Khusyu’ merupakan harapan dari setiap orang
muslim tanpa terkecuali. Ketika kita telah mampu mencapai kekhusyu’kan baik
ketika dalam shalat maupun di dalam setiap ibadah, mala kita dapat berjumpa
dengan Allah SWT. Walaupun demikian, sangat sedikit orang yang ingin belajar
bersungguh-sungguh untuk mencapai dan merasakan kekhusyukan dimaksud.Mencapai
kekhusyu’an dalam ibadah, termasuk di dalamnya shalat khusyu’ yang sempurna
sebagaimana yang dikemukakan dalam surat Al Baqarah 92) ayat 238 berikut ini: “peliharalah
semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa[152]. Berdirilah untuk Allah
(dalam shalatmu) dengan khusyu'. (surat Al Baqarah (2) ayat 238)
[152]
Shalat wusthaa ialah shalat yang di tengah-tengah dan yang paling utama. ada
yang berpendapat, bahwa yang dimaksud dengan shalat wusthaa ialah shalat Ashar.
menurut kebanyakan ahli hadits, ayat ini menekankan agar semua shalat itu
dikerjakan dengan sebaik-baiknya.
Rasakan Indahnya Ibadah.
Rasakan Nikmatnya Ibadah. Rasakan Sehatnya Ibadah.
Rasakan Khusyu’nya Ibadah.
Kebanyakan orang mencari jalan pintas, ingin
cepat sampai kepada Allah SWT dengan cara yang mudah, praktis, tidak mau repot,
serta instan memperolehnya. Mereka yang demikian itu, umumnya orang yang selalu
tergesa gesa, terutama yang sibuk mengejar materi dan kenikmatan duniawi.Kita
perlu menyadari bahwa segala sesuatu yang dilakukan dengan tergesa gesa tidak
akan mencapai hasil yang diharapkan. Seandainya ada yang dirasakan, hasilnya
dapat dipastikan palsu dan keliru.
Mungkin kita kurang menyadari bahwa ibadah
ibadah yang kita pelajari termasuk shalat, hanya bersifat lisan dan gerakan
atau menahan lapar dan haus atau pergi haji karena memiliki uang yang cukup.
Bila hal itu kita pelajari, tentu hanya memakan waktu yang singkat. Ibarat
dokter yang hanya mempelajari cara cara dokter berpraktek, sehingga kita tidak
memahami ilmu yang dipelajari sang dokter selama puluhan tahun. Demikian pula
dengan ibadah ibadah yang kita lakukan.Kita hanya mampu melihat gerakan shalat
semata, kita hanya tahu tidak makan dan minum saja, kita hanya tahu berangkat
menunaikan haji, tanpa mampu melihat
ilmu di dalam diri orang yang sedang mendirikan shalat, menunaikan zakat,
melaksanakan puasa, dan juga haji dengan
khusyu’ yang sebenarnya.
Hal ini perlu dikemukakan karena saat ini
banyak muslim yang mempelajari ibadah ibadah yang telah diperintahkan Allah SWT
termasuk shalat khusyu’ yang bersifat instan. Kita merasa sudah mencapai
puncaknya, tidak mau lagi mempelajari Al Qur’an secara kaffah. Padahal mencapai
perjumpaan dengan Allah SWT, diperlukan pembelajaran yang teratur, terarah, dan
bertahap yang bersumber dari Al Qur’an dan juga hadits. Melalui proses belajar
yang demikian secara kontiniu (terus menerus), kita akan dapat merasakan
hakekat perjumpaan dengan Allah SWT yang sebenarnya. Ingat, hekekat perjumpaan
dengan Allah SWT tidak sama dengan perjumpaan antar manusia atau dengan makhluk
lainnya. Perjumpaan dengan makhluk artinya melihat secara fisik, sedangkan
perjumpaan dengan Allah SWT diawali dengan adanya kebenaran pemahaman akan ilmu
yang diperoleh, dan pengenalan di dalam jiwa atas bimbingan Allah SWT karena
adanya kebersihan/kefitrahan hati.
1. Ibadah Dalam Pandangan Umum. Masyarakat pada umumnya memahami arti dari
ibadah ibadah yang telah diperintahkan Allah SWT seperti shalat sebagai bacaan,
hafalan yang dimulai dari takbir dan diakhiri dengan salam, serta gerakan
gerakan yang sudah ditentukan mulai dari berdiri sampai dengan bersujud yang
diakhiri dengan salam. Sebagai seorang muslim, shalat merupakan kewajiban yang
harus dijalankan. Namun, kewajiban tersebut kerap menjadi beban bagi kita,
seakan akan shalat yang kita lakukan merupakan sebuah keterpaksaan yang berada
di bawah ancaman.Bacaan shalatpun sebatas lancar di lidah karena hafal bahasa
Arab nya, tetapi artinya belum tentu kita pahami dengan baik dan benar. Hal
yang samaterjadi pula dengan ibadah ibadah yang lainnya, seperti halnya zakat,
puasa, haji ataupun dzikir, yang diartikan secara dangkal dan sempit.
Menghayati dan memahami ibadah ibadah seperti
shalat, zakat, puasa, haji dan dzikir dalam arti yang sesungguhnya adalah
sesuatu yang harus dipelajari, dan kesemuanya itu sangat tergantung pada cara
belajar kita sendiri. Namun dalam mempelajari shalat, zakat, puasa, haji
ataupun dzikir, umumnya kita hanya membahas masalah fikih seperti tata cara
shalat, tata cara berzakat, tata cara berpuasa, tata cara berhaji baik berupa
bacaan dan gerakan.
Sedangkan, penjiwaan dari ibadah yang kita
laksanakan justru kerap dikesampingkan, Oleh karena pembelajaran seperti ini,
ibadah yang dilakukan tidak dapat
mencapai kekhusyukan yang sebenarnya. Apabila kita mau berlaku jujur pada diri
sendiri, kualitas ibadah yang kita lakukan termasuk shalat yang kita dirikan
selama ini masih bersifat ritual semata. Kita melaksanakan ibadah termasuk
shalat hanya sekedar untuk menggugurkan kewajiban. Padahal, seharusnya kualitas
ibadah ibadah kita termasuk shalat harus semakin meningkat, baik dalam bacaan
maupun dalam pemahaman kata, arti dan makna yang sesungguhnya seiring
bertambahnya usia kita.
Lingkungan mempunyai pengaruh besar terhadap
peningkatan kualitas shalat seseorang. Apabila lingkungan mendukung, kualitas
shalat kita akan meningkat. Akan tetapi, apabila justru sebaliknya, kita akan
mengalami kesulitan mencapai kekhusyukan di dalam setiap ibadah yang kita
laksanakan. Selama ini, kita mungkin merasa memiliki banyak hambatan dalam
meningkatkan kualitas ibadah seperti shalat, zakat, puasa, haji ataupun dzikir,
seperti:
a. Ibadah yang kita laksanakan
hanya menjadi kebiasaan rutin dan menganggap ibadah yang kita laksanakan adalah
yang terbaik.
b. Mengikuti kata orang atau
imam apa adanya selama puluhan tahun, tanpa pernah mau belajar lagi.
c. Merasa sudah menjalankan
ibadah seperti yang Rasulullah ajarkan.
d. Adanya anggapan masyarakat
bahwa memperbaiki kualitas ibadah adalah tin-dakan berlebihan dalam beragama.
e.
Kebingungan karena hadits dan
mahzab yang berbeda beda.
f. Ditakut-takuti orang lain
yang tidak menyukai pembelajaran ibadah termasuk latihan shalat khusyu’ dengan
berbagai alasan, termasuk ancaman api neraka.
g. Bacaan dan gerakan shalat
yang cepat dan sudah menjadi kebiasaan.
h. Waktu shalat hanya dua atau
tiga menit dianggap sudah cukup sah dan man-tap.
i. Merasa nyaman dengan ibadah
yang telah dijalani secara apa adanya dan ada-nya seperti apa lalu menolak
perubahan.
j. Ingin belajar agama termasuk
belajar shalat khusyu’ secara tergesa gesa (in-stan). Dan lain sebagainya
Ayo segera hilangkan atau segera kita rubah
penghambat penghambat proses menuju kekhusyu’an dalam beribadah saat ini juga.
2. Kekhusyu’an Dalam Setiap Ibadah. Gerbang utama kita untuk bisa memasuki ruang
kekhusyukan dalam setiap ibadah termasuk shalat yang kita dirikan adalah mampu
memahami dengan baik dan benar mengapa kita diciptakan oleh Allah SWT. Inilah
kenyataan yang harus diketahui oleh setiap muslim yang betul betul memahami
hakekat keberadaannya di dunia. Allah SWT tidak menciptakan kita hanya untuk
makan, minum, menikah, dan meninggal semata. Namun Dia menciptakan kita agar
kita mengenal dan beribadah kepada-Nya.
Kehidupan di dunia ini tidak berarti tanpa
pelaksanaan tujuan utama ini. Sungguh kasihan orang yang pergi meninggalkan
dunia tanpa sempat mengenal Tuhannya! Sungguh kasihan orang yang mengira
kehidupan dunia adalah semata mata permainan, kesenangan dan pemuasan syahwat
semata.
Allah SWT berfirman: “dan aku tidak menciptakan jin
dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (surat Adz Dzariyaat
(51) ayat 56)
Saat ini di tengah masyarakat telah terjadi
kesimpangsiuran dan kerancuan pemikiran dalam memahami khusyu’ yang sebenarnya.
Banyak yang menyamakan khusyu’ dengan relaksasi dan meditasi. Kerancuan
pandangan ini muncul dikarenakan tidak ada definisi yang baku tentang khusyu’
sehingga orang mencari cari dan mereka reka dalam pikirannya masing masing.
Istilah relaksasi dan meditasi sering diartikan sebagai khusyu’, padahal masing
masing istilah ini berbeda dari segi arti dan maknanya. Sebagai contoh, akan
kami kemukakan tentang ibadah shalat. Nilai dan jiwa dari shalat terletak pada
kekhusyu’an.
Lalu tahukah kita apa arti shalat itu? Shalat
adalah menghadap Allah SWT atau berkomunikasi dengan Allah SWT. Begitu kita
mengatakan “Allahu Akbar”, Allah akan menyambut dan memperhatikan kita.
Pernahkah kita memikirkan hal ini sebelumnya? Pernahkah kita mendirikan shalat
dengan penuh perasaan dan kepekaan ini?
Nilai shalat terletak pada peranannya sebagai
jalan utama untuk mengenal Allah SWT. Shalat diperintahkan dan lalu diwajibkan
agar kita mengenal Sang Maha Pencipta. Tanpa shalat, kita tidak akan mengenal
Allah secara benar. Maka, jika kita ingin mengenal dan berkenalan dengan Allah,
dirikanlah shalat, dan berusahalah untuk melaksanakannya sekhusyu’ mungkin,
sebab hal inilah point utama kita dalam masalah ini.
Nilai shalat terletak pada peranannya sebagai
pintu masuk untuk mengenal Tuhan. Karenanya, engkau belumlah mengenal Tuhanmu,
wahai orang orang yang meninggalkan shalat. Meninggalkan shalat, bukanlah sesuatu yang
terlalu kami risaukan, dikarenakan anda termasuk orang yang telah mendirikan
shalat. Akan tetapi perlu diketahui, sekedar melaksanakan shalat atau sekedar
menunaikan zakat, sedekar berpuasa dan juga berhaji tidaklah cukup
menghantarkan diri kita sesuai dengan kehendak Allah SWT. Tanpa ada kekhusyu’an, kita tidak
akan berhasil mengenal Tuhan. Padahal, mengenal Tuhan adalah inti dari
kehidupan ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar