Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Kamis, 16 Mei 2024

HATI SANG PENGENDALI DIRI (PART 1 of 8)

 

Sebelum kami membahas tentang “Hati Sang Pengendali Diri”, perkenankan kami untuk mengemukakan ilustrasi sebagai berikut: Saat diri kita mengemudikan kendaraan, maka kita akan dihadapkan dengan jalan yang mendaki, jalan yang menurun, ada belok ke kiri dan ada pula belok ke kanan yang kesemuanya harus kita lalui jika ingin sampai ke tujuan. Untuk itulah di dalam kendaraan ada komponen yang bernama setir. Adanya komponen setir di dalam kendaraan, maka arah dari kendaraan yang kita kemudikan dapat kita arahkan sesuai dengan tujuan yang hendak kita tuju. Sekarang kita menghadapi jalan berbelok ke kanan maka sebagai pengemudi kita harus mantap mengarahkan setir kendaraan ke kanan jika kita ingin selamat, demikian pula jika kita menghadapi belokan ke kiri, kitapun harus mantap mengarahkan setir kendaraan ke kiri pula jika ingin selamat, sehingga kemantapan diri kita di dalam mengarahkan atau mengendalikan setir kendaraan sesuai dengan jalanan yang kita hadapi merupakan kunci sukses kita menghadapi belokan ke kanan ataupun belokan ke kiri ataupun menurun dan mendaki.

 

Sekarang bagaimana dengan hidup yang sedang kita jalani saat ini, apakah seperti kendaraan yang kita kemudikan? Hidup yang kita laksanakan hari ini juga seperti kendaraan, tidak selamanya lurus serta tidak selamanya pula belok (maksudnya hidup tidak selamanya tanpa ada gangguan dari ahwa (hawa nafsu) dan juga syaitan). Kadang kita bisa berada di dalam kehendak Allah SWT sehingga perbuatan kita selalu berada di dalam koridor nilai-nilai kebaikan. Kadang pula kita dihadapkan dengan kehendak syaitan sehingga perbuatan kita ehingga perbuatan kita ntuk melaksanakan Diinul Islam secara Kaffah maka kita diwajibkan untuk selalu berada di dalam kehendak selalu berada di dalam koridor nilai-nilai keburukan. Adanya dilema ini mengakibatkan diri kita berada di persimpangan jalan untuk memilih, apakah terus berada di dalam kehendak Allah SWT ataukah berada di dalam kehendak syaitan. Adanya hati di dalam diri, memudahkan diri kita untuk menentukan sikap kemana kita harus pulang kampung, apakah ke neraka ataukah ke syurga.

 

Adanya hati di dalam diri memudahkan kita menentukan sikap perbuatan mana yang harus kita lakukan, apakah yang sesuai dengan kehendak Allah SWT ataukah yang sesuai dengan kehendak syaitan. Jika sekarang kita sudah bertekad bulat untuk melaksanakan Diinul Islam secara kaffah dalam rangka untuk pulang kampung ke syurga, maka hati kita harus kuat seperti kuatnya diri kita mengarah setir kendaraan ke kiri pada saat berbelok ke kiri atau mengarahkan setir kendaraan ke kanan pada saat berbelok ke kanan.

 

Adanya kekuatan dan kemantapan dalam hati maka kita bisa mengalahkan ahwa (hawa nafsu) dan juga syaitan sehingga kita bisa berbuat dan bertindak di dalam koridor Nilai-Nilai Kebaikan dari waktu ke waktu, yang pada akhirnya mampu menghantarkan diri kita ke syurga untuk bertemu dengan Allah SWT dan tidak berlebihan pula jika hati ini kita katakan sebagai pengendali diri manusia yang juga merupakan panglima.

 

A.     FUNGSI HATI BAGI MANUSIA.

 

Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di muka bumi yang telah tahu diri ketahuilah bahwa hati adalah panglima yang mengatur tentara-tentaranya. Hati memerintah anggota tubuh lainnya untuk berbuat dan tidak berbuat sesuatu. Karena itulah syaitan sang laknatullah tidak pernah menyerang tentara. Untuk menguasai manusia cukuplah bagi syaitan menyerang panglimanya. Syaitan tidak pernah menyerang tangan kita, kaki kita, mata kita, telinga kita dan semua anggota badan kita. Untuk menguasai diri kita cukuplah syaitan menguasai hati kita beserta komponen Amanah yang 7 dan hubbul yang 7 yang ada pada diri kita, maka seluruh hidup kita akan tunduk kepada kemauan syaitan.

 

Timbul pertanyaan, atas dasar apakah hati manusia bisa dikatakan sebagai panglima, atau apakah  yang melatarbelakangi sehingga jika dikatakan jika hati manusia itu baik maka baiklah manusia, demikian pula sebaliknya jika hati manusia itu rusak maka rusaklah manusia? Setiap manusia pasti hanya memiliki satu hati, dimana hati merupakan organ yang sangat vital bagi manusia. Jika sekarang manusia terdiri dari jasmani dan ruh, apakah juga hati tetap menjadi organ yang sangat vital bagi jasmani dan ruh? Hati jika ditinjau dari sisi jasmani dan ruh sama-sama organ penting bagi manusia. Apa buktinya? Berikut ini akan kami kemukakan fungsi hati bagi kepentingan jasmani, yaitu: (a) sebagai  penawar racun; (b) membunuh kuman; (c) menguraikan sel-sel darah merah yang sudah rusak dalam sel-sel khusus yang disebut histiosit; (d) memecah hemoglobin sel darah merah menjadi zat besi, globim dan hemin; (e) menghasilkan enzim agrinasse yang berfungsi untuk mengurai asam amino arginin menjadi asam amino ornittin; (f) menyimpan glikkogen, tembaga dan beberapa jenis vitamin; (g) mengatur kadar gula dalam darah;(h)mengubah provitamin A menjadi vitamin A; (i) memproduksi zat antibody; (j) Sebagai tempat pembentukan dan penguraian protein tertentu.

 

Sekarang mari kita hubungkan antara hati jasmani dengan keterangan hadits yang menyatakan jika hati rusak maka rusaklah manusia, dan jika hati baik maka baiklah manusia serta hati adalah panglima. Apa maksudnya? Jika hati rusak berarti hati jasmani menempati tempat yang rusak sehingga hati jasmani tidak mampu melaksanakan fungsinya untuk kepentingan jasmani. Sehingga dengan tidak berfungsinya hati jasmani akan berdampak negatif bagi seluruh organ tubuh manusia, seperti menimbulkan penyakit atau mengakibatkan kematian.

 

Hal sebaliknya jika hati baik berarti hati jasmani menempati tempat yang baik pula sehingga hati jasmani mampu bekerja sesuai dengan fungsinya yang kami kemukakan di atas yang pada akhirnya baik pulalah organ tubuh manusia, sehat pula jasmani manusia. Sekarang bagaimana dengan hati sebagai panglima? Panglima tidak akan bisa bekerja dengan baik jika tempatnya rusak, demikian pula sebaliknya panglima baru bisa bekerja dengan baik jika tempat untuk bekerjanya dalam kondisi yang baik pula. Lalu apakah hati manusia juga berfungsi bagi ruh? Hati juga berfungsi bagi kepentingan ruh dan jika hati berfungsi untuk jasmani dan juga untuk ruh, apakah berarti hati manusia ada dua?

 

Setiap manusia, hanya memiliki satu hati yang terdapat di dalam rongga dada manusia, namun di dalam hati jasmani tersebut diisi pula atau diletakkan pula hati ruh atau kami sebut juga sebagai hati nurani Adanya kondisi ini menunjukkan kepada diri kita bahwa di dalam setiap hati manusia berfungsi untuk kepentingan jasmani dan juga untuk kepentingan ruh. Berikut ini akan kami kemukakan beberapa fungsi hati bagi kepentingan ruh manusia, yaitu:  

 

1.  Hati Nurani tempat diletakkanya perasaan (Af’idah). Allah SWT lah yang memberikan Af’idah atau perasaan kepada setiap manusia setelah ditiupkannya ruh ke dalam jasmani di saat masih di dalam rahim seorang ibu. Sebagaimana dikemukakan dalam surat As Sajdah (32) ayat 7-8-9 yang kami kemukakan berikut ini: “Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan Yang memulai penciptaan manusia dari tanah.Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (mani).Kemudian Dia menyempurnakan  dan meniupkan ke dalam (tubuh)nya roh (ciptaan)Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.” Adanya Af’idah (perasaan) yang diletakkan di dalam hati nurani oleh Allah SWT, maka manusia memiliki pengendali diri seperti halnya setir yang ada di dalam kendaraan saat melaksanakan tugas sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di muka bumi, saat menentukan sikap, saat berbuat sesuatu, saat bertindak menghadapi sesuatu, termasuk di dalamnya saat menghadapi ahwa (hawa nafsu) dan syaitan. Sehingga dengan adanya Af’idah (perasaan) yang bertindak selaku pengendali diri ini maka kita bisa selamat sampai syurga atau bisa mempertahankan kefitrahan diri yang sesuai dengan kehendak Allah SWT.

 

Adanya kondisi ini maka tidak berlebihan jika Af’idah (perasaan) dapat dikatakan sebagai sebuah anugerah yang tidak dapat dinilai secara materiil ataupun dapat dihitung berdasarkan perhitungan matematika. Jika ini adalah kondisi dasar dari Af’idah (perasaan), lalu adakah pabrik atau pembuat Af’idah (perasaan) selain daripada Allah SWT di muka bumi ini? Manusia tidak memiliki kemampuan untuk menciptakan perasaan yang ada di dalam dirinya sendiri.

 

Jika sekarang di dalam diri manusia ada perasaaan, maka perasaan ini ada karena diberikan oleh Allah SWT. Dan jika manusia tidak mampu menciptakan perasaan berarti manusia tidak akan mampu pula menciptakan perasaan untuk orang lain. Di lain sisi saat diri kita hidup di dunia, maka kita tidak bisa menghindar dari pertarungan memperebutkan Amanah yang 7 dan Hubbul yang 7 oleh jasmani maupun oleh ruhani sehingga diri kita mengalami suatu keadaan yang tidak menentu seperti:(a) timbul suatu keadaan yang mengakibatkan  kita mengalami kebingungan untuk memilih, atau; (b) mengalami kondisi yang serba tidak menentu untuk menentukan langkah apa yang akan kita perbuat, atau (c) merasa ada sesuatu yang bergejolak jika menghadapi sesuatu yang buruk atau di saat kita melakukan tindakan di luar Nilai-Nilai Kebaikan.; (d) merasakan sebuah kesuksesan atau merasakan buah dari hasil perjuangan atau merasakan adanya hidayah atau merasakan adanya ketenangan bathin.

 

Adanya kondisi yang pasti dialami setiap manusia, maka diperlukan suatu alat bantu bagi diri manusia untuk menentukan sikap kemana harus berjalan, apa yang harus dipilih diantara dua pilihan yang tidak mengakibatkan kefitrahan diri menurun kualitasnya. Lalu adakah komponen pengendali diri  di dalam diri kita seperti halnya setir yang ada di dalam kendaraan? Allah SWT selaku pencipta manusia, sudah memberikan kepada setiap manusia apa yang dinamakan Af’idah (perasaan) yang diletakkan di dalam hati. Inilah salah satu fungsi dan kegunaan dari hati nurani, yang selanjutnya sangat tergantung kepada manusia itu sendiri apakah mampu memanfaatkan dan mempergu-nakan hati nuraninya dengan baik dan benar.

 

2.  Hati Nurani adalah sarana (alat bantu) atau media untuk menjangkau atau menerima sinyal-sinyal atas kebesaran dan kemahaan Allah SWT. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam hadits berikut ini: “Wahab bin Munabbih berkata: Allah ta’ala berfirman:  Sesungguhnya langit-langit dan bumi tidak berdaya menjangkauKu namun  Aku telah dijangkau oleh hati  seorang mu’min. (Hadits Riwayat Ahmad dari Wahab bin Munabbih, 272: 32)” dengan tegas menyatakan bahwa langit dan bumi tidak berdaya atau tidak dapat  menjangkau Allah SWT, hanya hati ruhani orang mukminlah yang mampu menjangkau kebesaran dan kemahaan Allah SWT. Sehingga jarak antara  kebesaran dan kemahaan Allah SWT hanya terhijab atau hanya terselubung dengan hati yang mukmin dari manusia itu sendiri.

 

Sekarang apa yang dapat dijangkau dari Allah SWT oleh hati seorang mukmin? Yang pasti DzatNya Allah SWT tidak akan pernah dapat dijangkau oleh siapapun juga, yang dapat dijangkau dari Allah SWT adalah pancaran atau sinyal-sinyal dari kekuasaan, kemahaan dan kebesaraan Allah SWT yang berasal dari sifat Ma’ani serta Af’al Allah SWT yang termaktub di dalam Asmaul Husna. Jika hanya hati ruhani orang mukmin saja yang dapat menjangkau Allah SWT, ini berarti kedudukan hati ruhani orang mukmin lebih tinggi dibandingkan dengan langit dan bumi sehingga langit dan bumi tidak akan mampu menghalangi hati nurani orang mukmin untuk menjangkau kemahaan dan kebesaran Allah SWT di alam semesta ini.

 

Yang menjadi persoalan adalah sudahkah hati ruhani diri kita kita sesuai yang dikehendaki oleh Allah SWT yaitu hati orang mukmin? Sekarang sudahkah diri kita merasakan nikmatnya bertuhankan kepada Allah SWT melalui hati nurani yang telah mampu menjangkau kebesaran dan kemahaan Allah SWT? Mudah-mudahan diri kita selalu memperoleh kenikmatan bertuhankan kepada Allah SWT tidak hanya sekali saja atau hanya sesekali saja, namun kita harus selalu mendapatkan terus dan terus kenikmatan tersebut selama hayat masih di kandung badan.

 

3.    Hati Nurani tempat diletakkannya Akal. Hati nurani setiap manusia merupakan tempat diletakkannya akal oleh Allah SWT. Sehingga dengan adanya akal tersebut dapat membantu manusia untuk berfikir, berbuat, berusaha serta mampu membedakan mana yang benar dan mana yang salah, mampu membedakan mana yang baik dan yang buruk sehingga mampu memudahkan manusia menjadi abd’ (hamba)Nya yang juga khalifahNya di muka bumi yang sesuai dengan kehendak Allah  Hal ini berdasarkan hadits yang kami kemukakan berikut ini: Abu Hurairah r.a berkata: Nabi SAW. Bersabda; Allah ta’ala berfirman: Tatkala Allah SWT menciptakan akal, berfirmanlah Allah kepadanya: “Datanglah hai akal”; maka datanglah ia, kemudian diperintahkannya: Pergilah dan pergilah ia. Allah berfirman: Aku tidak menciptakan sesuatu makhluk yang lebih Aku cintai dari padamu. Dengan engkau Aku mengambil dan dengan engkau pula Aku memberi.  (Hadits Riwayat Abdullah bin Ahmad dari Alhassan dan Aththabarani dari Abi Umamah, 272:269).

 

Allah SWT melalui hadist yang kami kemukakan di atas ini, menyatakan dan menerangkan hal-hal yang harus dapat dijadikan keimanan bagi diri kita, yaitu:

 

a.   Allah SWT adalah pencipta akal yang diletakkan di dalam hati nurani setiap manusia. Kapan akal diletakkan di dalam hati nurani manusia? Allah SWT meletakkan akal ke dalam hati ruhani manusia berberengan dengan peniupan ruh ke dalam janin di waktu berusia 120 hari di dalam rahim seorang ibu. Kapankah akal itu sendiri itu diciptakan oleh Allah SWT? Jika Akal terdapat dan diberikan kepada setiap manusia maka akal pasti diciptakan oleh Allah SWT sebelum Nabi Adam as, diciptakan sebagai manusia pertama. Jika ini kondisinya berarti  akal sudah di dalam Ilmunya Allah SWT atau Akal sudah ada di dalam kekuasaan Allah SWT sebab diciptakan sebelum Nabi Adam as, diciptakan.

 

b.       Allah SWT dapat memerintahkan akal, ini ditunjukkan pada saat dipanggil dia datang dan pada saat disuruh pergi dia pergi. Adanya kondisi Ini berarti bahwa akal sudah tahu dan sudah mengenal siapa itu Allah SWT. Jika akal tidak tahu dan tidak mengenal siapa itu Allah SWT, maukah akal diperintah oleh Allah SWT?

 

c.    Allah SWT menyatakan cintanya kepada akal melebihi cintanya kepada yang lainnya, ini berarti kedudukan akal lebih tinggi daripada ciptaan Allah SWT yang lainnya. Sekarang jika Allah SWT sudah menyatakan cintanya kepada akal, wajibkah Allah SWT menunjukkan bukti atas kecintaannya tersebut kepada akal? Allah SWT pasti dan wajib menunjukkan dan membuktikan cintanya kepada akal. Apa buktinya? Akal dijadikan sarana atau media bagi Allah SWT untuk menunjukkan cintanya kepada akal sehingga melalui akal tersebut Allah SWT akan mengambil sesuatu dari manusia atau memberikan sesuatu kepada manusia.

 

d.   Hubungan  cinta  adalah hubungan yang harus terdiri dari dua belah pihak, tanpa memenuhi kriteria tersebut bukan disebut sebuah hubungan cinta. Untuk mewujudkan dan melestarikan hubungan cinta diperlukan saling pengorbanan, saling komunikasi, saling menjaga komitmen dan saling memelihara serta saling mematuhi hak dan kewajiban yang timbul akibat adanya hubungan cinta tersebut. Sekarang jika Allah SWT sudah lebih dahulu menyatakan cintanya kepada akal, timbul pertanyaan masih cintakah Allah SWT kepada akal yang ada di dalam hati ruhani kita? Baik dan buruknya kadar cinta  atau tinggi rendahnya kadar cinta tergantung kepada komitmen masing-masing kepada hubungan tersebut. 

 

Yang jelas dan yang pasti bahwa komitmen Allah SWT untuk mencintai akal tidak akan pernah berubah sedikitpun, yang menjadi persoalan adalah bagaimana dengan komit-men hati ruhani kita yang merupakan tempat tinggal bagi akal kepada Allah SWT? Di dalam kehidupan sehari-hari sering terjadi apa yang dinamakan dengan selingkuh, jika telah terjadi perselingkuhan di dalam hubungan cinta, dapatkah kasih sayang yang di dasarkan hubungan cinta dipenuhi oleh kedua belah pihak?

 

Adanya hubungan selingkuh mengakibatkan hubungan cinta menjadi gagal dan berantakan. Sekarang bagaimana dengan Allah SWT yang telah menyatakan cintanya kepada akal namun kita sendiri bersikap dan melakukan praktek perselingkuhan dengan mengatakan bahwa yang selain Allah SWT lebih baik dan lebih terhormat? Manusia saja pasti marah, pasti  tidak senang, pasti merasa dikhianati serta akan memutuskan hubungan cinta jika pasangan-nya berbuat selingkuh, sekarang bagaimana dengan Allah SWT?

 

Allah SWT juga pasti marah, pasti tidak senang dan pasti merasa dikhianati serta akan memutuskan hubungan cinta kepada akal yang ada di dalam hati ruhani manusia dengan demikian manusia tidak akan pernah dapat menikmati hasil dari kecintaan Allah SWT kepada akal. Adanya kondisi ini berarti kecintaan Allah SWT kepada akal sangat tergantung seberapa jauh manusia dapat menjaga dan memelihara hubungan cinta kepada Allah SWT dan yang harus kita perhatikan saat menjadi khalifah di muka bumi adalah jangan pernah sekalipun membiarkan cinta Allah SWT kepada akal bertepuk sebelah tangan.

 

4.  Hati Nurani tempat diletakkannya Iradat (Kehendak). Setiap manusia, tanpa terkecuali pasti mempunyai sifat Iradat dan sifat Iradat ini diletakkan oleh Allah SWT di dalam hati ruhani manusia. Adanya sifat Iradat (kehendak) yang diletakkan di dalam hati ruhani akan melahirkan cita-cita, keinginan untuk mencapai dan menggapai sesuatu, membuat manusia lebih bergairah, atau memiliki dorongan untuk maju, membuat manusia lebih semangat, serta membuat manusia lebih beraktivitas untuk mencapai  dan meraih apa yang diinginkannya.

 

Hal yang harus kita perhatikan adalah sifat iradat (kehendak) yang ada pada diri manusia, termasuk yang ada pada diri kita, bersifat sementara sehingga tidak kekal abadi. Selain daripada itu sifat Iradat (kehendak) yang dimiliki diri kita sangat berhubungan erat dengan sifat-sifat Amanah yang 7 yang lainya yang juga diberikan oleh Allah SWT kepada diri kita. Apa maksudnya? Untuk bekerja, untuk berkarya, untuk menjadi khalifah di muka bumi, kita tidak bisa hanya mengandalkan sifat Iradat (kehendak) semata. Karena sifat Iradat baru bisa bekerja dengan baik jika disinergikan dengan sifat Qudrat, sifat Ilmu, sifat Kalam, sifat Hayat, sifat Sami’ dan sifat Bashir serta Hubbul yang 7 yang kesemuanya dikendalikan oleh hati nurani di bawah ikatan Diinul Islam.

 

Sekarang mari kita hubungkan antara hati ruhani dengan keterangan hadits di atas, dimana jika hati rusak maka rusaklah manusia, dan jika hati baik maka baiklah manusia serta hati adalah panglima. Apa maksudnya? Jika hati rusak berarti hati nurani tidak mampu melaksanakan fungsinya untuk kepentingan ruh yang tidak lain adalah diri kita yang sesungguhnya. Sehingga dengan tidak berfungsinya hati nurani akan berdampak negatif bagi kefitrahan diri kita, terputusnya hubungan kita dengan Allah SWT.  Dan jika hati baik berarti hati nurani  menempati tempat yang baik pula sehingga hati nurani mampu bekerja sesuai dengan fungsinya yang kami kemukakan diatas yang pada akhirnya baik pulalah kefitrahan diri manusia dan terciptalah hubungan yang baik dengan Allah SWT melalui hati nurani. Lalu bagaimana dengan hati sebagai panglima? Panglima tidak akan bisa bekerja dengan baik jika tempatnya rusak, demikian pula sebaliknya panglima baru bisa bekerja dengan baik jika tempat untuk bekerjanya dalam kondisi yang baik pula. Baik dan buruknya kualitas hati akan berdampak kepada jasmani dan ruh diri kita, untuk itu tidak ada jalan lain bagi diri kita untuk selalu menjaga kesehatan hati baik ditinjau dari sisi jasmani maupun diri sisi ruh.


5.     Hati Nurani tempat diletakkannya Rasa Tenteram atau  Ketentraman oleh Allah SWT. Rasa tentram atau adanya ketentraman baru dapat kita rasakan melalui hati nurani sepanjang tempat diletakkannya hati nurani dalam keadaan sehat, tidak mengalami gangguan baik oleh ahwa (hawa nafsu) dan juga syaitan. Adanya kondisi ini maka manusia akan mampu merasakan apa yang disebut dengan adanya ketenangan hati atau disebut juga ketenangan bathin. Sebagaimana dikemukakan dalam surat Ar Ra’d (13) ayat 28 berikut ini: (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” Sekarang bertanyalah kepada diri sendiri, mampukah kita mengukur nilai dari ketenangan bathin itu dalam bentuk angka-angka atau satuan unit tertentu? Jika jawaban dari pertanyaan ini adalah kita tidak mampu maka tidak ada jalan lain kecuali diri kita untuk selalu menjaga kesehatan hati nurani maupun hati jasmani dari waktu ke waktu sepanjang diri kita membutuhkan ketenangan bathin itu.

 

6.  Hati Nurani merupakan tempat diletakkannya Pemahaman oleh Allah SWT. Suatu pemahaman akan diberikan oleh Allah SWT melalui hati nurani sehingga manusia mampu merasakan apa yang disebut dengan mengerti ataupun memahami sebuah proses alam atau proses hidup dan kehidupan atau memahami arti dari kebesaran dan kemahaan Allah SWT yang telah diperlihatkan dan ditunjukkan di alam semesta ini kepada seluruh makhluk yang ada di langit dan di bumi ini. Sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Hajj (22) ayat 46 berikut ini: maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.”  

  

Di lain sisi jika kita mengacu kepada ketentuan yang terdapat di dalam surat Al A’raaf (7) ayat 179 berikut ini: Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat  Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi.Mereka itulah orang-orang yang lalai.” Diri kita akan disamakan dengan binatang ternak bahkan lebih dari itu oleh Allah SWT jika sampai kita tidak mampu mempergunakan hati ruhani untuk melihat, untuk merasakan tanda-tanda kekuasaan Allah SWT yang ada di muka bumi, yang sudah ada bersama diri kita sehingga kita tidak pernah paham dengan apa yang telah dikemukakan oleh Allah SWT. Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di muka bumi, apakah kita harus turun pangkat dari makhluk yang terhormat menjadi hewan ternak karena kita ulah kita sendiri yang tidak bisa mempergunakan hati ruhani sebagaimana mestinya.

 

7.    Hati Nurani merupakan tempat diletakkannya Obat dan Penyembuh. Hati nurani juga  merupakan tempat diletakkannya obat atau penyembuh bagi penyakit rasa sedih, rasa gelisah, rasa gundah, sehingga manusia  dapat merasakan ketenangan dari suatu musi-bah ataupun bencana. Sebagaimana dikemukakan dalam hadits yang kami kemukakan berikut ini: Rasulullah bersabda: Maukah aku tunjukkan kepada kalian mengenai penyakit kalian dan obat untuk kalian? Bahwasanya penyakit kalian adalah berbuat dosa, sedangkan obatnya adalah beristighfar. (Hadits Riwayat Adh Dailami, dari Anas bin Malik). Sekarang nilailah rasa ketenangan itu lalu bandingkan nilainya dengan  harta dan kekayaan yang kita miliki?  Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya bertanyalah kepada diri sendiri, sudahkah kita merawat hati nurani sehingga kita mampu keluar dari rasa sedih, rasa resah, rasa gelisah?


Tidak ada komentar:

Posting Komentar