C. ALASAN MODAL DASAR MANUSIA DIKATAKAN SEBAGAI AMANAH.
Setiap Manusia tanpa terkecuali pasti memiliki Amanah yang 7 yang
diberikan oleh Allah SWT, lalu apakah setelah memiliki Amanah yang 7 yang terdiri dari Qudrat, Iradat, Sami',
Basyir, Ilmu, Kalam dan Hayat kita dapat mempergunakan itu semua dengan cara sewenang-wenang
atau secara serampangan atau secara membabi buta tanpa mengindahkan hukum dan
norma yang berlaku? Amanah
yang 7 yang diberikan oleh Allah SWT kepada setiap manusia bukanlah sesuatu
yang bersifat gratis atau bersifat free of charge sehingga dapat dipergunakan
secara sewenang-wenang, sehingga dapat dipergunakan secara serampangan,
sehingga dapat dipergunakan untuk melanggar ketentuan atau syariat yang
berlaku. Amanah yang 7 yang diberikan oleh Allah SWT kepada
diri kita, harus selalu dijaga, harus selalu dipelihara, harus selalu
dipergunakan secara arif dan bijaksana
sesuai dengan peruntukkannya dan ingat bahwa Amanah yang 7 yang kita terima
wajib dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT.
Lalu, atas dasar apakah Amanah yang 7 tersebut harus dijaga, harus
dipelihara dan harus dipergunakan secara arif dan bijaksana serta akan
dipertanggung jawabkan kepada Allah SWT kelak di hari kiamat? Berikut ini akan
kami kemukakan beberapa alasan kenapa sampai sifat Qudrat, sifat Iradat, sifat
Sami', sifat Basyir, sifat Ilmu, sifat Kalam dan sifat Hayat dikatakan sebagai
Amanah yang 7 yang harus dijaga, yang harus dipelihara, yang harus dipergunakan
sesuai dengan maksud dan tujuan dari pemberi Amanah yang 7, yaitu :
1. Dipertanggungjawabkan
Dihadapan Allah SWT. Setiap manusia siapapun orangnya, apapun
kedudukannya, kaya ataupun miskin, tua ataupun muda semuanya tanpa
terkecuali akan dimintakan pertanggung
jawabannya oleh Allah SWT. Sebagaimana dikemukakan dalam urat Al Qiyaamah (75)
ayat 36 yang kami kemukakan di bawah ini, “Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan
begitu saja (tanpa pertanggung jawaban)?” Timbul pertanyaan, apa-apa sajakah yang akan dimintakan pertanggung-jawaban
oleh Allah SWT kelak di hari kiamat?
Untuk menjawab pertanyaan ini, perkenankan kami mengemukakan hal-hal
sebagai berikut: Seperti telah kita ketahui bersama bahwa jika diri kita hanya
terdiri dari jasmani dan ruh semata, maka kita tidak akan bisa melaksanakan
tugas sebagai khalifah di muka bumi sesuai dengan kehendak Allah SWT. Agar
manusia bisa melaksanakan tugasnya sebagai abd’ (hamba)-Nya dan juga sebagai
khalifah-Nya di muka bumi maka Allah SWT memberikan modal dasar kepada setiap
manusia berupa sifat Qudrat, sifat Iradat, sifat Sami', sifat Bashir, sifat
Kalam, sifat Ilmu dan sifat Hayat, yang kami istilahkan dengan Amanah yang 7.
Selanjutnya setelah diri kita memperoleh Amanah 7 yang berasal dari Allah
SWT, apa yang harus kita perbuat atau adakah hak dan kewajiban bagi diri kita
setelah memperoleh Amanah yang 7 dari Allah SWT? Allah SWT selaku pemberi
Amanah yang 7 dan juga pemilik langit dan bumi telah menegaskan di dalam
firmannya yang terdapat dalam surat An Nahl (16) ayat 78 berikut ini: “Dan Allah mengeluarkan kamu
dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi
kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” menyatakan bahwa setiap manusia tanpa terkecuali telah diberikan
Pendengaran (sami’), Penglihatan (basyir) dan Af’idah atau Perasaan yang
ditempatkan di dalam hati.
Untuk apakah Allah SWT memberikan ini semua? Salah satu tujuan dari pemberian ini agar manusia bersyukur. Sekarang
syukur yang seperti apakah yang dikehendaki Allah SWT? Syukur yang dikehendaki
Allah SWT bukanlah syukur yang berarti ucapan terima kasih dengan mengucapkan
“Hamdallah”. Namun Syukur yang dikehendaki Allah SWT adalah setelah manusia
menerima Amanah yang 7 maka Amanah yang 7 yang diterimanya harus dipergunakan,
harus didayagunakan sesuai dengan kehendak pemberi Amanah yang 7 dalam hal ini
harus digunakan di dalam koridor Nilai-Nilai Ilahiah yang mampu mensukseskan
manusia menjadi abd’ (hamba)Nya yang juga khalifahNya di muka bumi yang
sekaligus makhluk pilihan. Timbul pertanyaan lagi, untuk apakah Allah SWT
memberikan pendengaran yang diletakkan di dalam telinga, penglihatan yang
diletakkan di dalam mata serta perasaan yang diletakkan di dalam hati?
Adanya hal ini akan memudahkan manusia belajar, berfikir,
berperasaan, mencari ilmu, berkomunikasi, berinteraksi dengan sesama dan lain
sebagainya. Sekarang dapatkah kita
belajar, berfikir, berperasaan, mencari ilmu, berkomunikasai, serta
berinteraksi hanya dengan mempergunakan pendengaran, penglihatan dan af’idah (perasaan)
yang diletakkan di dalam hati saja? Untuk melakukan aktivitas sehari hari,
termasuk untuk ibadah, harus didukung pula dengan kalam, ilmu, hayat, qudrat
dan iradat secara bersamaan dan dalam rentang waktu yang telah ditentukan. Untuk siapakah manfaat dari diberikannya Amanah yang 7 kepada manusia?
Yang pasti Allah SWT tidak membutuhkan itu semua dan jika Allah SWT tidak
membutuhkan maka yang akan menikmati manfaat tersebut adalah manusia itu
sendiri.
Sekarang bagaimana jika manusia yang telah menerima Amanah yang 7 tidak
mampu mempergunakan, tidak mampu mendayagunakan Amanah yang 7 sesuai dengan
kehendak Allah SWT? Jika ini yang kita lakukan berarti diri kita telah
keluar dari kehendak Allah SWT, diri kita tidak mampu mengemban Amanah, serta
diri kita tidak mampu menyenangkan Allah SWT. Dan untuk
mempertegas bahwa diri kita tidak bisa seenaknya saja mempergunakan dan
mendayagunakan Amanah yang 7, maka kita harus mempelajari firman Allah SWT yang
kami kemukakan berikut ini: “bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri[1531].” (surat Al Qiyaamah (75) ayat 14)
[1531]
Maksudnya ayat ini ialah, bahwa anggota-anggota badan manusia menjadi saksi
terhadap pekerjaan yang telah mereka lakukan seperti tersebut dalam surat Nur
ayat 24.
Dan juga firman Allah SWT sebagaimana berikut ini: “Apakah manusia mengira, bahwa ia akan
dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggungjawaban)? (surat Al Qiyaamah (75) ayat
36). Berdasarkan dua ketentuan ayat di atas ini, setiap manusia tanpa
terkecuali atau setiap individu wajib mempertanggung jawabkan Amanah yang 7 dan
juga waktu yang telah Allah SWT berikan melalui segala perbuatan yang telah
kita lakukan saat menjadi khalifah di muka bumi. Selanjutnya jika Pendengaran,
Penglihatan, Ilmu, Kalam, Hayat, Kehendak dan Kemampuan serta Hati wajib
dipertangungjawabkan di hadapan pemberinya.
Timbul pertanyaan, apakah saat diri kita menjadi abd’ (hamba)Nya yang
juga khalifahNya di muka bumi Amanah 7 sudah kita jaga, Amanah 7 sudah kita
pergunakan dan Amanah 7 sudah dipelihara dengan baik dan benar sesuai dengan
ketentuan syariat yang berlaku? Sebagai makhluk yang terhormat tentu dengan
kehormatan yang kita miliki sudah sepantasnya dan sudah pula sepatutnya kita
mampu menjaga, melindungi, mempergunakan, mendayagunakan Amanah yang 7 dan
af’idah (perasaan) yang diletakkan di dalam hati dengan sebaik-baiknya sesuai
dengan syarat dan ketentuan yang telah Allah SWT tetapkan.
Sekarang bagaimana jika kita tidak mau memenuhi segala ketentuan yang
berlaku atas permberian Allah SWT tersebut? Mau berlaku amanah
ataupun tidak mau berlaku amanah bukanlah urusan Allah SWT kepada diri kita,
akan tetapi itu urusan diri kita kepada Allah SWT selaku pemberi amanah. Adanya kondisi ini tidak ada alasan bagi kita untuk menghindar dari
mempertanggung jawabkan atas segala yang telah kita perbuat dihadapan Allah SWT
melalui Amanah yang 7 yang ada pada diri kita.
2. Ilmu, Sami’, Basyir dan Af’idah yang diletakkan di Hati. Allah SWT telah memberikan kepada kita dan juga kepada setiap manusia
tanpa terkecuali apa yang dinamakan dengan Kemampuan, Kehendak, Ilmu,
Pendengaran, Penglihatan, Kalam, Hayat dan juga af’idah (perasaan) yang
diletakkan di hati dan juga waktu. Untuk itu pergunakanlah Amanah ini dengan
sebaik-baiknya sebab dengan Amanah yang 7 ini maka diri kita dari tidak tahu
akan menjadi tahu, dari lemah menjadi kuat, dari tidak mampu berbicara sampai
mampu berbicara, dan seterusnya.
Timbul pertanyaan, dapatkah kemampuan, kekuatan,
pengetahuan yang kita peroleh dipergunakan dengan sewenang-wenang tanpa
menghiraukan apapun juga atau menghasilkan sesuatu yang justru dapat
menyengsarakan masyarakat banyak atau menyebabkan alam menjadi rusak? Allah SWT melalui surat An Nahl (19) ayat 93
berikut ini: “Dan kalau Allah menghendaki,
niscaya Dia menjadikan kamu satu umat (saja), tetapi Allah menyesatkan siapa
yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya.
Dan sesungguhnya kamu akan ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan.”
Allah SWT telah menegaskan bahwa setiap manusia akan ditanya tentang
apa-apa yang telah dikerjkakannya selama hidup di muka bumi atau untuk apakah
Amanah yang 7 yang ada pada diri kita. Jika kondisi ini sudah dikemukakan oleh
pencipta dan pemilik jagad raya ini kepada manusia, dapatkah manusia menghindar
dari pertanggung jawaban atas Amanah yang 7 yang ada pada diri kita? Jawabannya
pasti tidak bisa, jika sudah demikian bersiap-siaplah menerima piagam dan
penghargaan yang tidak menyenangkan dari Allah SWT berupa azab yang disebabkan
oleh kelalaian diri kita sendiri. Adanya pertanggungjawaban atas Amanah yang 7
dapat menjadi alat pembeda abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di muka
bumi, yaitu mana yang bersyukur dan mana yang tidak bersyukur (kufur) atau mana
yang mampu mempertahankan kehormatan yang telah diberikan oleh Allah SWT dengan
yang tidak mampu mempertahankan kehormatannya. Berdasarkan kondisi ini maka akan diketahuilah siapa abd’ (hamba)-Nya
yang juga khalifah-Nya yang sesuai dengan kehendak Allah SWT dan siapa yang
sesuai dengan kehendak syaitan atau siapa yang menjadi calon penghuni syurga
dan siapa yang menjadi calon penghuni neraka.
3. Mulut, Kulit, Tangan,
Kaki Menjadi Saksi. Untuk memudahkan proses pertanggung jawaban serta
penilaiaan secara adil atas penggunaan Amanah yang 7 yang dilakukan oleh
manusia, maka Allah SWT akan meminta kesaksian kepada Mulut sebab di dalamnya
terdapat sifat Kalam, Allah SWT akan meminta kesaksian kepada Kulit sebab di
dalamnya terdapat Kekuatan, Allah SWT akan meminta kesaksian kepada Tangan dan
kepada Kaki sebab di dalamnya terdapat sifat Qudrat, atas penggunaan, atas
pemanfaatan, atas pendayagunaan Amanah yang 7 yang ada pada diri manusia. Lalu
dengan cara apakah Allah SWT meminta kesaksian kepada mulut, kulit, tangan dan
kaki?
Allah SWT melalui surat Yaasiin (36) ayat 65 berikut ini menjawabnya: “Pada hari ini Kami tutup
mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah
mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.” Dan juga melalui surat Fushshilat (41) ayat 22 berikut ini: “Kamu sekali-kali tidak dapat bersembunyi dari persaksian pendengaran,
penglihatan dan kulitmu terhadapmu bahkan kamu mengira bahwa Allah tidak
mengetahui kebanyakan dari apa yang kamu kerjakan.” serta melalui surat An Nuur (24)
ayat 24 yang kami kemukakan berikut ini: “Pada hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka
menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.” Telah menyatakan bahwa Allah SWT akan menutup rapat-rapat mulut manusia
atau mengunci mulut manusia dan kemudian Allah SWT akan menanyakan langsung
kepada tangan, kaki, kulit, lidah untuk menjadi saksi atas penggunaan Amanah yang
7 dari setiap manusia. Selanjutnya melalui tangan, melalui kaki, melalui kulit
dan melalui lidah atau melalui anggota tubuh Allah SWT akan menanyakan Apa yang
telah mereka lakukan atau apa yang telah manusia kerjakan saat hidup di muka
bumi.
Dengan cara seperti ini maka setiap manusia tidak akan dapat
menyembunyikan apa-apa yang telah mereka kerjakan sebab bagian dari anggota tubuh
manusia itu sendiri yang akan turut menjadi saksi atas setiap perjalanan atau
atas setiap perbuatan yang dilakukan oleh manusia semasa manusia itu hidup atau
selama hayat masih melekat dalam diri manusia. Jika kondisi seperti ini akan diterapkan oleh pemilik dan pencipta dari Amanah
yang 7, sudahkah diri kita saat ini berbuat dan bekerja sesuai dengan kehendak
Allah SWT?
Jika kondisi yang telah dikemukakan oleh Allah
SWT belum dapat menyadarkan diri kita untuk berbuat kebaikan di dalam koridor
kehendak Allah SWT berarti ada sesuatu yang salah di dalam pemberdayaan dan
penggunaan Amanah yang 7. Untuk itu segera perbaiki kesalahan yang ada sebelum ruh
tiba di kerongkongan atau apakah kita memang sudah mampu mempertanggungjawabkan
semuanya dihadapan Allah SWT, terkecuali jika kita mampu menahan panasnya api
neraka yang panasnya 70(tujuh puluh) kali panasnya api dunia.
4. Perkataan atau Ucapan. “Mulutmu, Harimaumu atau Ujung Jarimu
Harimaumu” itulah salah satu peribahasa yang menganjurkan kepada kita untuk
selalu berhati-hati dengan ucapan kita atau dengan perkataan kita atau dengan
omongan yang kita ucapkan, atau postingan yang kita sampaikan. Untuk itu ada
dua hal yang harus kita perhatikan saat menyampaikan sesuatu kepada orang lain,
yaitu ucapan atau perkataan selain harus dengan kata-kata yang baik (sopan)
akan tetapi juga harus disampaikan dengan cara-cara yang baik (beradab).
Sekarang bagaimana
jika ucapan yang kita sampaikan memenuhi azas kesopanan, namun penyampaiannya
tidak beradab? Jika ini yang terjadi maka gagallah manusia melaksanakan
komunikasi, atau maksud dan tujuan menyampaikan sesuatu tidak sesuai dengan
ketentuan yang berlaku. Lalu bagaimana cara Allah SWT meminta pertanggungjawaban kepada manusia
atas kata-kata yang diucapkannya atau atas penggunaan sifat Kalam yang diterima
oleh Manusia? Allah SWT melalui surat Qaaf (50) ayat 18 berikut ini: “Tiada suatu ucapanpun yang
diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.
(surat Qaaf (50) ayat 18). Telah menyatakan bahwa setiap ucapan yang
disampaikan ataupun yang dilontarkan oleh manusia, maka Malaikat Pengawas akan
selalu hadir untuk mencatatnya. Inilah salah satu cara Allah
SWT untuk mengawasi manusia di dalam mempergunakan atau memanfaatkan Kalam
melalui ucapan ataupun perkataan.
Bolehkah kita mempergunakan ucapan atau perkataan atau kalam untuk
mengkata-katai orang dengan berita bohong, untuk menyebarkan fitnah, untuk
membohongi dan membodohi orang lain, untuk mengancam, mengeluarkan kata-kata
kotor serta sumpah serapah tanpa menghiraukan orang lain akan teraniaya oleh
ucapannya tersebut? Jawaban dari pertanyaan ini jelas yaitu kita tidak
diperkenankan mempergunakan kalam sesuai dengan kehendak syaitan, terkecuali
jika kita ingin pulang kampung ke neraka Jahannam.
Hal yang harus kita perhatikan adalah Allah SWT selaku pemilik dan
pencipta Amanah yang 7 sangat tidak suka atau Allah SWT sangat membenci kepada
manusia yang suka mengatakan sesuatu
yang sebenarnya tidak mereka perbuat, sebagaimana firmanNya berikut ini:
“Hai orang-orang
yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar
kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan.
(surat Ass Shaaff (61) ayat 2-3). Dalam hal ini
manusia suka melakukan dusta dengan menyatakan bahwa itu bukan tindakannya
padahal itu adalah perbuatannya atau mengaku-ngaku perbuatan orang lain adalah
perbuatannya. Jika sampai diri kita melakukan dusta atau suka berbohong,
bersiap-siaplah untuk di ajak pulang kampung oleh syaitan ke neraka Jahannam.
5. Segala Hal yang
Diperbuat. Seperti kita ketahui bersama untuk mengerjakan
sesuatu atau untuk memperoleh unjuk kerja atau untuk menciptakan sesuatu, harus
di mulai dari adanya kehendak dan kemampuan secara berbarengan yang didukung
oleh ilmu. Sekarang jika kehendak saja yang kita punya tanpa di dukung oleh
kemampuan dan ilmu maka hasilnya adalah angan-angan. Demikian pula jika
kemampuan saja tanpa didukung oleh kehendak dan ilmu maka hasilnya nol besar.
Selanjutnya jika kita saat ini masih hidup di dunia, apa yang sudah kita
lakukan dan perbuat? Mudah-mudahan diri kita mampu berbuat, mampu berkarya
sesuai dengan apa-apa yang dikehendaki oleh Allah SWT sebagaimana firmanNya
berikut ini: “kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu
tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu). (surat At Takaatsur (102) ayat 8)
Hal yang harus kita perhatikan adalah segala yang kita lakukan dan segala yang kita perbuat selain
disaksikan oleh Malaikat Pengawas untuk mencatat apa apa yang telah kita
lakukan dan juga kita akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah SWT. Untuk itu sudahkah perbuatan yang kita lakukan memenuhi kriteria yang
sesuai dengan syarat dan ketentuan yang telah Allah SWT tetapkan ataukah semua
yang kita lakukan dan perbuat berada di dalam koridor kehendak syaitan? Hal ini
sangat penting kami kemukakan karena hasil akhir dari apa-apa yang kita
perbuat, diri kita sendirilah (maksudnya Ruh) yang akan menanggung resikonya.
Jika baik hasilnya maka kita sendirilah yang menerimanya, jika buruk hasilnya
kita pulalah yang menerima hasilnya.
6. Segala Pekerjan. Untuk menjadi abd’
(hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya yang sesuai dengan kehendak Allah dibutuhkan
aktivitas atau pengorbanan atau segala pekerjaan yang sesuai dengan apa-apa
yang dikehendaki Allah SWT. Tanpa diri kita mampu memenuhi kehendak Allah SWT
maka gagallah diri kita menjadi makhluk pilihan. Untuk itu berhati-hatilah di
dalam melakukan segala aktivitas ataupun segala pekerjaan jangan sampai
melanggar ataupun tidak memenuhi Syarat dan Ketentuan yang telah Allah SWT tetapkan,
sebagaimana firmanNya berikut ini: “Maka demi Tuhanmu, Kami
pasti akan menanyai mereka semua, tentang apa yang telah mereka kerjakan
dahulu. (surat Al Hijr (15) ayat 92-93).
Allah SWT akan meminta pertanggung jawaban kepada setiap manusia tentang
apa-apa saja yang telah mereka lakukan dan kerjakan. Siapa yang memenuhi
kriteria syarat dan ketentuan akan diberikan pahala sedangkan yang melanggar
kriteria syarat dan ketentuan akan diberikan hukuman berupa dosa ataupun azab. Sebagai abd’ (hamba)Nya yang juga khalifahNya yang sedang melaksanakan
tugas, sudah pada posisi di manakah diri kita saat ini, banyak kebaikannya
ataukah banyak keburukannya? Jika kita berharap untuk pulang ke neraka Jahannam
perbanyaklah dari waktu ke waktu amal keburukan sebab itulah salah satu syarat
untuk membeli tiket masuk ke Neraka Jahannam.
7. Yang
Sukses dan Bermanfaat. Amanah yang 7 yang telah
diberikan oleh Allah SWT kepada setiap manusia tidak dapat dipergunakan dengan
cara sewenang-wenang ataupun dengan cara yang tidak baik atau dengan cara yang
melanggar aturan hukum yang berlaku. Amanah yang 7 yang
telah diberikan oleh Allah SWT wajib dipelihara, wajib dijaga dan wajib
dipergunakan dengan cara-cara yang sesuai dengan syariat yang telah Allah SWT
tetapkan. Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya ini adalah balasan untukmu, dan usahamu adalah disyukuri
(diberi balasan). Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada
yang bersyukur dan ada pula yang kafir. (surat Al Insaan (76) ayat 22-3). Timbul pertanyaan adakah tujuan di balik perintah ini? Allah SWT akan
memberikan ganjaran kepada manusia yang mampu melaksanakan apa-apa yang telah
Allah SWT tetapkan berupa balasan atau pahala.
Lalu manusia yang seperti
apakah yang pantas menerima balasan atau pahala dari Allah SWT? Manusia yang telah ditunjuki oleh Allah SWT kepada jalan yang lurus atau
manusia yang telah beriman kepada Allah SWT dengan sebenar-benarnya beriman.
Lalu bagaimana dengan orang yang tidak memenuhi kriteria yang telah Allah SWT
tetapkan? Orang itupun akan mendapatkan ganjaran berupa hukuman ataupun siksaan
dari Allah SWT. Sekarang kami persilahkan anda memilih sendiri ganjaran yang
berasal dari Allah SWT. Yang pasti adalah ganjaran orang yang patuh dan taat
akan berbeda dengan ganjaran orang yang tidak patuh dan taat (ingkar).
Saat ini diri kita telah memiliki dan mempunyai Amanah yang 7 yang berasal
dari Allah SWT, yang terdiri dari sifat Qudrat, Iradat, Ilmu, Sami’, Basyir,
Kalam dan Hayat, yang tidak lain adalah
Modal Dasar bagi diri kita saat menjadi khalifah di muka bumi. Selanjutnya mungkinkah Amanah yang 7 yang
berasal dari Allah SWT itu tidak baik, memiliki sifat buruk, memiliki kondisi jelek,
tidak bermanfaat sama sekali serta menimbulkan kesusahan bagi manusia? Sesuatu yang berasal langsung dari Allah SWT
dapat dipastikan mulia, baik, terpuji, bermanfaat serta mudah dan memudahkan
manusia karena sesuai dengan perbuatan Allah SWT.
Akan tetapi jika Amanah yang 7 yang baik, mulia dan terpuji, malah
menjadikan atau menghasilkan perbuatan bejad, merasa diri paling benar, tidak
bermoral, suka korupsi dengan memakan hak orang lain, suka berjudi, suka
bermaksiat, suka menyembah berhala atau melakukan perbuatan syirik dan musyrik,
selalu berada di dalam koridor nilai-nilai syaitani, suka gontok-gontokan, suka
merusak alam, suka narkoba, suka nepotisme, suka menyebarkan berita bohong,
suka menganiaya orang lain melalui prasangka buruk, Suka semau gue dan lain
sebagainya. Timbul pertanyaan apa yang salah dengan manusia
tersebut?
Jika sampai ini yang terjadi berarti diri kita
sudah tidak sesuai lagi dengan konsep awal
Allah SWT saat memberikan Amanah yang 7 atau dapat dikatakan saat ini
diri kita paling sesuai dengan kehendak syaitan sang laknatullah. Berdasarkan surat Al Ahzab (33) ayat 72 yang kami kemukakan berikut ini:
“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada
langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu
dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh
manusia. Sesungguhnya manusia itu Amat zalim dan Amat bodoh.”
Allah SWT memberikan sebuah predikat khusus atau sebuah penilaian khusus
bagi manusia yang tidak mampu mendayagunakan, yang tidak mampu mempergunakan
Amanah yang 7 sesuai konsep Allah SWT, yaitu “dzalim dan Bodoh.” Untuk itu jangan pernah
salahkan Allah SWT jika memberikan penilaian kepada diri kita sebagai dzalim dan bodoh karena kita tidak mampu
mempergunakan sesuatu yang mulia untuk memuliakan kita. Kita tidak mampu
mendayagunakan sesuatu yang baik untuk kebaikan kita. Serta kita tidak mampu
berbuat sesuatu yang terpuji untuk kepentingan kita sebagai makhluk yang terhormat.
Sekarang bagaimana dengan diri kita sendiri, dzalim dan bodohkah diri
kita ataukah diri kita masih sesuai dengan kehendak Allah SWT sewaktu pertama
kali menjadikan manusia menjadi abd’ (hamba)Nya yang juga khalifahNya di muka
bumi? Adanya buku ini, kami berharap jangan sampai Allah SWT selaku pencipta
dan pemilik dari jagad raya ini memberikan penilaian “dzalim dan bodoh” kepada
diri kita dikarenakan kita tidak tahu diri sendiri sedangkan konsep awal Allah
SWT menciptakan manusia adalah manusia adalah makhluk yang terhormat. Sebagai
abd’ (hamba)Nya yang juga khalifahNya yang sedang merantau di muka bumi,
manfaatkanlah kesempatan yang masih ada saat ini, manfaatkanlah sisa usia yang
ada, dikarenakan ruh kita belum tiba dikerongkongan, untuk segera memperbaiki
diri melalui “Taubatan Nasuha” agar diri kita kembali sesuai konsep awal
penciptaan manusia, yaitu menjadi makhluk yang terhormat yang akan dapat
menempati tempat kembali yang terhormat sehingga kita akan dapat bertemu dengan
Yang Maha Terhormat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar