Dan agar diri kita
tidak salah jalan, ada baiknya kita mempelajari apa yang dikemukakan oleh “Muhammad
Mahdi al Ashifi” dalam bukunya “Mencerdaskan Hawa Nafsu”
mengemukakan tentang pengaruh buruk (destruktif) ahwa (hawa nafsu ) bagi
manusia, sebagaimana berikut ini:
1. Ahwa (hawa nafsu) menutup pintu-pintu hati dari petunjuk
Allah SWT sebagaimana termaktub dalam surat Al Jatsiyah (45) ayat 23 berikut
ini: “Maka
pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan
Allah membiarkannya sesat dengan sepengetahuanNya, dan Allah telah mengunci
pendengaran dan hatinya serta meletakkan tutup atas penglihatannya? Maka
siapakah yang mampu memberinya petunjuk setelah Allah (membiarkannya sesat)?
Mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?”.Demikianlah, mengikuti hawa
nafsu akan menyebabkan tertutupnya jendela jendela hati untuk menerima
kehadiran Allah, RasulNya, tanda tanda kebesaranNya, hujjah hujjahNya dan
bayyinah bayyinahNya. Untuk itu berhati hatilah dengan hawa nafsu karena hawa
nafsu adalah sekutu kebutaan. Jauhilah hawa nafsu karena akan mangajak diri
kita kepada kebutaan, baik di dunia maupun di akhirat kelak.
2. Ahwa (hawa nafsu) dapat menyesatkan manusia dan
menghalangi manusia dari jalan Allah SWT, sebagaimana termaktub dalam surat
Maryam (19) ayat 59 berikut ini: “Kemudian datanglah setelah mereka,
pengganti pengganti yang mengabaikan shalat dan mengikui keinginannya
(memperturutkan hawa nafsunya) maka kelak mereka akan tersesat.” Dan
juga berdasarkan surat Shad (38) ayat 26 berikut ini: “Janganlah engkau mengikuti hawa
nafsu, karena akan menyesatkan engkau dari jalan Allah. Sungguh, orang orang
yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka
melupakan hari perhitungan.”
Selain dua buah
ketentuan di atas, masih ada beberapa makna dari ahwa (hawa nafsu) sehingga
ahwa (hawa nafsu) juga dapat diartikan: (1) sebagai penyakit; (2) sebagai awal
nestapa manusia; (3) sebagai kendaraan fitnah; (4) sebagai kehancuran dan
kebinasaan; (5) sebagai pangkal kemusnahan; (6) sebagai musuh manusia; dan (7)
hawa nafsu juga akan mendisfungsikan akal. Beginilah jadinya bila ahwa
(hawa nafsu) telah berkuasa dengan sewenang wenang. Ia akan menjadi kendaraan
yang melumpuhkan segala daya dan kekuatan kemanusian manusia dan menggagalkan
diri kita pulang kampung ke syurga. Lalu berlakulah ketentuan hadits yang kami
kemukakan berikut ini: “Jabir ra, berkata: Nabi SAW
bersabda: Allah ta’ala berfirman: Aku membalas hamba yang aku benci dengan
hamba yang Aku benci pula kemudian Aku masukkan keduanya ke dalam Neraka. (Hadits
Qudsi Riwayat Aththabarani; 272:75).” Lalu sudahkah
kita memahaminya!
Selain daripada itu semua, ada hal lainnya yang harus kita perhatikan
yaitu ketentuan yang termaktub dalam firmanNya berikut ini: “Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan yang Maha Pemurah
(AlQuran), Kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan) Maka syaitan Itulah
yang menjadi teman yang selalu menyertainya. (surat Az Zukhruf (43) ayat
36). Dimana untuk menjadi budak syaitan, atau menjadi manusia yang mudah diperngaruhi
oleh syaitan melalui ahwa (hawa nafsu), atau untuk menjadi sahabat syaitan, atau
untuk menjadi tetangga yang baik bagi syaitan di Neraka Jahannam kelak, caranya
cukup mudah dilaksanakan, dan juga sangat murah, yaitu cukup dengan berpaling secara konsisten dari waktu ke
waktu dari pengajaran Allah SWT melalui Diinul Islam, atau jangan pernah akui
AlQuran sebagai buku manual yang diturunkan oleh Allah SWT untuk kepentingan penghambaan
dan kekhalifahan di muka bumi, atau jadikan ahwa (hawa nafsu) sebagai Tuhan
pengganti Allah SWT saat kita hidup di dunia ini. Akan tetapi jika kita ingin
pulang kampung ke Syurga untuk bertemu dengan Yang Maha Terhormat, ditempat
yang terhormat, dalam suasana yang saling hormat menghormati, lakukanlah dan laksanakanlah
Diinul Islam secara kaffah dengan melaksananakan Rukun Iman, Rukun Islam dan
Ikhsan dalam satu kesatuan yang tidak terpisahkan sehingga diri kita akan
selalu sesuai dengan Kehendak Allah SWT.
Selanjutnya sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di muka bumi,
ada baiknya kita memperhatikan cerita tentang Iblis yang datang menemui Nabi
Muhammad SAW, yang kiranya harus dapat kita jadikan pembelajaran dalam rangka
melaksanakan tugas sebagai abd’ (hamba) yang juga khalifah di muka bumi: "Telah diceritakan
bahwa Allah SWT menyuruh iblis datang kepada Nabi Muhammad SAW agar menjawab
segala pertanyaan yang Baginda tanyakan padanya. Pada suatu hari Iblis pun
datang kepada Baginda Rasulullah SAW dengan menyerupai orang tua yang baik lagi
bersih, sedang di tangannya memegang tongkat. Bertanya Rasulullah SAW,
"Siapakah kamu ini ?" Orang tua itu menjawab,"Aku adalah iblis."
"Apa maksudmu datang menemuiku?" Orang tua itu
menjawab,"Allah SWT menyuruhku dan memerintahkanku datang kepadamu agar
Engkau bertanya kepadaku."
Baginda Rasulullah
SAW lalu bertanya, "Hai iblis, berapa banyakkah musuhmu
dari kalangan umat-umat ku ?" Iblis menjawab, "Lima belas." yaitu: Engkau sendiri Hai Muhammad; Imam dan
pemimpin yang adil; Orang kaya yang merendah diri; Pedagang yang jujur dan
amanah; Orang alim yang mengerjakan shalat dengan khusyuk; Orang Mukmin yang
memberi nasehat; Orang yang Mukmin yang berkasih-sayang; Orang yang tetap dan
cepat bertaubat; Orang yang menjauhkan diri dari segala yang haram; Orang Mukmin
yang selalu dalam keadaan suci; Orang Mukmin yang banyak bersedekah dan
berderma; Orang Mukmin yang baik budi dan akhlaknya; Orang Mukmin yang
bermanfaat kepada orang lain; Orang yang hafal al-Qur'an serta selalu
membacanya dan juga mengamalkannya; Orang yang berdiri melakukan shalat di
waktu malam sedang orang-orang lain semuanya tidur.
Kemudian Baginda
Rasulullah SAW bertanya lagi, "Berapa banyakkah temanmu di kalangan umatku
?" Jawab iblis, "Sepuluh
golongan " yaitu: Hakim yang tidak adil, orang kaya yang sombong, pedagang
yang khianat, orang pemabuk dan peminum arak, orang yang memutuskan tali
persaudaraan, pemilik harta riba’, pemakan harta anak yatim, orang yang selalu
lengah dalam mendirikan shalat/sering meninggalkan shalat, orang yang enggan memberikan
zakat, shadaqah, jariah, orang yang selalu berangan-angan dan berkhayal dengan
tidak ada faedah. Mereka semua itu
adalah sahabat-sahabatku yang setia."
Itulah perbincangan
antara Nabi Muhammad SAW dengan Iblis. Dan sebagai abd’ (hamba)Nya yang juga
adalah khalifahNya di muka bumi ini, kita harus waspada dan berhati-hati agar
jangan sampai kita menjadi kawan Iblis, karena
yang menjadi kawan Iblis berarti menjadi musuh Allah SWT. Demikian
sebaliknya, barangsiapa yang menjadi musuh Iblis berarti menjadi kekasih Allah SWT. Berdasarkan cerita di atas, yang manakah diri kita, apakah yang menjadi
teman Iblis ataukah yang menjadi musuh Iblis? Kami berharap kita semua mampu
menjadikan diri sendiri sebagai musuh-musuh Iblis yang berarti adalah kekasih Allah
SWT selama hayat masih di kandung badan.
D. KENA AZAB DUNIA, AZAB
KUBUR DAN AZAB AKHIRAT.
Hal yang ke empat yang akan kita peroleh dan rasakan jika kita tidak mau beriman
kepada Allah SWT saat menumpang di langit dan di bumi yang dimiliki oleh Allah SWT
adalah akan kena azab baik di dalam kehidupan dunia, di alam kubur dan akhirat.
Yang mana azab ini bermakna siksa Allah SWT yang ditimpakan kepada siapa saja
yang Allah kehendaki, sebagaimana dikemukakanNya dalam surat Al Baqarah (2)
ayat 284 berikut ini: “Milik Allah lah apa
yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Jika kamu nyatakan apa yang ada
dalam hatimu atau kamu sembunyikan niscaya Allah memperhitungkannya (tentang
perbuatan itu) bagimu. Dia mengampuni siapa yang Dia kehendaki dan mengazab siapa
yang Dia kehendaki. Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.”
Adapun azab (siksa)
yang akan ditempakan oleh Allah SWT jika ditinjau dari sisi atau tempatnya,
dapat dibedakan menjadi 3(tiga) bagian, yaitu (a) azab (siksa) di dunia; (b)
azab (siksa) di alam kubur dan; (c) azab (siksa) di akhirat. Azab di dunia
memiliki beberapa varian (jenis) bisa berupa kehinaan, wabah penyakit,
kemiskinan, gempa yang kuat, angin topan, banjir, petir, kebakaran yang besar,
tidak merasakan adanya ketenangan dalam hidup dan lain sebagainya. Sedangkan
dari sisi besaran azab akhirat jauh lebih hebat dan lebih dahsyat dibandingkan
dengan azab dunia, sebagaimana dikemukakan dalam firmanNya berikut ini: “Seperti
itulah azab (di dunia). Dan sungguh azab akhirat lebih besar sekiranya mereka
mengetahui. (surat Al Qalam (68) ayat 33).
Selain daripada itu, azab (siksa) bisa juga
ditinjau dari sisi sifatnya, yang terdiri dari: (a) azaban muhina yang artinya
azab yang sangat menghinakan; (b) azaban aliima yang artinya azab (siksa) yang
sangat pedih); (c) azaban syadida yang artinya azab (siksa) yang sangat keras);
(d) azabun muqim yang artinya azab (siksa) yang kekal) dan; (e) azabun ‘azhim yang
artinya azab (siksa) yang sangat dahsyat.
Sebagai orang yang
sedang menumpang, atau yang sedang menjadi tamu di muka bumi ini, jangan sampai
kita berbuat, bertindak yang mengundang turunnya azab dan kemurkaan Allah SWT,
sebagaimana dikemukakan dalam hadits yang kami kemukakan berikut ini: “Dalam
sebuah riwayat Ibnu Majah dan al-Hakim dengan sanad sahih, Rasulullah SAW
pernah memberikan nasihat yang sangat penting dan berharga kepada kita tentang
masalah azab ini. Di hadapan kaum Muhajirin dan Anshar, beliau SAW menyebut
lima hal yang dapat mengundang turunnya azab dan kemurkaan Allah SWT, sebagai
berikut:
Pertama, dosa zina yang
dilakukan secara terang-terangan di suatu kaum. Perbuatan maksiat ini akan
menyebabkan turunnya tha'un (wabah) dan penyakitpenyakit yang tidak pernah ada
pada generasi sebelumnya.
Kedua, perilaku curang,
seperti mengurangi takaran dan timbangan. Termasuk kezaliman penguasa, seperti
pembunuhan, kerusakan, khianat, korupsi, dan lain-lain. Maka, ragam kejahatan
ini akan menyebabkan kebangkrutan, paceklik, banyaknya tekanan, dan kesulitan
hidup.
Ketiga, enggan membayar
zakat dan suka menahannya. Akibatnya, hujan dari langit pun akan ditahan.
Sekiranya bukan karena hewan-hewan, niscaya manusia tidak akan diberi hujan.
Keempat, melanggar perjanjian
dengan Allah dan Rasul-Nya. Karena perbuatan ini, Allah akan menjadikan pihak
musuh dari kalangan orang kafir dan munafik berkuasa ke atas mereka. Lalu,
pihak musuh tersebut mengambil sebagian apa yang mereka miliki.
Kelima, menyelisihi syariat
Islam. Artinya, selama para pemimpin yang diberikan amanah kekuasaan itu tidak
menjadikan agama sebagai dasar hukum dalam menjalankan kepemimpinannya, Allah
akan menjadikan permusuhan di antara mereka.”
Tentu, masih banyak perilaku
perilaku manusia yang secara langsung mengundang azab Allah di dunia ini. Tak
terkecuali, juga untuk para penguasa yang tidak adil atau dzalim. Disadari atau
tidak oleh manusia ketahuilah ancaman akan siksa dunia sebetulnya sedang
mengintai umat manusia setiap saat. Kisah tentang kaum ‘Ad, Iram, Tsamud,
Fir’aun dan seumpamanya yang diabadikan dalam Alquran, sejatinya harus bisa menjadi
pelajaran dan peringatan bagi diri kita saat ini. Dan bagi orang mukmin atau siapa saja yang mampu membuka mata, telinga
dan hatinya. Hendaknya turunnya azab dunia hendaklah dijadikan sebagai nasihat
berharga, yang mampu menambah keyakinan kepada Allah SWT, memperbanyak ibadah
atau amal sholeh. Atau menjadi energi yang mendorong seseorang untuk bertaubat,
kembali kepada pangkuan ridha Allah SWT. Selain itu, jadikan adanya azab
dunia diharapkan menjadi benteng yang dapat menjaga seseorang dari sikap putus
asa dari rahmat Allah. Terutama bagi orang-orang Mukmin, pada saat dirinya
diperlakukan tidak adil oleh orang-orang yang zalim, maka mereka tetap
optimistis dan yakin bahwa Allah SWT akan memuliakannya.
Besarnya nikmat kekuatan
dan kekuasaan yang mereka peroleh, semestinya digunakan untuk mengingat
kebesaran Allah, mengabdi dan beribadah kepada-Nya. Sekaligus mensucikan dan
mengagungkan-Nya. Menegakkan keadilan, membela kebenaran dan membangun suasana
yang damai dan menentramkan di kalangan umat manusia. Termasuk, sungguh-sungguh
mencegah segala bentuk kemungkaran. Begitulah idealnya. Tapi, justru
sebaliknya, mereka berbuat sewenang-wenang, angkuh, jahat, berbuat makar dan
varian kezaliman lainnya. Sehingga Allah SWT membalas perbuatan buruk mereka dengan
azab dunia yang menghinakan dan bahkan membinasakan. Oleh sebab itu, azab yang
terjadi dunia ini, yang dapat dirasakan atau bahkan bisa disaksikan langsung
oleh mata kepala, ataupun azab yang ditunjukkan lewat kisah-kisah yang
diwahyukan Allah, seyogyanya menjadi pelajaran dan peringatan yang menghadirkan
manfaat dan hikmah.
Dan jika sampai
banyak orang yang berbuat maksiat yang membuat Allah tidak suka, atau
menjadikan Allah SWT benci kepada pelakunya maka ketentuan hadits berikut ini
menjadi berlaku di muka bumi ini. Jabir ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah
ta’ala berfirman: Aku membalas hamba yang Aku benci dengan hamba yang Aku benci
pula kemudian Aku masukkan keduanya ke dalam neraka. (Hadits Qudsi Riwayat Ath
Thabrani; 272:75). Jangan sampai hal ini terjadi di dalam kehidupan
diri kita. Dan agar diri kita bukan menjadi penyebab dari datangnya azab dalam
kehidupan ini, ada baiknya kita mengetahui bentuk bentuk perilaku yang
menyebabkan turunnya azab Allah di dunia adalah sebagai berikut:
Pertama, kekufuran manusia.
Kekufuran ini merupakan penyebab utama yang mengundang turunnya azab Allah di
dunia, sebagaiman dikemukakan dalam firmanNya berikut ini: “Maka adapun orang orang kafir,
maka akan Aku azab mereka dengan azab yang sangat keras (azaban syadida)
di dunia dan di akhirat, sedang mereka tidak memperoleh penolong. (surat Ali
Imran (3) ayat 56).
Kedua, orang yang
menghalang-halangi menyebut nama Allah di masjid-masjid-Nya dan berusaha untuk
merobohkannya. Termasuk dalam perbuatan ini adalah mencegah orang lain berbuat
kebajikan, menjegal orang berkunjung ke masjid, mempersulit dan bahkan
menindasnya. Sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Baqarah (2) ayat 114
berikut ini: “Dan siapakah yang lebih dzalim daripada orang yang melarang dalam
masjid masjid Allah untuk menyebut namaNya, dan berusaha merobohkannya? Mereka
itu tidak pantas memasukinya kecuali dengan rasa takut (kepada Allah). Mereka
mendapatkan kehinaan di dunia dan di akhirat mendapat azab yang berat (azabun
‘azhim).”
Ketiga, menyakiti Allah SWT
dan Rasul-Nya. Maknanya, mendustakan dan berpaling dari agama Allah dan
Rasul-Nya. Termasuk, melakukan penghinaan atau penistaan terhadap nilai-nilai
dan syiar-syiar agama-Nya, sebagaimana dikemukakan dalam firmanNya berikut ini:
“Sesungguhnya
(terhadap) orang orang yang menyakiti Allah dan RasulNya, Allah akan
melaknatnya di dunia dan di akhirat, dan menyediakan azab yang menghinakan (azaban
muhina) bagi mereka. (surat Al Ahzab (33) ayat 57).”
Keempat, memerangi Allah dan
RasulNya, sekaligus melakukan kerusakan di muka bumi, sebagaimana dikemukakan
dalam surat Al-Maidah (5) ayat 33 berikut ini: “Hukuman bagi orang orang yang
memerangi Allah dan RasulNya dan membuat kerusakan di bumi, hanyalah dibunuh
atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka secara silang, atau
diasingkan dari tempat kediamannya. Yang demikian itu kehinaan bagi mereka di
dunia, dan di akherat mereka mendapat azab yang besar (azabun ‘azhim).”
Kelima, adanya sifat bakhil
atau kikir. Siapa pun yang memperoleh anugerah harta, tetapi mereka bersikap
kikir dan tidak peduli dengan kesulitan dan penderitaan orang-orang lemah (kaum
dhu’afa) yang ada di sekitarnya, maka sifat bakhil dan kikir ini dapat
menyebabkan pelakunya ditimpa siksa di dunia. Sebagaimana terjadi pada
pemilik-pemilik kebun yang dikisahkan dalam Alquran surat Al Qalam (68) ayat 17
dan ayat 33 berikut ini: “Sungguh Kami telah menguji mereka (orang
musyrik mekkah) sebagaimana Kami telah menguji pemilik pemilik kebun ketika
mereka bersumpah pasti akan memetik hasilnya pada pagi hari. “Seperti itulah
azab (di dunia). Dan sungguh azab akhirat lebih besar sekiranya mereka mengetahui.”
Sekarang apa yang akan Allah SWT
berikan kepada diri kita jika kita patuh dan taat kepada Allah SWT, lalu apakah
sama atau berbeda dengan yang diberikan kepada orang yang tidak mau beriman kepada Allah SWT? Allah SWT akan memberikan
penghargaan kepada setiap orang yang taat dan patuh kepadaNya dengan hal-hal
sebagai berikut yaitu: (a) dilapangkan
dan dimurahkan rezeki oleh Allah SWT serta dipanjangkan umur; (b) diberikan
maunah dan pertolongan yang tidak di duga-duga dari Allah SWT; (c) karunia, hidayah dan firasat yang baik
melalui hati nurani; dibukanya pintu ilham atau ide-ide brilian; (d)
diberikannya pemahaman dan kemantapan hati di dalam mempelajari Diinul Islam;
(e) diberikannya ketenangan bathin; (f) dimudahkannya sakratul maut serta wafat
dalam keadaan husnul khatimah; serta (g) dianugerahkan keluarga sakinah serta
anak keturuan yang shaleh dan shalehah.
Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang
juga adalah khalifah-Nya yang sedang menjalankan tugas di muka bumi beranikah
kita menyatakan bahwa hadiah dan penghargaan dari Allah SWT kepada orang yang
tidak mau beriman kepada Allah SWT lebih baik, lebih enak dan lebih bermutu
dibandingkan dengan hadiah dan penghargaan yang diberikan Allah SWT kepada
orang yang taat dan patuh? Jawaban dari pertanyaan ini,
hanya diri kitalah yang tahu pasti karena hal ini akan menunjukkan kepada diri
kita kemana kita akan pulang kampung. Selanjutnya ketahuilah bahwa segala
ancama Allah SWT bukanlah sebatas pengumuman dan informasi belaka yang dikemukakan
oleh Allah SWT di dalam AlQuran. Akan
tetapi apa yang telah dikemukakan oleh Allah
SWT dalam AlQuan pasti akan dilaksanakan oleh Allah SWT. Sekarang setelah
mengetahui akan adanya sanksi dan penghargaan dari Allah SWT kepada orang-orang
yang tidak mau beriman kepada Allah SWT, seharusnya kondisi ini membuat diri
kita menjadi lebih sadar lalu melakukan Taubatan Nasuha ataukah menjadikan diri
kita takut untuk melawan Allah SWT karena kita tidak pernah menciptakan dan
memiliki langit dan bumi, terkecuali kita sanggup menahan panasnya api neraka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar