau mengajarkan kepada sesama, atau
kita tidak mau melaksanakan atas apa apa yang telah kita pelajari.
Proses belajar
menjadi hal yang penting bagi diri kita karena kita tidak akan bisa menjadi
abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi yang sesuai dengan
kehendak Allah SWT tanpa pernah memiliki ilmu dan pemahaman yang baik lagi
benar. Yang mana kondisi ini hanya bisa diperoleh melalui proses belajar yang
berkesinambungan dari waktu ke waktu. Ingat, hanya melalui proses belajar yang
berkesinambungan yang diikuti dengan tekad yang bulat untuk melaksanakan apa
apa yang telah dipelajari barulah kita akan merasakan dan menjadikan diri kita
memiliki kepribadian orang-orang yang telah tahu diri, telah tahu aturan main
dan tahu tujuan akhir.
Untuk itu buang
jauh-jauh konsep sekedar membaca buku, atau hanya sesekali belajar lalu kita
bisa memperoleh hasil yang baik dan maksimal.Lalu mulai kapan kita wajib
belajar? Allah SWT melalui Nabi Muhammad SAW telah memerintahkan “carilah ilmu sejak dari buaian hingga masuk
liang lahat”. Adanya perintah ini berarti kita wajib untuk belajar dan
belajar serta belajar tiada henti. Panjangnya proses belajar yang harus kita
lakukan bukanlah tanpa alasan yang menda-sarinya. Untuk itu perhatikanlah:
1. Tantangan hidup baik
berupa ujian ataupun cobaan yang kita hadapi juga ada sepan-jang kita hidup di
muka bumi ini;
2. Perang melawan ahwa
(hawa nafsu) juga wajib kita laksanakan sepanjang hayat masih di kandung badan.
3. Jangka waktu permusuhan antara diri kita dengan setan sang laknatullah berlang-sung
sepanjang ruh belum dipisahkan dengan jasmani.
4. Hidup sebagai sebuah
permainan juga berlangsung sepanjang ruh belum dipisahkan dengan jasmani.
Untuk itu perhatikanlah
dengan seksama hadits yang kami kemukakan berikut ini: “Ibnu Abbas ra, berkata; Nabi
bersabda: “Orang yang mengerti (agama) lebih sukar dipengaruhi syaitan daripada
seribu orang yang shalat”.(Hadits Riwayat Aththirmidzi, Ibnu Majah) dimana
syaitan mengalami kesukaran di dalam mempengaruhi orang yang mengerti atau
paham dengan Diinul Islam dibanding dengan seribu orang yang shalat. Jika
seperti ini kondisinya berarti orang yang berilmu sangat diperhitungkan oleh syaitan
sang laknatullah.
Dan agar diri kita
mampu belajar dari waktu ke waktu, ada baiknya kita perhatikan uraian berikut
ini: Sebagaimana telah kita imani bahwa Allah SWT adalah pencipta yang
sekaligus pemilik dari alam semesta ini termasuk di dalamnya pencipta dan
pemilik atas keberadaan manusia yang ada di muka bumi. Adanya kondisi ini maka
dapat dipastikan hanya Allah SWT sajalah yang paling mengerti, yang paling
mengetahui, yang paling ahli dan yang paling paham tentang apa apa yang
diciptakan-Nya dan yang dimiliki-Nya.
Selanjutnya Allah SWT
selaku pencipta dan pemilik dari alam semesta ini telah mengemu-kakan tentang
belajar dalam surat Al Alaq (96) ayat 1 sampai 5 yang juga merupakan wahyu
pertama kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantaraan Malaikat Jibril as,
sebagaimana berikut ini: “bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang
Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan
Tuhanmulah yang Maha pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam[1589],
Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (surat Al Alaq (96)
ayat 1 sampai 5)
[1589] Maksudnya: Allah mengajar manusia dengan
perantaraan tulis baca.
Berdasarkan ketentuan
surat Al Alaq (96) ayat 1 sampai ayat 5
di atas, ada beberapa hal yang harus kita perhatikan, yaitu:
1. Allah
SWT berkehendak kepada umat manusia, termasuk kepada diri kita bahwa apa-apa
yang kita pelajari dari AlQuran yang di dalamnya terdapat ayat-ayat kauniyah
dan ayat-ayat kauliyah melalui proses membaca harus kita imani itu adalah kalam
Allah SWT yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantaraan Malaikat
Jibril as.
2. Allah
SWT adalah narasumber utama dari AlQuran, sedangkan Nabi Muhammad SAW merupakan
penerima wahyu (risalah) dari Allah SWT.
3. Allah
SWT memberikan tantangan kepada umat manusia untuk mempelajari AlQuran melalui
proses membaca. Ingat, AlQuran bukanlah buku bacaan yang sekedar dibaca tanpa
pernah tahu makna yang terkandung di dalamnya..
4. Allah
SWT juga telah memerintahkan kepada umat manusia untuk mengkaji isi dan
kandungan yang terdapat di dalam AlQuran melalui proses baca tulis (kalam).
Di lain sisi, Allah SWT selaku Dzat yang
paling mengetahui dan yang paling memahami apa apa yang telah diciptakan-Nya
dan yang dimiliki-Nya telah memberikan penegasan pada ayat ke lima dari surat
Al Alaq yang berbunyi, “Dia mengajar
kepada manusia apa yang tidak diketahuinya” Adanya kondisi ini berarti:
1. Allah SWT telah memberikan komitmen yang bersifat terbuka
kepada umat manusia untuk diajarkan apa apa yang tidak diketahuinya;
2. Allah SWT akan menjadi Maha Guru Utama yang akan
mengajarkan apa-apa yang tidak diketahui oleh manusia dan;
3. Allah SWT menunjukkan tanggungjawabnya terhadap wahyu
yang telah diturun-kannya sehingga manusia mampu menjadi tahu dan mengetahui hal-hal
yang sebelumnya tidak diketahui yang berasal dari narasumber utama AlQuran.
Lalu kapankah Allah SWT akan mengajarkan
sesuatu yang tidak diketahui manusia? Allah SWT selaku pencipta dan pemilik
alam semesta serta selaku narasumber satu-satunya AlQuran ini baru akan
mengajarkan kepada manusia tentang hal hal yang tidak diketahui oleh manusia,
jika manusia memenuhi hal-hal sebagai berikut:
1. Manusia harus beriman
terlebih dahulu kepada Allah SWT selaku narasumber utama dari AlQuran, yang
diikuti selalu mengajak Allah SWT sewaktu diri kita akan mempelajarinya
sebagaimana ayat pertama surat Al Alaq, yaitu, “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan.”
2. Berdoa dengan memohon
kepada-Nya untuk dibimbing, untuk diberi tambahan ilmu dan pemahaman yang
sesuai dengan kehendak-Nya sebelum memulai mempelajari AlQuran.
3. Bersungguh-sungguh
sewaktu mempelajari ayat-ayat kauliyah ataupun ayat-ayat kauniyah yang diiringi
dengan niat yang ikhlas, konsisten dan disipilin dalam belajar, tidak bermalas
malasan waktu mempelajari AlQuran, serta teratur saat mempelajarinya.
4. Setelah mempelajari
AlQuran secara bertahap maka kita harus mulai melaksanakan segala perintah dan
larangan Allah SWT secara bertahap pula yang diikuti dengan merenungi, atau
memperhatikan segala apa yang diciptakan oleh Allah SWT. Hal ini sebagaimana
dikemukakan oleh Allah SWT dalam 3 (tiga) buah ayat berikut :“Maka
tidakkah mereka memperhatikan unta, bagaimana diciptakan? Dan langit, bagaimana
ditinggikan? Dan gunung gunung bagaimana ditegakkan? Dan bumi, bagaimana
dihamparkan? (surat Al Ghasiyah (88) ayat 17, 18, 19, 20)
Allah SWT berfirman: “(yaitu)
orang orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan
berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan,
tidakkah Engkau menciptakan semua ini sia sia. Mahasuci Engkau, lindungilah
kami dari azab neraka. (surat Ali Imran (3) ayat 191)
Allah SWT berfirman: “Dan
apakah mereka tidak memperhatikan bagaimana Allah memulai penciptaan (makhluk),
kemudian Dia mengulanginya (kembali). Sungguh, yang demikian itu mudah bagi
Allah. Katakanlah, “Berjalanlah di bumi, maka perhatikanlah bagaimana
(Allah) memulai penciptaan (mahkluk),
kemudian Allah menjadikan kejadian yang akhir. Sungguh, Allah Mahakuasa atas
segala sesuatu. (surat Al Ankabut (29) ayat 19, 20)
Hal yang harus kita pahami adalah setelah
kita mampu melaksanakan 4 (empat) tahapan yang kami kemukakan di atas, tidak
serta merta kita bisa menguasai atau bisa memahami AlQuran yang sesuai dengan
kehendak Allah SWT secara keseluruhan. Namun apa yang kita lakukan barulah
tahapan tahapan yang tidak bisa selesai sampai disitu aja, melainkan harus kita
lakukan terus dan terus sepanjang hayat masih di kandung badan. Adanya hal ini
maka seiring dengan waktu maka Allah SWT akan menambah pemahaman yang kita
miliki dan dari situlah akan terasa betapa hebat dan luar biasanya AlQuran dan
betapa Allah SWT sangat maha serta kita bukanlah apa-apa bahkan diri kita kecil
dihadapan Allah SWT.
Yang menjadi persoalan adalah setelah kita
belajar, belajar dan belajar maka pelajaran yang telah kita terima akan menjadi
sebuah kesiasiaan jika apa-apa yang telah kita pelajari hanya sampai pada diri
kita sendiri dan jadilah diri kita orang yang egois yang hanya mementingkan
diri sendiri. Sedangkan hadits berikut ini mengajarkan kepada kita untuk selalu
berbagi, “Abu Hurairah ra, berkata, Nabi bersabda: “Sesungguhnya yang dicapai
oleh orang mukmin dari amal dan perbuatan sesudah matinya ialah: ilmu
pengetahuan yang di dapatnya dan disebarkan dan budi baik yang dia tinggalkan,
atau buku yang ia berikan untuk diwarisi, atau tempat sembahyang yang ia
bangun, atau sebuah terusan yang ia gali, atau derma ia lakukan dari
kekayaannya selama ia sehat dan sakit”. (Hadits Riwayat Ahmad).”
Sebagai orang yang telah beriman ketahuilah
ilmu yang kita miliki belum dikatakan menjadi ilmu yang bermanfaat jika hanya
kita yang memilikinya atau hanya sampai pada diri kita saja. Ilmu yang kita
miliki baru bisa dikatakan ilmu yang bermanfaat jika ilmu yang kita miliki itu mampu
kita ajarkan kepada orang lain seperti kepada keluarga dan kepada masyarakat tanpa
ada yang ditutup-tutupi lalu masyarakat menjadi tercerahkan bahkan mampu
dikembangkan oleh masyarakat luas. Apa contohnya? Jika kita mampu merasakan
rasa bertuhankan kepada Allah SWT maka orang-orang yang kita ajarkan mampu pula
merasakan rasa bertuhankan kepada Allah SWT seperti yang kita rasakan.
Semakin
banyak yang kita ajarkan akan semakin banyak manfaat yang dirasakan oleh orang
banyak serta semakin baiklah diri kita dihadapan Allah SWT kelak. Dan ingat ilmu dan
pengetahuan yang kita miliki akan dimintakan pertanggung jawabannya oleh Allah SWT dan jika sampai kita kita tidak mau
mengajarkan bagaimana mungkin kita akan mampu mempertanggung- jawabkannya
kepada Allah SWT kelak? Untuk itu perhatikanlah dua buah hadits yang kami
kemukakan berikut ini: “Abu Hurairah ra, berkata: Nabi bersabda:
“Orang yang ditanya tentang pengetahuan dan menyembunyikannya, akan dikekang
dengan kekangan api pada hari kiamat”. (Hadits Riwayat Abu Daud, Ath Thirmidzi,
Ibnu Madjah)
“Abu Dharda ra, berkata: Nabi bersabda:
Sesungguhnya seburuk buruknya manusia pada hari kiamat ialah orang pintar yang
ilmu pengetahuannya tidak menguntungkan”. (Hadits Riwayat Ad Darimi).
Berdasarkan ketentuan kedua hadits di atas ini,
terlihat dengan jelas bahwa sehabis belajar jika kita tidak mau mengajarkan
atau mengajarkan dengan cara ditutup-tutupi bersiaplah merasakan resikonya yang
sangat luar biasa di akhirat kelak.
Untuk ketahuilah wahai para pembelajar, apabila
kita mampu mengajar atau berbagi ilmu pengetahuan kepada sesama secara rutin maka
semakin kita berbuat (melaksanakan dan juga mengajar) maka semakin halus dan
tajam serta mendalam pula ilmu dan pengetahuan yang kita miliki. Yang pada
akhirnya mampu menghantarkan diri kita kepada kenikmatan bertuhankan kepada
Allah SWT melalui ilmu dan pengajaran yang kita lakukan, sebagaimana hadits
berikut ini: “Dari Abdullah ibnu Mas’ud berkata Nabi bersabda: “Janganlah ingin
seperti orang lain kecuali seperti dua orang ini. Pertama orang yang diberi
Allah kekayaan yang berlimpah dan ia membelanjakannya secara benar, kedua orang
yang diberi Allah SWT Alhikmah (pemahaman) dan ia berperilaku sesuai dengannya
dan mengajarkannya kepada orang lain”. (Hadits Riwayat Bukhari)
Dan jika saat ini kita masih hidup di muka
bumi ini berarti saat ini kita sedang menjalani sisa usia yang telah ditetapkan
oleh Allah SWT. Berapa lama sisa usia kita saat ini? Kita tidak pernah tahu dan
tidak akan pernah tahu karena Allah SWT sajalah yang tahu. Lalu apakah di sisa
usia yang tidak kita ketahui ini kita hanya sibuk belajar, belajar dan belajar
tanpa pernah merasakan hasil dari pelajaran yang kita terima yang dilanjutkan
dengan mengajarkan ilmu pengetahuan yang kita miliki kepada sesama? Lalu kapan
lagi kita mau berbuat kebaikan dengan ilmu dan pengetahuan yang kita miliki
jika tidak sekarang? Jangan sampai terlambat karena kita memiliki keterbatasan
usia dan juga keterbatasan kemampuan untuk berbagi serta adanya keterbatasan
kesempatan yang hanya datang tiga kali dan juga waktu tidak bisa diputar ulang.
Katakan saat ini kita adalah kepala keluarga
atau seorang guru yang yang mengajarkan tentang Diinul Islam, lalu kita hanya
mampu membaca tanpa pernah tahu apa makna yang terkandung di dalam Al Qur’an
sedangkan dibelakang diri ada anak dan keturunan kita atau ada murid kita? Sudah pasti anak dan keturunan kita atau
murid yang kita ajarkan akan berkualiatas dan berpemahaman yang rendah pula
sesuai dengan kualitas dan pemahaman diri kita atau gurunya. Jika sudah begini
kondisinya berarti kita harus menjadikan hadits yang kami kemukakan di berikut
ini: “Ibnu Amru bin al Ash berkata: Nabi bersabda: ‘Sesungguhnya Tuhan tidak
mengambil (ilmu) pengetahuan manusia, melainkan dengan mengambil orang yang
berilmu, maka apabila tidak ada lagi orang berilmu, manusia menjadi bodoh
disebabkan karena mereka sendiri, dan mereka memutuskan (sesuatu) tanpa ilmu,
berarti menyalahkan diri mereka sendiri dan membawa orang lain kepada
kesalahan”. (Hadits Riwayat Bukhari, Muslim, Aththirmidzi)”.
Adanya hadits di atas, kiranya dapat kita
jadikan sebagai bahan pembelajaran dan penggugah diri kita untuk ikut andil di
dalam belajar dan mengajarkan ilmu kepada sesama. Ingat, ilmu yang kita miliki
saat ini adalah sesuatu yang bersifat di dalam kekuasaan diri kita
(controllable) sehingga baik dan
buruknya ilmu yang kita miliki akan tercermin saat diri kita mengajarkan ilmu
yang kita miliki kepada sesama. Dan jika kita mampu mengajarkan ilmu yang kita
miliki dengan baik dan benar maka orang-orang yang kita ajarkan mampu
mengembangkan ilmu itu menjadi lebih baik daripada diri kita. Disinilah
letaknya perjuangan diri kita di dalam mengajarkan ilmu kepada sesama. Ayo
segera buktikan bahwa diri anda adalah pembelajar yang harus siap untuk
mengajarkan kepada sesama.
Sekarang bayangkan jika orang orang berilmu
(orang yang memiliki ilmu agama) telah dipanggil oleh Allah SWT lalu orang yang
masih hidup tidak mau belajar atau tidak merubah pola berfikirnya tentang
belajar dan mengajar terjadilah apa yang dinamakan dengan penurunan kualitas
sumber daya manusia. Jadi jangan pernah salahkan anak dan keturunan kita jika
mereka berkualitas dan berpemahaman rendah jika kita sendiri hanya mau belajar
tanpa pernah mau mengajar atau berbagi melalui tulisan!.
Dan bukanlah sesuatu yang sangat berlebihan
jika Allah SWT melalui Nabi Muhammad SAW telah memerintahkan “carilah ilmu sejak dari buaian hingga masuk
liang lahat”. Adanya perintah untuk menuntut ilmu berarti kita wajib untuk
belajar dan belajar serta belajar tiada henti. Yang menjadi persoalan adalah
setelah kita belajar, belajar dan belajar maka pelajaran yang telah kita terima
akan menjadi sebuah kesiasiaan jika apa apa yang telah kita pelajari hanya
sampai pada diri kita sendiri dan jadilah diri kita orang yang egois yang hanya
mementingkan diri sendiri. Sedangkan hadits dibawah ini mengajarkan kepada kita
untuk selalu berbagi.
Abu Hurairah ra, berkata, Nabi bersabda:
“Sesungguhnya yang dicapai oleh orang mukmin dari amal dan perbuatan sesudah
matinya ialah: ilmu pengetahuan yang di dapatnya dan disebarkan dan budi baik
yang dia tinggalkan, atau buku yang ia berikan untuk diwarisi, atau tempat
sembahyang yang ia bangun, atau sebuah terusan yang ia gali, atau derma ia
lakukan dari kekayaannya selama ia sehat dan sakit”. (Hadits Riwayat Ahmad)
Selanjutnya mari kita
perhatikan dengan seksama hadits yang kami kemukakan berikut ini: Ibnu
Abbas ra, berkata; Nabi bersabda: “Orang yang mengerti (agama) lebih sukar
dipengaruhi syaitan daripada seribu orang yang shalat”. (Hadits Riwayat
Aththirmidzi, Ibnu Majah).” Hadits ini mengemukakakn bahwa syaitan
mengalami kesukaran di dalam mempengaruhi orang yang mengerti atau paham dengan
Diinul Islam dibanding dengan seribu orang yang shalat. Jika seperti ini
kondisinya berarti orang yang berilmu sangat diperhitungkan oleh syaitan sang
laknatullah. Agar diri kita mampu menjadi orang yang diperhitungkan oleh
syaitan maka kita tidak bisa hanya belajar tanpa mengajar atau tidak cukup
hanya membaca saja tanpa pernah merenungi apa yang telah kita pelajari serta
kenapa kita mengajarkan kembali ilmu yang kita miliki walaupun satu ayat!.
Dan semua yang kami kemukakan di atas ini
hanya ada dan hanya bisa kita realisasikan pada sisa usia kita. Lalu apakah
waktu dan kesempatan yang tersisa ini akan berlalu begitu saja tanpa memberikan
hasil bagi diri, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara! Jadi jangan pernah
menunda-nunda jika kita ingin berbuat kebaikan dan kemaslahatan bagi orang
banyak. Ayo segera wakafkan waktu kita untuk mengajarkan ilmu dan pengetahuan
yang kita miliki secara konsisten dalam komitmen (istiqamah). Bukan hanya ilmu
agama. Bukan hanya di lapas, kita juga bisa mengajar di panti sosial, panti
rehabilitasi narkotika, mengajar anak-anak jalanan dan lain sebagainya.
Uraian yang kami kemukakan di atas merupakan dasar pemikiran yang mendorong kami siap berdiri dihadapan wargabinaan terutama yang ada di Elcipi pada tahun 2016 sampai dengan tahun 2020.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar