Berdasarkan
surat Al A’raf (7) ayat 180 yang kami kemukakan berikut ini: hanya
milik Allah asmaa-ul husna[585], Maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut
asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran
dalam (menyebut) nama-nama-Nya[586]. nanti mereka akan mendapat Balasan
terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” dikemukakan bahwa Allah SWT
lah pemilik dari Asmaul Husna yaitu Nama Nama Yang Baik lagi Terbaik yang
mencerminkan segala perbuatan Allah SWT yang terbaik bagi umat manusia.
[585] Maksudnya:
Nama-nama yang Agung yang sesuai dengan sifat-sifat Allah.
[586] Maksudnya:
janganlah dihiraukan orang-orang yang menyembah Allah dengan Nama-nama yang
tidak sesuai dengan sifat-sifat dan keagungan Allah, atau dengan memakai
asmaa-ul husna, tetapi dengan maksud menodai nama Allah atau mempergunakan
asmaa-ul husna untuk Nama-nama selain Allah.
Sedangkan
berdasarkan surat Al Hasyr (59) ayat 22, 23, 24 berikut ini: “Dialah
Allah yang tiada Tuhan selain Dia, yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata,
Dia-lah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Dialah Allah yang tiada Tuhan
selain Dia, Raja, yang Maha Suci, yang Maha Sejahtera, yang Mengaruniakan
Keamanan, yang Maha Memelihara, yang Maha perkasa, yang Maha Kuasa, yang
memiliki segala Keagungan, Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. Dialah
Allah yang Menciptakan, yang Mengadakan, yang membentuk Rupa, yang mempunyai
asmaaul Husna. bertasbih kepadanya apa yang di langit dan bumi. dan Dialah yang
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (surat Al Hasyr (59) ayat 22, 23, 24).”
Ayat ini mengemukakan bahwa tidak ada tuhan yang lain selain Allah SWT yang
memiliki nama-nama yang indah lagi baik yang termaktub dalam Asmaul Husna yang
berjumlah 99 (sembilan puluh sembilan).
Adanya
nama-nama Allah SWT yang berjumlah 99 menunjukkan kepada diri kita hanya Allah
SWT sajalah sumber dari segala sumber dari keindahan baik keindahan nama maupun
keindahan dari Af’al yang baik (perbuatan perbuatan baik) yang ada di alam
semesta ini, diluar Allah SWT tidak akan ada yang memilikinya terkecuali jika
diberikan Allah SWT.
Sekarang
mari kita perhatikan nama dua nama Allah SWT yang termaktub dalam Asmaul Husna,
yaitu Ar Rahmaan dan Ar Rahiem yang selalu kita kemukakan disetiap memulai
pekerjaan ataupun sebelum mengkonsumsi sesuatu atau saat mendirikan shalat dan
lain sebagainya. Ada apakah di balik dua nama Allah SWT tersebut? Allah SWT
berfirman: “Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.” (surat
Al-Fatihah (1) ayat 1).” Dan “Maha
Pemurah lagi Maha Penyayang.” (surat Al-Fatihah (1) ayat 3)
Kata
Ar Rahmaan dan kata Ar Rahiem berasal dari akar kata yang sama yaitu r-h-m
(rahim), bila kita menyebut kata ini, yang terlintas dalam benak kita orang
Indonesia adalah “peranakan” dan subjek yang terlibat adalah ibu dan anak, dan
seketika terbayang dalam benak kita rasa kasih sayang seorang ibu kepada
anaknya, namun begitu, sifat Rahim Allah tidak bisa disamakan seperti itu (Maha
suci Allah dari segala perumpamaan). Penggambaran kasih sayang ini hanyalah
sekedar membuat kita paham dan dapat “merasakan” seperti apa bentuk kasih
sayang itu.
Allah
SWT berfirman: “Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan
ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya
(yang terang). dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman. (surat
Al Ahzab (33) ayat 43).”
Allah
SWT berfirman: Apakah kamu tiada melihat bahwasanya Allah menundukkan bagimu apa yang
ada di bumi dan bahtera yang berlayar di lautan dengan perintah-Nya. dan Dia
menahan (benda-benda) langit jatuh ke bumi, melainkan dengan izin-Nya?
Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada
manusia. (surat Al Hajj (22) ayat 65)
Sebagian
ulama ada yang memahami kata ar-Rahman sebagai sifat Allah SWT yang mencurahkan
rahmat yang bersifat sementara di dunia ini (temporer), sedangkan ar-Rahiem
adalah Rahmat-Nya yang bersifat kekal (continue). Rahmat-Nya di dunia yang
sementara ini (ar-Rahman) meliputi seluruh makhluk, tanpa kecuali dan tanpa
membedakan antara yang beriman maupun yang tidak beriman. Nikmat kita bisa
bernafas di dunia ini berasal dari Allah SWT dan ini tidak hanya diperuntukan
bagi yang beriman tetapi berlaku untuk semua makhlukNya. Lalu apakah hal ini
akan kekal selamanya? Tentu tidak, setelah kita mati kita tidak bisa lagi
menikmati nikmatnya bernafas. Sedangkan rahmat yang kekal adalah
rahmat-Nya di akhirat (ar-Rahiem), tempat kehidupan yang kekal, yang hanya akan
dinikmati oleh makhluk-makhluk yang mengabdi kepada-Nya.
Sekarang
mari kita perhatikan makna kata Rahim dalam artian tempat peranakan, bukankah
kasih sayang yang terlimpah dari seorang ibu berkelanjutan di dua alam
(periode) yang berbeda? Seorang ibu melindungi dan memelihara anaknya yang
masih dalam rahimnya dan setelah kita lahir masih tetap dilindunginya dan dipeliharanya dengan kasih sayang yang
tulus. Ketika seseorang membaca Basmalah, ketika orang membaca Al Fatehah,
maka makna-makna di atas diharapkan mampu menghiasi jiwanya. Ini membawa kepada
kesadaran akan kelemahan diri serta kebutuhan kepada Allah. Yang membaca
basmalah dan juga Al Fatehah juga seharusnya menghayati yang tercurah bagi
seluruh makhluk. Kalau yang demikian itu tertanam di dalam jiwa, maka pasti
nilai-nilai luhur keluar dalam bentuk
perbuatan yang sesuai dengan nilai nilai kebaikan, karena perbuatan merupakan
cerminan dari suasana kejiwaan atau cerminan dari diri kita sendiri.
Setiap orang yang mampu membaca basmalah dan juga yang membaca surat Al Fatehah
seharusnya dapat mencurahkan rahmat dan kasih sesuai pola Allah SWT di dalam
menurunkan dan mencurahkan Rahmat-Nya,
yang tidak hanya menyentuh orang yang seiman saja akan tetapi juga yang berlainan
keimanannya dengan kita atau bahkan untuk seluruh makhluk tanpa terkecuali.
Bukankah dengan membaca ar-Rahman tergambar dalam di dalam benak kita tergambar
rahmat tuhan yang menyentuh seluruh alam? Bukankah pula Nabi Muhammad SAW yang
menjadi tauladan seorang muslim membawa rahmat bagi keseluruh alam?
Demikian
juga saat kita mengucapkan Ar-Rahiem,
maka harus terlintas dalam pikiran kita rahmat Allah yang akan membawa
kenikmatan akhirat. Adanya kondisi ini maka kita diharapkan untuk selalu
melakukan perbuatan baik yang tidak hanya bermanfaat di dunia tetapi juga harus
bermanfaat di akhirat kelak.Allah SWT sudah mempertunjukkan kepada diri kita
tentang AsmaNya yaitu Ar Rahmaan dan Ar Rahiem dan kitapun sudah merasakan hal
itu dalam hidup dan kehidupan kita. Lalu sudahkah kita mampu berbuat kebaikan
berdasarkan pola Ar Rahmaan dan Ar Rahiem seperti yang kami kemukakan di atas?
Sebagai
abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi, sudah tentu kita
mampu berbuat kebaikan berdasarkan pola Ar Rahmaan dan Ar Rahiem, jika tidak ada
sesuatu yang salah dalam diri kita. Untuk itu bagi orang yang tidak mampu berbuat kebaikan ada baiknya
kita memperhatikan apa yang dikemukakan Allah SWT di dalam surat Al A’raf (7)
ayat 156 yang kami kemukakan berikut ini: “dan tetapkanlah untuk Kami kebajikan di
dunia ini dan di akhirat; Sesungguhnya Kami kembali (bertaubat) kepada Engkau.
Allah berfirman: "Siksa-Ku akan Kutimpakan kepada siapa yang aku kehendaki
dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan aku tetapkan rahmat-Ku untuk
orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman
kepada ayat-ayat kami". Allah SWT akan menimpakan siksa kepada
siapa saja yang tidak mampu berbuat kebaikan saat hidup di muka bumi ini.
Sekarang berfikir ulanglah ribuan kali jika kita tidak mampu berbuat kebaikan
padahal kebaikan itu untuk kebaikan diri kita sendiri.
Sekarang
sudahkah kita memenuhi syarat dan ketentuan untuk menerima balasan dari Allah
SWT berupa tempat kembali yang bermartabat tinggi atau tempat kesudahan yang
baik seperti yang dikemukakan Allah SWT dalam surat Ar Ra’d (13) ayat 22, 23,
24: surat Al Kahfi (18) ayat 30, 31 serta surat Al Furqaan (25) ayat 75 dan 76 berikut ini:
Allah
SWT berfirman: “dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan Tuhannya,
mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezki yang Kami berikan kepada
mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan
kebaikan; orang-orang Itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik), (yaitu)
syurga 'Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang
saleh dari bapak-bapaknya, isteri-isterinya dan anak cucunya, sedang
malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu; (sambil
mengucapkan): "Salamun 'alaikum bima shabartum". Maka Alangkah
baiknya tempat kesudahan itu. (surat Ar Ra’d (13) ayat 22 s/d 24)
Allah
SWT berfirman: “Sesunggunya mereka yang beriman dan beramal saleh, tentulah Kami tidak
akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan amalan(nya) dengan yang
baik. mereka Itulah (orang-orang yang) bagi mereka surga 'Adn, mengalir
sungai-sungai di bawahnya; dalam surga itu mereka dihiasi dengan gelang mas dan
mereka memakai pakaian hijau dari sutera Halus dan sutera tebal, sedang mereka
duduk sambil bersandar di atas dipan-dipan yang indah. Itulah pahala yang
sebaik-baiknya, dan tempat istirahat yang indah; (surat Al Kahfi (18) ayat 30
dan 31).”
Allah
SWT berfirman: “mereka Itulah orang yang dibalasi dengan martabat yang Tinggi (dalam
syurga) karena kesabaran mereka dan mereka disambut dengan penghormatan dan
Ucapan selamat di dalamnya, mereka kekal di dalamnya. syurga itu Sebaik-baik
tempat menetap dan tempat kediaman. (surat Al Furqaan (25) ayat 75 dan 76)”
Jika kita ingin pulang kampung ke kampung kebahagian yang bermartabat tinggi
maka kita wajib memenuhi kriteria yang telah ditetapkan oleh Allah SWT seperti:
1. Sabar
dalam mencari keridhaan Allah SWT,
2. Mendirikan
shalat dan menafkahkan harta di jalan Allah SWT baik terang terangan atau
sem-bunyi sembunyi,
3. Menolak
kejahatan dengan kebaikan,
4. Beriman
dan beramal shaleh, terkecuali jika kita ingin hidup bertetangga dengan syaitan
sang laknatullah di neraka jahannam kelak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar