B. MENGETAHUI
CARA KERJA AHWA (HAWA NAFSU) MEMPENGARUHI DIRI MANUSIA.
Setelah diri kita mengetahui tentang sifat
sifat jasmani (insan) maka langkah berikutnya adalah kita harus mengetahui pula
pola kerja dari sifat sifat jasmani, atau cara kerja ahwa (hawa nafsu) di dalam
mempengaruhi diri manusia. Adanya
pengetahuan tentang hal ini maka kita akan mengetahui cara mengatasi dan
mengalahkan ahwa (hawa nafsu) secara bermartabat karena ahwa (hawa nafsu) tidak
bisa dibunuh/dihabisi total, atau tidak bisa dibuang habis dalam diri. Ahwa
(hawa nafsu) akan tetap ada dalam diri manusia sepanjang jasmani dengan ruh
belum dipisahkan melalui proses kematian.
Seperti kita telah ketahui bersama, bahwa
lingkungan sangat berpengaruh di dalam kehidupan manusia. Apabila lingkungan
bercirikan nilai nilai keburukan berarti nilai nilai keburukan yang ada di dalam
lingkungan bisa merubah diri kita dari yang baik bisa menjadi buruk dan bisa
juga dari yang buruk menjadi lebih buruk lagi. Hal yang samapun berlaku dengan
lingkungan yang bercirikan nilai nilai kebaikan. Lingkungan ini bisa merubah
orang yang berperilaku buruk menjadi baik dan juga bisa membuat orang baik
menjadi lebih baik lagi.
Saat ini, kita tidak bisa melepaskan diri dari
jasmani dikarenakan hidup harus terdiri dari jasmani dan ruh. Jika ini
kondisinya berarti sepanjang diri kita masih hidup maka kita tidak bisa keluar
dari lingkungan jasmani (lingkungan insan) dan juga lingkungan ruh (lingkungan
nass). Jika kita berada dan masuk serta terpengaruh di dalam lingkungan jasmani
maka kita sangat dikehendaki oleh syaitan namun dibenci oleh Allah SWT.
Demikian pula sebaliknya, jika kita berada dan masuk serta terpengaruh di dalam
lingkungan ruhani maka kita sangat dibenci oleh syaitan namun sesuai dengan
kehendak Allah SWT. Pilihan untuk menjadikan diri kita sesuai dengan kehendak
Allah SWT atau sesuai dengan kehendak syaitan ada pada diri kita masing masing.
Lingkungan kebaikan (nass) ataupun lingkungan
keburukan (insan) tidak akan pernah memberikan dampak kepada diri kita jika
kita sendiri tidak pernah meresponnya, atau kita tidak terpengaruh oleh
keberadaannya, atau kita tidak pernah memperturut- kannya. Jika kita mulai terpengaruh dengan nilai
nilai keburukan saat hidup, dari sinilah mulai timbul adanya nafsu untuk
berbuat sesuatu. Dan jika sampai keadaan ini terjadi maka nafsu ini menjadi
pintu masuk bagi syaitan untuk melaksanakan aksinya kepada diri kita. Sehingga
nafsu yang semula hanya berkekuatan kecil setelah dipengaruhi oleh syaitan
memiliki kekuatan besar di dalam mempengaruhi tingkah laku manusia. Lalu
berlakulah ketentuan di bawah ini, yaitu mempertuhankan ahwa (hawa nafsu),
sebagaimana firman Allah SWT berikut ini: “Maka pernahkah kamu melihat orang yang
menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan
ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan
tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk
sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil
pelajaran? (surat Al Jaatsiyah (45) ayat 23)”.
Setelah kita
mengetahui tentang sifat alamiah jasmani (insan) dan juga perbuatan dari
jasmani (ahwa/hawa nafsu), lalu kita harus mengetahui pula hubungan antara
sifat alamiah jasmani (insan) dengan perbuatan dari jasmani (ahwa)? Sifat-sifat
alamiah jasmani dan perbuatan jasmani keduanya tidak bisa dipisahkan begitu
saja, karena keduanya saling berhubungan erat dimana keduanya sangat tergantung
dari kemampuan dari jasmani itu sendiri. Apa maksudnya? Seperti telah kita ketahui bersama sifat-sifat
alamiah jasmani yang berasal dari sari pati tanah (alam), termasuk di dalamnya
perbuatan dari sifat-sifat alamiah jasmani (ahwa) di dalam mempengaruhi
perbuatan manusia sangat dipengaruhi oleh kemampuan dari jasmani itu sendiri,
yang disebut juga di dalam AlQuran sebagai Basyar.
Untuk itu perhatikanlah garam yang memiliki
sifat asin, dimana garam baru bisa mengasinkan apa-apa yang ada diliputinya
jika kemampuan garam melebihi kemampuan dari apa-apa yang diliputinya. Semakin
tinggi kemampuan garam maka semakin tinggi pula perbuatan garam di dalam
mengasinkan sesuatu, demikian pula sebaliknya. Hal yang samapun terjadi pada
sifat-sifat alamiah jasmani (insan) yang berasal dari alam di dalam
mempengaruhi perbuatan manusia (ahwa). Semakin tinggi kualitas sifat-sifat
alamiah jasmani (kualitas insan) maka semakin tinggi pula kualitas ahwa (hawa
nafsu) di dalam mempengaruhi perbuatan manusia, demikian pula sebaliknya.
Timbul pertanyaan, apa dasarnya? Jika kita
berbicara tentang kemampuan dari sifat-sifat alamiah jasmani yang asalnya dari
alam dan juga perbuatan dari sifat-sifat alamiah jasmani di dalam mempengaruhi
perbuatan manusia, maka hal ini tidak terlepas dari asal-usul dari jasmani itu
sendiri. Sekarang darimanakah asal usul dari jasmani manusia? Untuk itu
perhatikanlah firman-Nya berikut ini: “Maka hendaklah manusia itu memperhatikan
makanan-nya. (surat Abasa (80) ayat 24)”. Kemampuan alamiah jasmani manusia tidak
terlepas dari makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh manusia itu sendiri,
apakah sudah sesuai dengan kriteria yang sudah ditetapkan oleh Allah SWT dalam
hal ini halal lagi baik (thayyib) serta dibacakan Basmallah dan doa serta
mempertemukan sel telur dengan sperma sesuai dengan syariat, sebagaimana
dikemukakan dalam firman-Nya berikut ini: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal
lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti
langkah-langkah syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang
nyata bagimu. (surat Al Baqarah (2) ayat 168)”. Semakin kita memenuhi
syarat dan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT semakin baik pula
kemampuan jasmani. Demikian pula sebaliknya, semakin jelek kita memenuhi syarat
dan ketentuan yang telah ditetapkan semakin jelek pula kemampuan jasmani.
Kondisi ini sangat bertolak belakang dengan kondisi yang dikehendaki oleh
syaitan yaitu haram lagi syaiat (tidak sesuai dengan kecukupan gizi), tidak
dibacakan Basmallah dan doa serta mempertemukan sel telur dengan sperma tidak
sesuai dengan syariat.
Hal yang harus kita perhatikan adalah ketentuan
halal lagi baik (thayyib) serta dibacakan Basmallah dan doa sewaktu
mengkonsumsi makanan dan minuman serta mempertemukan sel telur dengan sperma
sesuai dengan syariat tidak bisa menghilangkan begitu saja sifat-sifat alamiah
jasmani (sifat insan) yang sesuai dengan koridor nilai-nilai keburukan yang
sangat dikehendaki oleh syaitan. Akan tetapi, kondisi di atas mampu mengurangi
kemampuan sifat-sifat alamiah jasmani (insan) di dalam mempengaruhi perbuatan
diri kita sehingga kemampuan ahwa (hawa nafsu) berkurang kualitasnya.
Sekarang coba kita bayangkan halal lagi baik
(thayyib) serta dibacakan Basamallah dan doa saja tidak mampu menghilangkan
sifat-sifat alamiah jasmani (sifat insan), sekarang bagaima-na jika makanan dan
minuman yang kita konsumsi, yang anak keturunan kita konsumsi, memenuhi konsep
haram lagi buruk (khabits)? Jawaban dari pertanyaan ini sudah pasti yaitu sifat
insan tetap utuh yang diikuti dengan kemampuan ahwa (hawa nafsu) yang sangat
besar. Allah SWT berfirman: “Allah hendak memberikan keringanan
kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah. (surat An Nissa (4) ayat 28)”.
Salah satu sifat jasmani adalah lemah (dhaif).
Adanya sifat lemah dalam jasmani menunjukkan jasmani memiliki keterbatasan
sehingga jasmani tidak mampu selamanya kuat dan juga akan mengalami penurunan
fungsi setelah mencapai titik optimalnya. Jika sekarang jasmani memiliki sifat
lemah (dhaif) berarti perbuatan jasmani (ahwa yang ada di dalam diri kita)
adalah melemahkan diri kita. Sedangkan kekuatan atau daya dari melemahkan diri
sangat tergantung dari tingkat keharaman makanan dan minuman yang kita
konsumsi. Semakin banyak dan semakin
tinggi tingkat keharamannya maka semakin kuat kemampuan sifat jasmani
mempengaruhi manusia karena dibalik yang haram haram ada syaitan yang
mencengkeram manusia melalui faktor keharaman.
Selanjutnya, jika sifat lemah mampu
mempengaruhi atau mampu mengalahkan sifat sifat ruh maka manusia dibuat malas
untuk beraktifitas, diam menunggu nasib, hanya berorientasi jangka pendek,
motivasi rendah, selalu bersikap pesimis, dan lain sebagainya yang pada
akhirnya manusia berada di dalam nilai nilai keburukan yang dikehendaki
syaitan. Kondisi ini sangat bertentangan dengan kehendak Allah SWT yang selalu
memerintahkan diri kita untuk selalu aktif berbuat kebaikan, berorientasi
jangka panjang, selalu memiliki motivasi untuk maju dan optimis. Dan jika
sampai diri kita mampu dipengaruhi oleh ahwa (hawa nafsu) malas yang memalaskan
berarti diri kita sendirilah yang memberikan kesempatan bagi syaitan untuk
melaksanakan aksinya kepada diri kita.
Hal yang samapun berlaku dengan sifat sifat
jasmani lainnya, seperti: sering berkeluh kesah dan kikir; loba,
tamak akan harta; selalu berburuk sangka kepada Allah; selalu berbuat maksiat;
selalu minta perlindungan kepada makhluk; suka membantah, menantang dan
membangkang; suka ingkar; suka berbuat dzalim dan tidak mensyukuri nikmat;
tergesa gesa tidak sabaran dan ingin cepat; dan lain sebagainya. Yang
pada intinya sifat sifat ini ada di dalam diri, namun sifat ini belum akan
mempengaruhi diri kita sepanjang diri kita sendiri tidak membangkitkan atau
tidak terpengaruh dengan sifat ini. Setelah sifat ini bangkit, atau mampu
mempengaruhi diri kita maka barulah syaitan mulai mengganggu diri kita agar kita
terpengaruh dengan sifat sifat jasmani ini, lalu terjadilah apa yang dinamakan
mempertuhankan ahwa (hawa nafsu).
Adanya keadaan yang kami kemukakan di atas
ini, memang sudah seharusnya kita harus
memperhatikan tingkat keharaman atau tingkat kehalalan dari segala apa yang
kita makan dan dari segala apa yang kita minum karena akan berdampak langsung
kepada kekuatan ahwa (hawa nafsu) yang akan mempengaruhi diri kita. Adanya tingkat keharaman atau adanya makanan
atau minuman yang terkontaminasi dengan yang haram akan menjadi pintu masuk
bagi syaitan untuk mengganggu dan menggoda serta mempengaruhi manusia melalui
sifat sifat jasmani. Sekarang tergantung diri kita sendiri mau makan dan
minum yang seperti apa, karena dampak dari kualitas insan dan kualitas ahwa (hawa
nafsu) yang ada pada diri kita, bukan orang lain yang menentukan melainkan kita
sendiri yang menentukan.
Selain daripada itu, masih ada hal lain yang
harus pula kita perhatikan yaitu sifat-sifat
alamiah jasmani yang berasal dari saripati tanah, termasuk di dalamnya
perbuatan dari sifat-sifat alamiah jasmani (ahwa) kesemuanya adalah
sunnatullah, atau sudah menjadi ketetapan Allah SWT yang wajib berlaku bagi
jasmani setiap manusia yang menjadi khalifah di muka bumi. Sehingga setiap
orang yang ada di muka bumi ini, tanpa terkecuali, siapapun orangnya, apapun
kedudukan-nya, apapun jabatannya, baik laki-laki ataupun perempuan, termasuk
Nabi Muhammad SAW juga memiliki sifat-sifat alamiah jasmani yang berasal dari
alam, juga memiliki ahwa dan juga memiliki kemampuan sifat insan dan ahwa (hawa
nafsu) seperti manusia-manusia lainnya yang ada di muka bumi, yang jadi
persoalan Nabi SAW tidak pernah terpengaruh oleh keberadaan sifat sifat alamiah
jasmani.
C. HUBUNGAN
ANTARA AHWA (HAWA NAFSU) DENGAN SYAITAN.
Perbuatan sifat
jasmani (ahwa) yang telah kami kemukakan di atas, bukanlah sesuatu yang
menakutkan, akan tetapi sunnatullah yang harus kita terima. Hal ini dikarenakan
melalui ahwa (hawa nafsu) yang didukung syaitan kita dapat menikmati apa yang
dinamakan syurga dan neraka, atau yang dapat menghantarkan diri kita menjadi
pemenang ataupun pecundang. Sebagai
khalifah di muka bumi, kita tidak boleh apriori dengan adanya sifat alamiah
jasmani yang paling disukai oleh syaitan. Hal ini dikarenakan jika keduanya
tidak ada (maksudnya ahwa dan syaitan tidak ada) maka hambarlah hidup yang kita
laksanakan, atau monotonlah kehidupan yang ada di muka bumi sehingga kita tidak
akan dapat merasa-kan menjadi pemenang
jika tidak ada musuh dalam suatu permainan.
Untuk itu perhatikanlah firman-Nya berikut ini:“Maka Kami berkata: “Hai Adam,
sesungguhnya ini (iblis) adalah musuh bagimu dan bagi istrimu, maka sekali-kali
janganlah sampai ia mengeluarkan kamu berdua dari surga yang menyebabkan kamu
menjadi celaka”. (surat Thaaha (20) ayat 117)”. Benar iblis/syaitan telah ditetapkan oleh Allah
SWT sebagai musuh yang nyata bagi manusia, termasuk musuh bagi diri kita.
Syaitan pada dasarnya tidak bisa melaksanakan aksinya secara langsung untuk
mengganggu, menggoda, merayu diri kita sepanjang diri kita tidak memberikan
kesempatan bagi syaitan untuk melaksanakan aksinya tersebut. Di lain sisi,
berdasarkan surat Al A’raf (7) ayat 17 berikut ini: “kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang
mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. dan Engkau tidak akan mendapati
kebanyakan mereka bersyukur (taat)”.Syaitan saat ini sudah berada di
depan diri kita, di belakang diri kita, di kiri diri kita dan di kanan diri
kita, sehingga diri kita selalu di dalam pantauan radar syaitan sehingga
syaitan akan selalu mengitari dan mengelilingi diri kita sebelum melaksanakan
aksinya. Lalu jika ada kesempatan ia akan melaksanakan aksinya.
Sekali
lagi kami ingatkan, syaitan walaupun sudah ada dihadapan (mengelilingi) diri
kita, depan, belakang, kanan, kiri, namun ia belum bisa melaksanakan aksinya
kepada diri kita sepanjang pintu masuk untuk melaksanakan aksinya tidak ada.
Salah satu pintu masuk yang harus kita waspadai adalah saat diri kita mulai
terpengaruh baik langsung ataupun tidak langsung dari adanya nilai nilai
kebaikan yang berasal dari ruhani ataupun dari nilai nilai keburukan yang
berasal dari jasmani. Jika kita terpengaruh dengan
nilai nilai kebaikan lalu berusaha untuk berbuat kebaikan maka syaitan mulai
melancarkan aksinya agar diri kita jangan sampai berbuat hal hal yang sesuai
dengan kehendak Allah SWT dan jika sampai kita melaksanakannya (maksudnya
syaitan tidak mampu mempengaruhi diri kita) maka langkah yang dilakukan oleh
syaitan berikutnya adalah merubah besaran kebaikan, atau merubah kualitas dari
niat seseorang dalam berbuat, atau mengaburkan keikhlasan di dalam berbuat
sehingga hasilnya akhirnya tidak maksimal. Lalu bagaimana jika nilai nilai
keburukan mulai mempengaruhi diri kita?
Jika kita mulai terpengaruh dengan nilai nilai
keburukan maka syaitan seperti diberikan bahan bakar yang sangat cepat lagi
hebat untuk melaksanakan aksinya kepada diri kita. Syaitan langsung menyuruh
kita untuk berbuat tanpa harus memikirkan akibatnya. Syaitan berupaya jangan
sampai hal yang sudah dihadapannya gagal dilaksanakan oleh manusia. Syaitan
akan berusaha terus dan terus mempengaruhi manusia untuk melaksanakan apa apa
yang berasal dari nilai nilai keburukan dan bahkan akan menunjukkan jalan
bagaimana hal itu bisa dilaksanakan oleh manusia yang sudah terpengaruh dengan
nafsunya.
Dan yang harus kita perhatikan adalah akhir
dari pekerjaan syaitan untuk menggoda dan mengganggu serta merayu manusia, ada
pada firman Allah SWT berikut ini: ”dan berkatalah syaitan tatkala perkara (hisab)
telah diselesaikan: "Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji
yang benar, dan akupun telah menjanjikan kepadamu tetapi aku menyalahinya.
sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekedar) aku
menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku, oleh sebab itu janganlah kamu
mencerca aku akan tetapi cercalah dirimu sendiri. aku sekali-kali tidak dapat
menolongmu dan kamupun sekali-kali tidak dapat menolongku. Sesungguhnya aku
tidak membenarkan perbuatanmu mempersekutukan aku (dengan Allah) sejak
dahulu.Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu mendapat siksaan yang pedih.
(surat Ibrahim (14) ayat 22)’.
Syaitan melakukan aksi lepas tangan dengan
segala perbuatannya kepada manusia, dengan mengatakan “janganlah kamu mencerca aku, akan tetapi cercalah dirimu sendiri.”
Inilah jawaban dan pernyataan resmi syaitan kepada manusia-manusia yang telah
terpengaruh oleh ahwa (hawa nafsu) nya, lalu apa yang bisa kita perbuat saat
hari berhisab kelak, selain menyesali diri sendiri!
Ingat, syaitan berbuat dan melaksanakan aksinya
sudah itu disetujui oleh Allah SWT sehingga kita wajib menerima syaitan sebagai
musuh abadi manusia. Jika tanpa ada syaitan maka tidak akan ada proses seleksi
secara adil dan fair tentang siapakah yang berhak menempati syurga secara adil
dan beradab dan siapakah yang berhak menempati neraka secara adil dan beradab.
Inilah sunnatullah yang sudah berlaku dan akan berlaku sampai hari kiamat tiba.
Untuk
itu jadilah orang yang cerdas dalam hidup ini yaitu orang yang memiliki kesadaran tentang tahu diri, tahu
aturan main dan tahu tujuan akhir yang diikuti dengan memiliki ilmu tentang
musuh diri kita, dalam hal ini ahwa (hawa nafsu) yang dibelakangnya ada
syaitan. Tanpa ini semuanya maka hidup
yang bermakna sebagai permainan di muka bumi ini sulit untuk kita menangkan.
Ayo siapkan waktu untuk belajar dan memahami Diinul Islam secara menyeluruh,
bukan hanya sebatas syariatnya saja melainkan sampai dengan hakekatnya. Selamat
menikmati kenikmatan bertuhankan kepada Allah SWT, wahai jiwa jiwa yang tenang
nan lapang lagi tenteram semoga kita semua mampu bertemu Allah SWT kelak di
syurga. Amiin.
Sebagai abd’
(hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya berarti diri kita adalah makhluk terhormat,
jika sampai diri kita memperturutkan ahwa (hawa nafsu) demi mengejar keinginan
tertentu melalui cara-cara yang tidak terhormat, seperti membuat
syariat-syariat baru atau membuat ketentuan untuk kepentingan sesaat, berarti
diri kita memang sudah tidak layak lagi menyandang status terhormat. Dan jika
ini sudah terjadi atau kita sudah melakukannya berarti kita tidak akan pernah
sampai ke tempat yang terhormat dengan cara yang terhormat, untuk bertemu
dengan yang Maha Terhormat dalam suasana yang saling hormat menghormati, karena
kita pulang kampungnya ke neraka jahannam.
Sebagai tambahan,
berikut ini akan kami kemukakan pengaruh buruk (destruktif) ahwa (hawa nafsu)
bagi umat manusia sebagaimana dikemukakan oleh “Muhammad Mahdi al Ashifi”
dalam bukunya “Mencerdaskan Hawa Nafsu” berikut ini:
1.
Hawa nafsu menutup
pintu pintu hati dari petunjuk Allah SWT. Pengaruh buruk dari mengikuti hawa nafsu akan menyebabkan
tertutupnya jendela jendela hati untuk menerima kehadiran Allah, Rasul-Nya,
tanda-tanda kebesaran-Nya, hujjah-hujjah-Nya dan bayyinah-bayyinah-Nya. Untuk
itu berhati hatilah dengan hawa nafsu karena hawa nafsu adalah sekutu kebutaan.
Jauhilah hawa nafsu karena akan mangajak diri kita kepada kebutaan, baik di
dunia maupun di akhirat kelak.
Sebagaimana termaktub dalam surat Al Jatsiyah (45) ayat 23 berikut ini: “Maka
pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan
Allah membiarkannya sesat dengan sepengetahuanNya, dan Allah telah mengunci
pendengaran dan hatinya serta meletakkan tutup atas penglihatannya? Maka siapakah
yang mampu memberinya petunjuk setelah Allah (membiarkannya sesat)? Mengapa
kamu tidak mengambil pelajaran?”.
2. Pengaruh buruk dari
mengikuti hawa nafsu dapat menyesatkan manusia dan menghalangi manusia dari
jalan Allah SWT,
sebagaimana termaktub dalam surat Maryam (19) ayat 59 berikut ini: “Kemudian
datanglah setelah mereka, pengganti pengganti yang mengabaikan shalat dan
mengikui keinginannya (memperturutkan hawa nafsunya) maka kelak mereka akan
tersesat.” Dan juga berdasarkan surat Shad (38) ayat 26 berikut ini: “Janganlah
engkau mengikuti hawa nafsu, karena akan menyesatkan engkau dari jalan Allah.
Sungguh, orang orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat,
karena mereka melupakan hari perhitungan.”
Selain dua buah
ketentuan di atas, ahwa (hawa nafsu) juga dapat diartikan: (a) sebagai penyakit; (b) sebagai awal nestapa manusia; (c) sebagai kendaraan fitnah; (d) sebagai kehancuran dan kebinasaan; (e) sebagai pangkal kemusnahan; (f) sebagai musuh manusia; dan (g) hawa nafsu juga akan mendisfungsikan akal.
Beginilah jadinya bila hawa nafsu telah berkuasa dengan sewenang wenang. Ia
akan menjadi kendaraan yang melumpuhkan segala daya dan kemampuan kemanusian
manusia. Sudahkah kita memahaminya!
Selain daripada itu
masih ada hal lain yang harus pula kita perhatikan yaitu sifat-sifat alamiah jasmani
yang berasal dari alam, termasuk di dalamnya perbuatan dari sifat-sifat alamiah
jasmani (ahwa/hawa nafsu) kesemuanya adalah sunnatullah atau sudah menjadi
ketetapan Allah SWT yang wajib berlaku bagi jasmani setiap manusia yang menjadi
abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi. Sehingga setiap
orang yang ada di muka bumi ini, tanpa terkecuali, siapapun orangnya, apapun
kedudukannya, apapun jabatannya, baik laki-laki ataupun perempuan, termasuk
Nabi Muhammad SAW, juga memiliki sifat-sifat alamiah jasmani yang berasal dari
alam, juga memiliki ahwa (hawa nafsu) dan juga memiliki kemampuan sifat insan
dan ahwa (hawa nafsu) seperti manusia-manusia lainnya yang ada di muka bumi. Apa dasarnya?
Jawabannya ada pada
surat Al Kahfi (18) ayat 110 yang kami kemukakan di berikut ini: “Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang
diwahyukan kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang
Esa". Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia
mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam
beribadat kepada Tuhannya". Adanya kondisi ini
menunjukkan kepada diri kita bahwa Basyar (manusia biasa) juga dapat diartikan
sebagai penampilan phisik seseorang, tampilan jasmani seseorang. Sekarang jika Nabi Muhammad SAW secara
tampilan phisik sama dengan penampilan diri kita, lalu Tuhan dari Nabi Muhammad
SAW dengan Tuhan diri kita juga sama, sama-sama Allah SWT.
Jamaah sekalian, segala perbuatan sifat jasmani (ahwa/hawa nafsu) yang telah kami kemukakan di atas, bukanlah sesuatu yang menakutkan, akan tetapi sunnatullah yang harus kita terima. Hal ini dikarenakan melalui ahwa (hawa nafsu) yang didukung oleh syaitan maka kita dapat menikmati apa yang dinamakan syurga dan neraka atau yang dapat menghantarkan diri kita menjadi pemenang ataupun pecundang. Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi, kita tidak boleh apriori dengan adanya sifat alamiah jasmani yang paling disukai oleh syaitan. Hal ini dikarenakan jika keduanya tidak ada (maksudnya ahwa dan syaitan tidak ada) maka hambarlah hidup yang kita laksanakan atau monotonlah kehidupan yang ada di muka bumi atau kita tidak akan dapat merasakan apa yang dinamakan dengan kemenangan jika tidak ada musuh dalam suatu permainan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar