Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Senin, 13 Mei 2024

AMANAH YANG 7 SEBAGAI MODAL DASAR MANUSIA (PART 5 of 5)


C. ALASAN MODAL DASAR MANUSIA DIKATAKAN SEBAGAI AMANAH.

 

Setiap Manusia tanpa terkecuali pasti memiliki Amanah yang 7 yang diberikan oleh Allah SWT, lalu apakah setelah memiliki Amanah yang 7  yang terdiri dari Qudrat, Iradat, Sami', Basyir, Ilmu, Kalam dan Hayat kita dapat mempergunakan itu semua dengan cara sewenang-wenang atau secara serampangan atau secara membabi buta tanpa mengindahkan hukum dan norma yang berlaku? Amanah yang 7 yang diberikan oleh Allah SWT kepada setiap manusia bukanlah sesuatu yang bersifat gratis atau bersifat free of charge sehingga dapat dipergunakan secara sewenang-wenang, sehingga dapat dipergunakan secara serampangan, sehingga dapat dipergunakan untuk melanggar ketentuan atau syariat yang berlaku. Amanah yang 7 yang diberikan oleh Allah SWT kepada diri kita, harus selalu dijaga, harus selalu dipelihara, harus selalu dipergunakan  secara arif dan bijaksana sesuai dengan peruntukkannya dan ingat bahwa Amanah yang 7 yang kita terima wajib dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT.

 

Lalu, atas dasar apakah Amanah yang 7 tersebut harus dijaga, harus dipelihara dan harus dipergunakan secara arif dan bijaksana serta akan dipertanggung jawabkan kepada Allah SWT kelak di hari kiamat? Berikut ini akan kami kemukakan beberapa alasan kenapa sampai sifat Qudrat, sifat Iradat, sifat Sami', sifat Basyir, sifat Ilmu, sifat Kalam dan sifat Hayat dikatakan sebagai Amanah yang 7 yang harus dijaga, yang harus dipelihara, yang harus dipergunakan sesuai dengan maksud dan tujuan dari pemberi Amanah yang 7, yaitu :

 

1. Dipertanggungjawabkan Dihadapan Allah SWT. Setiap manusia siapapun orangnya, apapun kedudukannya, kaya ataupun miskin, tua ataupun muda semuanya tanpa terkecuali  akan dimintakan pertanggung jawabannya oleh Allah SWT. Sebagaimana dikemukakan dalam urat Al Qiyaamah (75) ayat 36 yang kami kemukakan di bawah ini, “Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggung jawaban)?” Timbul pertanyaan, apa-apa sajakah yang akan dimintakan pertanggung-jawaban oleh Allah SWT kelak di hari kiamat?

 

Untuk menjawab pertanyaan ini, perkenankan kami mengemukakan hal-hal sebagai berikut: Seperti telah kita ketahui bersama bahwa jika diri kita hanya terdiri dari jasmani dan ruh semata, maka kita tidak akan bisa melaksanakan tugas sebagai khalifah di muka bumi sesuai dengan kehendak Allah SWT. Agar manusia bisa melaksanakan tugasnya sebagai abd’ (hamba)-Nya dan juga sebagai khalifah-Nya di muka bumi maka Allah SWT memberikan modal dasar kepada setiap manusia berupa sifat Qudrat, sifat Iradat, sifat Sami', sifat Bashir, sifat Kalam, sifat Ilmu dan sifat Hayat, yang kami istilahkan dengan Amanah yang 7.

 

Selanjutnya setelah diri kita memperoleh Amanah 7 yang berasal dari Allah SWT, apa yang harus kita perbuat atau adakah hak dan kewajiban bagi diri kita setelah memperoleh Amanah yang 7 dari Allah SWT? Allah SWT selaku pemberi Amanah yang 7 dan juga pemilik langit dan bumi telah menegaskan di dalam firmannya yang terdapat dalam surat An Nahl (16) ayat 78 berikut ini: “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” menyatakan bahwa setiap manusia tanpa terkecuali telah diberikan Pendengaran (sami’), Penglihatan (basyir) dan Af’idah atau Perasaan yang ditempatkan di dalam hati.

 

Untuk apakah Allah SWT memberikan ini semua? Salah satu tujuan dari pemberian ini agar manusia bersyukur. Sekarang syukur yang seperti apakah yang dikehendaki Allah SWT? Syukur yang dikehendaki Allah SWT bukanlah syukur yang berarti ucapan terima kasih dengan mengucapkan “Hamdallah”. Namun Syukur yang dikehendaki Allah SWT adalah setelah manusia menerima Amanah yang 7 maka Amanah yang 7 yang diterimanya harus dipergunakan, harus didayagunakan sesuai dengan kehendak pemberi Amanah yang 7 dalam hal ini harus digunakan di dalam koridor Nilai-Nilai Ilahiah yang mampu mensukseskan manusia menjadi abd’ (hamba)Nya yang juga khalifahNya di muka bumi yang sekaligus makhluk pilihan. Timbul pertanyaan lagi, untuk apakah Allah SWT memberikan pendengaran yang diletakkan di dalam telinga, penglihatan yang diletakkan di dalam mata serta perasaan yang diletakkan di dalam hati?

 

Adanya hal ini akan memudahkan manusia belajar, berfikir, berperasaan, mencari ilmu, berkomunikasi, berinteraksi dengan sesama dan lain sebagainya. Sekarang dapatkah kita belajar, berfikir, berperasaan, mencari ilmu, berkomunikasai, serta berinteraksi hanya dengan mempergunakan pendengaran, penglihatan dan af’idah (perasaan) yang diletakkan di dalam hati saja? Untuk melakukan aktivitas sehari hari, termasuk untuk ibadah, harus didukung pula dengan kalam, ilmu, hayat, qudrat dan iradat secara bersamaan dan dalam rentang waktu yang telah ditentukan. Untuk siapakah manfaat dari diberikannya Amanah yang 7 kepada manusia? Yang pasti Allah SWT tidak membutuhkan itu semua dan jika Allah SWT tidak membutuhkan maka yang akan menikmati manfaat tersebut adalah manusia itu sendiri.

 

Sekarang bagaimana jika manusia yang telah menerima Amanah yang 7 tidak mampu mempergunakan, tidak mampu mendayagunakan Amanah yang 7 sesuai dengan kehendak Allah SWT? Jika ini yang kita lakukan berarti diri kita telah keluar dari kehendak Allah SWT, diri kita tidak mampu mengemban Amanah, serta diri kita tidak mampu menyenangkan Allah SWT. Dan untuk mempertegas bahwa diri kita tidak bisa seenaknya saja mempergunakan dan mendayagunakan Amanah yang 7, maka kita harus mempelajari firman Allah SWT yang kami kemukakan berikut ini: “bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri[1531].”  (surat Al Qiyaamah (75) ayat 14)

 

[1531] Maksudnya ayat ini ialah, bahwa anggota-anggota badan manusia menjadi saksi terhadap pekerjaan yang telah mereka lakukan seperti tersebut dalam surat Nur ayat 24.

 

Dan juga firman Allah SWT sebagaimana berikut ini: “Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggungjawaban)? (surat Al Qiyaamah (75) ayat 36). Berdasarkan dua ketentuan ayat di atas ini, setiap manusia tanpa terkecuali atau setiap individu wajib mempertanggung jawabkan Amanah yang 7 dan juga waktu yang telah Allah SWT berikan melalui segala perbuatan yang telah kita lakukan saat menjadi khalifah di muka bumi. Selanjutnya jika Pendengaran, Penglihatan, Ilmu, Kalam, Hayat, Kehendak dan Kemampuan serta Hati wajib dipertangungjawabkan di hadapan pemberinya.

 

Timbul pertanyaan, apakah saat diri kita menjadi abd’ (hamba)Nya yang juga khalifahNya di muka bumi Amanah 7 sudah kita jaga, Amanah 7 sudah kita pergunakan dan Amanah 7 sudah dipelihara dengan baik dan benar sesuai dengan ketentuan syariat yang berlaku? Sebagai makhluk yang terhormat tentu dengan kehormatan yang kita miliki sudah sepantasnya dan sudah pula sepatutnya kita mampu menjaga, melindungi, mempergunakan, mendayagunakan Amanah yang 7 dan af’idah (perasaan) yang diletakkan di dalam hati dengan sebaik-baiknya sesuai dengan syarat dan ketentuan yang telah Allah SWT tetapkan.

 

Sekarang bagaimana jika kita tidak mau memenuhi segala ketentuan yang berlaku atas permberian Allah SWT tersebut? Mau berlaku amanah ataupun tidak mau berlaku amanah bukanlah urusan Allah SWT kepada diri kita, akan tetapi itu urusan diri kita kepada Allah SWT selaku pemberi amanah. Adanya kondisi ini tidak ada alasan bagi kita untuk menghindar dari mempertanggung jawabkan atas segala yang telah kita perbuat dihadapan Allah SWT melalui Amanah yang 7 yang ada pada diri kita.

 

2.  Ilmu, Sami’, Basyir dan Af’idah yang diletakkan di Hati. Allah SWT telah memberikan kepada kita dan juga kepada setiap manusia tanpa terkecuali apa yang dinamakan dengan Kemampuan, Kehendak, Ilmu, Pendengaran, Penglihatan, Kalam, Hayat dan juga af’idah (perasaan) yang diletakkan di hati dan juga waktu. Untuk itu pergunakanlah Amanah ini dengan sebaik-baiknya sebab dengan Amanah yang 7 ini maka diri kita dari tidak tahu akan menjadi tahu, dari lemah menjadi kuat, dari tidak mampu berbicara sampai mampu berbicara, dan seterusnya.

 

Timbul pertanyaan, dapatkah kemampuan, kekuatan, pengetahuan yang kita peroleh dipergunakan dengan sewenang-wenang tanpa menghiraukan apapun juga atau menghasilkan sesuatu yang justru dapat menyengsarakan masyarakat banyak atau menyebabkan alam menjadi rusak?  Allah SWT melalui surat An Nahl (19) ayat 93 berikut ini:  “Dan kalau Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan kamu satu umat (saja), tetapi Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan sesungguhnya kamu akan ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan.” 

 

Allah SWT telah menegaskan bahwa setiap manusia akan ditanya tentang apa-apa yang telah dikerjkakannya selama hidup di muka bumi atau untuk apakah Amanah yang 7 yang ada pada diri kita. Jika kondisi ini sudah dikemukakan oleh pencipta dan pemilik jagad raya ini kepada manusia, dapatkah manusia menghindar dari pertanggung jawaban atas Amanah yang 7 yang ada pada diri kita? Jawabannya pasti tidak bisa, jika sudah demikian bersiap-siaplah menerima piagam dan penghargaan yang tidak menyenangkan dari Allah SWT berupa azab yang disebabkan oleh kelalaian diri kita sendiri. Adanya pertanggungjawaban atas Amanah yang 7 dapat menjadi alat pembeda abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di muka bumi, yaitu mana yang bersyukur dan mana yang tidak bersyukur (kufur) atau mana yang mampu mempertahankan kehormatan yang telah diberikan oleh Allah SWT dengan yang tidak mampu mempertahankan kehormatannya. Berdasarkan kondisi ini maka akan diketahuilah siapa abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya yang sesuai dengan kehendak Allah SWT dan siapa yang sesuai dengan kehendak syaitan atau siapa yang menjadi calon penghuni syurga dan siapa yang menjadi calon penghuni neraka. 

 

3. Mulut, Kulit, Tangan, Kaki Menjadi Saksi. Untuk memudahkan proses pertanggung jawaban serta penilaiaan secara adil atas penggunaan Amanah yang 7 yang dilakukan oleh manusia, maka Allah SWT akan meminta kesaksian kepada Mulut sebab di dalamnya terdapat sifat Kalam, Allah SWT akan meminta kesaksian kepada Kulit sebab di dalamnya terdapat Kekuatan, Allah SWT akan meminta kesaksian kepada Tangan dan kepada Kaki sebab di dalamnya terdapat sifat Qudrat, atas penggunaan, atas pemanfaatan, atas pendayagunaan Amanah yang 7 yang ada pada diri manusia. Lalu dengan cara apakah Allah SWT meminta kesaksian kepada mulut, kulit, tangan dan kaki?

 

Allah SWT melalui surat Yaasiin (36) ayat 65 berikut ini menjawabnya: “Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.” Dan juga melalui surat Fushshilat (41) ayat 22 berikut ini:  “Kamu sekali-kali tidak dapat bersembunyi dari persaksian pendengaran, penglihatan dan kulitmu terhadapmu bahkan kamu mengira bahwa Allah tidak mengetahui kebanyakan dari apa yang kamu kerjakan.” serta  melalui surat An Nuur (24) ayat 24 yang kami kemukakan berikut ini: “Pada hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.” Telah menyatakan bahwa Allah SWT akan menutup rapat-rapat mulut manusia atau mengunci mulut manusia dan kemudian Allah SWT akan menanyakan langsung kepada tangan, kaki, kulit, lidah untuk menjadi saksi atas penggunaan Amanah yang 7 dari setiap manusia. Selanjutnya melalui tangan, melalui kaki, melalui kulit dan melalui lidah atau melalui anggota tubuh Allah SWT akan menanyakan Apa yang telah mereka lakukan atau apa yang telah manusia kerjakan saat hidup di muka bumi.

 

Dengan cara seperti ini maka setiap manusia tidak akan dapat menyembunyikan apa-apa yang telah mereka kerjakan sebab bagian dari anggota tubuh manusia itu sendiri yang akan turut menjadi saksi atas setiap perjalanan atau atas setiap perbuatan yang dilakukan oleh manusia semasa manusia itu hidup atau selama hayat masih melekat dalam diri manusia. Jika kondisi seperti ini akan diterapkan oleh pemilik dan pencipta dari Amanah yang 7, sudahkah diri kita saat ini berbuat dan bekerja sesuai dengan kehendak Allah SWT?

 

Jika kondisi yang telah dikemukakan oleh Allah SWT belum dapat menyadarkan diri kita untuk berbuat kebaikan di dalam koridor kehendak Allah SWT berarti ada sesuatu yang salah di dalam pemberdayaan dan penggunaan Amanah yang 7. Untuk itu segera perbaiki kesalahan yang ada sebelum ruh tiba di kerongkongan atau apakah kita memang sudah mampu mempertanggungjawabkan semuanya dihadapan Allah SWT, terkecuali jika kita mampu menahan panasnya api neraka yang panasnya 70(tujuh puluh) kali panasnya api dunia.

 

4.     Perkataan atau Ucapan. “Mulutmu, Harimaumu atau Ujung Jarimu Harimaumu” itulah salah satu peribahasa yang menganjurkan kepada kita untuk selalu berhati-hati dengan ucapan kita atau dengan perkataan kita atau dengan omongan yang kita ucapkan, atau postingan yang kita sampaikan. Untuk itu ada dua hal yang harus kita perhatikan saat menyampaikan sesuatu kepada orang lain, yaitu ucapan atau perkataan selain harus dengan kata-kata yang baik (sopan) akan tetapi juga harus disampaikan dengan cara-cara yang baik (beradab).

 

Sekarang bagaimana jika ucapan yang kita sampaikan memenuhi azas kesopanan, namun penyampaiannya tidak beradab? Jika ini yang terjadi maka gagallah manusia melaksanakan komunikasi, atau maksud dan tujuan menyampaikan sesuatu tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Lalu bagaimana cara Allah SWT meminta pertanggungjawaban kepada manusia atas kata-kata yang diucapkannya atau atas penggunaan sifat Kalam yang diterima oleh Manusia? Allah SWT melalui surat Qaaf (50) ayat 18 berikut ini: “Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir. (surat Qaaf (50) ayat 18). Telah menyatakan bahwa setiap ucapan yang disampaikan ataupun yang dilontarkan oleh manusia, maka Malaikat Pengawas akan selalu hadir untuk mencatatnya. Inilah salah satu cara Allah SWT untuk mengawasi manusia di dalam mempergunakan atau memanfaatkan Kalam melalui ucapan ataupun perkataan.

 

Bolehkah kita mempergunakan ucapan atau perkataan atau kalam untuk mengkata-katai orang dengan berita bohong, untuk menyebarkan fitnah, untuk membohongi dan membodohi orang lain, untuk mengancam, mengeluarkan kata-kata kotor serta sumpah serapah tanpa menghiraukan orang lain akan teraniaya oleh ucapannya tersebut? Jawaban dari pertanyaan ini jelas yaitu kita tidak diperkenankan mempergunakan kalam sesuai dengan kehendak syaitan, terkecuali jika kita ingin pulang kampung ke neraka Jahannam.

 

Hal yang harus kita perhatikan adalah Allah SWT selaku pemilik dan pencipta Amanah yang 7 sangat tidak suka atau Allah SWT sangat membenci kepada manusia yang suka mengatakan sesuatu  yang sebenarnya tidak mereka perbuat, sebagaimana firmanNya berikut ini: “Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan. (surat Ass Shaaff (61) ayat 2-3). Dalam hal ini manusia suka melakukan dusta dengan menyatakan bahwa itu bukan tindakannya padahal itu adalah perbuatannya atau mengaku-ngaku perbuatan orang lain adalah perbuatannya. Jika sampai diri kita melakukan dusta atau suka berbohong, bersiap-siaplah untuk di ajak pulang kampung oleh syaitan ke neraka Jahannam.

 

5.  Segala Hal yang Diperbuat. Seperti kita ketahui bersama untuk mengerjakan sesuatu atau untuk memperoleh unjuk kerja atau untuk menciptakan sesuatu, harus di mulai dari adanya kehendak dan kemampuan secara berbarengan yang didukung oleh ilmu. Sekarang jika kehendak saja yang kita punya tanpa di dukung oleh kemampuan dan ilmu maka hasilnya adalah angan-angan. Demikian pula jika kemampuan saja tanpa didukung oleh kehendak dan ilmu maka hasilnya nol besar. Selanjutnya jika kita saat ini masih hidup di dunia, apa yang sudah kita lakukan dan perbuat? Mudah-mudahan diri kita mampu berbuat, mampu berkarya sesuai dengan apa-apa yang dikehendaki oleh Allah SWT sebagaimana firmanNya berikut ini: “kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu). (surat At Takaatsur (102) ayat 8)

 

Hal yang harus kita perhatikan adalah segala yang kita lakukan dan segala yang kita perbuat selain disaksikan oleh Malaikat Pengawas untuk mencatat apa apa yang telah kita lakukan dan juga kita akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah SWT. Untuk itu sudahkah perbuatan yang kita lakukan memenuhi kriteria yang sesuai dengan syarat dan ketentuan yang telah Allah SWT tetapkan ataukah semua yang kita lakukan dan perbuat berada di dalam koridor kehendak syaitan? Hal ini sangat penting kami kemukakan karena hasil akhir dari apa-apa yang kita perbuat, diri kita sendirilah (maksudnya Ruh) yang akan menanggung resikonya. Jika baik hasilnya maka kita sendirilah yang menerimanya, jika buruk hasilnya kita pulalah yang menerima hasilnya. 

 

6.  Segala Pekerjan. Untuk menjadi abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya yang sesuai dengan kehendak Allah dibutuhkan aktivitas atau pengorbanan atau segala pekerjaan yang sesuai dengan apa-apa yang dikehendaki Allah SWT. Tanpa diri kita mampu memenuhi kehendak Allah SWT maka gagallah diri kita menjadi makhluk pilihan. Untuk itu berhati-hatilah di dalam melakukan segala aktivitas ataupun segala pekerjaan jangan sampai melanggar ataupun tidak memenuhi Syarat dan Ketentuan yang telah Allah SWT tetapkan, sebagaimana firmanNya berikut ini: “Maka demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka semua, tentang apa yang telah mereka kerjakan dahulu. (surat Al Hijr (15) ayat 92-93).

 

Allah SWT akan meminta pertanggung jawaban kepada setiap manusia tentang apa-apa saja yang telah mereka lakukan dan kerjakan. Siapa yang memenuhi kriteria syarat dan ketentuan akan diberikan pahala sedangkan yang melanggar kriteria syarat dan ketentuan akan diberikan hukuman berupa dosa ataupun azab. Sebagai abd’ (hamba)Nya yang juga khalifahNya yang sedang melaksanakan tugas, sudah pada posisi di manakah diri kita saat ini, banyak kebaikannya ataukah banyak keburukannya? Jika kita berharap untuk pulang ke neraka Jahannam perbanyaklah dari waktu ke waktu amal keburukan sebab itulah salah satu syarat untuk membeli tiket masuk ke Neraka Jahannam. 

 

7. Yang Sukses dan Bermanfaat. Amanah yang 7 yang telah diberikan oleh Allah SWT kepada setiap manusia tidak dapat dipergunakan dengan cara sewenang-wenang ataupun dengan cara yang tidak baik atau dengan cara yang melanggar aturan hukum yang berlaku. Amanah yang 7 yang telah diberikan oleh Allah SWT wajib dipelihara, wajib dijaga dan wajib dipergunakan dengan cara-cara yang sesuai dengan syariat yang telah Allah SWT tetapkan. Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya ini adalah balasan untukmu, dan usahamu adalah disyukuri (diberi balasan). Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir. (surat Al Insaan (76) ayat 22-3). Timbul pertanyaan adakah tujuan di balik perintah ini? Allah SWT akan memberikan ganjaran kepada manusia yang mampu melaksanakan apa-apa yang telah Allah SWT tetapkan berupa balasan atau pahala.

 

Lalu manusia yang seperti apakah yang pantas menerima balasan atau pahala dari Allah SWT? Manusia yang telah ditunjuki oleh Allah SWT kepada jalan yang lurus atau manusia yang telah beriman kepada Allah SWT dengan sebenar-benarnya beriman. Lalu bagaimana dengan orang yang tidak memenuhi kriteria yang telah Allah SWT tetapkan? Orang itupun akan mendapatkan ganjaran berupa hukuman ataupun siksaan dari Allah SWT. Sekarang kami persilahkan anda memilih sendiri ganjaran yang berasal dari Allah SWT. Yang pasti adalah ganjaran orang yang patuh dan taat akan berbeda dengan ganjaran orang yang tidak patuh dan taat (ingkar). 

 

Saat ini diri kita telah memiliki dan mempunyai Amanah yang 7 yang berasal dari Allah SWT, yang terdiri dari sifat Qudrat, Iradat, Ilmu, Sami’, Basyir, Kalam dan Hayat,  yang tidak lain adalah Modal Dasar bagi diri kita saat menjadi khalifah di muka bumi. Selanjutnya mungkinkah Amanah yang 7 yang berasal dari Allah SWT itu tidak baik, memiliki sifat buruk, memiliki kondisi jelek, tidak bermanfaat sama sekali serta menimbulkan kesusahan bagi manusia? Sesuatu yang berasal langsung dari Allah SWT dapat dipastikan mulia, baik, terpuji, bermanfaat serta mudah dan memudahkan manusia karena sesuai dengan perbuatan Allah SWT.

 

Akan tetapi jika Amanah yang 7 yang baik, mulia dan terpuji, malah menjadikan atau menghasilkan perbuatan bejad, merasa diri paling benar, tidak bermoral, suka korupsi dengan memakan hak orang lain, suka berjudi, suka bermaksiat, suka menyembah berhala atau melakukan perbuatan syirik dan musyrik, selalu berada di dalam koridor nilai-nilai syaitani, suka gontok-gontokan, suka merusak alam, suka narkoba, suka nepotisme, suka menyebarkan berita bohong, suka menganiaya orang lain melalui prasangka buruk, Suka semau gue dan lain sebagainya. Timbul pertanyaan apa yang salah dengan manusia tersebut?

 

Jika sampai ini yang terjadi berarti diri kita sudah tidak sesuai lagi dengan konsep awal  Allah SWT saat memberikan Amanah yang 7 atau dapat dikatakan saat ini diri kita paling sesuai dengan kehendak syaitan sang laknatullah. Berdasarkan surat Al Ahzab (33) ayat 72 yang kami kemukakan berikut ini: Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu Amat zalim dan Amat bodoh.”

 

Allah SWT memberikan sebuah predikat khusus atau sebuah penilaian khusus bagi manusia yang tidak mampu mendayagunakan, yang tidak mampu mempergunakan Amanah yang 7 sesuai konsep Allah SWT, yaitu “dzalim dan Bodoh.Untuk itu jangan pernah salahkan Allah SWT jika memberikan penilaian kepada diri kita sebagai dzalim  dan bodoh karena kita tidak mampu mempergunakan sesuatu yang mulia untuk memuliakan kita. Kita tidak mampu mendayagunakan sesuatu yang baik untuk kebaikan kita. Serta kita tidak mampu berbuat sesuatu yang terpuji untuk kepentingan kita sebagai makhluk yang terhormat.

 

Sekarang bagaimana dengan diri kita sendiri, dzalim dan bodohkah diri kita ataukah diri kita masih sesuai dengan kehendak Allah SWT sewaktu pertama kali menjadikan manusia menjadi abd’ (hamba)Nya yang juga khalifahNya di muka bumi? Adanya buku ini, kami berharap jangan sampai Allah SWT selaku pencipta dan pemilik dari jagad raya ini memberikan penilaian “dzalim dan bodoh” kepada diri kita dikarenakan kita tidak tahu diri sendiri sedangkan konsep awal Allah SWT menciptakan manusia adalah manusia adalah makhluk yang terhormat. Sebagai abd’ (hamba)Nya yang juga khalifahNya yang sedang merantau di muka bumi, manfaatkanlah kesempatan yang masih ada saat ini, manfaatkanlah sisa usia yang ada, dikarenakan ruh kita belum tiba dikerongkongan, untuk segera memperbaiki diri melalui “Taubatan Nasuha” agar diri kita kembali sesuai konsep awal penciptaan manusia, yaitu menjadi makhluk yang terhormat yang akan dapat menempati tempat kembali yang terhormat sehingga kita akan dapat bertemu dengan Yang Maha Terhormat. 

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar