Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Minggu, 12 Mei 2024

SIFAT, PERBUATAN DAN KEMAMPUAN JASMANI (PART 3 of 3)


B. MENGETAHUI CARA KERJA AHWA (HAWA NAFSU) MEMPENGARUHI DIRI MANUSIA.

 

Setelah diri kita mengetahui tentang sifat sifat jasmani (insan) maka langkah berikutnya adalah kita harus mengetahui pula pola kerja dari sifat sifat jasmani, atau cara kerja ahwa (hawa nafsu) di dalam mempengaruhi diri manusia. Adanya pengetahuan tentang hal ini maka kita akan mengetahui cara mengatasi dan mengalahkan ahwa (hawa nafsu) secara bermartabat karena ahwa (hawa nafsu) tidak bisa dibunuh/dihabisi total, atau tidak bisa dibuang habis dalam diri. Ahwa (hawa nafsu) akan tetap ada dalam diri manusia sepanjang jasmani dengan ruh belum dipisahkan melalui proses kematian.

 

Seperti kita telah ketahui bersama, bahwa lingkungan sangat berpengaruh di dalam kehidupan manusia. Apabila lingkungan bercirikan nilai nilai keburukan berarti nilai nilai keburukan yang ada di dalam lingkungan bisa merubah diri kita dari yang baik bisa menjadi buruk dan bisa juga dari yang buruk menjadi lebih buruk lagi. Hal yang samapun berlaku dengan lingkungan yang bercirikan nilai nilai kebaikan. Lingkungan ini bisa merubah orang yang berperilaku buruk menjadi baik dan juga bisa membuat orang baik menjadi lebih baik lagi.

 

Saat ini, kita tidak bisa melepaskan diri dari jasmani dikarenakan hidup harus terdiri dari jasmani dan ruh. Jika ini kondisinya berarti sepanjang diri kita masih hidup maka kita tidak bisa keluar dari lingkungan jasmani (lingkungan insan) dan juga lingkungan ruh (lingkungan nass). Jika kita berada dan masuk serta terpengaruh di dalam lingkungan jasmani maka kita sangat dikehendaki oleh syaitan namun dibenci oleh Allah SWT. Demikian pula sebaliknya, jika kita berada dan masuk serta terpengaruh di dalam lingkungan ruhani maka kita sangat dibenci oleh syaitan namun sesuai dengan kehendak Allah SWT. Pilihan untuk menjadikan diri kita sesuai dengan kehendak Allah SWT atau sesuai dengan kehendak syaitan ada pada diri kita masing masing.

 

Lingkungan kebaikan (nass) ataupun lingkungan keburukan (insan) tidak akan pernah memberikan dampak kepada diri kita jika kita sendiri tidak pernah meresponnya, atau kita tidak terpengaruh oleh keberadaannya, atau kita tidak pernah memperturut- kannya.  Jika kita mulai terpengaruh dengan nilai nilai keburukan saat hidup, dari sinilah mulai timbul adanya nafsu untuk berbuat sesuatu. Dan jika sampai keadaan ini terjadi maka nafsu ini menjadi pintu masuk bagi syaitan untuk melaksanakan aksinya kepada diri kita. Sehingga nafsu yang semula hanya berkekuatan kecil setelah dipengaruhi oleh syaitan memiliki kekuatan besar di dalam mempengaruhi tingkah laku manusia. Lalu berlakulah ketentuan di bawah ini, yaitu mempertuhankan ahwa (hawa nafsu), sebagaimana firman Allah SWT berikut ini: “Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran? (surat Al Jaatsiyah (45) ayat 23)”.

 

Setelah kita mengetahui tentang sifat alamiah jasmani (insan) dan juga perbuatan dari jasmani (ahwa/hawa nafsu), lalu kita harus mengetahui pula hubungan antara sifat alamiah jasmani (insan) dengan perbuatan dari jasmani (ahwa)? Sifat-sifat alamiah jasmani dan perbuatan jasmani keduanya tidak bisa dipisahkan begitu saja, karena keduanya saling berhubungan erat dimana keduanya sangat tergantung dari kemampuan dari jasmani itu sendiri. Apa maksudnya? Seperti telah kita ketahui bersama sifat-sifat alamiah jasmani yang berasal dari sari pati tanah (alam), termasuk di dalamnya perbuatan dari sifat-sifat alamiah jasmani (ahwa) di dalam mempengaruhi perbuatan manusia sangat dipengaruhi oleh kemampuan dari jasmani itu sendiri, yang disebut juga di dalam AlQuran sebagai Basyar.

 

Untuk itu perhatikanlah garam yang memiliki sifat asin, dimana garam baru bisa mengasinkan apa-apa yang ada diliputinya jika kemampuan garam melebihi kemampuan dari apa-apa yang diliputinya. Semakin tinggi kemampuan garam maka semakin tinggi pula perbuatan garam di dalam mengasinkan sesuatu, demikian pula sebaliknya. Hal yang samapun terjadi pada sifat-sifat alamiah jasmani (insan) yang berasal dari alam di dalam mempengaruhi perbuatan manusia (ahwa). Semakin tinggi kualitas sifat-sifat alamiah jasmani (kualitas insan) maka semakin tinggi pula kualitas ahwa (hawa nafsu) di dalam mempengaruhi perbuatan manusia, demikian pula sebaliknya.

 

Timbul pertanyaan, apa dasarnya? Jika kita berbicara tentang kemampuan dari sifat-sifat alamiah jasmani yang asalnya dari alam dan juga perbuatan dari sifat-sifat alamiah jasmani di dalam mempengaruhi perbuatan manusia, maka hal ini tidak terlepas dari asal-usul dari jasmani itu sendiri. Sekarang darimanakah asal usul dari jasmani manusia? Untuk itu perhatikanlah firman-Nya berikut ini: “Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanan-nya. (surat Abasa (80) ayat 24)”.  Kemampuan alamiah jasmani manusia tidak terlepas dari makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh manusia itu sendiri, apakah sudah sesuai dengan kriteria yang sudah ditetapkan oleh Allah SWT dalam hal ini halal lagi baik (thayyib) serta dibacakan Basmallah dan doa serta mempertemukan sel telur dengan sperma sesuai dengan syariat, sebagaimana dikemukakan dalam firman-Nya berikut ini: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu. (surat Al Baqarah (2) ayat 168)”. Semakin kita memenuhi syarat dan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT semakin baik pula kemampuan jasmani. Demikian pula sebaliknya, semakin jelek kita memenuhi syarat dan ketentuan yang telah ditetapkan semakin jelek pula kemampuan jasmani. Kondisi ini sangat bertolak belakang dengan kondisi yang dikehendaki oleh syaitan yaitu haram lagi syaiat (tidak sesuai dengan kecukupan gizi), tidak dibacakan Basmallah dan doa serta mempertemukan sel telur dengan sperma tidak sesuai dengan syariat.

 

Hal yang harus kita perhatikan adalah ketentuan halal lagi baik (thayyib) serta dibacakan Basmallah dan doa sewaktu mengkonsumsi makanan dan minuman serta mempertemukan sel telur dengan sperma sesuai dengan syariat tidak bisa menghilangkan begitu saja sifat-sifat alamiah jasmani (sifat insan) yang sesuai dengan koridor nilai-nilai keburukan yang sangat dikehendaki oleh syaitan. Akan tetapi, kondisi di atas mampu mengurangi kemampuan sifat-sifat alamiah jasmani (insan) di dalam mempengaruhi perbuatan diri kita sehingga kemampuan ahwa (hawa nafsu) berkurang kualitasnya.

 

Sekarang coba kita bayangkan halal lagi baik (thayyib) serta dibacakan Basamallah dan doa saja tidak mampu menghilangkan sifat-sifat alamiah jasmani (sifat insan), sekarang bagaima-na jika makanan dan minuman yang kita konsumsi, yang anak keturunan kita konsumsi, memenuhi konsep haram lagi buruk (khabits)? Jawaban dari pertanyaan ini sudah pasti yaitu sifat insan tetap utuh yang diikuti dengan kemampuan ahwa (hawa nafsu) yang sangat besar. Allah SWT berfirman: “Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah. (surat An Nissa (4) ayat 28)”.

 

Salah satu sifat jasmani adalah lemah (dhaif). Adanya sifat lemah dalam jasmani menunjukkan jasmani memiliki keterbatasan sehingga jasmani tidak mampu selamanya kuat dan juga akan mengalami penurunan fungsi setelah mencapai titik optimalnya. Jika sekarang jasmani memiliki sifat lemah (dhaif) berarti perbuatan jasmani (ahwa yang ada di dalam diri kita) adalah melemahkan diri kita. Sedangkan kekuatan atau daya dari melemahkan diri sangat tergantung dari tingkat keharaman makanan dan minuman yang kita konsumsi. Semakin banyak dan semakin tinggi tingkat keharamannya maka semakin kuat kemampuan sifat jasmani mempengaruhi manusia karena dibalik yang haram haram ada syaitan yang mencengkeram manusia melalui faktor keharaman.

 

Selanjutnya, jika sifat lemah mampu mempengaruhi atau mampu mengalahkan sifat sifat ruh maka manusia dibuat malas untuk beraktifitas, diam menunggu nasib, hanya berorientasi jangka pendek, motivasi rendah, selalu bersikap pesimis, dan lain sebagainya yang pada akhirnya manusia berada di dalam nilai nilai keburukan yang dikehendaki syaitan. Kondisi ini sangat bertentangan dengan kehendak Allah SWT yang selalu memerintahkan diri kita untuk selalu aktif berbuat kebaikan, berorientasi jangka panjang, selalu memiliki motivasi untuk maju dan optimis. Dan jika sampai diri kita mampu dipengaruhi oleh ahwa (hawa nafsu) malas yang memalaskan berarti diri kita sendirilah yang memberikan kesempatan bagi syaitan untuk melaksanakan aksinya kepada diri kita.

 

Hal yang samapun berlaku dengan sifat sifat jasmani lainnya, seperti: sering berkeluh kesah dan kikir; loba, tamak akan harta; selalu berburuk sangka kepada Allah; selalu berbuat maksiat; selalu minta perlindungan kepada makhluk; suka membantah, menantang dan membangkang; suka ingkar; suka berbuat dzalim dan tidak mensyukuri nikmat; tergesa gesa tidak sabaran dan ingin cepat; dan lain sebagainya. Yang pada intinya sifat sifat ini ada di dalam diri, namun sifat ini belum akan mempengaruhi diri kita sepanjang diri kita sendiri tidak membangkitkan atau tidak terpengaruh dengan sifat ini. Setelah sifat ini bangkit, atau mampu mempengaruhi diri kita maka barulah syaitan mulai mengganggu diri kita agar kita terpengaruh dengan sifat sifat jasmani ini, lalu terjadilah apa yang dinamakan mempertuhankan ahwa (hawa nafsu).

 

Adanya keadaan yang kami kemukakan di atas ini,  memang sudah seharusnya kita harus memperhatikan tingkat keharaman atau tingkat kehalalan dari segala apa yang kita makan dan dari segala apa yang kita minum karena akan berdampak langsung kepada kekuatan ahwa (hawa nafsu) yang akan mempengaruhi diri kita. Adanya tingkat keharaman atau adanya makanan atau minuman yang terkontaminasi dengan yang haram akan menjadi pintu masuk bagi syaitan untuk mengganggu dan menggoda serta mempengaruhi manusia melalui sifat sifat jasmani. Sekarang tergantung diri kita sendiri mau makan dan minum yang seperti apa, karena dampak dari kualitas insan dan kualitas ahwa (hawa nafsu) yang ada pada diri kita, bukan orang lain yang menentukan melainkan kita sendiri yang menentukan.

 

Selain daripada itu, masih ada hal lain yang harus pula kita perhatikan yaitu sifat-sifat alamiah jasmani yang berasal dari saripati tanah, termasuk di dalamnya perbuatan dari sifat-sifat alamiah jasmani (ahwa) kesemuanya adalah sunnatullah, atau sudah menjadi ketetapan Allah SWT yang wajib berlaku bagi jasmani setiap manusia yang menjadi khalifah di muka bumi. Sehingga setiap orang yang ada di muka bumi ini, tanpa terkecuali, siapapun orangnya, apapun kedudukan-nya, apapun jabatannya, baik laki-laki ataupun perempuan, termasuk Nabi Muhammad SAW juga memiliki sifat-sifat alamiah jasmani yang berasal dari alam, juga memiliki ahwa dan juga memiliki kemampuan sifat insan dan ahwa (hawa nafsu) seperti manusia-manusia lainnya yang ada di muka bumi, yang jadi persoalan Nabi SAW tidak pernah terpengaruh oleh keberadaan sifat sifat alamiah jasmani.

 

C.     HUBUNGAN ANTARA AHWA (HAWA NAFSU) DENGAN SYAITAN.

 

Perbuatan sifat jasmani (ahwa) yang telah kami kemukakan di atas, bukanlah sesuatu yang menakutkan, akan tetapi sunnatullah yang harus kita terima. Hal ini dikarenakan melalui ahwa (hawa nafsu) yang didukung syaitan kita dapat menikmati apa yang dinamakan syurga dan neraka, atau yang dapat menghantarkan diri kita menjadi pemenang ataupun pecundang. Sebagai khalifah di muka bumi, kita tidak boleh apriori dengan adanya sifat alamiah jasmani yang paling disukai oleh syaitan. Hal ini dikarenakan jika keduanya tidak ada (maksudnya ahwa dan syaitan tidak ada) maka hambarlah hidup yang kita laksanakan, atau monotonlah kehidupan yang ada di muka bumi sehingga kita tidak akan dapat merasa-kan menjadi pemenang  jika tidak ada musuh dalam suatu permainan.

 

Untuk itu perhatikanlah firman-Nya berikut ini:“Maka Kami berkata: “Hai Adam, sesungguhnya ini (iblis) adalah musuh bagimu dan bagi istrimu, maka sekali-kali janganlah sampai ia mengeluarkan kamu berdua dari surga yang menyebabkan kamu menjadi celaka”. (surat Thaaha (20) ayat 117)”. Benar iblis/syaitan telah ditetapkan oleh Allah SWT sebagai musuh yang nyata bagi manusia, termasuk musuh bagi diri kita. Syaitan pada dasarnya tidak bisa melaksanakan aksinya secara langsung untuk mengganggu, menggoda, merayu diri kita sepanjang diri kita tidak memberikan kesempatan bagi syaitan untuk melaksanakan aksinya tersebut. Di lain sisi, berdasarkan surat Al A’raf (7) ayat 17 berikut ini: “kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat)”.Syaitan saat ini sudah berada di depan diri kita, di belakang diri kita, di kiri diri kita dan di kanan diri kita, sehingga diri kita selalu di dalam pantauan radar syaitan sehingga syaitan akan selalu mengitari dan mengelilingi diri kita sebelum melaksanakan aksinya. Lalu jika ada kesempatan ia akan melaksanakan aksinya.

 

Sekali lagi kami ingatkan, syaitan walaupun sudah ada dihadapan (mengelilingi) diri kita, depan, belakang, kanan, kiri, namun ia belum bisa melaksanakan aksinya kepada diri kita sepanjang pintu masuk untuk melaksanakan aksinya tidak ada. Salah satu pintu masuk yang harus kita waspadai adalah saat diri kita mulai terpengaruh baik langsung ataupun tidak langsung dari adanya nilai nilai kebaikan yang berasal dari ruhani ataupun dari nilai nilai keburukan yang berasal dari jasmani. Jika kita terpengaruh dengan nilai nilai kebaikan lalu berusaha untuk berbuat kebaikan maka syaitan mulai melancarkan aksinya agar diri kita jangan sampai berbuat hal hal yang sesuai dengan kehendak Allah SWT dan jika sampai kita melaksanakannya (maksudnya syaitan tidak mampu mempengaruhi diri kita) maka langkah yang dilakukan oleh syaitan berikutnya adalah merubah besaran kebaikan, atau merubah kualitas dari niat seseorang dalam berbuat, atau mengaburkan keikhlasan di dalam berbuat sehingga hasilnya akhirnya tidak maksimal. Lalu bagaimana jika nilai nilai keburukan mulai mempengaruhi diri kita?

 

Jika kita mulai terpengaruh dengan nilai nilai keburukan maka syaitan seperti diberikan bahan bakar yang sangat cepat lagi hebat untuk melaksanakan aksinya kepada diri kita. Syaitan langsung menyuruh kita untuk berbuat tanpa harus memikirkan akibatnya. Syaitan berupaya jangan sampai hal yang sudah dihadapannya gagal dilaksanakan oleh manusia. Syaitan akan berusaha terus dan terus mempengaruhi manusia untuk melaksanakan apa apa yang berasal dari nilai nilai keburukan dan bahkan akan menunjukkan jalan bagaimana hal itu bisa dilaksanakan oleh manusia yang sudah terpengaruh dengan nafsunya.

 

Dan yang harus kita perhatikan adalah akhir dari pekerjaan syaitan untuk menggoda dan mengganggu serta merayu manusia, ada pada firman Allah SWT berikut ini: ”dan berkatalah syaitan tatkala perkara (hisab) telah diselesaikan: "Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar, dan akupun telah menjanjikan kepadamu tetapi aku menyalahinya. sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekedar) aku menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku, oleh sebab itu janganlah kamu mencerca aku akan tetapi cercalah dirimu sendiri. aku sekali-kali tidak dapat menolongmu dan kamupun sekali-kali tidak dapat menolongku. Sesungguhnya aku tidak membenarkan perbuatanmu mempersekutukan aku (dengan Allah) sejak dahulu.Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu mendapat siksaan yang pedih. (surat Ibrahim (14) ayat 22)’.

 

Syaitan melakukan aksi lepas tangan dengan segala perbuatannya kepada manusia, dengan mengatakan “janganlah kamu mencerca aku, akan tetapi cercalah dirimu sendiri.” Inilah jawaban dan pernyataan resmi syaitan kepada manusia-manusia yang telah terpengaruh oleh ahwa (hawa nafsu) nya, lalu apa yang bisa kita perbuat saat hari berhisab kelak, selain menyesali diri sendiri!

 

Ingat, syaitan berbuat dan melaksanakan aksinya sudah itu disetujui oleh Allah SWT sehingga kita wajib menerima syaitan sebagai musuh abadi manusia. Jika tanpa ada syaitan maka tidak akan ada proses seleksi secara adil dan fair tentang siapakah yang berhak menempati syurga secara adil dan beradab dan siapakah yang berhak menempati neraka secara adil dan beradab. Inilah sunnatullah yang sudah berlaku dan akan berlaku sampai hari kiamat tiba.

 

Untuk itu jadilah orang yang cerdas dalam hidup ini yaitu orang yang  memiliki kesadaran tentang tahu diri, tahu aturan main dan tahu tujuan akhir yang diikuti dengan memiliki ilmu tentang musuh diri kita, dalam hal ini ahwa (hawa nafsu) yang dibelakangnya ada syaitan. Tanpa ini semuanya maka hidup yang bermakna sebagai permainan di muka bumi ini sulit untuk kita menangkan. Ayo siapkan waktu untuk belajar dan memahami Diinul Islam secara menyeluruh, bukan hanya sebatas syariatnya saja melainkan sampai dengan hakekatnya. Selamat menikmati kenikmatan bertuhankan kepada Allah SWT, wahai jiwa jiwa yang tenang nan lapang lagi tenteram semoga kita semua mampu bertemu Allah SWT kelak di syurga. Amiin.

 

Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya berarti diri kita adalah makhluk terhormat, jika sampai diri kita memperturutkan ahwa (hawa nafsu) demi mengejar keinginan tertentu melalui cara-cara yang tidak terhormat, seperti membuat syariat-syariat baru atau membuat ketentuan untuk kepentingan sesaat, berarti diri kita memang sudah tidak layak lagi menyandang status terhormat. Dan jika ini sudah terjadi atau kita sudah melakukannya berarti kita tidak akan pernah sampai ke tempat yang terhormat dengan cara yang terhormat, untuk bertemu dengan yang Maha Terhormat dalam suasana yang saling hormat menghormati, karena kita pulang kampungnya ke neraka jahannam.

 

Sebagai tambahan, berikut ini akan kami kemukakan pengaruh buruk (destruktif) ahwa (hawa nafsu) bagi umat manusia sebagaimana dikemukakan oleh “Muhammad Mahdi al Ashifi” dalam bukunya “Mencerdaskan Hawa Nafsu” berikut ini:

 

1.       Hawa nafsu menutup pintu pintu hati dari petunjuk Allah SWT. Pengaruh buruk dari mengikuti hawa nafsu akan menyebabkan tertutupnya jendela jendela hati untuk menerima kehadiran Allah, Rasul-Nya, tanda-tanda kebesaran-Nya, hujjah-hujjah-Nya dan bayyinah-bayyinah-Nya. Untuk itu berhati hatilah dengan hawa nafsu karena hawa nafsu adalah sekutu kebutaan. Jauhilah hawa nafsu karena akan mangajak diri kita kepada kebutaan, baik di dunia maupun di akhirat kelak.  Sebagaimana termaktub dalam surat Al Jatsiyah (45) ayat 23 berikut ini: “Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat dengan sepengetahuanNya, dan Allah telah mengunci pendengaran dan hatinya serta meletakkan tutup atas penglihatannya? Maka siapakah yang mampu memberinya petunjuk setelah Allah (membiarkannya sesat)? Mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?”.

 

2.  Pengaruh buruk dari mengikuti hawa nafsu dapat menyesatkan manusia dan menghalangi manusia dari jalan Allah SWT, sebagaimana termaktub dalam surat Maryam (19) ayat 59 berikut ini: “Kemudian datanglah setelah mereka, pengganti pengganti yang mengabaikan shalat dan mengikui keinginannya (memperturutkan hawa nafsunya) maka kelak mereka akan tersesat.” Dan juga berdasarkan surat Shad (38) ayat 26 berikut ini: Janganlah engkau mengikuti hawa nafsu, karena akan menyesatkan engkau dari jalan Allah. Sungguh, orang orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.”

 

Selain dua buah ketentuan di atas, ahwa (hawa nafsu) juga dapat diartikan: (a) sebagai penyakit; (b) sebagai awal nestapa manusia; (c) sebagai kendaraan fitnah; (d) sebagai kehancuran dan kebinasaan; (e) sebagai pangkal kemusnahan; (f) sebagai musuh manusia; dan (g) hawa nafsu juga akan mendisfungsikan akal. Beginilah jadinya bila hawa nafsu telah berkuasa dengan sewenang wenang. Ia akan menjadi kendaraan yang melumpuhkan segala daya dan kemampuan kemanusian manusia. Sudahkah kita memahaminya!

 

Selain daripada itu masih ada hal lain yang harus pula kita perhatikan yaitu sifat-sifat alamiah jasmani yang berasal dari alam, termasuk di dalamnya perbuatan dari sifat-sifat alamiah jasmani (ahwa/hawa nafsu) kesemuanya adalah sunnatullah atau sudah menjadi ketetapan Allah SWT yang wajib berlaku bagi jasmani setiap manusia yang menjadi abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi. Sehingga setiap orang yang ada di muka bumi ini, tanpa terkecuali, siapapun orangnya, apapun kedudukannya, apapun jabatannya, baik laki-laki ataupun perempuan, termasuk Nabi Muhammad SAW, juga memiliki sifat-sifat alamiah jasmani yang berasal dari alam, juga memiliki ahwa (hawa nafsu) dan juga memiliki kemampuan sifat insan dan ahwa (hawa nafsu) seperti manusia-manusia lainnya yang ada di muka bumi._nkan laki-laki ataupun perempukan,  Apa dasarnya?

 

Jawabannya ada pada surat Al Kahfi (18) ayat 110 yang kami kemukakan di berikut ini: “Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya".unuhi konsep Haram dan Syaiat.uhi perbuatan diri tidak begitu hebat dibandingkan jika makana Adanya kondisi ini menunjukkan kepada diri kita bahwa Basyar (manusia biasa) juga dapat diartikan sebagai penampilan phisik seseorang, tampilan jasmani seseorang._nkan laki-laki ataupun perempukan,  Sekarang jika Nabi Muhammad SAW secara tampilan phisik sama dengan penampilan diri kita, lalu Tuhan dari Nabi Muhammad SAW dengan Tuhan diri kita juga sama, sama-sama Allah SWT.


Jamaah sekalian, segala perbuatan sifat jasmani (ahwa/hawa nafsu) yang telah kami kemukakan di atas, bukanlah sesuatu yang menakutkan, akan tetapi sunnatullah yang harus kita terima. Hal ini dikarenakan melalui ahwa (hawa nafsu) yang didukung oleh syaitan maka kita dapat menikmati apa yang dinamakan syurga dan neraka atau yang dapat menghantarkan diri kita menjadi pemenang ataupun pecundang. Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi, kita tidak boleh apriori dengan adanya sifat alamiah jasmani yang paling disukai oleh syaitan. Hal ini dikarenakan jika keduanya tidak ada (maksudnya ahwa dan syaitan tidak ada) maka hambarlah hidup yang kita laksanakan atau monotonlah kehidupan yang ada di muka bumi atau kita tidak akan dapat merasakan apa yang dinamakan dengan kemenangan jika tidak ada musuh dalam suatu permainan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar