5. Bashir
(Penglihatan). Sifat Bashir adalah salah satu
sifat Ma’ani Allah SWT. Sifat Basyir yang dimiliki oleh Allah SWT ini juga
merupakan salah satu dari tujuh Amanah yang diberikan oleh Allah SWT kepada
setiap manusia tanpa terkecuali, yang berasal langsung dari sifat Ma’ani Allah
SWT. Bashir artinya Melihat, Maha Melihat. Seperti apakah sifat Bashir yang dimiliki Allah
SWT? Penglihatan Allah SWT adalah terang dan jelas, tidak ada satupun yang
tersembunyi dari penglihatan-Nya, meskipun ulat di dalam batu, hatta sekecil
atom, sekalipun dimanapun adanya. Ini berarti seluruh makhluk yang memiliki
kemampuan memandang dan melihat tidak akan mampu melawan, menandingi,
mengalahkan penglihatan Allah SWT, sebagaimana firman-Nya berikut ini: “(Kedudukan) mereka itu bertingkat-tingkat di sisi Allah, dan Allah Maha
Melihat apa yang mereka kerjakan. (surat Ali Imran (3) ayat 163)
Adanya
penglihatan (bashir) dan juga pendengaran
(sami’) yang dimiliki oleh Allah
SWT secara bersamaan maka Allah SWT akan mudah dan gampang memantau seluruh
aktivitas makhlukNya baik yang nyata maupun yang ghaib tanpa ada hijab
atau penghalang. Sekarang mau kemana makhluk itu? Allah SWT pasti tahu
keberadaan kita. Selanjutnya. adakah sifat Bashir dalam diri manusia dan
dimanakah sifat Bashir diletakkan dalam diri manusia? Berdasarkan surat As Sajdah (32) ayat 9 berikut ini: “kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh
(ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati;
(tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.” dan juga berdasarkan
surat An Nahl (16) ayat 78 berikut ini: “Dan Allah mengeluarkan kamu
dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi
kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” Setiap manusia tanpa terkecuali pasti memiliki sifat Bashar (penglihatan)
yang berasal dari sifat Ma’ani Allah SWT yang diberikan setelah dipersatukannya
ruh dengan jasmani saat masih di dalam rahim seorang ibu.
Hal yang harus kita pahami dengan benar adalah yang
diberikan oleh Allah SWT sesaat setelah ruh ditiupkan ke dalam jasmani,
bukanlah fungsi melihat melainkan fungsi penglihatan. Untuk itu mari kita
perhatikan diri kita sendiri, kita bisa melihat dikarenakan berfungsinya mata
sebagai alat untuk melihat. Sedangkan fungsi melihat tidak sama dengan fungsi penglihatan. Penglihatan adalah
suatu kemampuan manusia yang diberikan oleh Allah SWT untuk memperlihatkan
kembali atau menggambarkan kembali
apa-apa yang telah dilihat oleh mata kita pada waktu yang telah lampau. Jika
saat ini kita dapat memperlihatkan kembali atau menggambarkan kembali kondisi
kampung halaman di saat kita masih kecil, itulah yang dinamakan dengan fungsi
penglihatan. Selanjutnya adakah perbedaan yang mencolok antara fungsi melihat
dengan fungsi penglihatan? Fungsi melihat tidak bisa menembus jarak, ruang dan waktu sedangkan
fungsi penglihatan mampu menembus jarak, ruang dan waktu. Sekarang
dimanakah diletakkannya sifat Bashar oleh
Allah SWT?
Sifat
Bashir diletakkan dan ditempatkan oleh Allah SWT di dalam mata manusia. Adanya
kondisi ini berarti di dalam mata manusia terdapat 2 (dua) fungsi yaitu fungsi
untuk melihat dan fungsi untuk penglihatan. Adakah perbedaan antara melihat dan
penglihatan di dalam mata manusia? Fungsi melihat sangat tergantung dari berfungsi
atau tidaknya organ-organ mata sedangkan penglihatan tidak tergantung dengan
berfungsi atau tidaknya organ-organ mata manusia. Ini berarti
walaupun mata mengalami gangguan maka fungsi penglihatan akan dapat tetap
bekerja dengan baik. Darimanakah sifat Bashir itu?A danya kemampuan penglihatan
dalam diri manusia merupakan bagian atau pemberian Allah SWT yang berasal dari
sifat Ma’ani Allah SWT atau merupakan Amanah dari Allah SWT. Hal yang harus
diperhatikan adalah kemampuan melihat dan kemampuan penglihatan yang dimiliki
oleh manusia bersifat sementara dan tidak kekal. Sedangkan kemampuan melihat
dan penglihatan Allah SWT sangat maha, kekal
lagi abadi.
Allah
SWT memberikan kemampuan melihat dan penglihatan kepada manusia bukan tanpa
maksud dan tujuan yang jelas. Sekarang coba bayangkan jika sampai Allah SWT
tidak memberikan kemampuan melihat melalui mata dan kemampuan penglihatan
kepada manusia? Adaya kemampuan melihat
dan kemampuan penglihatan yang dimiliki oleh manusia, maka Komunikasi menjadi
lancar dan efektif; Proses belajar dan mengajar mudah dilaksanakan; Transfer
ilmu dan pengetahuan antar sesama manusia dapat terlaksana dengan mudah dan
baik; Manusia dapat menuangkan kembali apa-apa yang telah dilihatnya sehingga
manusia akan memiliki kemampuan khayal atau memiliki kemampuan membuat khayalan
yang bersifat tiga dimensi.
Akhirnya,
kemampuan melihat dan kemampuan penglihatan
yang akan dapat menjadi modal dasar manusia adalah kemampuan yang
berlandaskan Nilai-Nilai Kebaikan yang berasal dari Nilai-Nilai Ilahiah yang
termaktub dalam nama nama Allah SWT yang indah lagi baik. Sekarang
bagaimana jika fungsi melihat melalui mata dan fungsi penglihatan yang berasal
dari Allah SWT kita gunakan untuk melihat, mengkhayal sesuatu yang tidak baik,
seperti melihat dan mempertonkan pornografi, pornoaksi atau melakukan sesuatu yang paling sesuai
dengan kehendak syaitan? Jika sampai
diri kita melakukan itu semua berarti penggunaan dan pemanfaatan fungsi melihat
dan fungsi penglihatan yang kita miliki sudah tidak sesuai lagi dengan konsep
awal saat Allah SWT memberikan fungsi melihat dan fungsi penglihatan.
Untuk itu Allah SWT melalui surat Al Israa’ (17)
ayat 36 sebagaimana berikut ini:“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan
tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan
diminta pertanggungan jawabnya.” Telah
memberikan sebuah peringatan kepada manusia untuk berhati-hati mempergunakan
kemampuan melihat dan kemampuan penglihatan sebab akan dimintakan
pertanggungjawabannya kelak di hari kiamat.
Jika hal ini sudah menjadi ketetapan Allah SWT berarti kita tidak bisa
sembarangan, kita tidak bisa seenaknya, kita tidak bisa asal-asalan di dalam
mempergunakan fungsi melihat dan fungsi penglihatan saat hidup di muka bumi ini. Kita harus mempergunakan ke duanya di
dalam koridor untuk mensukseskan diri kita menjadi abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya
di muka bumi yang sesuai dengan kehendak Allah terkecuali jika kita ingin
pulang ke neraka Jahannam untuk hidup bertetangga dengan syaitan.
6. Kalam (Berkata Kata). Sifat Kalam adalah salah satu sifat Ma’ani Allah SWT. Sifat Kalam yang
dimiliki oleh Allah SWT ini juga merupakan salah satu dari tujuh Amanah yang
diberikan oleh Allah SWT kepada setiap manusia tanpa terkecuali, yang berasal
langsung dari sifat Ma’ani Allah SWT. Kalam artinya Berkata-Kata, Maha
Berkata-kata. Seperti apakah sifat Kalam Allah SWT itu? Sifat Kalam
Allah SWT adalah perkataan Allah SWT tidak terpengaruh oleh susunan huruf dan
bunyi sehingga pembicaraan dan perkataan Allah SWT tidak berupa huruf dan
bunyi, karena bila berupa huruf dan bunyi berarti Allah SWT dipengaruhi oleh
susunan huruf dan bunyi atau nada. Mustahil Allah SWT akan bisa terpengaruh
oleh apapun juga dan oleh siapapun juga.
Kalam yang dimiliki oleh Allah SWT
adalah kalam yang berdiri
sendiri sehingga Allah SWT mampu berkomunikasi dengan seluruh ciptaannya baik
yang nyata atau yang dapat dilihat dengan mata maupun yang ghaib, kapanpun, dimanapun, dalam
situasi apapun tanpa mengenal jarak, ruang dan waktu. Salah satu bentuk
dari kumpulan Kalam Allah SWT yang diberikan kepada umatnya adalah AlQuran. Dimana AlQuran berfungsi sebagai sarana
penghubung dan informasi bagi umat-Nya tentang keberadaan Allah SWT dan juga
sebagai wujud kasih sayang-Nya kepada seluruh umat manusia.
Untuk
membuktikan bahwa Allah SWT mempunyai sifat kalam, Allah SWT berbicara langsung dengan Nabi Adam as, dengan Nabi
Musa as, sehingga Nabi Musa a.s disebut Kalimullah. Sedangkan Nabi Muhammad SAW pernah pula berbicara langsung
dengan Allah SWT saat peristiwa Mi'raj, yaitu melalui perintah mendirikan shalat,
sebagaimana firmanNya berikut ini: “Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari
Tuhannya, maka Allah menerima Taubatnya. Sesungguhnya Allah Penerima taubat
lagi Maha Penyayang. (surat Al Baqarah (2) ayat 37). Dan juga berdsaarkan firmanNya yang termaktub
dalam surat An Nisaa’ (4) ayat 164 berikut ini: “Dan (Kami telah mengutus) rasul-rasul yang sungguh telah kami
kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu,
dan rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu. Dan Allah
telah berbicara kepada Musa dengan langsung.”
Sekarang
adakah sifat kalam dalam diri manusia dan dimanakah sifat kalam diletakkan di
dalam diri manusia? Sifat kalam pasti ada di dalam diri manusia. Apa buktinya?
Lihatlah dan perhatikanlah bayi yang baru lahir, ia hanya bisa menangis untuk
segala apapun permasalahan yang dihadapinya, contohnya lapar nangis, buang air
nangis, digigit nyamuk nangis, tidak aman nangis. Dari manakah asalnya tangis
itu? Allah SWT berfirman: “dan dia berbicara dengan manusia dalam
buaian dan ketika sudah dewasa dan dia termasuk di antara orang-orang yang
saleh.” (surat Ali ‘Imran (3) ayat 46). Tangis bayi ada karena adanya Kalam
Allah SWT yang ada pada bayi tersebut. Tangis bayi merupakan bahasa atau
kata-kata dari bayi untuk menyampaikan suatu pesan kepada orang tuanya. Bayi
hanya bisa menangis karena pita suara atau selaput suara yang dimilikinya belum
sempurna. Sekarang dimanakah sifat kalam diletakkan oleh Allah SWT? Sifat kalam
diletakkan di dalam selaput suara atau di dalam pita suara. Apa buktinya? Lihat
dan perhatikanlah orang yang gagu atau tuna rungu, ia tidak bisa berbicara
karena pita suaranya rusak akan tetapi dengan adanya sifat kalam ia dapat
berkomunikasi dengan orang lain melalui bahasa isyarat.
Adanya
sifat kalam di dalam selaput suara atau di dalam pita suara akan melahirkan sebuah
bahasa sebagai sarana ataupun alat bantu untuk berkomunikasi antar sesama
manusia. Sekarang coba anda bayangkan jika sampai Allah SWT tidak memberikan
sifat kalam-Nya kepada manusia? Manusia hanya bisa saling melihat, saling
memandang dan hanya saling memberikan kode tanpa mengerti apa yang disampaikan
dan dimaksudkan satu sama lain. Selanjutnya kalam atau bahasa yang seperti
apakah yang boleh dan dapat dipergunakan manusia untuk hidup dan kehidupan yang
baik atau untuk mensukseskan menjadi khalifah sekaligus makhluk pilihan? Kalam
atau bahasa yang dilandasi Nilai-Nilai Kebaikan yang berasal dari Nilai-Nilai
Ilahiah. Sekarang sudahkah anda melakukan komunikasi dengan mempergunakan bahasa
yang tidak bertentangan dengan Nilai-Nilai Kebaikan saat menjadi khalifah di
muka bumi sehingga orang tidak tidak teraniaya dengan ucapan diri kita?
Sekarang bagaimana jika Kalam yang
berasal dari Allah SWT kita gunakan untuk mencaci maki orang, untuk menyebarkan
fitnah dan berita bohong, untuk mengumpat orang, untuk menipu orang melalui
kata-kata yang manis, ngerumpi sambil ngomongin orang atau melakukan sesuatu
yang paling sesuai dengan kehendak syaitan? Jika sampai diri kita melakukan itu semua
berarti fungsi kalam yang kita miliki sudah kita pergunakan dan sudah kita
manfaatkan sesuai dengan kehendak syaitan sang laknatullah. Untuk itu Allah SWT melalui surat Al Israa’ (17) ayat 36
berikut ini: “Dan janganlah kamu mengikuti
apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran,
penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” Dimana Allah SWT
telah memberikan sebuah
peringatan kepada manusia untuk hati-hati mempergunakan dan mendayagunakan
kemampuan fungsi kalam sebab akan dimintakan pertanggungjawabannya oleh Allah
SWT.
Jika hal ini sudah menjadi ketetapan Allah SWT kepada manusia berarti kita
tidak bisa sembarangan, kita tidak bisa seenaknya, kita tidak bisa asal-asalan
di dalam mempergunakan fungsi Kalam saat hidup di dunia. Kita harus bisa
mempergunakan fungsi kalam di dalam koridor untuk mensukseskan diri kita
menjadi khalifah di muka bumi yang sekaligus makhluk pilihan terkecuali jika
kita ingin pulang ke neraka Jahannam.
7. Hayat (Hidup). Sifat Hayat adalah salah satu sifat Ma’ani Allah SWT. Sifat Hayat yang
dimiliki oleh Allah SWT ini juga merupakan salah satu dari tujuh Amanah yang
diberikan oleh Allah SWT kepada setiap manusia tanpa terkecuali, yang berasal
langsung dari sifat Ma’ani Allah SWT. Hayat artinya Hidup, Maha Hidup. Seperti apakah sifat hayat yang dimiliki oleh Allah SWT? Hayat yang
dimiliki oleh Allah SWT adalah Maha, Kekal lagi Abadi sebab Allah SWT kekal abadi
selamanya dan jika sampai Allah SWT binasa, berarti Allah SWT sama dengan
makhluk yang diciptakan-Nya, hal ini mustahil adanya. Adanya kondisi ini
berarti Allah SWT akan terus ada sampai kapanpun juga.
Selanjutnya Allah SWT
adalah Dzat Yang Maha Hidup, yang menghidupkan ciptaan-Nya adalah sangat
bertolak belakang jika Allah SWT sampai mati atau binasa. Tidaklah demikian Allah
SWT dengan Maha Hidup-Nya sebab Maha Hidup-Nya juga bersifat baqa (kekal) dan qiyamuhu binafsih (berdiri sendiri),
ingat sifat baqa yang dimiliki
oleh Allah SWT berlaku kepada seluruh sifat yang dimiliki-Nya, sebagaimana
firmanNya berikut ini: “Allah-lah yang menjadikan bumi bagi kamu tempat
menetap dan langit sebagai atap, dan membentuk kamu lalu membaguskan rupamu
serta memberi kamu rezki dengan sebahagian yang baik-baik. Yang demikian itu
adalah Allah Tuhanmu, Maha Agung Allah, Tuhan Semesta Alam. Dialah yang hidup
kekal, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia; maka sembahlah Dia
dengan memurnikan ibadat kepada-Nya. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.
(surat Al Mu’min (40) ayat 64-65)
Adakah sifat hayat
dalam diri manusia dan dimanakah sifat Hayat diletakkan di dalam diri manusia?
Manusia bisa hidup di dunia ini karena dihidupkan oleh Allah SWT melalui
bersatunya jasmani dengan ruhani atau adanya sifat hayat di dalam diri manusia
maka manusia bisa hidup. Lalu dimanakah sifat hayat diletakkan Allah SWT? Sifat hayat
diletakkan oleh Allah SWT di dalam jasmani dan ruh sebagai perekat, sebagai penyatu
diantara keduanya. Jika sifat hayat yang dimiliki oleh Allah SWT tidak ada pada
diri manusia, apa yang dapat manusia lakukan? Manusia tanpa hayat bukan disebut
manusia tetapi disebut dengan mayat. Sifat hayat akan melahirkan apa yang
disebut dengan hidup. Sebagaimana dikemukakan dalam firman-Nya berikut ini: “Mengapa kamu kafir kepada
Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu
dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan?
(surat Al Baqarah (2) ayat 28).
Adanya hidup atau saat bersatunya jasmani
dengan ruh maka manusia dapat melakukan segala aktivitas kehidupannya,
dapat melaksanakan tugasnya sebagai abd’ (hamba)-Nya yang
sekaligus khalifah-Nya di muka bumi. Jika jasmani telah berpisah dengan ruh maka
selesai sudahlah hidup manusia di muka bumi dan itulah yang disebut dengan ajal
atau kematian. Hidup dan mati adalah
sebuah kenyataan yang harus dihadapi oleh setiap manusia serta untuk apakah
Allah SWT menciptakan hidup dan mati atau apakah Allah SWT begitu saja
menciptakan hidup dan mati? Hidup adalah saat dimana manusia menjalankan
aktivitasnya sebagai seorang abd’ (hamba) yang juga khalifah di muka bumi
sedangkan mati adalah berakhirnya aktivitas manusia sebagai seorang abd’
(hamba) yang juga khalifah di muka bumi.
Lalu hidup
yang seperti apakah yang dapat menjadikan manusia sukses menjadi khalifah di
muka bumi yang sekaligus manusia pilihan? Hidup
yang kita lakukan haruslah hidup yang berlandaskan Diinul Islam yang kaffah;
hidup yang sesuai dengan kehendak Allah SWT; hidup yang berada di jalan Allah
SWT; hidup yang dapat
menjadikan diri kita menjadi makhluk terhormat, yang dapat menghantarkan diri
kita ke tempat yang terhormat, dengan cara terhormat, dalam suasana yang penuh
saling hormat menghormati, sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Katakanlah: “Hai manusia
sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah yang mempunyai
kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia,
Yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan
Rasul-Nya, Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada
kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya)
dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk”. (surat Al A’raaf (7) ayat 158)
Sekarang bagaimana jika fungsi hayat yang berasal
dari Allah SWT kita gunakan untuk berfoya-foya, untuk menakut-nakuti orang,
untuk berbuat kejahatan, untuk korupsi, untuk mensyerikati Allah SWT, untuk
mencaci maki orang, untuk menyebarkan fitnah dan berita bohong, atau melakukan
sesuatu yang paling sesuai dengan kehendak syaitan? Jika sampai diri kita
melakukan itu semua berarti sifat hayat yang kita miliki sudah kita pergunakan
dan sudah kita manfaatkan sesuai dengan kehendak syaitan sang laknatullah.
Sebagai makhluk yang terhormat, tentu kita sangat berharap dapat kembali
ke tempat yang terhormat dengan cara yang terhormat untuk bertemu dengan Yang
Maha Terhormat dalam suasana yang saling hormat menghormati. Jika kondisi ini
yang kita inginkan dan dambakan, maka tidak ada jalan lain bagi diri kita untuk
mempergunakan, untuk mendayagunakan Qudrat yang kita terima, Iradat yang kita
terima, Ilmu yang kita terima, Kalam yang kita terima, Sami' yang kita terima,
Bashir yang kita terima, Hayat yang kita terima, dengan cara-cara yang
Terhormat pula sesuai dengan pemilik itu semua yaitu Allah SWT, Dzat yang Maha
Terhormat.
Sekarang apa jadinya jika sesuatu yang telah diberikan oleh Yang Maha
Terhormat justru kita pergunakan sesuai dengan kehendak syaitan sehingga
menghancurkan kehormatan yang kita miliki? Jika ini sampai terjadi berarti kita
telah menukar dari makhluk yang terhormat di hadapan Allah SWT menjadi makhluk
yang terhormat dihadapan syaitan.
Untuk itu sadarilah
dengan sesadar-sadarnya bahwa Qudrat, Iradat, Ilmu, Sami', Bashir, Kalam dan
Hayat yang kita terima dari Allah SWT bukanlah sesuatu yang bersifat barang
gratisan atau cuma-cuma sehingga dapat dipergunakan seenak-enaknya saja tanpa
menghiraukan maksud dan tujuan dari diberikannya hal itu kepada kita. Padahal itu semua akan dimintakan
pertanggungjawabannya oleh Allah SWT kelak. Selanjutnya agar diri kita terbebas
dari pertanggungjawaban Amanah yang 7 yang telah kita terima, tidak ada jalan lain kecuali mempergunakan
dan mendayagunakan seluruh modal dasar yang kita miliki yang berasal dari Allah
SWT di dalam koridor Nilai-Nilai Kebaikan yang dikehendaki Allah SWT selaku
pencipta kekhalifahan di muka bumi, terkecuali jika kita ingin pulang kampung
ke neraka untuk hidup bertetangga dengan syaitan sang laknatullah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar