Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Senin, 13 Mei 2024

AMANAH YANG 7 SEBAGAI MODAL DASAR MANUSIA (PART 3 of 5)


5.    Bashir (Penglihatan). Sifat Bashir adalah salah satu sifat Ma’ani Allah SWT. Sifat Basyir yang dimiliki oleh Allah SWT ini juga merupakan salah satu dari tujuh Amanah yang diberikan oleh Allah SWT kepada setiap manusia tanpa terkecuali, yang berasal langsung dari sifat Ma’ani Allah SWT. Bashir artinya Melihat, Maha Melihat. Seperti apakah sifat Bashir yang dimiliki Allah SWT? Penglihatan Allah SWT adalah terang dan jelas, tidak ada satupun yang tersembunyi dari penglihatan-Nya, meskipun ulat di dalam batu, hatta sekecil atom, sekalipun dimanapun adanya. Ini berarti seluruh makhluk yang memiliki kemampuan memandang dan melihat tidak akan mampu melawan, menandingi, mengalahkan penglihatan Allah SWT, sebagaimana firman-Nya berikut ini: (Kedudukan) mereka itu bertingkat-tingkat di sisi Allah, dan Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan. (surat Ali Imran (3) ayat 163)

 

Adanya penglihatan (bashir) dan juga pendengaran (sami’) yang dimiliki oleh Allah SWT secara bersamaan maka Allah SWT akan mudah dan gampang memantau seluruh aktivitas makhlukNya baik yang nyata maupun yang ghaib tanpa ada hijab atau penghalang. Sekarang mau kemana makhluk itu? Allah SWT pasti tahu keberadaan kita. Selanjutnya. adakah sifat Bashir dalam diri manusia dan dimanakah sifat Bashir diletakkan dalam diri manusia? Berdasarkan surat As Sajdah (32) ayat 9 berikut ini: “kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.” dan juga berdasarkan surat An Nahl (16) ayat 78 berikut ini:  “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” Setiap manusia tanpa terkecuali pasti memiliki sifat Bashar (penglihatan) yang berasal dari sifat Ma’ani Allah SWT yang diberikan setelah dipersatukannya ruh dengan jasmani saat masih di dalam rahim seorang ibu.

 

Hal yang harus kita pahami dengan benar adalah yang diberikan oleh Allah SWT sesaat setelah ruh ditiupkan ke dalam jasmani, bukanlah fungsi melihat melainkan fungsi penglihatan. Untuk itu mari kita perhatikan diri kita sendiri, kita bisa melihat dikarenakan berfungsinya mata sebagai alat untuk melihat. Sedangkan fungsi melihat tidak sama dengan fungsi penglihatan. Penglihatan adalah suatu kemampuan manusia yang diberikan oleh Allah SWT untuk memperlihatkan kembali atau menggambarkan kembali  apa-apa yang telah dilihat oleh mata kita pada waktu yang telah lampau. Jika saat ini kita dapat memperlihatkan kembali atau menggambarkan kembali kondisi kampung halaman di saat kita masih kecil, itulah yang dinamakan dengan fungsi penglihatan. Selanjutnya adakah perbedaan yang mencolok antara fungsi melihat dengan fungsi penglihatan? Fungsi melihat tidak bisa menembus jarak, ruang dan waktu sedangkan fungsi penglihatan mampu menembus jarak, ruang dan waktu. Sekarang dimanakah diletakkannya sifat Bashar oleh  Allah SWT?

 

Sifat Bashir diletakkan dan ditempatkan oleh Allah SWT di dalam mata manusia. Adanya kondisi ini berarti di dalam mata manusia terdapat 2 (dua) fungsi yaitu fungsi untuk melihat dan fungsi untuk penglihatan. Adakah perbedaan antara melihat dan penglihatan di dalam mata manusia? Fungsi melihat sangat tergantung dari berfungsi atau tidaknya organ-organ mata sedangkan penglihatan tidak tergantung dengan berfungsi atau tidaknya organ-organ mata manusia. Ini berarti walaupun mata mengalami gangguan maka fungsi penglihatan akan dapat tetap bekerja dengan baik. Darimanakah sifat Bashir itu?A danya kemampuan penglihatan dalam diri manusia merupakan bagian atau pemberian Allah SWT yang berasal dari sifat Ma’ani Allah SWT atau merupakan Amanah dari Allah SWT. Hal yang harus diperhatikan adalah kemampuan melihat dan kemampuan penglihatan yang dimiliki oleh manusia bersifat sementara dan tidak kekal. Sedangkan kemampuan melihat dan penglihatan Allah SWT sangat  maha, kekal lagi abadi.

 

Allah SWT memberikan kemampuan melihat dan penglihatan kepada manusia bukan tanpa maksud dan tujuan yang jelas. Sekarang coba bayangkan jika sampai Allah SWT tidak memberikan kemampuan melihat melalui mata dan kemampuan penglihatan kepada manusia? Adaya kemampuan melihat dan kemampuan penglihatan yang dimiliki oleh manusia, maka Komunikasi menjadi lancar dan efektif; Proses belajar dan mengajar mudah dilaksanakan; Transfer ilmu dan pengetahuan antar sesama manusia dapat terlaksana dengan mudah dan baik; Manusia dapat menuangkan kembali apa-apa yang telah dilihatnya sehingga manusia akan memiliki kemampuan khayal atau memiliki kemampuan membuat khayalan yang bersifat tiga dimensi.  

 

Akhirnya, kemampuan melihat dan kemampuan penglihatan  yang akan dapat menjadi modal dasar manusia adalah kemampuan yang berlandaskan Nilai-Nilai Kebaikan yang berasal dari Nilai-Nilai Ilahiah yang termaktub dalam nama nama Allah SWT yang indah lagi baik. Sekarang bagaimana jika fungsi melihat melalui mata dan fungsi penglihatan yang berasal dari Allah SWT kita gunakan untuk melihat, mengkhayal sesuatu yang tidak baik, seperti melihat dan mempertonkan pornografi, pornoaksi  atau melakukan sesuatu yang paling sesuai dengan kehendak syaitan? Jika sampai diri kita melakukan itu semua berarti penggunaan dan pemanfaatan fungsi melihat dan fungsi penglihatan yang kita miliki sudah tidak sesuai lagi dengan konsep awal saat Allah SWT memberikan fungsi melihat dan fungsi penglihatan.

 

Untuk itu Allah SWT melalui surat Al Israa’ (17) ayat 36 sebagaimana berikut ini:“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” Telah memberikan sebuah peringatan kepada manusia untuk berhati-hati mempergunakan kemampuan melihat dan kemampuan penglihatan sebab akan dimintakan pertanggungjawabannya kelak di hari kiamat. Jika hal ini sudah menjadi ketetapan Allah SWT berarti kita tidak bisa sembarangan, kita tidak bisa seenaknya, kita tidak bisa asal-asalan di dalam mempergunakan fungsi melihat dan fungsi penglihatan saat hidup di muka bumi ini. Kita harus mempergunakan ke duanya di dalam koridor untuk mensukseskan diri kita menjadi abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di muka bumi yang sesuai dengan kehendak Allah terkecuali jika kita ingin pulang ke neraka Jahannam untuk hidup bertetangga dengan syaitan.

 

6.    Kalam (Berkata Kata). Sifat  Kalam  adalah  salah  satu  sifat Ma’ani Allah SWT. Sifat Kalam yang dimiliki oleh Allah SWT ini juga merupakan salah satu dari tujuh Amanah yang diberikan oleh Allah SWT kepada setiap manusia tanpa terkecuali, yang berasal langsung dari sifat Ma’ani Allah SWT. Kalam artinya Berkata-Kata, Maha Berkata-kata. Seperti apakah sifat Kalam Allah SWT itu? Sifat Kalam Allah SWT adalah perkataan Allah SWT tidak terpengaruh oleh susunan huruf dan bunyi sehingga pembicaraan dan perkataan Allah SWT tidak berupa huruf dan bunyi, karena bila berupa huruf dan bunyi berarti Allah SWT dipengaruhi oleh susunan huruf dan bunyi atau nada. Mustahil Allah SWT akan bisa terpengaruh oleh apapun juga dan oleh siapapun juga.

 

Kalam yang dimiliki oleh Allah SWT adalah kalam yang berdiri sendiri sehingga Allah SWT mampu berkomunikasi dengan seluruh ciptaannya baik yang nyata atau yang dapat dilihat dengan mata maupun yang ghaib, kapanpun, dimanapun, dalam situasi apapun tanpa mengenal jarak, ruang dan waktu. Salah satu bentuk dari kumpulan Kalam Allah SWT yang diberikan kepada umatnya adalah AlQuran. Dimana AlQuran berfungsi sebagai sarana penghubung dan informasi bagi umat-Nya tentang keberadaan Allah SWT dan juga sebagai wujud kasih sayang-Nya kepada seluruh umat manusia.

 

Untuk membuktikan bahwa Allah SWT mempunyai sifat kalam, Allah SWT berbicara langsung dengan Nabi Adam as, dengan Nabi Musa as, sehingga Nabi Musa a.s disebut Kalimullah. Sedangkan Nabi Muhammad SAW pernah pula berbicara langsung dengan Allah SWT saat peristiwa Mi'raj, yaitu melalui perintah mendirikan shalat, sebagaimana firmanNya berikut ini: “Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima Taubatnya. Sesungguhnya Allah Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (surat Al Baqarah (2) ayat 37).  Dan juga berdsaarkan firmanNya yang termaktub dalam surat An Nisaa’ (4) ayat 164 berikut ini: “Dan (Kami telah mengutus) rasul-rasul yang sungguh telah kami kisahkan  tentang mereka kepadamu dahulu, dan rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu. Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung.”

 

Sekarang adakah sifat kalam dalam diri manusia dan dimanakah sifat kalam diletakkan di dalam diri manusia? Sifat kalam pasti ada di dalam diri manusia. Apa buktinya? Lihatlah dan perhatikanlah bayi yang baru lahir, ia hanya bisa menangis untuk segala apapun permasalahan yang dihadapinya, contohnya lapar nangis, buang air nangis, digigit nyamuk nangis, tidak aman nangis. Dari manakah asalnya tangis itu? Allah SWT berfirman: “dan dia berbicara dengan manusia dalam buaian dan ketika sudah dewasa dan dia termasuk di antara orang-orang yang saleh.” (surat Ali ‘Imran (3) ayat 46). Tangis bayi ada karena adanya Kalam Allah SWT yang ada pada bayi tersebut. Tangis bayi merupakan bahasa atau kata-kata dari bayi untuk menyampaikan suatu pesan kepada orang tuanya. Bayi hanya bisa menangis karena pita suara atau selaput suara yang dimilikinya belum sempurna. Sekarang dimanakah sifat kalam diletakkan oleh Allah SWT? Sifat kalam diletakkan di dalam selaput suara atau di dalam pita suara. Apa buktinya? Lihat dan perhatikanlah orang yang gagu atau tuna rungu, ia tidak bisa berbicara karena pita suaranya rusak akan tetapi dengan adanya sifat kalam ia dapat berkomunikasi dengan orang lain melalui bahasa isyarat. 

 

Adanya sifat kalam di dalam selaput suara atau di dalam pita suara akan melahirkan sebuah bahasa sebagai sarana ataupun alat bantu untuk berkomunikasi antar sesama manusia. Sekarang coba anda bayangkan jika sampai Allah SWT tidak memberikan sifat kalam-Nya kepada manusia? Manusia hanya bisa saling melihat, saling memandang dan hanya saling memberikan kode tanpa mengerti apa yang disampaikan dan dimaksudkan satu sama lain. Selanjutnya kalam atau bahasa yang seperti apakah yang boleh dan dapat dipergunakan manusia untuk hidup dan kehidupan yang baik atau untuk mensukseskan menjadi khalifah sekaligus makhluk pilihan? Kalam atau bahasa yang dilandasi Nilai-Nilai Kebaikan yang berasal dari Nilai-Nilai Ilahiah. Sekarang sudahkah anda melakukan komunikasi dengan mempergunakan bahasa yang tidak bertentangan dengan Nilai-Nilai Kebaikan saat menjadi khalifah di muka bumi sehingga orang tidak tidak teraniaya dengan ucapan diri kita?

 

Sekarang bagaimana jika Kalam yang berasal dari Allah SWT kita gunakan untuk mencaci maki orang, untuk menyebarkan fitnah dan berita bohong, untuk mengumpat orang, untuk menipu orang melalui kata-kata yang manis, ngerumpi sambil ngomongin orang atau melakukan sesuatu yang paling sesuai dengan kehendak syaitan? Jika sampai diri kita melakukan itu semua berarti fungsi kalam yang kita miliki sudah kita pergunakan dan sudah kita manfaatkan sesuai dengan kehendak syaitan sang laknatullah. Untuk itu Allah SWT melalui surat Al Israa’ (17) ayat 36 berikut ini: Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. Dimana Allah SWT telah memberikan sebuah peringatan kepada manusia untuk hati-hati mempergunakan dan mendayagunakan kemampuan fungsi kalam sebab akan dimintakan pertanggungjawabannya oleh Allah SWT. Jika hal ini sudah menjadi ketetapan Allah SWT kepada manusia berarti kita tidak bisa sembarangan, kita tidak bisa seenaknya, kita tidak bisa asal-asalan di dalam mempergunakan fungsi Kalam saat hidup di dunia. Kita harus bisa mempergunakan fungsi kalam di dalam koridor untuk mensukseskan diri kita menjadi khalifah di muka bumi yang sekaligus makhluk pilihan terkecuali jika kita ingin pulang ke neraka Jahannam. 

 

7.   Hayat (Hidup). Sifat Hayat adalah salah satu sifat Ma’ani Allah SWT. Sifat Hayat yang dimiliki oleh Allah SWT ini juga merupakan salah satu dari tujuh Amanah yang diberikan oleh Allah SWT kepada setiap manusia tanpa terkecuali, yang berasal langsung dari sifat Ma’ani Allah SWT. Hayat artinya Hidup, Maha Hidup. Seperti apakah sifat hayat yang dimiliki oleh Allah SWT? Hayat yang dimiliki oleh Allah SWT adalah Maha, Kekal lagi Abadi sebab Allah SWT kekal abadi selamanya dan jika sampai Allah SWT binasa, berarti Allah SWT sama dengan makhluk yang diciptakan-Nya, hal ini mustahil adanya. Adanya kondisi ini berarti Allah SWT akan terus ada sampai kapanpun juga.

 

Selanjutnya Allah SWT adalah Dzat Yang Maha Hidup, yang menghidupkan ciptaan-Nya adalah sangat bertolak belakang jika Allah SWT sampai mati atau binasa. Tidaklah demikian Allah SWT dengan Maha Hidup-Nya sebab Maha Hidup-Nya juga bersifat baqa (kekal) dan qiyamuhu binafsih (berdiri sendiri), ingat sifat baqa yang dimiliki oleh Allah SWT berlaku kepada seluruh sifat yang dimiliki-Nya, sebagaimana firmanNya berikut ini: Allah-lah yang menjadikan bumi bagi kamu tempat menetap dan langit sebagai atap, dan membentuk kamu lalu membaguskan rupamu serta memberi kamu rezki dengan sebahagian yang baik-baik. Yang demikian itu adalah Allah Tuhanmu, Maha Agung Allah, Tuhan Semesta Alam. Dialah yang hidup kekal, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia; maka sembahlah Dia dengan memurnikan ibadat kepada-Nya. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. (surat Al Mu’min (40) ayat 64-65)

 

Adakah sifat hayat dalam diri manusia dan dimanakah sifat Hayat diletakkan di dalam diri manusia? Manusia bisa hidup di dunia ini karena dihidupkan oleh Allah SWT melalui bersatunya jasmani dengan ruhani atau adanya sifat hayat di dalam diri manusia maka manusia bisa hidup. Lalu dimanakah sifat hayat diletakkan Allah SWT? Sifat hayat diletakkan oleh Allah SWT di dalam jasmani dan ruh sebagai perekat, sebagai penyatu diantara keduanya. Jika sifat hayat yang dimiliki oleh Allah SWT tidak ada pada diri manusia, apa yang dapat manusia lakukan? Manusia tanpa hayat bukan disebut manusia tetapi disebut dengan mayat. Sifat hayat akan melahirkan apa yang disebut dengan hidup. Sebagaimana dikemukakan dalam firman-Nya berikut ini: “Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan? (surat Al Baqarah (2) ayat 28).

 

Adanya hidup atau saat bersatunya jasmani dengan ruh maka manusia dapat melakukan segala aktivitas kehidupannya, dapat  melaksanakan  tugasnya sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi. Jika jasmani telah berpisah dengan ruh maka selesai sudahlah hidup manusia di muka bumi dan itulah yang disebut dengan ajal atau kematian. Hidup dan mati adalah sebuah kenyataan yang harus dihadapi oleh setiap manusia serta untuk apakah Allah SWT menciptakan hidup dan mati atau apakah Allah SWT begitu saja menciptakan hidup dan mati? Hidup adalah saat dimana manusia menjalankan aktivitasnya sebagai seorang abd’ (hamba) yang juga khalifah di muka bumi sedangkan mati adalah berakhirnya aktivitas manusia sebagai seorang abd’ (hamba) yang juga khalifah di muka bumi.

 

Lalu hidup yang seperti apakah yang dapat menjadikan manusia sukses menjadi khalifah di muka bumi yang sekaligus manusia pilihan? Hidup yang kita lakukan haruslah hidup yang berlandaskan Diinul Islam yang kaffah; hidup yang sesuai dengan kehendak Allah SWT; hidup yang berada di jalan Allah SWT; hidup yang dapat menjadikan diri kita menjadi makhluk terhormat, yang dapat menghantarkan diri kita ke tempat yang terhormat, dengan cara terhormat, dalam suasana yang penuh saling hormat menghormati, sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Katakanlah: “Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya)  dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk”. (surat Al A’raaf  (7) ayat 158)

 

Sekarang bagaimana jika fungsi hayat yang berasal dari Allah SWT kita gunakan untuk berfoya-foya, untuk menakut-nakuti orang, untuk berbuat kejahatan, untuk korupsi, untuk mensyerikati Allah SWT, untuk mencaci maki orang, untuk menyebarkan fitnah dan berita bohong, atau melakukan sesuatu yang paling sesuai dengan kehendak syaitan? Jika sampai diri kita melakukan itu semua berarti sifat hayat yang kita miliki sudah kita pergunakan dan sudah kita manfaatkan sesuai dengan kehendak syaitan sang laknatullah.

 

Sebagai makhluk yang terhormat, tentu kita sangat berharap dapat kembali ke tempat yang terhormat dengan cara yang terhormat untuk bertemu dengan Yang Maha Terhormat dalam suasana yang saling hormat menghormati. Jika kondisi ini yang kita inginkan dan dambakan, maka tidak ada jalan lain bagi diri kita untuk mempergunakan, untuk mendayagunakan Qudrat yang kita terima, Iradat yang kita terima, Ilmu yang kita terima, Kalam yang kita terima, Sami' yang kita terima, Bashir yang kita terima, Hayat yang kita terima, dengan cara-cara yang Terhormat pula sesuai dengan pemilik itu semua yaitu Allah SWT, Dzat yang Maha Terhormat.

 

Sekarang apa jadinya jika sesuatu yang telah diberikan oleh Yang Maha Terhormat justru kita pergunakan sesuai dengan kehendak syaitan sehingga menghancurkan kehormatan yang kita miliki? Jika ini sampai terjadi berarti kita telah menukar dari makhluk yang terhormat di hadapan Allah SWT menjadi makhluk yang terhormat dihadapan syaitan.

 

Untuk itu sadarilah dengan sesadar-sadarnya bahwa Qudrat, Iradat, Ilmu, Sami', Bashir, Kalam dan Hayat yang kita terima dari Allah SWT bukanlah sesuatu yang bersifat barang gratisan atau cuma-cuma sehingga dapat dipergunakan seenak-enaknya saja tanpa menghiraukan maksud dan tujuan dari diberikannya hal itu kepada kita. Padahal itu semua akan dimintakan pertanggungjawabannya oleh Allah SWT kelak. Selanjutnya agar diri kita terbebas dari pertanggungjawaban Amanah yang 7 yang telah kita terima,  tidak ada jalan lain kecuali mempergunakan dan mendayagunakan seluruh modal dasar yang kita miliki yang berasal dari Allah SWT di dalam koridor Nilai-Nilai Kebaikan yang dikehendaki Allah SWT selaku pencipta kekhalifahan di muka bumi, terkecuali jika kita ingin pulang kampung ke neraka untuk hidup bertetangga dengan syaitan sang laknatullah.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar