Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Senin, 20 Mei 2024

SETELAH BELAJAR JANGAN PERNAH LUPA UNTUK MENGAJAR

 

Salah satu bentuk penampilan diri dari seseorang yang telah beriman atau yang telah mampu melaksanakan Diinul Islam secara kaffah adalah mampu menampilkan dirinya adalah seorang pembelajar yang setelah belajar ia tidak akan pernah lupa untuk mengajarkan ilmu yang telah dimilikinya kepada sesama manusia. Adanya bentuk penampilan seperti ini merupakan bentuk dari diri kita yang memiliki kewajiban untuk belajar yang telah diperintahkan Allah SWT kepada umat manusia, sebagaimana firman-Nya berikut ini: Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (surat At Taubah (9) ayat 122).

 

Ayat ini menegaskan kepada kita agar diri kita belajar untuk memperdalam ilmu pengetahuan secara umumnya termasuk di dalamnya tentang ilmu agama agar kita bisa memberikan peringatan kepada sesama. Untuk itu berhati-hatilah jika kita telah memiliki ilmu dan pengeta-huan, lalu jangan sampai ilmu pengetahuan yang seharusnya menjadi kebaikan bagi diri kita justru menjadi bumerang bagi diri kita karena kita tidak mau mengajarkan kepada sesama, atau kita tidak mau melaksanakan atas apa apa yang telah kita pelajari.

 

Proses belajar menjadi hal yang penting bagi diri kita karena kita tidak akan bisa menjadi abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi yang sesuai dengan kehendak Allah SWT tanpa pernah memiliki ilmu dan pemahaman yang baik lagi benar. Yang mana kondisi ini hanya bisa diperoleh melalui proses belajar yang berkesinambungan dari waktu ke waktu. Ingat, hanya melalui proses belajar yang berkesinambungan yang diikuti dengan tekad yang bulat untuk melaksanakan apa apa yang telah dipelajari barulah kita akan merasakan dan menjadikan diri kita memiliki kepribadian orang-orang yang telah tahu diri, telah tahu aturan main dan tahu tujuan akhir.

 

Untuk itu buang jauh-jauh konsep sekedar membaca buku, atau hanya sesekali belajar lalu kita bisa memperoleh hasil yang baik dan maksimal.Lalu mulai kapan kita wajib belajar? Allah SWT melalui Nabi Muhammad SAW telah memerintahkan “carilah ilmu sejak dari buaian hingga masuk liang lahat”. Adanya perintah ini berarti kita wajib untuk belajar dan belajar serta belajar tiada henti. Panjangnya proses belajar yang harus kita lakukan bukanlah tanpa alasan yang menda-sarinya. Untuk itu perhatikanlah:

 

1.   Tantangan hidup baik berupa ujian ataupun cobaan yang kita hadapi juga ada sepan-jang kita hidup di muka bumi ini;

2.   Perang melawan ahwa (hawa nafsu) juga wajib kita laksanakan sepanjang hayat masih di kandung badan.

3.    Jangka waktu  permusuhan  antara diri kita dengan setan sang laknatullah berlang-sung sepanjang ruh belum dipisahkan dengan jasmani.

4.  Hidup sebagai sebuah permainan juga berlangsung sepanjang ruh belum dipisahkan dengan jasmani.

 

Untuk itu perhatikanlah dengan seksama hadits yang kami kemukakan berikut ini: “Ibnu Abbas ra, berkata; Nabi bersabda: “Orang yang mengerti (agama) lebih sukar dipengaruhi syaitan daripada seribu orang yang shalat”.(Hadits Riwayat Aththirmidzi, Ibnu Majah) dimana syaitan mengalami kesukaran di dalam mempengaruhi orang yang mengerti atau paham dengan Diinul Islam dibanding dengan seribu orang yang shalat. Jika seperti ini kondisinya berarti orang yang berilmu sangat diperhitungkan oleh syaitan sang laknatullah.

 

Dan agar diri kita mampu belajar dari waktu ke waktu, ada baiknya kita perhatikan uraian berikut ini: Sebagaimana telah kita imani bahwa Allah SWT adalah pencipta yang sekaligus pemilik dari alam semesta ini termasuk di dalamnya pencipta dan pemilik atas keberadaan manusia yang ada di muka bumi. Adanya kondisi ini maka dapat dipastikan hanya Allah SWT sajalah yang paling mengerti, yang paling mengetahui, yang paling ahli dan yang paling paham tentang apa apa yang diciptakan-Nya dan yang dimiliki-Nya.

 

Selanjutnya Allah SWT selaku pencipta dan pemilik dari alam semesta ini telah mengemu-kakan tentang belajar dalam surat Al Alaq (96) ayat 1 sampai 5 yang juga merupakan wahyu pertama kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantaraan Malaikat Jibril as, sebagaimana berikut ini: “bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam[1589], Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (surat Al Alaq (96) ayat 1 sampai 5)

 

[1589] Maksudnya: Allah mengajar manusia dengan perantaraan tulis baca.

 

Berdasarkan ketentuan surat Al Alaq (96) ayat 1 sampai ayat 5  di atas, ada beberapa hal yang harus kita perhatikan, yaitu:  

 

1.     Allah SWT berkehendak kepada umat manusia, termasuk kepada diri kita bahwa apa-apa yang kita pelajari dari AlQuran yang di dalamnya terdapat ayat-ayat kauniyah dan ayat-ayat kauliyah melalui proses membaca harus kita imani itu adalah kalam Allah SWT yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantaraan Malaikat Jibril as.

2.   Allah SWT adalah narasumber utama dari AlQuran, sedangkan Nabi Muhammad SAW merupakan penerima wahyu (risalah) dari Allah SWT.

3.       Allah SWT memberikan tantangan kepada umat manusia untuk mempelajari AlQuran melalui proses membaca. Ingat, AlQuran bukanlah buku bacaan yang sekedar dibaca tanpa pernah tahu makna yang terkandung di dalamnya..

4.    Allah SWT juga telah memerintahkan kepada umat manusia untuk mengkaji isi dan kandungan yang terdapat di dalam AlQuran melalui proses baca tulis (kalam).

 

Di lain sisi, Allah SWT selaku Dzat yang paling mengetahui dan yang paling memahami apa apa yang telah diciptakan-Nya dan yang dimiliki-Nya telah memberikan penegasan pada ayat ke lima dari surat Al Alaq yang berbunyi, “Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya” Adanya kondisi ini berarti:

 

1.    Allah SWT telah memberikan komitmen yang bersifat terbuka kepada umat manusia untuk diajarkan apa apa yang tidak diketahuinya;

2.   Allah SWT akan menjadi Maha Guru Utama yang akan mengajarkan apa-apa yang tidak diketahui oleh manusia dan;

3.  Allah SWT menunjukkan tanggungjawabnya terhadap wahyu yang telah diturun-kannya sehingga manusia mampu menjadi tahu dan mengetahui hal-hal yang sebelumnya tidak diketahui yang berasal dari narasumber utama AlQuran.

 

Lalu kapankah Allah SWT akan mengajarkan sesuatu yang tidak diketahui manusia? Allah SWT selaku pencipta dan pemilik alam semesta serta selaku narasumber satu-satunya AlQuran ini baru akan mengajarkan kepada manusia tentang hal hal yang tidak diketahui oleh manusia, jika manusia memenuhi hal-hal sebagai berikut:

 

1.     Manusia harus beriman terlebih dahulu kepada Allah SWT selaku narasumber utama dari AlQuran, yang diikuti selalu mengajak Allah SWT sewaktu diri kita akan mempelajarinya sebagaimana ayat pertama surat Al Alaq, yaitu, “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan.”

2.    Berdoa dengan memohon kepada-Nya untuk dibimbing, untuk diberi tambahan ilmu dan pemahaman yang sesuai dengan kehendak-Nya sebelum memulai mempelajari AlQuran.

3. Bersungguh-sungguh sewaktu mempelajari ayat-ayat kauliyah ataupun ayat-ayat kauniyah yang diiringi dengan niat yang ikhlas, konsisten dan disipilin dalam belajar, tidak bermalas malasan waktu mempelajari AlQuran, serta teratur saat mempelajarinya.

4.   Setelah mempelajari AlQuran secara bertahap maka kita harus mulai melaksanakan segala perintah dan larangan Allah SWT secara bertahap pula yang diikuti dengan merenungi, atau memperhatikan segala apa yang diciptakan oleh Allah SWT. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Allah SWT dalam 3 (tiga) buah ayat berikut :“Maka tidakkah mereka memperhatikan unta, bagaimana diciptakan? Dan langit, bagaimana ditinggikan? Dan gunung gunung bagaimana ditegakkan? Dan bumi, bagaimana dihamparkan? (surat Al Ghasiyah (88) ayat 17, 18, 19, 20)

 

Allah SWT berfirman: “(yaitu) orang orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit  dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan, tidakkah Engkau menciptakan semua ini sia sia. Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka. (surat Ali Imran (3) ayat 191)

 

Allah SWT berfirman: “Dan apakah mereka tidak memperhatikan bagaimana Allah memulai penciptaan (makhluk), kemudian Dia mengulanginya (kembali). Sungguh, yang demikian itu mudah bagi Allah. Katakanlah, “Berjalanlah di bumi, maka perhatikanlah bagaimana (Allah)  memulai penciptaan (mahkluk), kemudian Allah menjadikan kejadian yang akhir. Sungguh, Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. (surat Al Ankabut (29) ayat 19, 20)

 

Hal yang harus kita pahami adalah setelah kita mampu melaksanakan 4 (empat) tahapan yang kami kemukakan di atas, tidak serta merta kita bisa menguasai atau bisa memahami AlQuran yang sesuai dengan kehendak Allah SWT secara keseluruhan. Namun apa yang kita lakukan barulah tahapan tahapan yang tidak bisa selesai sampai disitu aja, melainkan harus kita lakukan terus dan terus sepanjang hayat masih di kandung badan. Adanya hal ini maka seiring dengan waktu maka Allah SWT akan menambah pemahaman yang kita miliki dan dari situlah akan terasa betapa hebat dan luar biasanya AlQuran dan betapa Allah SWT sangat maha serta kita bukanlah apa-apa bahkan diri kita kecil dihadapan Allah SWT.

 

Yang menjadi persoalan adalah setelah kita belajar, belajar dan belajar maka pelajaran yang telah kita terima akan menjadi sebuah kesiasiaan jika apa-apa yang telah kita pelajari hanya sampai pada diri kita sendiri dan jadilah diri kita orang yang egois yang hanya mementingkan diri sendiri. Sedangkan hadits berikut ini mengajarkan kepada kita untuk selalu berbagi, Abu Hurairah ra, berkata, Nabi bersabda: “Sesungguhnya yang dicapai oleh orang mukmin dari amal dan perbuatan sesudah matinya ialah: ilmu pengetahuan yang di dapatnya dan disebarkan dan budi baik yang dia tinggalkan, atau buku yang ia berikan untuk diwarisi, atau tempat sembahyang yang ia bangun, atau sebuah terusan yang ia gali, atau derma ia lakukan dari kekayaannya selama ia sehat dan sakit”. (Hadits Riwayat Ahmad).”

 

Sebagai orang yang telah beriman ketahuilah ilmu yang kita miliki belum dikatakan menjadi ilmu yang bermanfaat jika hanya kita yang memilikinya atau hanya sampai pada diri kita saja. Ilmu yang kita miliki baru bisa dikatakan ilmu yang bermanfaat jika ilmu yang kita miliki itu mampu kita ajarkan kepada orang lain seperti kepada keluarga dan kepada masyarakat tanpa ada yang ditutup-tutupi lalu masyarakat menjadi tercerahkan bahkan mampu dikembangkan oleh masyarakat luas. Apa contohnya? Jika kita mampu merasakan rasa bertuhankan kepada Allah SWT maka orang-orang yang kita ajarkan mampu pula merasakan rasa bertuhankan kepada Allah SWT seperti yang kita rasakan.

 

Semakin banyak yang kita ajarkan akan semakin banyak manfaat yang dirasakan oleh orang banyak serta semakin baiklah diri kita dihadapan Allah SWT kelak. Dan ingat ilmu dan pengetahuan yang kita miliki akan dimintakan pertanggung jawabannya oleh  Allah SWT dan jika sampai kita kita tidak mau mengajarkan bagaimana mungkin kita akan mampu mempertanggung- jawabkannya kepada Allah SWT kelak? Untuk itu perhatikanlah dua buah hadits yang kami kemukakan berikut ini: Abu Hurairah ra, berkata: Nabi bersabda: “Orang yang ditanya tentang pengetahuan dan menyembunyikannya, akan dikekang dengan kekangan api pada hari kiamat”. (Hadits Riwayat Abu Daud, Ath Thirmidzi, Ibnu Madjah)

 

“Abu Dharda ra, berkata: Nabi bersabda: Sesungguhnya seburuk buruknya manusia pada hari kiamat ialah orang pintar yang ilmu pengetahuannya tidak menguntungkan”. (Hadits Riwayat Ad Darimi).

 

Berdasarkan ketentuan kedua hadits di atas ini, terlihat dengan jelas bahwa sehabis belajar jika kita tidak mau mengajarkan atau mengajarkan dengan cara ditutup-tutupi bersiaplah merasakan resikonya yang sangat luar biasa di akhirat kelak.

 

Untuk ketahuilah wahai para pembelajar, apabila kita mampu mengajar atau berbagi ilmu pengetahuan kepada sesama secara rutin maka semakin kita berbuat (melaksanakan dan juga mengajar) maka semakin halus dan tajam serta mendalam pula ilmu dan pengetahuan yang kita miliki. Yang pada akhirnya mampu menghantarkan diri kita kepada kenikmatan bertuhankan kepada Allah SWT melalui ilmu dan pengajaran yang kita lakukan, sebagaimana hadits berikut ini: Dari Abdullah ibnu Mas’ud berkata Nabi bersabda: “Janganlah ingin seperti orang lain kecuali seperti dua orang ini. Pertama orang yang diberi Allah kekayaan yang berlimpah dan ia membelanjakannya secara benar, kedua orang yang diberi Allah SWT Alhikmah (pemahaman) dan ia berperilaku sesuai dengannya dan mengajarkannya kepada orang lain”. (Hadits Riwayat Bukhari)

 

Dan jika saat ini kita masih hidup di muka bumi ini berarti saat ini kita sedang menjalani sisa usia yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Berapa lama sisa usia kita saat ini? Kita tidak pernah tahu dan tidak akan pernah tahu karena Allah SWT sajalah yang tahu. Lalu apakah di sisa usia yang tidak kita ketahui ini kita hanya sibuk belajar, belajar dan belajar tanpa pernah merasakan hasil dari pelajaran yang kita terima yang dilanjutkan dengan mengajarkan ilmu pengetahuan yang kita miliki kepada sesama? Lalu kapan lagi kita mau berbuat kebaikan dengan ilmu dan pengetahuan yang kita miliki jika tidak sekarang? Jangan sampai terlambat karena kita memiliki keterbatasan usia dan juga keterbatasan kemampuan untuk berbagi serta adanya keterbatasan kesempatan yang hanya datang tiga kali dan juga waktu tidak bisa diputar ulang.

 

Katakan saat ini kita adalah kepala keluarga atau seorang guru yang yang mengajarkan tentang Diinul Islam, lalu kita hanya mampu membaca tanpa pernah tahu apa makna yang terkandung di dalam Al Qur’an sedangkan dibelakang diri ada anak dan keturunan kita atau ada murid kita?  Sudah pasti anak dan keturunan kita atau murid yang kita ajarkan akan berkualiatas dan berpemahaman yang rendah pula sesuai dengan kualitas dan pemahaman diri kita atau gurunya. Jika sudah begini kondisinya berarti kita harus menjadikan hadits yang kami kemukakan di berikut ini: “Ibnu Amru bin al Ash berkata: Nabi bersabda: ‘Sesungguhnya Tuhan tidak mengambil (ilmu) pengetahuan manusia, melainkan dengan mengambil orang yang berilmu, maka apabila tidak ada lagi orang berilmu, manusia menjadi bodoh disebabkan karena mereka sendiri, dan mereka memutuskan (sesuatu) tanpa ilmu, berarti menyalahkan diri mereka sendiri dan membawa orang lain kepada kesalahan”. (Hadits Riwayat Bukhari, Muslim, Aththirmidzi)”.

 

Adanya hadits di atas, kiranya dapat kita jadikan sebagai bahan pembelajaran dan penggugah diri kita untuk ikut andil di dalam belajar dan mengajarkan ilmu kepada sesama. Ingat, ilmu yang kita miliki saat ini adalah sesuatu yang bersifat di dalam kekuasaan diri kita (controllable)  sehingga baik dan buruknya ilmu yang kita miliki akan tercermin saat diri kita mengajarkan ilmu yang kita miliki kepada sesama. Dan jika kita mampu mengajarkan ilmu yang kita miliki dengan baik dan benar maka orang-orang yang kita ajarkan mampu mengembangkan ilmu itu menjadi lebih baik daripada diri kita. Disinilah letaknya perjuangan diri kita di dalam mengajarkan ilmu kepada sesama. Ayo segera buktikan bahwa diri anda adalah pembelajar yang harus siap untuk mengajarkan kepada sesama.  

 

Sekarang bayangkan jika orang orang berilmu (orang yang memiliki ilmu agama) telah dipanggil oleh Allah SWT lalu orang yang masih hidup tidak mau belajar atau tidak merubah pola berfikirnya tentang belajar dan mengajar terjadilah apa yang dinamakan dengan penurunan kualitas sumber daya manusia. Jadi jangan pernah salahkan anak dan keturunan kita jika mereka berkualitas dan berpemahaman rendah jika kita sendiri hanya mau belajar tanpa pernah mau mengajar atau berbagi melalui tulisan!.

 

Dan bukanlah sesuatu yang sangat berlebihan jika Allah SWT melalui Nabi Muhammad SAW telah memerintahkan “carilah ilmu sejak dari buaian hingga masuk liang lahat”. Adanya perintah untuk menuntut ilmu berarti kita wajib untuk belajar dan belajar serta belajar tiada henti. Yang menjadi persoalan adalah setelah kita belajar, belajar dan belajar maka pelajaran yang telah kita terima akan menjadi sebuah kesiasiaan jika apa apa yang telah kita pelajari hanya sampai pada diri kita sendiri dan jadilah diri kita orang yang egois yang hanya mementingkan diri sendiri. Sedangkan hadits dibawah ini mengajarkan kepada kita untuk selalu berbagi. 

 

Abu Hurairah ra, berkata, Nabi bersabda: “Sesungguhnya yang dicapai oleh orang mukmin dari amal dan perbuatan sesudah matinya ialah: ilmu pengetahuan yang di dapatnya dan disebarkan dan budi baik yang dia tinggalkan, atau buku yang ia berikan untuk diwarisi, atau tempat sembahyang yang ia bangun, atau sebuah terusan yang ia gali, atau derma ia lakukan dari kekayaannya selama ia sehat dan sakit”. (Hadits Riwayat Ahmad)

 

Selanjutnya mari kita perhatikan dengan seksama hadits yang kami kemukakan berikut ini: Ibnu Abbas ra, berkata; Nabi bersabda: “Orang yang mengerti (agama) lebih sukar dipengaruhi syaitan daripada seribu orang yang shalat”. (Hadits Riwayat Aththirmidzi, Ibnu Majah).” Hadits ini mengemukakakn bahwa syaitan mengalami kesukaran di dalam mempengaruhi orang yang mengerti atau paham dengan Diinul Islam dibanding dengan seribu orang yang shalat. Jika seperti ini kondisinya berarti orang yang berilmu sangat diperhitungkan oleh syaitan sang laknatullah. Agar diri kita mampu menjadi orang yang diperhitungkan oleh syaitan maka kita tidak bisa hanya belajar tanpa mengajar atau tidak cukup hanya membaca saja tanpa pernah merenungi apa yang telah kita pelajari serta kenapa kita mengajarkan kembali ilmu yang kita miliki walaupun satu ayat!.

 

Dan semua yang kami kemukakan di atas ini hanya ada dan hanya bisa kita realisasikan pada sisa usia kita. Lalu apakah waktu dan kesempatan yang tersisa ini akan berlalu begitu saja tanpa memberikan hasil bagi diri, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara! Jadi jangan pernah menunda-nunda jika kita ingin berbuat kebaikan dan kemaslahatan bagi orang banyak. Ayo segera wakafkan waktu kita untuk mengajarkan ilmu dan pengetahuan yang kita miliki secara konsisten dalam komitmen (istiqamah). Bukan hanya ilmu agama. Bukan hanya di lapas, kita juga bisa mengajar di panti sosial, panti rehabilitasi narkotika, mengajar anak-anak jalanan dan lain sebagainya.

 

Uraian yang kami kemukakan di atas merupakan dasar pemikiran yang mendorong kami siap berdiri dihadapan wargabinaan terutama yang ada di Elcipi pada tahun 2016 sampai dengan tahun 2020. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar