Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Senin, 13 Mei 2024

AMANAH YANG 7 SEBAGAI MODAL DASAR MANUSIA (PART 2 of 5)


2.   Iradat (Kehendak). Sifat Iradat adalah salah satu sifat Ma’ani Allah SWT. Sifat Iradat yang dimiliki oleh Allah SWT ini juga merupakan salah satu dari tujuh Amanah yang diberikan oleh Allah SWT kepada setiap manusia tanpa terkecuali, yang berasal langsung dari sifat Ma’ani Allah. Iradat artinya kehendak atau tanpa ada paksaan. Seperti apakah sifat Iradat Allah SWT itu? Kehendak Allah SWT pasti terjadi, sebab kehendak Allah SWT berbeda dengan kehendak makhluk.  Kehendak Allah SWT selalu mencerminkan kemahaan Allah SWT itu sendiri sehingga kehendak Allah SWT tidak bisa dipersamakan dengan kehendak makhluk.

 

Lalu bagaimanakah Allah SWT merealisasikan kehendak-Nya? Jika Allah SWT berkehendak melakukan sesuatu dengan kemampuan kekuatan dan kehebatan yang dimilikinya, Allah SWT sanggup melakukan apa saja tanpa ada paksaaan dari siapapun, cukup mengatakan “Jadilah maka Jadilah” sebagaimana firmanNya berikut ini: “Sesungguhnya perintah-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: “Jadilah!” maka terjadilah ia. (surat Yaasin (36) ayat 82).”

 

Sifat Iradat yang dimiliki Allah SWT merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sifat Qudrat dan sifat Ilmu yang dimiliki pula oleh Allah SWT. Hal ini dikarenakan untuk menciptakan segala sesuatu harus di dahului dengan adanya kehendak dan kemampuan serta Ilmu secara berbarengan. Hal ini dikarenakan jika yang ada hanya kehendak saja tanpa diiringi kemampuan dan ilmu artinya angan-angan sedangkan jika yang ada hanyalah kemampuan saja tanpa di iringi oleh kehendak dan ilmu artinya omong kosong. Jika ilmu tanpa diiringi kemampuan dan kehendak yang ada hanyalah konsep belaka.

 

Lalu adakah sifat Iradat dalam diri manusia dan dimanakah letak sifat Iradat di dalam diri manusia? Setiap manusia pasti mempunyai sifat Iradat dan sifat Iradat itu diletakkan oleh Allah SWT di dalam hati nurani manusia. Untuk Apakah Allah SWT memberikan sifat Iradat atau kehendak kepada setiap manusia? Adanya sifat Iradat atau kehendak yang diletakkan di dalam hati nurani manusia akan melahirkan atau akan menimbulkan hal-hal sebagai berikut dalam diri manusia, yaitu: (1) Tanpa ada sebuah kehendak, manusia tidak akan mempunyai cita-cita; (2) Tanpa ada sebuah kehendak, manusia tidak mempunyai keinginan untuk mencapai dan menggapai sesuatu; (3) Adanya kehendak membuat manusia lebih bergairah; (4) Adanya kehendak membuat manusia lebih semangat; (5) Adanya kehendak membuat manusia lebih beraktivitas untuk mencapai dan meraih apa yang diinginkannya.

 

Dan sifat Iradat atau kehendak yang ada pada diri manusia, termasuk yang ada pada diri kita, bersifat sementara atau tidak kekal abadi. Selain daripada itu sifat Iradat atau kehendak yang dimiliki setiap manusia tidak bisa berdiri sendiri dan sangat berhubungan erat dengan sifat-sifat Amanah yang 7 yang lainya. Apa maksudnya? Untuk bekerja, untuk berkarya, untuk menjadi khalifah di muka bumi kita tidak bisa hanya mengandalkan sifat Iradat atau kehendak semata karena sifat Iradat baru bisa bekerja dengan baik jika disinergikan dengan sifat Qudrat, sifat Ilmu, sifat Kalam, sifat Hayat, sifat Sami’ dan sifat Basyir.

 

Sekarang diri kita telah ada di muka bumi dalam rangka melaksanakan tugas sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di muka bumi, sekarang coba kita renungkan bagaimana mungkin kita akan sukses menjadi abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di muka bumi jika kita hanya memiliki jasmani dan ruh saja tanpa memiliki sifat Iradat atau kehendak di dalam diri? Untuk menjadi abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya tidaklah mudah, membutuhkan pengorbanan dan membutuhkan perjuangan untuk mencapainya.

 

Sebuah pengorbanan dan perjuangan untuk menjadi pemenang jika tanpa dilandasi dengan motivasi dan gairah dan kesadaran dalam diri, tidak akan mungkin menghasilkan sesuatu yang baik. Sekarang darimanakah asalnya motivasi, gairah, kesadaran dalam diri itu? Kesemuanya asalnya dari sifat Iradat yang dimiliki oleh Allah SWT yang kemudian diberikan kepada manusia dan jika ini kondisinya maka tidak berlebihan jika sifat Iradat (termasuk sifat Ma’ani Allah SWT yang ada pada diri manusia yang lainnya) dapat dikatakan sebagai salah satu modal dasar manusia untuk menjadi abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di muka bumi.

 

Setelah diri kita memiliki sifat Iradat atau kehendak, timbul pertanyaan harus bagaimanakah kita dengan sifat Iradat tersebut sehingga dengan adanya sifat Iradat ini dapat menjadi modal dasar bagi diri kita saat menjadi abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di muka bumi? Penggunaan dan pemakaian sifat Iradat harus dilandasi dengan Nilai-Nilai Kebaikan yang berasal dari Nilai-Nilai Ilahiah sehingga sifat Iradat yang ada di dalam diri manusia mampu dikuasai oleh ruh. Selanjutnya apa yang akan terjadi jika sifat Iradat dipergunakan di dalam koridor Nilai-Nilai Kebaikan? Perbuatan atau tingkah laku manusia untuk mencapai cita-citanya tidak melanggar ketentuan hukum yang berlaku, selalu dalam koridor kejujuran, tidak mau merugikan orang lain dan seterusnya.

 

Selanjutnya bolehkah kita mempergunakan sifat Iradat itu dalam koridor nilai-nilai keburukan? Pilihan untuk mempergunakan sifat Iradat ada pada diri kita sendiri, apakah mau dipergunakan di dalam nilai-nilai kebaikan ataukah di dalam nilai-nilai keburukan. Hal yang harus dipikirkan saat diri kita masih hidup adalah kita harus siap memper-tanggungjawabkan segala bentuk penggunaan atas sifat Iradat yang kita miliki dihadapan Allah SWT kelak selaku pemberi modal dasar dimaksud. Untuk itu tidak ada jalan lain kecuali kita mempergunakan sifat Iradat ini sesuai dengan kehendak Allah SWT terkecuali jika kita ingin mengarungi kehidupan di neraka Jahannam bersama syaitan.

 

Saat ini manusia telah diberi kebebasan untuk memilih hasil akhir dari perjalanan menjadi abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di muka bumi yaitu apabila ingin meminta hasil akhir hanya di dunia saja silahkan dan apabila ingin meminta hasil akhir untuk akhirat saja silahkan karena keduanya mempunyai konsekuensi yang berbeda. Sebagaimana dikemukan dalam surat An Nisaa’ (4) ayat 134 berikut ini:  “Barangsiapa yang menghendaki  pahala di dunia saja (maka ia merugi), karena di sisi Allah ada pahala dunia dan akhirat. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” Dan juga dalam surat Asy Syuura (42) ayat 20 yang kami kemukakan berikut ini: “Barangsiapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barangsiapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat.” Jika hasil akhir hanya untuk dunia saja maka ini mengindikasikan bahwa manusia tersebut hanya ingin sukses di dunia saja sehingga tidak membutuhkan lagi kehidupan di syurga. Sedangkan jika memilih hasil akhir untuk akhirat maka manusia tersebut memilih menjadi abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya yang sesuai dengan kehendak-Nya. Sehingga kita akan menikmati hasil tidak saja di akhirat tetapi juga menikmati hasil di dunia. Selanjutnya yang manakah pilihan kita?  

 

3.    Ilmu. Sifat Ilmu adalah salah satu sifat Ma’ani Allah SWT. Sifat Ilmu yang dimiliki oleh Allah SWT ini juga merupakan salah satu dari tujuh Amanah yang diberikan oleh Allah SWT kepada setiap manusia tanpa terkecuali, yang berasal langsung dari sifat Ma’ani Allah SWT. Ilmu artinya Ilmu, Maha Mengetahui. Seperti apakah sifat Ilmu yang dimiliki Allah SWT? Ilmu dan Maha Mengetahui dari Allah SWT sangat luas dan tidak terbatas, jika Allah SWT  tidak memiliki Ilmu yang di dukung oleh Kehendak dan Kemampuan yang sangat tidak terbatas, mungkinkah terjadi segala sesuatu ini? Semuanya tidak akan mungkin terjadi dan mustahil jika Allah SWT itu tidak memiliki Ilmu. Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya Allah mengetahui yang tersembunyi di langit dan di bumi. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala isi hati. (surat Faathir (35) ayat 38).

 

Ilmu Allah SWT sangat berbeda dengan ilmu manusia. Hal ini dikarenakan ilmu manusia ada batasnya sedangkan Allah SWT adalah Maha, Kekal lagi Abadi. Adanya kondisi ini berarti bahwa Ilmu yang dimiliki Allah SWT tidak terbatas dan tidak akan pernah habis-habisnya walaupun ilmu yang dimiliki-Nya telah dipelajari oleh siapapun juga dalam jangka waktu yang tidak terhingga. Ilmu Allah SWT meliputi segala sesuatu dan jika lautan menjadi tinta dan pepohonan menjadi kalam untuk mencatat Ilmu-Nya, maka tidaklah cukup meskipun ditambah dengan tujuh kali banyaknya. Sekarang adakah sifat Ilmu dalam diri manusia dan dimanakah sifat Ilmu diletakkan oleh Allah SWT di dalam diri manusia? Ilmu diletakkan oleh Allah SWT di dalam otak manusia sebagai bahan dasar atau bahan baku bagi otak untuk memproses segala data dan segala masukan yang berasal dari mata, yang berasal dari hidung, yang berasal dari telinga dan yang berasal dari hati lalu diproses oleh otak sehingga lahirlah pengetahuan atau manusia mampu mengetahui sesuatu hal.

 

Ilmu lebih tinggi kedudukannya daripada pengetahuan dikarenakan pengetahuan lahir dari adanya Ilmu. Selanjutnya jika di otak manusia tidak ada Ilmu yang diletakkan oleh Allah SWT dapatkah manusia memproses segala masukan yang berasal dari panca indera atau dapatkah manusia mempunyai pengetahuan walaupun manusia telah melakukan hal-hal sebagai berikut seperti melakukan proses belajar mengajar melalui sekolah; melakukan proses pembelajaran melalui baca tulis ataupun pengalaman; melihat; berfikir; membuat perbandingan; mencari persamaan dan pertentangan; memperbandingkan serta menguji segala sesuatu? Tanpa adanya Ilmu di dalam otak maka kita tidak akan bisa menghasilkan pengetahuan apapun walaupun kita telah melakukan segala sesuatu. Hal ini dikarenakan  kita tidak dapat memproses apa yang disampaikan panca indera ke otak. Sebagaimana dikemukakan dalam firmanNya berikut ini: “Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Malaikat lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar!” (surat Al Baqarah (2) ayat 31). Dan juga berdasarkan surat Ar Rahmaan (550 ayat 2-3-4 berikut ini:“Yang telah mengajarkan AlQuran. Dia menciptakan manusia. Mengajarnya pandai berbicara.”.

 

Selanjutnya dengan adanya ilmu dalam diri manusia maka akan menimbulkan proses belajar dan mengajar yang pada akhirnya akan menghasilkan ide, gagasan, teknologi, dan penemuan baru yang dapat dipergunakan manusia untuk hidup dan kehidupan yang lebih baik. Sekarang coba kita  bayangkan jika sampai manusia tidak diberikan Ilmu oleh Allah SWT, apa yang dapat kita lakukan di muka bumi sebagai seorang khalifah yang sekaligus makhluk pilihan. Allah SWT memberikan ilmu kepada manusia tentu ada maksud dan tujuan dibalik diberikannya Ilmu tersebut, yaitu adanya ilmu yang diberikan dan kemudian dimiliki serta dipergunakan oleh manusia, maka akan ada kemudahan bagi manusia saat menjalankan fungsi kekhalifahan di muka bumi.

 

Sudahkah kita semua merasakan manfaat dari memiliki ilmu yang telah Allah SWT berikan dan sudahkah kita semua meyakini bahwa ilmu manusia bersifat tidak permanen, tidak kekal dan sangat sedikit dibandingkan dengan Ilmu Allah SWT? Jika sampai kita tidak pernah merasakan adanya Ilmu dalam diri, berarti anda saat ini tidak bisa melakukan apa-apa, sedangkan kenyataannya kita telah memiliki kedudukan, telah memiliki pekerjaan, telah memiliki kekayaan oleh sebab adanya ilmu yang kita miliki. Untuk itu akuilah bahwa ilmu itu penting saat diri kita melaksanakan tugas sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi.

 

Saat ini kita sudah memiliki ilmu yang berasal dari  Allah SWT, lalu Ilmu yang seperti apakah yang dapat mensukseskan diri kita menjadi khalifah sekaligus makhluk pilihan? Ilmu yang kita miliki harus dipergunakan, harus didayagunakan, harus dimanfaatkan di dalam koridor Nilai-Nilai Kebaikan yang berasal dari Nilai-Nilai Ilahiah yang tentunya sesuai dengan kehendak Allah SWT. Sekarang bagaimana jika Ilmu yang berasal dari Allah SWT kita gunakan untuk menipu, untuk merugikan orang lain, untuk korupsi, untuk kolusi, untuk merusak alam, untuk menteror orang lain, untuk aktivitas teroris atau melakukan sesuatu yang paling sesuai dengan kehendak syaitan? Jika sampai diri kita melakukan itu semua berarti kita telah berada di dalam kehendak syaitan sang laknatullah dan berarti tiket untuk pulang ke neraka Jahannam sudah ada di tangan kita.

 

4.     Sami’ (Pendengaran). Sifat Sami’ adalah salah satu sifat Ma’ani Allah SWT. Sifat Sami’  yang dimiliki oleh Allah SWT ini juga merupakan salah satu dari tujuh Amanah yang diberikan oleh Allah SWT kepada setiap manusia tanpa terkecuali, yang berasal langsung dari sifat Ma’ani Allah SWT. Sami’ artinya Mendengar, Maha Mendengar. Seperti apakah sifat Sami' yang dimiliki Allah SWT? Pendengaran  Allah SWT sangat nyata, Pendengaran Allah SWT tidak terpengaruh oleh Jarak, Ruang dan Waktu sedangkan pendengaran makhluk sebaliknya, yaitu memiliki keterbatasan. Jika kondisi sifat Sami’' Allah SWT seperti ini, berarti  kemampuan, ketajaman, kehebatan mendengar Allah SWT tidak ada yang dapat menandingi-Nya, apalagi ada yang mampu mengalahkan-Nya.

 

Adanya kemampuan mendengar atau Maha Mendengar Allah SWT yang sangat hebat maka Allah SWT akan mengetahui seluruh aktivitas makhluknya di muka bumi ini tanpa ada yang terkecuali meskipun itu adalah telapak kaki semut yang sedang berjalan pasti Allah SWT akan mendengar-Nya. Selanjutnya adakah sifat Sami’ dalam diri manusia dan dimanakah sifat Sami’ diletakkan di dalam diri manusia? Berdasarkan surat As Sajdah (32) ayat 9 berikut ini: “kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.”  Dan juga berdasarkan firmanNya berikut ini: “Katakanlah: “Siapakah yang memberi rezki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah  yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?” Maka mereka akan menjawab: “Allah”. Maka katakanlah: “Mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya)?” (surat Yunus (10) ayat 31). Dimana setiap manusia tanpa terkecuali pasti memiliki sifat Sami’ yang berasal dari sifat Ma’ani Allah SWT yang diberikan setelah dipersatukannya ruh dengan jasmani di dalam rahim seorang ibu.

 

Hal yang harus kita pahami dengan benar adalah yang diberikan oleh Allah SWT sesaat setelah ruh ditiupkan ke dalam jasmani, bukanlah fungsi mendengar melainkan fungsi pendengaran. Untuk itu mari kita perhatikan diri kita sendiri, kita bisa mendengar dikarenakan berfungsinya telinga sebagai alat untuk mendengar. Sedangkan pendengaran tidak sama dengan fungsi mendengar. Sekarang apa yang dimaksud dengan fungsi Pendengaran itu?  Pendengaran adalah suatu kemampuan manusia yang diberi-kan oleh Allah SWT untuk memperdengarkan kembali atas apa-apa yang telah didengar oleh telinga pada waktu yang telah lalu. Contohnya pada waktu kecil kita pernah dimarahi oleh nenek karena mandi di kali, sekarang dapatkah kita memperdengarkan kembali apa yang di ucapkan oleh nenek kita pada waktu memarahi kita sepulang mandi di kali? Jika kita dapat memperdengarkan kembali atau menerangkan kembali apa-apa yang pernah dimarahi oleh nenek kita, itulah yang dinamakan dengan fungsi pendengaran.

 

Sekarang dimanakah letak sifat Sami’ di dalam diri manusia? Sifat Sami’ diletakkan oleh Allah SWT di dalam telinga manusia sehingga telinga manusia mempunyai 2(dua) buah fungsi yaitu fungsi mendengar dan juga fungsi pendengaran. Adakah perbedaaan antara fungsi mendengar dan fungsi pendengaran di dalam telinga manusia? Mendengar sangat tergantung kepada berfungsi atau tidaknya telinga beserta komponen yang ada di dalamnya sedangkan pendengaran tidak tergantung kepada berfungsi atau tidaknya telinga manusia. Adanya kondisi ini  walaupun telinga mengalami gangguan maka tidak otomatis fungsi pendengaran mengalami gangguan atau fungsi pendengaran dapat tetap bekerja dengan baik walaupun telinga mengalami gangguan.

Adakah perbedaan yang mencolok antara fungsi mendengar dengan fungsi pendengaran? Fungsi mendengar tidak bisa menembus jarak, ruang dan waktu sedangkan fungsi pendengaran mampu menembus jarak, ruang dan waktu. Lalu dari manakah asalnya fungsi Pendengaran itu? Fungsi pendengaran tidak datang dengan sendirinya pada diri manusia. Fungsi pendengaran merupakan pemberian Allah SWT yang berasal dari sifat Ma’ani yang dimiliki oleh Allah SWT. Fungsi pendengaran merupakan amanah bagi setiap manusia sehingga akan dimintakan pertanggung-jawabannya kelak oleh Allah SWT. Dan hal yang harus diperhatikan adalah kemam-puan mendengar dan kemampuan pendengaran yang dimiliki oleh manusia bersifat sementara dan tidak kekal. Sedangkan kemampuan mendengar dan pendengaran Allah SWT sangat maha, kekal, dan abadi.

 

Selanjutnya untuk apakah Allah SWT memberikan telinga untuk mendengar serta kemampuan pendengaran yang berasal dari Allah SWT kepada manusia? Allah SWT memberikan telinga untuk mendengar dan memberikan pula kemampuan pendengaran  bukan tanpa maksud dan tujuan. Sekarang coba kita bayangkan jika sampai  Allah SWT tidak memberikan kemampuan mendengar  melalui telinga dan kemampuan pendengaran saat diri kita menjadi abd’ (hamba) yang sekaligus khalifah di muka bumi?

 

Adanya kemampuan Mendengar dan kemampuan Pendengaran yang dimiliki oleh manusia, maka Komunikasi antar Manusia menjadi Lancar dan Efektif; Proses Belajar dan Mengajar dapat mudah terlaksana; Transfer Ilmu dan Pengetahuan antar sesama manusia dapat terlaksana dengan baik; Manusia dapat mengkhayal atau membuat khayalan melalui fungsi pendengaran sehingga manusia mampu membuat gambar ataupun sesuatu yang bersifat 3 (tiga) dimensi.  Kemampuan mendengar dan kemampuan pendengaran yang akan dapat menjadi modal dasar manusia menjadi abd’ (hamba) yang sekaligus khalifah yang sekaligus makhluk pilihan adalah kemampuan yang dilandasi oleh nilai-nilai kebaikan yang berasal dari nilai-nilai Ilahiah yang termaktub dalam nama-nama Allah SWT yang indah lagi baik.

 

Sekarang bagaimana jika fungsi mendengar dan pendengaran yang kita miliki kita gunakan untuk mendengar dan mengkhayal sesuatu yang tidak baik, seperti gosip, fitnah, berita bohong atau sesuatu yang paling sesuai dengan kehendak syaitan? Jika sampai diri kita melakukan itu semua berarti penggunaan dan pemanfaatan fungsi mendengar dan fungsi pendengaran yang kita miliki sudah tidak sesuai lagi dengan konsep awal saat Allah SWT memberikan fungsi mendengar dan pendengaran. Untuk itu Allah SWT melalui surat Al Israa’ (17) ayat 36 berikut ini: “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabannya.” telah memberikan sebuah peringatan kepada manusia untuk hati-hati mempergunakan kemampuan fungsi mendengar dan kemampuan fungsi pendengaran sebab akan dimintakan pertanggung jawabannya oleh Allah SWT.

 

Jika hal ini sudah menjadi ketetapan Allah SWT berarti kita tidak bisa sembarangan, kita tidak bisa seenaknya, kita tidak bisa asal-asalan di dalam mempergunakan fungsi mendengar dan fungsi pendengaran saat hidup di dunia. Kita harus mempergunakan ke duanya di dalam koridor untuk mensukseskan diri kita menjadi abd’ (hamb)-Nya yang juga khalifah-Nya di muka bumi yang sesuai dengan kehendak Allah SWT. Terkecuali jika kita telah mampu mempertanggung jawabkan itu semua di hadapan Allah SWT kelak. 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar