Sekarang mari kita
perhatikan dengan seksama surat Al A’raaf (7) ayat 16-17 berikut ini: “iblis menjawab: "Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya
benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian
saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan
dari kiri mereka. dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur
(taat).” serta
surat Shaad (38) ayat 82-83 berikut ini: “iblis menjawab:
"Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali
hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka.”
Ayat di atas ini mengemukakan tentang iblis
(syaitan) sebagai
musuh abadi manusia, memiliki hal-hal yang tidak dimiliki oleh manusia yang
telah dijadikannya kafir, yaitu :
a. Sejahat-jahatnya iblis/setan, dia masih dapat
menempatkan diri sebagai seorang hamba kepada Tuhannya. Iblis/setan masih
tetap mengakui Allah SWT sebagai Tuhannya Yang Maha Mulia. Hal ini sangat
bertolak belakang dengan manusia yang telah Kafir atau yang telah berbuat syirik
lagi musyrik, dimana ia telah meniadakan Allah SWT sebagai Tuhan bagi semesta
alam. Adanya kondisi ini berarti setan masih tinggi kedudukannya dibandingkan
dengan manusia kafir, atau manusia yang telah berbuat syirik/musyrik;
b. Sesombong-sombongnya setan yang bertekad untuk menggoda
dan merayu anak keturunan Nabi Adam as, melalui muka belakang kanan kiri serta
melalui aliran darah. Setan masih memiliki kejujuran untuk mengakui keutamaan
manusia-manusia yang mukhlis. Jika kita ingin keluar dari gangguan dan
godaan setan, pintu keluar yang diakui secara jujur oleh setan adalah pintu
manusia yang mukhlis. Sekarang bandingkan dengan manusia-manusia yang telah
dibuat menjadi kesetanan, perilakunya telah melebihi setan itu sendiri. Ia
sudah tidak takut lagi dengan Allah SWT, apalagi dengan manusia.
Adanya dua hal yang kami kemukakan di atas, kiranya dapat kita jadikan pembelajaran agar diri kita tahu bahwa setan selaku musuh diri kita masih memiliki martabat dengan tetap masih mengakui Allah SWT sebagai Tuhannya. Dan jika sampai kita berperilaku melebihi setan, memang sudah sepantasnya diri kita diberi ganjaran pulang kampung ke neraka Jahannam oleh Allah SWT.
Lalu berjarakkah setan kepada diri kita? Jika kita memperhatikan surat Az
Zukhruf (43) ayat 36 berikut ini: “Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan
Yang Maha Pemurah (AlQur’an), Kami
adakan baginya syaitan (yang menyesatkan) maka syaitan itulah yang menjadi teman
yang selalu menyertainya. (surat Az Zukhruf (43) ayat 36). Setan sudah menyertai diri kita dimanapun kita berada. Akan tetapi
walaupun setan sudah menyertai diri kita tidak otomatis setan itu memiliki
jarak kepada diri kita.
Jauh dekatnya setan kepada diri kita sangat tergantung kepada diri kita
sendiri, yaitu sejauh mana kita mau diganggu atau digoda, atau dipengaruhi oleh
setan. Jika kita mau diganggu, mau digoda, atau mau dipengaruhi oleh setan maka setan sudah tidak berjarak
lagi dengan diri kita. Lain halnya jika kita berusaha untuk menghindar dari
gangguan dan godaan serta pengaruh setan maka jarak antara antara diri kita
dengan setan memiliki jarak, walaupun setan itu sendiri ada pada aliran
darah dan daging kita.
Adanya kondisi ini menunjukkan kepada diri kita bahwa jauh dekatnya setan kepada diri kita sangat tergantung kepada diri kita sendiri, yaitu sejauh mana kita mau menerima ataupun menolak gangguan dan godaan serta rayuan dari setan melalui ahwa (hawa nafsu) atau melalui sifat alamiah jasmani yang kita perturutkan. Contohnya jika kita mempeturut-kan rasa malas untuk belajar maka setan akan melancarkan aksinya kepada diri kira. Saat diri kita belajar yang seharusnya konsentrasi ke depan lalu kita membuka hp maka setan datang kepada diri kita untuk membuyarkan konsetrasi belajar. Jika ini kondisi dasar setan kepada diri kita dan juga kondisi dasar kita kepada setan, lalu apa yang bisa kita perbuat dengan keadaan ini?
Keberadaan setan adalah sunnatullah yang harus
kita hadapi sebagai musuh tidak dapat kita hindari. Akan tetapi kita harus bisa
menghadapi setan dengan cara-cara yang terhormat sesuai dengan kehormatan
yang kita miliki yang tentunya harus sesuai dengan kehendak Allah SWT.
Lalu dimanakah posisi Allah SWT saat setan mengepung diri kita? Posisi Allah SWT sudah pula bersama diri kita. Hal ini dikarenakan jarak antara kemahaan dan kebesaran Allah SWT kepada diri kita lebih dekat atau bahkan diri kita sudah tidak bisa dipisahkan dengan kebesaran dan kemahaan Allah SWT dibandingkan posisi diri kita kepada syaitan. Adanya kondisi ini berarti antara diri kita dengan syaitan masih memiliki jarak sedangkan kepada Allah SWT sudah tidak berjarak sepanjang diri kita tidak melepaskan diri dari Allah SWT.
Selanjutnya jika posisi Allah SWT lebih dekat kepada diri kita, kenapa
harus kepada setan kita melapor, kenapa harus kepada setan kita berlindung,
kenapa kepada setan kita mengadu, kenapa harus setan yang kita jadikan
konsultan, padahal Allah SWT sudah bersama diri kita? Allah SWT melalui surat
An Nahl (16) ayat 99-100 berikut ini: Sesungguhnya
syaitan itu tidak ada kekuasaan-Nya atas orang-orang yang beriman dan
bertawakkal kepada Tuhannya. Sesungguhnya kekuasaanNya (syaitan) hanyalah atas
orang-orang yang mengambilnya Jadi pemimpin dan atas orang-orang yang
mempersekutukannya dengan Allah.” Ayat ini menerangkan bahwa setan
tidak memiliki kemampuan, apapun, atau setan tidak akan bisa mengganggu dan
menggoda orang yang beriman kepada Allah SWT dan juga kepada orang yang
bertawakkal kepada Allah SWT.
Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di muka bumi, kami berharap jangan sampai diri kita
termasuk orang-orang yang ingin terhindar dari gangguan setan namun mempergunakan jalan yang paling disukai oleh
setan, atau jangan sampai diri kita bermaksud terhindar dari gangguan setan
namun jalannya justru yang paling
dibenci oleh Allah SWT. Mudah-mudahan diri kita mampu mengatasi setan
baik dalam wujud aslinya maupun yang sudah berubah wujud menjadi manusia, atau
manusia itu sendiri yang telah berubah wujud menjadi setan, melalui bantuan
dan pertolongan Allah SWT yang pada akhirnya dapat menghantarkan diri kita
menjadi pemenang dan setan menjadi pecundang.
Sekarang mari kita perhatikan 2 (dua) buah sikap setan kepada diri
kita, yang keduanya pasti dilaksanakan oleh setan tanpa memandang latar
belakang siapa diri kita, sebagaimana berikut ini: Allah SWT berikut: “iblis menjawab: “Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka
semuanya,kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka[1304]. (surat
Shaad (38) ayat 82-83)
[1304] Yang dimaksud dengan mukhlis ialah orang-orang yang telah diberi taufiq untuk mentaati segala petunjuk dan perintah Allah s.w.t.
Allah SWT berfirman: “iblis menjawab: “Karena Engkau telah
menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari
jalan Engkau yang lurus, kemudian saya
akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari
kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur
(taat). (surat Al A’raaf (7) ayat 16-17).
Dimana syaitan akan mengganggu kita. Setan akan menggoda siapapun juga tanpa
terkecuali, termasuk di dalamnya diri kita, untuk dihalangi dari jalan yang lurus dari muka, dari
belakang, dari kiri, dari kanan, semuanya akan disesatkan.
Jika ini sikap setan kepada diri kita lalu bagaimana sikap Allah SWT
kepada diri kita? Sikap Allah SWT kepada diri sangat berbeda dengan sikap setan
kepada diri kita. Apa buktinya?
a. Allah SWT Tidak Lepas Tangan. Allah SWT tidak akan lepas tangan kepada diri kita dengan selalu
memberikan penjagaan kepada diri kita sepanjang diri kita mau menjadi hamba
Allah SWT yang mukhlis. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Hijr
(15) ayat 40-41-42 yang kami kemukakan berikut ini: kecuali
hamba-hamba Engkau yang mukhlis[799] di antara mereka”. Allah berfirman: “Ini
adalah jalan yang lurus, kewajiban Aku-lah (menjaganya)[800]. Sesungguhnya
hamba-hamba-Ku tidak ada kekuasaan bagimu terhadap mereka, kecuali orang-orang
yang mengikut kamu, Yaitu orang-orang yang sesat.
[799] Yang dimaksud dengan
mukhlis ialah orang-orang yang telah diberi taufiq untuk mentaati segala
petunjuk dan perintah Allah s.w.t.
[800] Maksudnya pemberian
taufiq dari Allah s.w.t. untuk mentaati-Nya, sehingga seseorang terlepas dari
tipu daya syaitan mengikuti jalan yang Lurus yang dijaga Allah s.w.t. Jadi
sesat atau tidaknya seseorang adalah Allah yang menentukan.
b. Allah SWT Tidak Berpaling. Allah SWT tidak akan pernah berpaling dari diri kita sepanjang diri kita
selalu berada di dalam pengajaran Allah SWT, selalu berada bersama Allah SWT,
selalu di dalam kehendak Allah SWT. Sebagaimana dikemukakan dalam surat Az
Zukhruf (43) ayat 36 yang kami kemukakan di bawah ini, “Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan yang Maha Pemurah (Al
Quran), Kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan) Maka syaitan Itulah yang
menjadi teman yang selalu menyertainya.”
c. Allah SWT Memberikan Ampunan. Allah SWT akan tetap memberikan ampunan kepada diri kita
walaupun dosa dan kesalahan kita sepenuh wadah di muka bumi, sepanjang diri
kita tidak pernah melalukan perbuatan syirik/musyrik kepada Allah SWT. Hal ini
sebagaimana dikemukakan dalam hadits yang kami kemukakan berikut ini: “Abu Dardaa ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah
ta’ala berfirman: Andaikan hamba-Ku menghadap Aku dengan dosa-dosa sepenuh
wadah-wadah yang ada di bumi, namun ia tidak bersyirik menyekutukan sesuatu
kepada-Ku, akan kuhadapinya dengan pengampunan sepenuh wadah-wadah itu. (Hadits
Riwayat Ath Thabrani, 272:127)” Selain itu, Allah SWT
akan tetap memberikan ampunan kepada diri kita, sepanjang diri kita minta ampun
kepada Allah SWT. Hal ini berdasarkan
hadits yang kami kemukakan berikut ini: “Abu Said ra, berkata: Nabi
SAW bersabda: Allah ta’ala berfirman: Berkata Iblis kepada Tuhannya: Demi
keagungan dan kebesaran-Mu, akan aku sesatkan selalu anak-anak Adam selama ruh
dikandung badan mereka. Lalu Allah berfirman kepadanya: Demi keagungan dan
kebesaran-Ku akan Aku ampuni mereka selama mereka beristighfar minta ampun
pada-Ku. (Hadits Riwayat Abu Nua’im, 272:261). Lalu adakah perbedaan yang mencolok antara sikap syaitan
kepada diri kita dibandingkan dengan sikap Allah SWT kepada diri kita?
Berdasarkan uraian yang kami kemukakan diatas,
terlihat sangat jelas bahwa sikap setan kepada diri kita sangatlah bertolak
belakang dengan sikap Allah SWT kepada diri kita. Jika ini kondisinya, lalu
apakah ketentuan hadits yang kami kemukakan berikut ini: “Ibnu Abbas ra, berkata: Nabi
SAW bersabda: Allah ta’ala berfirman: Wahai anak Adam! Jika engkau ingat
kepada-Ku Aku Ingat kepadamu dan bila engkau lupa kepada-Ku Akupun ingat
kepadamu. Dan jika engkau ta’at kepada-Ku pergilah kemana saja engkau suka,
pada tempat dimana Aku berkawan dengan engkau dan engkau berkawan dengan da-Ku.
Engkau berpaling dari pada-Ku padahal Aku menghadap kepadamu. Siapakah yang
memberimu makan dikala engkau masih janin di dalam perut ibumu. Aku selalu
mengurusmu dan memeliharamu sampai terlaksanalah kehendak-Ku bagimu, maka
setelah Aku keluarkan engkau ke alam dunia engkau berbuat banyak maksiat.
Apakah demikian seharusnya pembalasan kepada yang telah berbuat kebaikan
kepadamu. (Hadits Riwayat Abu Nasher Rabi’ah bin Ali Al-ajli dan Arrafi’ie,
272:182).” Akan kita sia-siakan begitu saja berlalu tanpa kesan
saat diri kita hidup di dunia.
Dimana Allah SWT tetap terus ingat kepada diri kita
walaupun kita tidak ingat kepada Allah SWT. Masih
tidak cukupkah Allah SWT membela diri kita! Sebagai abd’ (hamba) yang juga
khalifah di muka bumi yang pasti berhadapan dengan setan, sekarang semuanya
terpulang kepada diri kita saat menghadapi setan. Hal ini dikarenakan
pada saat diri kita menghadapi setan, maka pada saat itu juga Allah SWT juga
sudah bersama diri kita, yang kedekatannya bahkan lebih dekat dengan kedekatan
diri kita kepada setan. Silahkan kita memilih, karena pilihan hanya ada dua.
Jika kita berpaling dari Allah SWT, maka syaitan siap mengganggu dan menggoda
diri kita dan jika kita menghadap, berkomunikasi, bersinergi dengan Allah SWT
maka setan yang akan berpaling dari diri kita.
Hal yang harus kita ketahui bahwa setan yang ada di dalam diri ataupun
yang ada di luar diri, keberadaannya tidak dapat kita hilangkan atau kita
bunuh. Setan tetap akan terus bersama diri kita sampai ruh berpisah dengan jasmani.
Namun yang bisa kita lakukan hanyalah
mengurangi kekuatan setan, mensayat-sayat kekuatan setan di dalam
mengganggu diri kita melalui makanan dan minuman yang memenuhi konsep halal
lagi baik (thayyib), melalui pekerjaan dan penghasilan yang memenuhi konsep
halal lagi baik, serta melalui sinergi
dengan Allah SWT melalui ibadah wajib dan ibadah sunnah di dalam kerangka melaksanakan
Diinul Islam secara kaffah. Sehingga setannya tetap ada bersama diri kita,
namun kekuatan untuk mempengaruhi diri kita menjadi lemah. Semoga hal ini
mampu kita laksanakan.
C.
VISI, MISI DAN
STRATEGI SYAITAN.
Sebagaimana telah
kita ketahui bersama bahwa Allah SWT selaku pencipta dan pemilik dari rencana
besar konsep penghambaan dan kekhalifahan di muka bumi telah menetapkan bahwa setan adalah musuh
bagi manusia yang akan berlangsung sampai dengan hari kiamat kelak. Setan
sebagai musuh tentu harus bisa kita kalahkan maka sesuailah diri kita dengan
kehendak Allah SWT. Akan tetapi akan
menjadi sebuah kekonyolan dalam diri kita jika kita yang sudah ditetapkan oleh
Allah SWT untuk bermusuhan dengan setan lalu kita ingin menang melawan
setan tetapi kita tidak tahu dan tidak mengerti (tidak memiliki ilmu) tentang
setan. Dan agar diri kita mampu memenangkan pertandingan melawan setan
secara bermartabat, mari kita bahas terlebih dahulu tentang adanya proklamasi
(adanya pernyataan sikap) resmi dari iblis/setan tentang permusuhan ini.
Iblis/setan sudah
meniup genderang perang dengan pernyataan sikapnya yaitu akan menyesatkan
manusia dari jalan yang lurus, sebagaimana dikemukakan dalam surat Al A’raf (7)
ayat 16, 17, 18 yang kami kemukakan berikut ini: “Iblis menjawab: "Karena
Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan
(menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan
mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri
mereka. dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat). Allah
berfirman: "Keluarlah kamu dari surga itu sebagai orang terhina lagi
terusir. Sesungguhnya Barangsiapa di antara mereka mengikuti kamu, benar-benar
aku akan mengisi neraka Jahannam dengan kamu semuanya". Dan hal ini bukanlah isapan jempol belaka,
namun benar-benar dilaksanakannya dengan baik oleh setan.
Dan untuk mempertegas
proklamasi atas pernyataan sikap yang telah dikemukakan oleh setan, berikut
ini akan kami kemukakan beberapa hal yang harus kita jadikan pedoman saat
menghadapi syaitan ini, yaitu:
1. Adanya Izin dari
Allah SWT. Syaitan
di dalam melaksanakan aksinya kepada anak dan keturunan dari Nabi Adam as, sudah
memperoleh persetujuan dari Allah SWT sehingga kita tidak bisa mempersalahkan
setan di dalam menyesatkan manusia. Sehingga kita tidak bisa menghindarinya
melainkan harus kita hadapi dengan sebaik baiknya. Selain daripada itu, kita
tidak bisa membatalkan persetujuan Allah SWT ini kepada setan karena
keputusan ini merupakan suatu sunatullah yang harus kita hadapi.
2. Menggelincirkan dari
Jalan Yang Lurus. Setan
akan menggangu kita dari jalan yang lurus. Lalu apakah itu jalan yang lurus.
Berikut ini akan kami kemukakan salah satu pengertian dari jalan yang lurus
itu. Apa yang dimaksud dengan jalan yang
lurus? Yaitu jalan yang menentramkan jiwa
kita, dan jalan yang membuat kita mengerti siapa diri kita yang sebenarnya.
Sehingga kita paham dengan aliran pikiran yang muncul di benak kita. Jalan yang
membuat kita senantiasa sadar sepenuhnya siapa diri kita yang sebenarnya, dan
siapa Tuhan kita yang sebenarnya. Dalam mencari identitas diri, aku sering
bertanya dalam hati, “apa yang sebenarnya aku cari?” Saat engkau bertanya
seperti itu, engkau sedang mencari identitas dirimu yang paling tepat, yang
akan engkau perankan dalam kehidupanmu. Kesadaran menjadikan identitas dirimu
sebagai medium untuk berkomunikasi dengan apa saja dan siapa saja di dunia
fisik. Bila engkau masih bertanya demikian di dalam hati, ketahuilah engkau
sedang kembali memperjelas identitas yang akan engkau mainkan dalam kehidupan.
Identitas diperlukan di kehidupan ini, namun sadari bahwa identitas itu tidak
permanen. Kematian akan memaksa engkau terpisah dengan identitas. (Pardamean Harahap dalam bukunya “Iqro!
Menyingkap Makna dari Fenomena Hidup Sehari Hari” Inner Voice Publishing
Jakarta, 2012)
Jika kita berpedoman
dengan pengertian jalan lurus di atas, berarti setan akan berusaha agar
manusia tidak bisa memperoleh ketenangan jiwa yang hakiki serta setan juga
berusaha agar manusia tidak tahu siapa dirinya yang sesungguhnya sehingga
manusia tidak tahu diri dan juga tidak tahu tentang Allah SWT. Jika manusia
sudah tidak tahu diri dan tidak tahu Allah SWT langkah berikutnya adalah jangan
sampai manusia tahu aturan main dan tahu tujuan akhir dari perjalanan hidupnya.
3. Setan Ada Disekitar
Kita. Setan
akan menggangu manusia dari empat arah yaitu dari muka, dari belakang, dari
kanan dan dari kiri manusia. Ini berarti setan masih memiliki kelemahan yaitu
setan tidak bisa masuk dari posisi atas, yaitu posisi saat diri kita meminta
pertolongan dari Allah SWT melalui menengadahkan tangan ke atas. Dan melalui
kelemahan ini pulalah kita bisa mengalahkan musuh abadi ini.
4. Adanya Tempat
Kembali. Hasil
akhir dari permainan ini adalah baik manusia dan setan akan dimasukkan ke
dalam neraka jahannam dikarenakan keduanya hina dan terusir. Untuk maksud
tersebut di atas maka setan pun telah menyusun misi, visi dan strategi untuk
menjerumuskan manusia tersebut. Adapun visi dan misi syaitan dapat kita lihat
di dalam surat Al Mujadilah (58) ayat 19 berikut ini: “syaitan telah menguasai mereka
lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah; mereka Itulah golongan syaitan.
ketahuilah, bahwa Sesungguhnya golongan syaitan Itulah golongan yang merugi.
(surat Al Mujadilah (58) ayat 19).” Berdasarkan surat Al Mujadilah (58)
ayat 19 ini, visi setan adalah memperbudak manusia dengan cara menguasai
mereka, sedangkan misinya adalah mengkondisikan agar manusia lupa kepada Allah
dan lupa kepada dirinya sendiri. Dan jika manusia sudah lupa diri dan lupa
dengan Allah SWT maka mudahlah setan melaksanakan aksinya.
Lalu apakah hanya itu
saja visi dan misi iblis/setan itu? Berikut ini akan kami kemukakan misi dari
iblis/setan yang lainnya, yang kesemuanya siap untuk dilaksanakannya,
yaitu:
a. Berdasarkan surat Al Hasyr (59) ayat 16, misi
iblis/setan adalah menyeru agar manusia menjadi kafir dan setelah manusia
kafir mereka berlepas diri.
b. Berdasarkan surat Al A’raf (7) ayat 20, misi
iblis/setan adalah membisikkan ke dalam pikiran manusia agar melanggar
ketetapan Allah SWT.
c. Berdasarkan surat Al A’raf (7) ayat 21, misi iblis/setan
adalah bersumpah atas nama Allah SWT agar manusia berbuat ingkar.
d. Berdasarkan surat Al Isra’ (17) ayat 64 berikut ini: “dan hasunglah siapa yang kamu sanggupi di
antara mereka dengan ajakanmu, dan kerahkanlah terhadap mereka pasukan berkuda
dan pasukanmu yang berjalan kaki dan berserikatlah dengan mereka pada harta dan
anak-anak dan beri janjilah mereka. dan tidak ada yang dijanjikan oleh syaitan
kepada mereka melainkan tipuan belaka.” misi iblis/setan adalah
menserikati manusia melalui anak dan harta mereka melalui iming iming atau
janji janji serta melalui tipuan.
e. Berdasarkan surat Saba (34) ayat 20 berikut ini: “dan
Sesungguhnya iblis telah dapat membuktikan kebenaran sangkaannya terhadap
mereka lalu mereka mengikutinya, kecuali sebahagian orang-orang yang beriman.” misi
dari iblis/setan adalah membuktikan persangkaannya menjadi pembenaran.
f. Berdasarkan surat Al Baqarah (2) ayat 268 berikut
ini: “syaitan menjanjikan
(menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan
(kikir); sedang Allah menjadikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. dan
Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengatahui.” misi iblis/setan
adalah menakut nakuti manusia dengan kemiskinan lalu menyuruh untuk berbuat
kejahatan atas dasar kemiskinan itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar