Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Minggu, 12 Mei 2024

RUH DENGAN SEGALA RAHASIA YANG MENYERTAINYA (PART 4 of 4)

 

F.      SIFAT, PERBUATAN DAN KEMAMPUAN RUH.

 

Ruh seperti halnya jasmani juga memiliki sifat, juga memiliki perbuatan dan juga memiliki kemampuan. Ruh akan dinamakan dengan Nass, jika ditinjau dari sisi sifat alamiah ruh yang berasal dari Allah SWT. Ruh akan dinamakan dengan Nafs/Anfuss jika ditinjau dari sisi perbuatan di dalam mempengaruhi perbuatan serta aktivitas kehidupan manusia. Sedangkan ruh jika ditinjau dari sisi kemampuannya disebut juga dengan ruh. Sifat-sifat alamiah ruh (nass) sangat berbeda dan juga sangat bertolak belakang dengan sifat-sifat alamiah jasmani (insan) dikarenakan asal muasal dari keduanya berbeda.

 

Ruh asalnya dari Allah SWT sedangkan jasmani asalnya dari alam atau dari tanah. Apa buktinya ruh berasal dari Allah SWT? Dasarnya ada pada surat Shaad (38) ayat 72-73 berikut ini: Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh (ciptaan)Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya. Lalu seluruh malaikat itu bersujud semuanya.” yang menerangkan bahwa ruh yang ada pada diri manusia semuanya berasal dari Allah SWT tanpa ada campur tangan dari pihak manapun juga serta tanpa ada bantuan dari siapapun juga.

 

Jika ruh berasal dan diciptakan hanya oleh Allah SWT semata, timbul pertanyaan, apakah sesuatu yang berasal langsung dari Allah SWT memiliki sifat buruk atau membawa nilai-nilai keburukan? Sesuatu yang berasal langsung dari Allah SWT dapat dipastikan memiliki sifat yang sangat berkesesuaian dengan nilai-nilai kebaikan yang berasal dari sifat-sifat Ilahiah. Sesuatu yang berasal dari Allah SWT dapat dipastikan pula tidak mempunyai sifat-sifat Buruk, tidak mempunyai sifat jahat,  tidak mempunyai sifat tercela, tidak mempunyai sifat munafik, tidak mempunyai sifat kejam dan seterusnya, atau dengan kata lain apa yang berasal dari Allah SWT pasti memiliki nilai-nilai Ilahiah.

 

Sekarang seperti apakah sifat ruh itu? Hal yang harus kita ketahui adalah sifat ruh manusia tidak sama dengan sifat Ma’ani Allah SWT, walaupun sifat Ma’ani Allah SWT telah dijadikan oleh Allah SWT sebagai modal dasar bagi setiap manusia. Selanjutnya jika sifat Ma’ani telah menjadi modal dasar manusia saat menjadi abd’ (hamba)Nya yang juga khalifahNya bukanlah sifat ruh, lalu yang manakah sifat ruh itu? Sifat ruh memiliki sifat yang mencerminkan nama-nama Allah SWT yang indah lagi baik yang berjumlah sembilan puluh sembilan perbuatan (Asmaul Husna), yang diberikan Allah SWT melalui proses shibghah atau proses pencelupan. Sehingga setiap manusia tanpa terkecuali, tanpa memandang agamanya apa, tanpa memandang siapa orangnya ataupun keturunannya, pasti memiliki celupan Asmaul Husna sebagaimana firmanNya berikut ini: Shibghah Allah. Dan siapakah yang lebih baik shibghahnya daripada Allah? Dan hanya kepadaNya-lah kami menyembah. (surat Al Baqarah (2) ayat 138)

 

Adanya shibghah kepada ruh maka dapat dipastikan bahwa sifat dari ruh dari setiap manusia, termasuk di dalamnya ruh diri kita adalah sesuai dengan Asmaul Husna yang dimiliki Allah SWT. Adanya kondisi ini berarti setiap ruh, termasuk di dalamnya ruh diri kita sendiri, pasti mempunyai perbuatan Ar Rakhman (Maha Pengasih); Ar Rahiem (Maha Penyayang);  Ar Maalik  (Maha Merajai, Maha Memiliki); As Salam (Maha Penyelamat); Al Mu’min (Maha Pemelihara Keamanan); Al Muhaimin (Maha Penjaga, Maha Pemberi Kebahagiaan); Al Wahhaab  (Maha Pemberi); dan seterusnya sampai dengan sembilan puluh sembilan perbuatan Allah SWT.

 

Sekarang mari kita perhatikan diri kita sendiri, apakah Sibghah dari Allah SWT yang berasal dari Af’al (perbuatan) Allah SWT atau perbuatan-perbuatan Allah SWT itu ada dalam diri kita? Untuk itu kita dapat merasakannya sendiri dengan menyatakan adakah rasa pengasih dalam diri kita? Adakah rasa penyayang dalam diri kita? Adakah rasa memiliki dalam diri kita? Adakah rasa penyelamat dalam diri kita? Lalu tanyakan lagi kepada diri sendiri, apakah rasa pengasih dan penyayang, rasa memiliki dan rasa penyelamat  yang ada dalam diri kita itu Ada dengan sendirinya tanpa ada yang mengadakannya, ataukah rasa itu semua datang begitu saja? Siapakah yang sanggup menciptakan seluruh rasa yang ada di dalam diri kita?

 

Jawaban dari pertanyaan ini adalah seluruh rasa yang ada di dalam diri berasal dari pencipta semua rasa, lalu siapakah dia? Jawaban dari pertanyaan ini adalah Allah SWT sebagaimana termaktub dalam surat Al Hasyr (59) ayat 22-23-24 berikut ini: “Dia-lah Allah Yang tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dia-lah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Dia-lah Allah yang tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan Keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki Segala Keagungan, Maha Suci, Allah dari apa yang mereka persekutukan. Dia-lah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Nama-Nama Yang Paling baik, bertasbihlah kepada-Nya apa yang ada di langit dan di bumi. Dia-lah  Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”

 

Sekarang jika di dalam diri kita saat ini sudah ada Nilai-Nilai Ilahiah yang berasal dari perbuatan (af’al) Allah SWT atau perbuatan-perbuatan Allah SWT yang termaktub dalam Asmaul Husna  maka kita dapat memastikan bahwa sifat-sifat kebaikan adalah sifat yang paling dominan di dalam ruh kita. Hal ini dikarenakan sesuatu yang bersifat buruk apalagi sifat tercela tidak akan mungkin berasal dari Allah SWT. Selanjutnya jika saat ini kita masih suka saling berantam,  masih suka saling menghasut, masih suka saling memfitnah, masih suka berbuat tidak adil, masih suka berbuat ingkar janji, masih suka korupsi, masih suka menyakiti sesama dan seterusnya dari manakah itu semua dan kemana larinya Nilai-Nilai Kebaikan yang berasal dari Nilai-Nilai Ilahiah yang telah Allah SWT berikan kepada kita? 

 

Lalu, untuk apakah Allah SWT sampai memberikan sibghah atau celupan yang berasal dari perbuatan (af’al) Allah SWT itu sendiri kepada setiap ruh manusia yang kemudian menjadi sifat ruh? Manusia diciptakan oleh Allah SWT dalam kerangka rencana besar untuk dijadikan abd’ (hamba)-Nya yang juga adalah khalifah-Nya di muka bumi. Sebagai seorang abd’ (hamba) dan yang juga khalifah di muka bumi, maka manusia tidak lain adalah perpanjangan tangan Allah SWT untuk mengurus, untuk memelihara serta untuk menjaga apa-apa yang telah Allah SWT ciptakan di muka bumi sehingga terciptalah kehidupan yang aman, tenteram, sejahtera serta dalam suasana keadilan oleh sebab adanya manusia yang tidak lain abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di muka bumi.

 

Dan untuk memudahkan tugas tersebut maka setiap manusia yang telah diberikan sibghah oleh Allah SWT yang berasal dari Af’al-Nya (nama namaNya yang indah lagi baik) maka setiap manusia wajib menjadikannya sebagai perbuatannya sehari hari atau wajib mendaya-gunakannya dalam koridor nilai-nilai kebaikan kepada sesama yang membutuhkannya. Adanya kondisi saling memberi dan saling menerima maka salah satu tujuan adanya kekhalifahan di muka bumi dapat terlaksana dengan baik, serta apa yang dikehendaki Allah SWT dapat tercapai.

 

Sekarang bagaimana dengan perbuatan ruh yang berasal dari sifat-sifat alamiah ruh yang berasal dari perbuatan (af’al) Allah SWT, yang disebut jugaa dengan Ahwa dengan Nafs/Anfuss?i alamh  Perbuatan yang dilakukan oleh sifat-sifat alamiah ruh yang berasal dari Nur Allah SWT, pada prinsip kerjanya hampir sama dengan prinsip kerja perbuatan dari sifat alamiah jasmani yang berasal dari alam. Apa contoh konkretnya? Salah satu contoh dari sifat alamiah ruh adalah sifat dermawan. Jika sifat dermawan  tumbuh dalam diri kita, atau sifat dermawan menjadi perilaku diri kita sehari-hari maka perbuatan diri kita menjadi mudah berbagi kepada sesama, tidak hanya pada sesuatu yang bersifat materiil dan juga pada sesuatu yang bersifat immaterial, seperti ilmu dan pengajaran serta bimbingan.

 

Adanya kondisi ini akan menghantarkan diri kita menjadi pribadi-pribadi yang hanya mementingkan diri sendiri atau kelompok tertentu saja, atau menjadikan diri kita menjadi pribadi-pribadi yang hanya tahunya menang sendiri tanpa mau memikirkan orang lain. Lalu bagai bagaimana jika sifat sabar mempengaruhi diri kita? Jika sifat sabar mempengaruhi diri kita maka akan menjadikan diri kita berbuat dan bertindak dalam koridor keteraturan, atau akan menjadikan diri kita menjadi pribadi-pribadi yang tidak cepat putus asa, tidak mau merugikan dan mencelakakan orang lain baik sengaja ataupun tidak. Demikian seterusnya sesuai Asmaul Husna Allah SWT yang berjumlah sembilan puluh sembilan perbuatan. 

 

Saat ini kita telah mengetahui perbuatan jasmani yang di dalam AlQuran dikatakan dengan istilah ahwa dan juga kita telah pula mengetahui perbuatan ruh yang di dalam AlQuran dikatakan dengan istilah Nafs/Anfuss. Lalu bisakah kita membedakannya? Jika kita termasuk orang yang telah tahu diri, maka kita akan mudah mengetahui perbedaan yang mencolok antara ahwa dengan nafs/anfuss. Hal ini dikarenakan perbuatan keduanya sangat bertolak belakang. Ahwa sangat berkesesuaian dengan nilai-nilai keburukan yang sangat dikehendaki syaitan, sedangkan Nafs/Anfus sangat berkesesuaian dengan nilai-nilai kebaikan yang sangat dikehendaki Allah SWT. Adanya kondisi ini seharusnya dapat menyadarkan diri kita untuk berhati-hati di dalam bertindak, dalam berbuat karena hasil akhir dari apa yang kita lakukan, kita jugalah yang akan menikmatinya.

 

Untuk itu mari kita pelajari tentang kemampuan ruh. Untuk mempelajari kemampuan ruh, kita harus terlebih dahulu kembali kepada hadits Isra Mi’raj di atas. Di dalam hadits Isra Mi’raj dikemukakan bahwa Setiap Nabi  yang ditemui atau bertemu dengan Nabi Muhammad SAW selalu Nabi-Nabi tersebut mengenal Nabi Muhammad SAW sedangkan Nabi Muhammad SAW sendiri tidak mengenal siapa Nabi tersebut“. Berdasarkan kondisi ini sebenarnya apa yang terjadi?” Sebelum menjawab pertanyaan ini, kami ingin mengajak anda untuk merenungi apa yang akan kami kemukakan, yaitu: dapatkah anda membayangkan jarak atau rentang waktu antara Nabi Adam as, dengan Nabi Muhammad SAW? Rasanya tidak ada satupun makhluk ataupun manusia yang dapat mengetahui berapa jarak yang sebenarnya antara Nabi Adam as, dengan Nabi Muhammad SAW kecuali Allah SWT selaku pencipta manusia.

 

Lalu atas dasar apakah Nabi Adam as, dapat mengenal bahwa yang datang menemuinya di langit yang pertama itu adalah Nabi Muhammad SAW? Jika Nabi Adam as, tidak mengenal Nabi Muhammad SAW bagaimana mungkin ucapan yang pertama kali disampaikan oleh Nabi Adam as, kepada Nabi Muhammad SAW kita adalah “Marhaban (selamat datang) Nabi yang salih dan Putra yang salih”. Setelah ucapan itu di sampaikan oleh Nabi Adam as, Nabi kita bertanya kepada Malaikat Jibril dikarenakan Nabi tidak mengenalinya “Siapakah Itu? lalu di jawab oleh Malaikat Jibril “Itu adalah Nabi Adam as”. Menurut akal sehat manusia, bagaimana mungkin dengan jarak atau tenggang waktu yang begitu jauh yang tidak seorang manusiapun mampu menghitungnya, sekarang Nabi Adam as, dapat mengenali Nabi Muhammad SAW.

 

Adanya perbedaan kondisi antara Nabi Adam as, dan Nabi Muhammad SAW pada waktu bertemu di langit yang pertama,  Nabi Adam as, sudah tanpa Jasmani, maka dengan Kehebatan Ruh Nabi Adam as, maka Nabi Adam as dapat mengenali dan mengetahui dengan pasti tamunya yang datang walaupun tamunya sendiri tidak mengenal Beliau. Demikian pula dengan Nabi-Nabi yang ditemui oleh Nabi Muhammad SAW seperti Nabi Idris as, Nabi Musa as, Nabi IbrahimM as, dan Nabi Isa as, mereka semua dapat mengenali Nabi Muhammad SAW dikarenakan kehebatan ruh yang tidak tidak mengenal jarak, ruang dan waktu.

 

Hal yang perlu kita garisbawahi adalah ruh sudah mempunyai kemampuan kekuatan dan kehebatan, apakah menjadi kendala bagi ruh Nabi Adam as, atau Ruh Nabi Musa as, Nabi Isa as, Nabi Ibrahim as, untuk mengenal Nabi Muhammad SAW walaupun terkendala dengan jarak, ruang dan waktu? Jarak, ruang dan waktu dapat dipastikan bukan kendala dan bukan halangan bagi ruh Nabi Adam as, atau ruh Nabi-Nabi terdahulu untuk mengenal Nabi Muhammad SAW. Sekarang timbul pertanyaan lagi, jika ruh Nabi Adam as, dan ruh Nabi-Nabi yang terdahulu yang ditemui Nabi Muhammad SAW di langit yang ke dua sampai dengan langit yang ke tujuh mempunyai kemampuan, kekuatan, kehebatan dan kedasyatan  yang mampu menembus atau tidak terkendala dengan jarak, ruang dan waktu, apakah ruh yang kita miliki atau ruh manusia biasa seperti kita-kita ini mempunyai kemampuan yang sama dengan kemampuan ruh yang dimiliki oleh Nabi Adam as. atau Nabi-Nabi yang terdahulu?

 

Seluruh ruh manusia, baik itu ruh para Nabi ataupun Rasul dan tidak terkecuali ruh diri kita sendiri sebagai manusia biasa, semuanya berasal dari satu pencipta, dalam hal ini adalah Allah SWT. Hal ini disebabkan tidak akan pernah ada satu makhlukpun yang sanggup menciptakan ruh. Jika hanya Allah SWT saja yang sanggup menjadi pencipta ruh untuk seluruh manusia ini berarti bahwa Allah tidak akan membeda-bedakan kemampuan, kehebatan dan kedasyatan ruh untuk setiap manusia sebab Allah SWT pasti berlaku adil. Adanya kondisi ini maka ruh diri kitapun pasti memiliki kemampuan yang sama dengan kemampuan ruh yang dimiliki oleh Nabi Adam as, dan Nabi-Nabi yang terdahulu. Selanjutnya jika ruh Nabi Adam as, dan ruh  Nabi-Nabi yang terdahulu mampu menembus jarak, ruang dan waktu,  maka ruh kitapun mampu menembus jarak, ruang dan waktu. Disinilah letak keadilan Allah SWT kepada umat manusia.

 

Untuk membuktikan bahwa Allah SWT tidak membeda-bedakan mutu dan kualitas ruh, mari kita pelajari Hadits Qudsi berikut ini: Menurut Hadist Qudsi: Allah SWT berfirman pada qiamat kepada anak-anak: “Masuklah kalian ke dalam surga”! Anak-anak itu berkata: “Wahai Tuhan kami, (kami menunggu) hingga ayah ibu kami masuk”. Lalu mereka mendekati pintu surga! Tapi tidak mau masuk ke dalamnya. Allah SWT berfirman lagi: “Mengapa Aku lihat mereka enggan masuk? Masuklah kalian ke dalam surga! Mereka menjawab: “Tetapi (bagaimana) orang tua kami? Allah SWT berfirman: “Masuklah kalian ke dalam surga bersama orangtua kalian”. (Hadits Qudsi Riwayat Ahmad dari Syurahbil bin Syu’ah yang bersumber dari shahabat Nabi SAW). Di dalam hadits ini, diterangkan bahwa anak-anak diperintahkan untuk masuk syurga oleh Allah SWT, namun anak-anak tersebut menolak, kenapa anak-anak tersebut menolak? Anak-anak menolak karena ia ingin masuk syurga bersama ayah dan ibunya sampai akhirnya Allah SWT memperkenankan permintaan tersebut. Timbul pertanyaan atas dasar apakah anak-anak tersebut dapat mengenal dan tahu akan keberadaan orang tuanya padahal anak-anak tersebut telah berpisah dengan orang tuanya sekian waktu lamanya?

 

Sekarang bayangkan anak-anak yang berusia di bawah lima tahun berapa kemampuan anak tersebut dan apa yang bisa diperbuat oleh anak tersebut. Jika sekarang anak-anak mampu untuk mengenali dan mengetahui dengan pasti orang tua kandungnya maka hal ini disebabkan oleh Allah SWT yang tidak membeda-bedakan mutu dan kualitas ruh sehingga kemampuan ruh anak tersebut tetap tidak terpengaruh dengan jarak, ruang dan waktu. Sekarang jika mutu dan kualitas ruh dari anak-anak berbeda-beda bagaimana mungkin ia akan mengenal dan mengetahui orang tua kandungnya dan lalu mengajaknya masuk ke dalam syurga!

 

Lalu apakah kemampuan, kehebatan dan kedasyatan ruh yang kita miliki akan tetap kondisinya selama kita hidup di dunia? Kondisi dan keadaan ruh manusia sebelum ditiupkan ke dalam jasmani memiliki kondisi yang sangat hebat seperti hebatnya Allah SWT selaku pencipta ruh itu sendiri. Akan tetapi kehebatan ruh yang tidak mengenal jarak, ruang dan waktu tersebut dapat berkurang jika ia menempati tempat yang kotor (maksudnya kondisi awal jasmani yang tidak sesuai dengan kehendak Allah SWT) atau sangat tergantung tempat yang ditempatinya. Maksudnya apa? Untuk menjawab pertanyaan ini, mari kita berkaca kepada Air yang putih, bersih dan jernih yang dimasukkan ke dalam botol.

 

Kualitas Air yang kami kemukakan di atas akan berubah atau menjadi tidak sesuai lagi kualitasnya jika botol yang akan ditempati oleh air memiliki kualitas yang jelek, seperti kotor, terkontaminasi dengan bau dan lain sebagainya. Hal yang samapun terjadi pada ruh, yaitu kekuatan, kehebatan yang tidak mengenal jarak, ruang dan waktu, akan berkurang kualitasnya jika ia ditiupkan atau masuk ke dalam jasmani yang catatan awalnya tidak memenuhi kriteria yang telah ditetapkan Allah SWT, yaitu  tidak memenuhi konsep halal lagi baik (thayyib), tidak membaca membaca Basmallah dan Doa saat mengkonsumsinya serta tidak sesuai syariat saat mempertemukan sel telur dengan sperma.

Adanya kondisi ini berarti pengaruh jasmani atau keadaan jasmani sangat mempengaruhi mutu dan kualitas ruh yang akan menempati jasmani. Selanjutnya mari kita perhatikan dengan lebih seksama lagi, jika ruh yang sudah ditiupkan kepada setiap manusia sudah mempunyai kondisi dan keadaan seperti yang kami sebutkan di atas, sekarang bagaimana dengan kekuatan, kehebatan dan kedasyatan yang dimiliki oleh Allah SWT selaku pencipta dari ruh itu sendiri? Dapatkah anda membayangkannya? Dapatkah anda mengukurnya? Dapatkah anda mengalahkannya? Masih tidak percayakah kita kepada Allah SWT sehingga masih mengakui adanya Tuhan-Tuhan lain selain Allah SWT.  Selanjutnya, jika sampai kita tidak mau juga mengakui bahwa hanya Allah SWT sajalah yang memiliki kekuatan, yang mampu memiliki kehebatan untuk menciptakan apapun juga, berarti ada sesuatu yang salah di dalam diri kita, yaitu kita belum beriman kepada Allah SWT.

 

Sekarang setelah mengetahui bahwa ruh begitu hebat sehingga hanya Allah SWT sajalah yang memiliki ilmu tentang ruh;  bahwa hanya Allah SWT sajalah yang mampu menciptakan ruh. Timbul pertanyaan, pada saat Malaikat diperintahkan sujud kepada Nabi Adam as, oleh Allah SWT, apakah sujudnya Malaikat kepada jasmani Nabi Adam as, ataukah sujud kepada ruh yang telah diciptakan Allah SWT? Berdasarkan uraian yang telah kami kemukakan di atas, sujudnya Malaikat kepada Nabi Adam as, bukanlah sujud kepada jasmani Nabi Adam as, akan tetapi sujud kepada ruh yang telah diciptakan oleh Allah SWT. Adanya kondisi ini berarti manusia (dalam hal ini ruh manusia) sudah ditempatkan sebagai makhluk yang mulia oleh Allah SWT dibandingkan dengan Malaikat. Yang menjadi persoalan saat ini adalah apakah kemuliaan yang telah diberikan oleh Allah SWT masih seperti sediakala atau tidak mengalami perubahan sedikitpun?Jika apa yang kami kemukakan di atas ini mengalami perubahan berarti ada sesuatu yang salah pada diri kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar