Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Kamis, 02 Mei 2024

ANCAMAN BAGI ORANG YANG TIDAK MAU BERIMAN KEPADA ALLAH SWT (PART 2 of 3)


B.      PUTUS HUBUNGAN DENGAN ALLAH SWT

 

Hal yang kedua yang akan kita peroleh jika kita tidak mau beriman kepada Allah SWT dengan membangkang segala perintah dan laranganNya adalah terputusnya hubungan antara diri kita dengan Allah SWT, atau terputusnya hubungan antara abd’ (hamba) yang juga khalifah di muka bumi dengan Allah SWT selaku pencipta dan pemilik langit dan bumi. Ingat, suatu hubungan yang bersifat dua arah, tidak akan dapat berjalan jika hanya Allah SWT saja yang telah menyatakan bahwa Allah SWT adalah Tuhan bagi semesta alam. Sedangkan diri kita tidak mau mengakui, tidak mau menerima, tidak mau mengimani, tidak mau meyakini akan keberadaan Allah SWT. Dan yang pasti adalah yang membutuhkan Allah SWT adalah diri kita, bukan sebaliknya Allah SWT yang membutuhkan diri kita.

 

Sekarang mari kita perhatikan, hadits yang kami kemukakan berikut ini: “Ibnu Abbas ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta’ala berfirman: Tidaklah Aku akan memperhatikan hak hamba-Ku sebelum ia memperhatikan hak-Ku terhadap dia. (Hadits Qudsi Riwayat Aththabarani, 272:125) Berdasarkan hadits atas ini, Allah SWT sudah sangat jelas memberikan penjelasan kepada diri kita bahwa Allah SWT tidak akan pernah memberikan hak-hak diri kita sepanjang diri kita tidak mau memenuhi hak-hak Allah SWT terlebih dahulu.

 

Adanya kondisi ini berarti baik dan buruknya hubungan antara diri kita dengan Allah SWT sangat tergantung kepada diri kita sendiri, yaitu : (a) Semakin baik kita memenuhi hak-hak Allah SWT maka semakin baik pula Allah SWT memberikan hak-hak diri kita; (b) Semakin baik kita beriman kepada Allah SWT, maka semakin baik pula Allah SWT memberikan hak-hak diri kita; (c) Semakin baik kita sesuai dengan apa yang dikehendaki Allah SWT, maka semakin baik pula Allah SWT memenuhi janjinya kepada diri kita.

 

Sekarang bagaimana jika kita tidak mau memenuhi hak-hak Allah SWT, atau jika kita tidak mau beriman kepada Allah SWT, atau jika kita tidak mau sesuai dengan apa yang dikehendaki Allah SWT? Dalam hal ini, yang pasti Allah SWT tidak akan pernah rugi dengan segala apa yang kita perbuat, dan yang pasti apa yang kita perbuat akan menjauhkan diri kita dengan Allah SWT dan akan memutuskan hubungan kita dengan Allah SWT.  Dan jika ini terjadi kita dipersilahkan oleh Allah SWT melawan ahwa (hawa nafsu) dan juga syaitan seorang diri saat menjadi abd’ (hamba) yang juga khalifah di muka bumi.

 

Untuk mempertegas, terputusnya hubungan diri kita dengan Allah SWT, mari kita perhatikan dengan seksama apa yang terjadi jika radio yang kita miliki putus hubungan dengan stasiun pemancar karena antena rusak? Terputusnya hubungan radio yang kita miliki dengan stasiun pemancar bisa disembabkan oleh: (1) rusaknya antena, dan juga; (2) gelombang radio yang kita miliki tidak berkesesuaian dengan gelombang yang dipancarkan oleh stasiun pemancar. Adanya kondisi ini berarti antena sangat memegang peranan penting di radio dan juga kesesuaian gelombang radio sangat menentukan kualitas siaran radio yang kita terima. Sekarang akan sia-sia belaka jika kita memiliki radio yang mahal harganya jika kita tidak bisa menerima siaran akibat dari antenanya tidak berfungsi dan gelombangnya tidak sesuai. Jika ini yang terjadi pada radio, sekarang bagaimana jadinya jika diri kita putus hubungan dengan Allah SWT padahal diri kita sudah diberikan hari nurani oleh Allah SWT?

 

Seperti kita ketahui bersama, fungsi dari hati nurani diri kita tidak berbeda jauh dengan fungsi antena pada radio, yaitu hati nurani  adalah alat atau media, atau sarana untuk menjangkau Allah SWT, atau sarana untuk berkomunikasi dengan Allah SWT sebagaimana dikemukakan dalam hadits berikut ini: Wahab bin Munabbih berkata: Allah ta'ala berfirman: Sesunguhnya langit-langit dan bumi tidak berdaya menjangkau-Ku, Aku telah dijangkau oleh hati seorang mukmin. (Hadits Qudsi Riwayat Ahmad dari Wahab bin Munabbih, 272:32).”  Sedangkan kesesuaian gelombang atau kesesuaian antara diri kita dengan Allah SWT sangat tergantung dengan kualitas hati nurani, sebagaimana dikemukakan dalam hadits berikut ini: “Nabi SAW bersabda: Sesungguhnya bila seorang hamba melakukan dosa satu kali, maka di dalam hatinya timbul satu titik noda hitam. Apabila ia berhenti dari perbuatan dosanya dan memohon ampun serta bertaubat, maka bersihlah hatinya. Jika ia kembali berbuat dosa, maka bertambahlah hitamnya titik nodanya itu sampai memenuhi hatinya. (Hadits Riwayat Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah, Nasa'i; Ibnu Hibban dan Hakim).”

 

Terputusnya hubungan antara diri kita dengan Allah SWT berarti kita telah menjadikan hati nurani tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya, atau kita telah merusak fungsi hati nurani atau kita telah menjadikan hati nurani tidak bisa memberikan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan ruh (jiwa) diri kita, seperti ketenangan jiwa, pemahaman terhadap sesuatu, perasaan nyaman dan lain sebagainya karena tertutupnya hati nurani akibat dari perilaku kita yang berseberangan dengan kehendak Allah SWT, sebagaimana dikemukakan dalam firmanNya berikut ini: “Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka. (surat Al Muthaffiffin (83) ayat 14)

 

Timbul pertanyaan, kenapa sampai hubungan dengan Allah SWT menjadi terputus yang mengakibatkan hati nurani yang ada di dalam diri manusia mengalami kerusakan atau mengalami gangguan? Rusaknya atau terganggunya hubungan diri kita dengan Allah SWT bukan karena Allah SWT namun karena ulah diri kita sendiri yang tidak mampu melaksanakan dengan baik dan benar hal-hal yang kami kemukakan di bawah ini, yaitu:

 

a.     Tidak mau melaksanakan Diinul Islam secara kaffah.

b.  Tidak  mau  menempatkan  dan  meletakkan Allah SWT sesuai dengan kebesaran dan kemahaan yang dimiliki-Nya,  karena kita telah mengganti kedudukan Allah SWT  dengan Tuhan-Tuhan baru selain Allah SWT.

c.   Akibat perbuatan dosa, atau sengaja berbuat dosa dengan harapan dosanya nanti diampuni  Allah SWT.

d.  Memiliki ilmu tetapi tidak mau mengamalkan, beramal tetapi tidak Ikhlas, atau beramal karena Riya.

e.   Memakan rezeki Allah SWT tetapi tidak pernah mau bersyukur serta tidak Ridha dengan pemberian Allah SWT.

f.   Sering mengubur orang mati, namun tidak mau mengambil pelajaran dari kematian tersebut, dan lain sebagainya.

 

Akibat dari rusaknya hubungan diri kita dengan Allah SWT akan mengakibatkan diri kita berada di luar  kehendak Allah SWT yang berarti diri berada di dalam kehendak syaitan sanglaknatullah serta kita akan mengalami, hal-hal sebagai berikut:

 

a.  Hilangnya fasilitas dan janji-janji Allah SWT yang telah dipersiapkan oleh Allah SWT untuk manusia.

b.  Ketenangan dan ketentraman bathin menjadi sesuatu yang mahal dan sulit diperoleh.

c.    Cinta Allah SWT kepada akal yang diletakkan di dalam hati nurani bertepuk sebelah tangan akibat putusnya hubungan cinta serta aura dalam diri tidak terpancar keluar.

d.   Pemahaman akan Agama sulit masuk ke dalam diri manusia serta petunjuk Allah SWT tidak akan pernah didapatkan akibat rusaknya hati nurani.

e.   Penyakit di dalam rongga dada, seperti takut, resah, gelisah, menjadi sangat sulit untuk disembuhkan.      

 

Agar diri kita dapat menjaga dan memelihara hubungan antara diri kita dengan Allah SWT, atau  dalam rangka menjaga kebersihan dan kesehatan hati nurani, maka:

 

a. Perbanyaklah Istighfar, meminta ampun, dimanapun, kapanpun yang dilanjutkan dengan Perbanyaklah dzikir (mengingat Allah SWT) dimanapun, kapanpun.

b.  Perbanyak pergaulan dengan orang-orang shalih dengan sering menghadiri majelis dan mendengarkan nasehat mereka serta pelajari AlQuran dan amalkan.

c.     Perbanyak Qiyamul Lail, melalui shalat Tahajud.

d.    Sedikit makan, perbanyak puasa sunat.

e.    Bermunajat kepada Allah SWT pada waktu malam hari.

f.     Perbanyak shadaqah dan juga karta karya nyata yang bermanfaat bagi sesama umat manusia, tanpa memandang suku, agama dan ras.

 

Sekarang bertanyalah kepada diri sendiri, butuhkah kita dengan Allah SWT saat melaksanakan tugas sebagai abd’ (hamba) yang juga adalah khalifah di muka bumi? Jika kita merasa butuh dengan Allah SWT maka jangan pernah sekejap pun kita putus hubungan dengan Allah SWT hal ini dikarenakan ahwa (hawa nafsu) dan juga syaitan sudah sangat siap untuk menggantikan kedudukan Allah SWT saat diri kita memutuskan hubungan dengan Allah SWT. Dan semoga hal ini tidak pernah terjadi pada diri kita.

 

C.     HIDUPNYA DIPENGARUHI AHWA (HAWA NAFSU) DAN SETAN.

 

Hal yang ketiga yang akan kita peroleh dan rasakan jika diri kita tidak mau beriman kepada Allah SWT adalah hidup yang dijalaninya selalu dipengaruhi oleh ahwa (hawa nafsu) dan juga setan sehingga segala tindak tanduknya selalu bertolak belakang dengan apa apa yang dikehendaki Allah SWT. Dalam hal ini adalah memperturutkan sifat sifat alamiah jasmani yang berasal dari alam (tanah) yang mencerminkan nilai-nilai keburukan seperti:

 

a.   memperturutkan sifat lemah (melemahkan) yang pada akhirnya kita hanya diam atau pasif dalam berbuat;

b.    memperturutkan sifat pelit dan kikir yang akan melahirkan sifat memelitkan yang hanya mementingkan diri sendiri;

c.  memperturutkan sifat  tamak akan harta yang akan melahirkan segalanya hanya untuk dia saja;

d. suka berburuk sangka kepada orang yang melahirkan kebencian dan ketidaksukaan kepada orang lain dan lain sebagainya.

 

Selanjutnya jika sampai sifat bakhil (pelit) sudah menjadi sifat diri kita, maka di dalam diri kita akan timbul sikap dan perilaku mementingkan diri sendiri, atau mementingkan kelompok lebih dominan daripada mementingkan kepentingan umum, atau sukar untuk berbagi dengan  sesama, atau semuanya untuk kita yang lain biarkan saja, sulitnya keteraturan diwujudkan dalam masyarakat, hal ini ditunjukkan dengan rendahnya tingkat kedisiplinan di tengah masyarakat, sifat konsumerisme tumbuh kembang di dalam masyarakat, alam semakin hancur, bencana di mana-mana, pemutarbalikkan fakta menjadi kebiasaan umum, sulitnya kebenaran diterima oleh masyarakat, mudahnya kemungkaran diterima masyarakat serta hukum sulit ditegakkan.

 

Padahal sifat asli dari ruh bukanlah seperti itu, melainkan suka berbagi sebagai cerminan dari sifat dermawan. Dan jika sampai kita membangkang ketentuan, hukum, perintah dan larangan dari Allah SWT yang ditunjukkan dengan kita tidak mau beriman kepada Allah SWT berarti :

 

a.  Kita tidak mau mematuhi perintah dan larangan Allah SWT, padahal kita sedang menumpang atau menjadi tamu di langit dan di bumi yang dimiliki dan diciptakan oleh Allah SWT.

b.   Kita telah menyerahkan penguasaan ruh diri kita kepada jasmani sehingga jiwa kita masuk dalam kategori jiwa fujur. Adanya kondisi ini berarti sifat asli dari ruh berupa Nilai-Nilai Kebaikan yang berasal dari Nilai-Nilai Ilahiah, telah digantikan atau telah kita tukar dengan Nilai-Nilai Keburukan yang dibawa oleh jasmani sehingga kita berada di dalam kehendak syaitan.

c.   Kehendak Allah SWT sudah jauh dari diri kita, atau diri kita sudah tidak sesuai lagi dengan Kehendak Allah SWT.

d.   Allah SWT sebagai satu-satunya Tuhan yang berhak di sembah sudah tidak berlaku lagi sebab sudah digantikan dengan ahwa (bertuhankan kepada hawa nafsu) sehingga kehidupan dunia sudah lebih dipentingkan daripada kehidupan akhirat (dunia segala-galanya, akhirat ala kadarnya).

 

Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga adalah khalifah-Nya di muka bumi, jangan sampai diri kita tidak mau beriman kepada Allah SWT, karena dampak dari itu semua tidak hanya dirasakan oleh diri sendiri, namun juga berdampak negatif kepada anak keturunan kita sendiri, kepada masyarakat luas dan juga kepada kualitas dari bumi yang saat ini kita tempati dan berarti tiket masuk ke neraka Jahannam sudah kita miliki.

 

Perbuatan sifat jasmani (ahwa/hawa nafsu) yang telah kami kemukakan di atas, bukanlah sesuatu yang menakutkan, akan tetapi sebuah sunnatullah yang harus kita terima. Hal ini dikarenakan melalui ahwa (hawa nafsu) yang didukung syaitan kita dapat menikmati apa yang dinamakan syurga dan neraka, atau yang dapat menghantarkan diri kita menjadi pemenang ataupun pecundang. Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi, kita tidak boleh apriori dengan adanya sifat alamiah jasmani yang paling disukai oleh setan. Hal ini dikarenakan jika keduanya tidak ada (maksudnya ahwa (hawa nafsu) dan setan tidak ada) maka hambarlah hidup yang kita laksanakan, atau monotonlah kehidupan yang ada di muka bumi sehingga kita tidak akan dapat merasakan menjadi pemenang  jika tidak ada musuh dalam suatu permainan. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Allah SWT dalam firman-Nya berikut ini:Maka Kami berkata: “Hai Adam, sesungguhnya ini (iblis) adalah musuh bagimu dan bagi istrimu, maka sekali-kali janganlah sampai ia mengeluarkan kamu berdua dari surga yang menyebabkan kamu menjadi celaka”. (surat Thaaha (20) ayat 117)”.

 

Di lain sisi, Allah SWT telah mengemukakan dalam surat Al A’raf (7) ayat 17 sebagaimana berikut ini: kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat)”. Berdasarkan ketentuan ayat ini, syaitan sudah berada di depan diri kita, di belakang diri kita, di kiri diri kita dan di kanan diri kita, sehingga diri kita selalu di dalam pantauan radar setan sehingga setan akan selalu mengitari dan mengelilingi diri kita sebelum melaksanakan aksinya. Setan sebagai musuh nyata manusia sudah menjadikan diri kita target operasi dan setan siap melaksanakan aksinya jika ada kesempatan terutama saat manusia mulai terpengaruh dengan sifat sifat jasmani, atau mulai terpengaruh dengan ahwa (hawa nafsu), atau saat memulai sesuatu yang serius dengan mengalihkan pandangan manusia ke gadget, dan seterusnya..

 

Sekali lagi kami ingatkan, setan walaupun sudah ada dihadapan (mengelilingi) diri kita, di depan, di belakang, di kanan, di kiri, namun ia belum bisa melaksanakan aksinya kepada diri kita sepanjang pintu masuk untuk melaksanakan aksinya tidak ada. Salah satu pintu masuk yang harus kita waspadai adalah saat diri kita mulai terpengaruh baik langsung ataupun tidak langsung dari adanya nilai nilai kebaikan yang berasal dari ruh ataupun dari nilai nilai keburukan yang berasal dari jasmani. Jika kita terpengaruh dengan nilai nilai kebaikan lalu berusaha untuk berbuat kebaikan maka setan mulai melancarkan aksinya agar diri kita jangan sampai berbuat hal hal yang sesuai dengan kehendak Allah SWT dan jika sampai kita melaksanakannya (maksudnya setan tidak mampu mempengaruhi diri kita) maka langkah yang dilakukan oleh setan berikutnya adalah merubah besaran kebaikan, atau merubah kualitas dari niat seseorang dalam berbuat, atau mengaburkan keikhlasan di dalam berbuat sehingga hasilnya akhirnya tidak maksimal.

 

Lalu bagaimana jika nilai nilai keburukan mulai mempengaruhi diri kita? Jika kita mulai terpengaruh dengan nilai nilai keburukan maka setan seperti diberikan bahan bakar yang sangat cepat lagi hebat untuk melaksanakan aksinya kepada diri kita. Setan langsung menyuruh kita untuk berbuat tanpa harus memikirkan akibatnya. Setan berupaya jangan sampai hal yang sudah dihadapannya gagal dilaksanakan oleh manusia. Setan akan berusaha terus dan terus mempengaruhi manusia untuk melaksanakan apa apa yang berasal dari nilai nilai keburukan dan bahkan akan menunjukkan jalan bagaimana hal itu bisa dilaksanakan oleh manusia yang sudah terpengaruh dengan nafsunya.

 

Dan hal yang harus kita perhatikan adalah akhir dari pekerjaan setan untuk menggoda dan mengganggu serta merayu manusia, ada pada firman-Nya berikut ini: dan berkatalah syaitan tatkala perkara (hisab) telah diselesaikan: "Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar, dan akupun telah menjanjikan kepadamu tetapi aku menyalahinya. sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekedar) aku menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku, oleh sebab itu janganlah kamu mencerca aku akan tetapi cercalah dirimu sendiri. aku sekali-kali tidak dapat menolongmu dan kamupun sekali-kali tidak dapat menolongku. Sesungguhnya aku tidak membenarkan perbuatanmu mempersekutukan aku (dengan Allah) sejak dahulu.Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu mendapat siksaan yang pedih. (surat Ibrahim (14) ayat 22)’.  Berdasarkan ketentuan ayat ini, syaitan melakukan aksi lepas tangan dengan segala perbuatannya kepada manusia, dengan mengatakan “janganlah kamu mencerca aku, akan tetapi cercalah dirimu sendiri.” Inilah jawaban dan pernyataan resmi syaitan kepada manusia manusia yang telah terpengaruh oleh ahwa (hawa nafsu)nya sehingga tidak mau beriman kepada Allah SWT, lalu apa yang bisa kita perbuat saat hari berhisab kelak, selain menyesali diri sendiri!

 

Ingat, setan berbuat dan melaksanakan aksinya sudah itu disetujui oleh Allah SWT sehingga kita wajib menerima setan sebagai musuh abadi manusia sebagai sebuah keputusan yang tidak bisa diganggu gugat lagi (given). Jika tanpa ada syaitan  maka tidak akan ada proses seleksi secara adil dan fair tentang siapakah yang berhak menempati syurga dan siapakah yang berhak menempati neraka. Inilah sunnatullah yang sudah berlaku dan akan berlaku sampai hari kiamat tiba. Untuk itu, jadilah orang yang cerdas dalam hidup ini yaitu orang yang  memiliki kesadaran tentang tahu diri, tahu aturan main dan tahu tujuan akhir yang diikuti dengan memiliki ilmu tentang musuh diri kita, dalam hal ini ahwa (hawa nafsu) yang dibelakangnya ada setan. Tanpa ini semuanya maka permainan kekhalifahan di muka bumi ini sulit untuk kita menangkan. Ayo siapkan waktu untuk belajar dan memahami Diinul Islam secara menyeluruh, bukan hanya sebatas syariatnya saja melainkan sampai dengan hakekatnya. Selamat menikmati kenikmatan bertuhankan kepada Allah SWT dan semoga kita semua mampu bertemu Allah SWT kelak di syurga. 

 

Sebagai Abd’ (hamba) yang sekaligus khalifah Allah SWT di muka bumi berarti diri kita adalah makhluk terhormat, jika sampai diri kita memperturutkan ahwa (hawa nafsu) demi mengejar keinginan tertentu melalui cara-cara yang tidak terhormat, seperti membuat syariat-syariat baru atau membuat ketentuan untuk kepentingan sesaat, berarti diri kita memang sudah tidak layak lagi menyandang status terhormat. Dan jika ini sudah terjadi atau kita sudah melakukannya berarti kita tidak akan pernah sampai ke tempat yang terhormat dengan cara yang terhormat, untuk bertemu dengan yang Maha Terhormat dalam suasana yang saling hormat menghormati, karena kita pulang kampungnya ke neraka jahannam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar