Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Sabtu, 11 Mei 2024

JASMANI DAN CATATAN DI DALAM RAHIM SEORANG IBU (PART 3 of 7)

 

B.      CATATAN TENTANG REZEKI.

 

Catatan Rezeki adalah catatan kedua yang dibuat oleh malaikat atas perintah Allah SWT dari janin yang berusia 120 (seratus dua puluh) hari di dalam rahim seorang ibu. Sama dengan catatan amal, catatan rezeki yang dibuat oleh malaikat bukanlah catatan tentang rezeki manusia dan bukan pula catatan tentang rezeki ruh. Hal ini disebabkan pada saat catatan rezeki dibuat oleh malaikat, ruh belum ditiupkan sehingga kriteria sebagai manusia belum terpenuhi. Adanya kondisi ini berarti catatan rezeki yang dibuat oleh malaikat atas perintah Allah SWT adalah catatan rezeki atas kondisi awal jasmani manusia atau catatan rezeki atas kondisi awal bangunan jasmani yang tidak dipisahkan dengan pemenuhan syarat dan ketentuan makan dan minum yang dilakukan oleh orang tua (dalam hal ini yang berhubungan dengan kualitas sperma dan sel telur serta cara mempertemukannya).

 

Semakin baik pemenuhan syarat dan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT, akan semakin baik pula rezeki dari bangunan awal dari jasmani. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah kualitas pemenuhan syarat dan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT, akan semakin rendah pula rezeki dari bangunan awal jasmani.

 

Sekarang apa yang dimaksud dengan rezeki itu? Rezeki dapat didefinisikan sebagai berikut : (1) Apa-apa yang telah habis dimakan; (2) Apa-apa yang telah habis dipakai; (3) Apa-apa yang telah habis diinfaqkan. Jika sekarang Malaikat telah memiliki catatan tentang rezeki  atas kondisi awal jasmani, timbul pertanyaan pengertian rezeki yang manakah yang dicatat oleh malaikat? Pengertian rezeki yang paling cocok dan yang paling sesuai dengan catatan tentang rezeki yang telah dicatat oleh Malaikat adalah “Apa-apa yang telah habis dimakan dan Apa-apa yang telah habis dipakai” sedangkan pengertian rezeki yaitu "Apa-apa yang telah habis diinfaqkan" tidak sesuai dengan keadaan pada waktu Malaikat mencatat kondisi janin. Sedangkan pengertian rezeki yang cocok dengan “Apa-apa yang telah habis diinfaqkan” merupakan pengertian rezeki untuk manusia atau rezeki setelah bersatunya jasmani dengan ruhani.

 

Sekarang, atas dasar apakah kami mengatakan itu semua? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita harus kembali dahulu kepada janin yang ada di dalam rahim ibu dimana janin itu pada dasarnya adalah “Apa-apa yang telah habis dimakan dan Apa-apa yang telah habis dipakai” oleh seorang bapak dan seorang ibu sebagai penghasil sperma dan penghasil sel telur. Adanya kondisi ini dapat dikatakan bahwa sperma dan sel telur yang merupakan cikal bakal dari janin merupakan rezeki dari seorang bapak dan rezeki dari seorang ibu berdasarkan pengertian yang telah kami kemukakan di atas. Selanjutnya Allah SWT mengemukakan bahwa akan memberi rezeki yang baik-baik kepada  setiap anak atau kepada setiap manusia, termasuk juga kepada kedua orang tua dari anak yang dilahirkan. Sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Israa’ (17) ayat 30-31 berikut ini: “Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya; sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Melihat akan hamba-hambanyaNya. Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.” dan juga berdasarkan surat An Nahl (16) ayat 72 yang kami kemukakan berikut ini: “Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah? (surat An Nahl (16) ayat 72).”

 

Adanya penegasan ini maka setiap anak atau manusia pasti mempunyai rezeki dari Allah SWT tanpa terkecuali. Rezeki yang seperti apakah yang Allah SWT akan berikan kepada setiap anak atau kepada setiap manusia? Jika kita kembali kepada pengertian rezeki yang kami kemukakan di atas maka rezeki yang akan Allah SWT berikan adalah rezeki yang berhubungan dengan “Apa-apa yang telah habis di makan dan Apa-apa yang telah habis dipakai” sedangkan untuk “Apa-apa yang telah habis di-infaqkan” tidak diberikan oleh Allah SWT kepada manusia.

 

Adanya jaminan dari Allah SWT kepada setiap anak atau kepada setiap manusia untuk diberikan rezeki dalam bentuk “Apa-apa yang telah habis di makan dan Apa-apa yang telah habis dipakai” ini menandakan bahwa Allah SWT memberikan jaminan kepada setiap anak atau kepada setiap manusia untuk mendapatkan kebutuhan minimal dalam rangka tumbuh dan kembang apakah melalui makanan dan minuman atau melalui benda-bnda ciptaan Allah SWT lainnya (seperti udara, air, hewan, tumbuhan dan lain sebagainya) yang telah dipergunakan oleh anak atau manusia.

 

Adanya kondisi ini dapat dikatakan bahwa Allah SWT telah memberikan kepastian akan tumbuh dan kembang jasmani setiap anak, atau setiap manusia selama jasmani belum berpisah dengan ruhani. Timbul pertanyaan untuk apa Allah SWT memberikan jaminan rezeki kepada setiap anak atau kepada setiap manusia?  Allah SWT memberikan jaminan rezeki kepada setiap anak atau kepada setiap manusia dalam rangka mensukseskan rencana besar penghambaan dan juga kekhalifahan itu sendiri yaitu menjadikan manusia sukses menjadi abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di muka bumi.

 

Dan jika sekarang manusia telah direncanakan oleh Allah SWT menjadi abd’ (hamba) yang juga khalifah di muka bumi yang tidak lain perpanjangan tangan Allah SWT di muka bumi, maka untuk mensukseskan rencana tersebut setiap manusia diberikan jaminan rezeki dari Allah SWT sehingga dengan adanya jaminan tersebut akan memudahkan manusia menjadi abd’ (hamba)-Nya  yang juga khalifah-Nya di muka bumi. Sekarang jika Allah SWT telah memberikan jaminan atau garansi atas rezeki kepada setiap anak atau kepada setiap manusia percayakah kita kepada jaminan Allah SWT tersebut? Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga perpanjangan tangan Allah SWT kita wajib mempercayai akan adanya jaminan rezeki dari  Allah SWT.

 

Lalu bagaimana dengan pengertian rezeki yang didefinisikan sebagai “apa-apa yang telah habis diinfaqkan”? Perngertian rezeki ini tidak sesuai dengan catatan rezeki yang telah dibuat oleh malaikat pada waktu janin berusia 120 (seratus dua puluh) hari, akan tetapi definisi ini sangat cocok untuk manusia yang telah berusia remaja (akil baligh) ke atas. Hal ini dimungkinkan sebab setelah usia remaja (akil baligh) keatas maka manusia tersebut telah mempunyai kesadaran untuk berbagi atas rezeki yang telah didapatnya. Apalagi Allah SWT melalui Nabi Muhammad SAW telah menyatakan dengan tegas bahwa tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah serta adanya kewajiban untuk membayar zakat. Adanya definisi Rezeki yaitu”apa-apa yang telah habis diinfaqkan” berarti kita diperintahkan oleh Allah SWT untuk saling berbagi kepada sesama umat manusia.

 

Untuk apakah rezeki didefinisikan dengan “apa-apa yang telah habis diinfaqkan” sedangkan kondisi awal jasmani telah mempunyai rezeki yang pasti? Rezeki didefinisikan dengan “apa-apa yang telah habis diinfaqkan” sangat berhubungan erat dengan komponen manusia yang berasal dari Allah SWT dalam hal ini adalah ruh. Untuk apa ruh memerlukan rezeki sedangkan rezeki atas jasmani telah dijamin oleh Allah SWT? Allah SWT hanya memberikan jaminan atas rezeki jasmani, akan tetapi Allah SWT tidak memberikan jaminan atau garansi  atas rezeki ruh. Hal ini disebabkan rezeki ruh merupakan tanggung jawab pribadi masing-masing.

 

Adanya rezeki yang diberikan kepada ruh oleh pribadi masing-masing merupakan salah satu bentuk pemeliharaan, perawatan dan pembinaan serta peningkatan kualitas atas ruh sehingga kemampuan ruh tetap berada di dalam koridor kefitrahan yang Allah SWT kehendaki. Semakin banyak rezeki yang diberikan kepada ruh maka Allah SWT akan meluaskan rezeki bagi siapa yang di kehendakinya, demikian pula sebaliknya semakin sedikit rezeki yang diberikan kepada ruh maka Allah SWT akan menyempitkan rezeki bagi siapa yang di kehendakinya pula, sebagaimana firman-Nya berikut ini: Kepunyaan-Nyalah perbendaharaan langit dan bumi; Dia melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendakiNya dan menyempitkan(nya). Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. (surat Asy Syuura (42) ayat 12).” Allah SWT juga berfirman sebagaimana berikut ini: “Allah meluaskan rezeki dan menyempitkannya bagi siapa yang Dia kehendaki. Mereka bergembira dengan kehidupan di dunia, padahal kehidupan dunia itu (dibanding dengan) kehidupan akhirat, hanyalah kesenangan (yang sedikit). (surat Ar Ra’d (13) ayat 26)

 

Rezeki yang diberikan kepada ruh pada dasarnya adalah pelaksanaan dari perintah Allah SWT untuk selalu berbagi kepada sesama umat manusia sehingga akan menjadi bekal bagi manusia untuk pulang kampung apakah pulang ke neraka ataupun pulang ke syurga. Jika “Kampung Kesengsaraan dan Kebinasaan” yang kita pilih maka berilah rezeki kepada ruh dengan cara pelit bin bakhil yang sesuai dengan kehendak ahwa (hawa nafsu) dan syaitan dan jika “Kampung Kebahagiaan” yang kita pilih maka berilah rezeki kepada ruh sebanyak-banyaknya dengan cara yang di-ridhai Allah SWT yang dilandasi dengan niat yang ikhlas. Pilihan sekarang ada pada kita sendiri.

 

Sekarang setelah menjadi abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di muka bumi, sudahkah kita mencari rezeki dalam rangka memenuhi kebutuhan jasmani dan kebutuhan ruh yang sesuai dengan aturan main Allah SWT? Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di muka bumi, maka kita tidak diperkenankan untuk mencari rezeki melalui cara-cara yang tidak sesuai dengan kehendak Allah SWT yang juga Maha Pemberi Rezeki, sebagaimana dikemukakan dalam surat An Nuur (24) ayat 37-38 berikut ini: “laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.(Mereka mengerjakan yang demikian itu) supaya Allah memberikan Balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan, dan supaya Allah menambah karunia-Nya kepada mereka. dan Allah memberi rezki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas. (surat An Nuur (24) ayat 37-38)

 

Allah SWT akan memberikan kepada diri kita tambahan karunia dan kemudahan untuk mendapatkan dan memperoleh rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas, sepanjang kita melaksanakan dan menjalankan Diinul Islam yang sesuai dengan Kehendak Allah SWT seperti mendirikan shalat, membayarkan zakat, beriman kepada hari akhir dst. Selanjutnya rezeki yang seperti apakah yang akan diberikan oleh Allah SWT kepada umatnya yang menjalankan Diinul Islam yang sesuai dengan kehendak-Nya?

 

Jawabannya ada pada hadits berikut ini: Menurut Hadits Qudsi: Allah SWT berfirman kepada para Malaikat yang diserahi urusan rezeki bani Adam: "Hamba manapun yang kamu dapati yang cita-citanya hanya satu (yaitu semata-mata untuk akhirat), jaminlah rezekinya di langit dan di bumi. Dan hamba manapun yang kamu dapati mencari rezekinya dengan jujur karena berhati-hati mencari keadilan, berilah dia rezeki yang baik, dan mudahkanlah baginya. Dan jika ia telah melampaui batas kepada selain itu, biarkanlah dia sendiri mengusahakan apa yang dikehendakinya. Kemudian dia tidak akan mencapai lebih dari apa yang Aku tetapkan untuknya. (Hadits Qudsi Riwayat Abu Naim dari Abu Hurairah r.a)

 

Selain pengertian rezeki yang telah kami kemukakan di atas, Allah SWT masih mempunyai pengertian lain dari rezeki yaitu apa yang dinamakan dengan “Rezeki Materiil dan Rezeki Immateriil”. Apakah yang dimaksud dengan “Rezeki Materiil dan Rezeki Immateriil” itu menurut Allah SWT? “Rezeki Materiil” adalah Rezeki yang dapat dihitung atau dapat dikalkulasi dalam bentuk mata uang ataupun dalam bentuk sesuatu yang mempunyai nilai tertentu seperti emas atau perak, yang dapat dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan ruh atau dapat dibelanjakan untuk kepentingan jasmani dan ruh. Sekarang apakah yang dimaksud dengan “Rezeki Immateriil” itu? “Rezeki Immateriil” adalah rezeki yang khusus diberikan oleh Allah SWT kepada hamba-Nya yang sukses melaksanakan dan menjalankan Diinul Islam dalam bentuk atau dalam rupa yang tidak dapat dikalkulasi dalam mata uang tertentu, namun mempunyai nilai yang sangat tinggi dibandingkan dengan uang, emas ataupun perak.

 

Lalu seperti apakah “Rezeki Immateriil” yang akan diberikan Allah SWT kepada hamba-Nya yang telah sukses menjalankan  Diinul Islam secara kaffah itu: (1) Diberikannya kesehatan yang prima kepada diri kita termasuk kepada anak dan keturunan kita; (2) Diberikannya kemudahan dan pemahaman yang lebih atas apa-apa yang kita pelajari atau dimudahkannya kita mendapatkan atau memperoleh ilmu yang berasal dari Allah SWT melalui firasat, ilham maupun maunah; (3) Dianugerahkannya kepada kita keluaga, anak dan keturunan yang baik, pintar, berbakti, shaleh dan shalehah; (4) Diberikannya umur panjang (bukan usia panjang) dikarenakan amal dan perbuatan baik yang pernah kita lakukan; (5) Diberikannya kepada kita keluarga Sakinah yang penuh rasa sayang di antara sesama anggota keluarga; (6) Selalu diberikan kemudahan dan perlindungan di dalam setiap melakukan aktivitas; (7) Terhindarnya diri kita dari prasangka buruk, tipu daya, niat jahat, niat busuk  maupun fitnah; (8) Diberikannya kalam atau ucapan sebagai sebuah kelebihan dan dengan kelebihan itu memudahkan kita melakukan sebuah aktivitas. Selanjutnya, coba kita bandingkan antara “Rezeki Immateriil” yang berasal dari Allah SWT dengan apa yang dapat kita peroleh melalui “Rezeki Materiil”, yang akan kami kemukakan di bawah ini: 

 

WHAT MONEY CAN BUY (MONEY IS NOT EVERYTHING)

A Bed but not Sleep; Books but not Brains; Food but not Appetite; Finery but not Beauty;A House but not Home; Medicine but not Health;Luxuries but not Culture; Amusement but not Happiness;Religion but not Salvation.A Clock but not Time; Position but not Resfect

 

Timbul pertanyaan, rezeki yang manakah yang akan kita cari dalam kehidupan dunia ini atau saat kita menjadi abd’ (hamba) yang juga khalifah di muka bumi, yaitu apakah rezeki yang berbentuk Materiil saja yang kita cari, atau apakah rezeki yang berbentuk immateriil saja yang kita cari. Jika kita selalu berupaya mencari rezeki yang berbentuk materiil saja, maka hasilnya belum tentu menghasilkan atau menjadikan diri kita memperoleh rezeki dalam bentuk immateriil (maksudnya adalah dimudahkan dan dimurahkan oleh Allah SWT untuk mendapatkan “Rezeki Immateriil”).

 

Hal yang harus kita perhatikan adalah saat diri kita mencari “Rezeki Materiil” semata maka ahwa (hawa nafsu) dan juga syaitan akan turut mempengaruhi diri kita. Sehingga apabila  sampai syaitan ataupun ahwa (hawa nafsu) ataupun kedua-duanya yaitu syaitan dan ahwa (hawa nafsu) mempengaruhi manusia di dalam mencari “Rezeki Materiil” maka Allah SWT akan lepas tangan dengan apa yang kita perbuat di dalam mencari “Rezeki Materiil”.

 

Untuk itu lihatlah orang yang mencari “Rezeki Materiil” yang telah dipengaruhi oleh ahwa (hawa nafsu) dan juga syaitan, biasanya orang tersebut sering dan suka menghalalkan segala cara yang penting uang, yang penting jabatan, yang penting kedudukan didapat serta  ia akan susah mengeluarkan Hak Allah SWT yang melekat di dalam Rezeki yang diperolehnya atau “Rezeki Materiil” yang diperolehnya hanya untuk kepentingan ia sendiri atau kelompoknya saja tanpa mau menghiraukan hak hak orang lain. Akan tetapi jika kita berupaya untuk selalu mencari rezeki dalam bentuk Immateriil maka kita akan memperoleh dan memperoleh rezeki dalam bentuk Materiil dengan beberapa kemungkinan, yaitu:

 

a. Kemungkinan pertama, rezeki yang kita dapatkan dalam bentuk materiil jumlahnya kecil namun dapat mencukupi segala kebutuhan hidup, atau kecil rezeki materiilnya namun keberkahan dapat kita peroleh.

b.   Kemungkinan kedua, rezeki yang kita dapatkan dalam bentuk materiil jumlah-nya besar dan bertambah dari waktu ke waktu atau Besar dan juga membawa keberkahan.

c.   Kemungkinan ketiga, orang yang memperoleh rezeki dalam bentuk immateriil pasti memperoleh rezeki dalam bentuk materiil.  

 

Untuk itu lihatlah orang yang telah memperoleh rezeki immateriil yang dibelakangnya ada Allah SWT, maka : (1) orang tersebut  akan mudah memberikan atau mudah berbagi Rezeki yang diperolehnya kepada sesama, atau (2) menjadikan orang tersebut menjadi orang yang dermawan, atau; (3) orang yang mudah mengeluarkan Hak Allah SWT yang melekat di dalam Rezeki Materiil yang diperolehnya melalui Zakat, Infaq, Shadaqah maupun Jariah atau melalui fasilitas Bank Ilahiah.

 

Selanjutnya jika kita mampu melakukan tiga hal di atas ini maka  kita dapat mengumpulkan rezeki bagi ruh sebagai bekal untuk pulang kampung ke syurga. Kitapun dapat membiayai rezeki bagi jasmani kita sendiri, anak dan istri kita. Selain daripada itu, jangan sampai diri kita memberikan rezeki kepada iblis/syaitan akibat ulah diri kita sendiri yang tidak mau membacakan “Basmallah” saat diri kita makan atau minum, sebagaimana hadits berikut ini: “Ibnu Abbas ra. berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta'ala berfirman: Berkata Iblis: Ya, Tuhan; Semua makhluk-Mu telah engkau tentukan rezekinya, maka manakah rezekiku. Allah berfirman: Rezekimu adalah makanan yang tidak disebut nama-Ku padanya. (Hadits Qudsi Riwayat Abussyekkh, 272:259)

 

Sekarang pilihan untuk mencari rezeki ada pada tangan kita sendiri, Allah SWT hanya menunjukkan jalan. Allah SWT hanya menentukan batasan halal dan haram. Allah SWT hanya menunjukkan hasil akhir yang dapat kita peroleh dari  upaya mencari rezeki sebab di lain sisi kitapun harus waspada dengan iblis/syaitan sebab ia juga mengincar dan meng-inginkan rezeki yang kita peroleh termasuk di dalamnya iblis/syaitan akan mempengaruhi kita di dalam cara-cara memperoleh rezeki dan juga ahwa (hawa nafsu) yang mempunyai sifat kikir, bakhil, pelit yang selalu menyuruh manusia hanya mementingkan diri sendiri. Untuk itu tidak ada cara lain yang paling baik selain berpedoman kepada Diinul Islam saat mencari rezeki sebab Allah SWT akan memudahkan dan melapangkan manusia mencari rezeki baik yang berbentuk Materiil maupun Immateriil saat hidup di muka bumi.

  

C.     CATATAN TENTANG AJAL.

 

Catatan ajal adalah catatan ke tiga yang dibuat oleh malaikat atas perintah Allah SWT dari janin yang berusia 120 (seratus dua puluh) hari di dalam rahim seorang ibu. Sama dengan catatan amal, catatan ajal yang dibuat oleh malaikat bukanlah catatan tentang ajal manusia dan bukan pula catatan tentang ajal ruh. Hal ini disebabkan pada saat catatan ajal  dibuat oleh malaikat, ruh belum ditiupkan sehingga kriteria sebagai manusia belum terpenuhi dan juga dikarenakan ruh itu sendiri tidak memiliki ajal. Adanya kondisi ini berarti catatan ajal yang dibuat oleh malaikat atas perintah Allah SWT adalah catatan ajal  atas kondisi awal jasmani manusia atau catatan ajal atas kondisi awal bangunan jasmani sebelum dipersatukan dengan ruh.

 

Sekarang seperti apakah catatan ajal atas kondisi awal jasmani yang dicatat oleh malaikat? Untuk menjawab pertanyaan ini, mari kita kembali lagi kepada cerita kue yang enak dan lezat yang kita buat. Dimana kue yang enak dan lezat tidak bisa selamanya enak dan lezat karena kue memiliki masa kadaluarsa. Panjang dan pendeknya masa kadaluarsa kue sangat berhubungan erat dengan mutu dari bahan baku kue, ukuran atau takaran dari bahan baku (sesuai dengan adonan kue), serta proses pembuatan kue. Semakin baik kita memenuhi syarat dan ketentuan membuat kue maka semakin baik pula mutu kue sehingga akan menentukan masa kadaluarsa kue. Hal yang harus kita perhatikan adalah setelah masa kadaluarsa maka kue yang enak dan lezat sudah tidak bisa dikatakan sebagai kue lagi, melainkan telah menjadi makanan basi. Selanjutnya jika ini adalah kondisi kue, sekarang bagaimana dengan kondisi jasmani manusia?

 

Kondisi jasmani manusia juga sangat dipengaruhi oleh kondisi makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh orang tua kita. Semakin baik orang tua mampu memenuhi syarat dan ketentuan “halal lagi baik (thayyib)” serta dibacakan basmallah dan doa dan juga saat mempertemukan sperma dan ovum juga dengan doa maka semakin baik pula kondisi dan keadaan jasmani (maksudnya semakin baik kualitas jasmani) yang pada akhirnya akan mempengaruhi masa berlaku atau kekuatan dari jasmani itu sendiri. Demikian pula sebaliknya.

 

Kondisi ini bisa kita lihat pada anggota tubuh kita, katakan mata. Mata yang sehat sangat membutuhkan vitamin A namun saat masih dalam kandungan seorang ibu terjadi kekurangan vitamin A, maka mata akan mengalami penurunan kualitas apabila tidak segera dikoreksi melalui penambahan vitamin A. Demikian pula tulang yang sangat membu-tuhkan calcium sehingga jika terjadi kekurangan calcium akan mempengaruhi kekuatan tulang manusia. Dan seterusnya untuk anggota tubuh kita yang lainnya.

 

Sekarang malaikat telah mencatat catatan tentang ajal dari jasmani, lalu adakah hubungan antara catatan ajal jasmani ini dengan ajal atau datangnya kematian bagi manusia? Catatan ajal dari jasmani tidak berhubungan langsung dengan ajal atau datangnya kematian bagi manusia. Ajal jasmani merupakan suatu catatan tentang kondisi dasar janin yang berhubungan dengan tingkat pemenuhan kadar kadar vitamin dan mineral yang dibutuhkan oleh komponen-kompenen jasmani. Jika kadar vitamin dan mineral yang dibutuhkan oleh komponen-komponen jasmani, seperti mata, tulang, dan lainnya maka semakin baik fungsi kompenen-kompenen jasmani.

 

Sedangkan ajal manusia atau datangnya kematian kepada manusia bukan berhubungan dengan catatan ajal dari jasmani, melainkan berhubungan dengan saat berpisahnya antara ruh dengan jasmani, dimana kondisi berpisahnya antara jasmani dan ruh hanya Allah SWT sajalah yang tahu dan hanya Allah SWT sajalah yang menetapkan berapa lama kita bisa hidup di dunia ini. Jika telah sampai ajal (kematian) maka berakhirlah usia seseorang atau terjadilah apa yang dinamakan dengan kematian yang dilanjutkan jasmani kembali ke tanah dan ruh kembali ke asalnya yaitu Allah SWT dan untuk sementara waktu ruh akan ditempatkan di “Alam Barzah”.

 

Lalu apakah pengertian yang sesungguhnya dari ajal itu sendiri dan bagaimana pula dengan ketentuan ajal manusia?

 

1. Ajal Artinya Waktu Untuk Aktivitas. Allah SWT telah menetapkan bahwa beredarnya bumi, bulan mengitari matahari menurut waktu yang telah ditentukan sehingga lahirlah siang dan malam sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.Adanya kondisi ini menunjukkan kepada diri kita bahwa di alam semesta ini segala sesuatu ada ketentuan yang mengatur sehingga tidak bisa seenaknya saja beredar, atau segala sesuatu ada batasnya. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam surat  Luqman (31) ayat 29 berikut ini: “Tidakkah kamu memperhatikan, bahwa sesungguhnya Allah memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam dan Dia tundukkan matahari dan bulan masing-masing berjalan sampai kepada waktu yang ditentukan, dan sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Dan juga berdasarkan surat Faathir (35) ayat 13 yang kami kemukakan sebagaiman berikut ini: “Dia memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam dan menundukkan matahari dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu yang ditentukan. Yang (berbuat) demikian itulah Allah Tuhanmu, kepunyaanNyalah kerajaan. Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari.” 

 

Lalu dilanjutkan dengan firman Allah SWT berikut ini: “Dia menciptakan langit dan bumi dengan (tujuan) yang benar; Dia menutupkan malam atas siang  dan menutupkan siang atas malam dan menundukkan matahari dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu yang ditentukan. Ingatlah Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (surat Az Zumar (39) ayat 5). Serta berdasarkan firman Allah SWT yang termaktub dalam surat Al Ahqaaf (46) ayat 3 sebagaimana berikut ini: “Kami tiada menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan dalam waktu yang ditentukan. Dan orang-orang yang kafir berpaling dari apa yang diperingatkan kepada mereka.”

 

Sekarang bagaimana dengan kue yang enak dan lezat yang kita buat? Berdasarkan ketentuan di atas, kue yang enak dan lezat yang kita buat dapat dipastikan mempunyai jangka waktu edar atau tanggal kadaluarsa. Adanya masa kadaluarsa dari kue yang kita buat, ini berarti bahwa masa aktif atau masa enak dan lezatnya kue hanya berusia sampai disitu saja atau disebut juga dengan istilah kue basi. Lalu adakah hubungan jangka waktu dengan bahan baku kue? Menurut hasil penelitian, mutu dan kualitas dari bahan baku sangat menentukan atau yang dapat mempengaruhi usia ataupun jangka waktu atau masa aktif dari kue yang kita buat.

 

Lalu bagaimana dengan ajal janin yang dicatat oleh malaikat saat di rahim ibu? Kondisi yang samapun berlaku kepada catatan tentang ajal janin atau catatan kondisi awal jasmani, dapat disamakan dengan jangka waktu edar dari kue yang kita buat, yaitu catatan ajal jasmani adalah masa aktif dari jasmani itu sendiri yang sangat berhubungan erat dengan kualitas makanan dan minuman yang di konsumsi oleh orang tua di dalam memenuhi konsep halal lagi baik (thayyib) terutama pemenuhan vitamin dan mineral yang dibutuhkan oleh jabang bayi dan juga pemenuhan syarat dan ketentuan yang berlaku tentang tata cara makan dan minum serta syarat dan ketentuan dari mempertemukan sperma dan sel telur.   

 

Sekarang bagaimana dengan pengertian ajal manusia? Ajal manusia tidak sama dengan catatan ajal dari jasmani yang telah dicatat oleh malaikat. Ajal dari manusia sangat berhubungan erat dengan saat bersatunya jasmani dengan ruh. Adanya saat bersatunya ruh dengan jasmani lahirlah hidup dan dengan adanya hidup dapat dikatakan itulah masa aktif dari manusia di muka bumi sehingga kita bisa beraktifitas di muka bumi ini. Ini berarti saat dipisahkannya antara jasmani dengan ruh maka jarak antara saat ruh ditiupkan (dipersatukan) ke dalam jasmani, atau saat bersatunya ruh dengan jasmani disebut juga dengan masa aktif, atau masa hidup, atau masa pakai, atau disebut juga dengan usia seseorang. Demikian pula dengan ajal dari janin, semakin baik dan bermutunya bahan baku makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh bapak dan ibu serta pemenuhan syarat atas asupan gizi baik sebelum dan sesudah pembuahan akan mempengaruhi kekuatan dari janin atau akan menjadikan janin lebih baik, yang pada akhirnya akan mempengaruhi masa pakai atau kekuatan dari komponen komponen tubuh dari jabang bayi menjadi sempurna dan dapat dipergunakan dalam waktu yang lebih lama (panjang).

 

Hal yang harus kita ketahui adalah ajal dari kondisi awal jasmani bukanlah ketentuan yang bersifat final. Hal ini dikarenakan jika kondisi catatan yang di buat oleh malaikat adalah sesuatu yang bersifat negatif, maka dengan memasukkan unsur positif maka unsur negatif bisa berubah menjadi unsur positif. Apa maksudnya? Katakan di dalam catatan jasmani manusia yang telah dicatat malaikat memiliki kekurangan kalsium dan juga memiliki kadar haram, maka dengan menambah asupan kalsium yang sesuai dengan ilmu kesehatan serta menambah porsi yang halal maka kekurangan kalsium bisa teratasi sedangkan kadar haram bisa diminimalisir melalui kadar halal yang kita konsumsi. Adanya kondisi ini maka ajal atau masa aktif dari jasmani bisa bertambah atau kualitas dari jasmani bisa meningkat dari waktu ke waktu yang pada akhirnya bisa mempertahankan kualitas dari komponen komponen jasmani itu sendiri.

 

Selain daripada itu, ada hal lain yang harus kita pahami bahwa pengertian usia dan umur tidaklah sama. Usia adalah saat dipersatukannya ruh dengan jasmani sampai dengan dipisahkannya ruh dengan jasmani melalui proses sakaratul maut. Sedangkan umur memiliki pengertian yang lain. Umur adalah sejauh mana kebaikan yang kita lakukan untuk kemaslahatan umat di dalam koridor berbakti kepada Allah SWT yang kemudian dikenang oleh umat yang datang di kemudian hari. Contoh konkritnya adalah usia Buya Hamka sudah tidak ada lagi karena beliau sudah meninggal dunia, akan tetapi umur Buya Hamka masih terus ada sepanjang hasil karya Buya Hamka seperti Tafsir Al Azhar masih ada dan masih dipelajari oleh manusia.

 

Adanya kondisi ini akan melahirkan beberapa kemungkinan, yang pertama usia panjang namun umur pendek; yang kedua, usia pendek namun berumur panjang dan; yang ketiga usia panjang dan berumur panjang. Umur seseorang tidak hanya berpatokan kepada sesuatu yang bersifat kebaikan semata, akan tetapi juga berpatokan kepada keburukan yang telah dilakukan oleh seseorang. Adakah contohnya? Jika kita menyebut Abu Jahal apa yang terpikirkan oleh kita. Jika kita menyebut Fir'aun apa yang terpikirkan oleh kita, Jika kita menyebut Qorun apa yang terpikirkan oleh kita? Jika kita menyebut ketiganya yang terpikirkan adalah kejelekan dan keburukan mereka. Adanya kondisi ini berarti Abu Jahal, Fir'aun, Qorun memiliki umur yang pendek karena dikenang di dalam kejelekan dan keburukan.

 

Selanjutnya Allah SWT dengan tegas menyatakan bahwa seluruh manusia yang ada di muka bumi ini pasti akan mati. Seluruh manusia tidak ada yang akan abadi yang sehingga tidak bisa selamanya hidup di muka bumi ini. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Anbiyaa (21) ayat 34 yang kami kemukakan berikut ini: “Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusiapun sebelum kami (Muhammad) ,maka jikalau kamu mati, apakah mereka akan kekal?. Dan juga berdasarkan surat Al Munaafiquun (63) ayat 11 yang kami kemukakan berikut ini: “Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila datang  waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” serta berdasarkan surat Ali Imran (3) ayat 145 berikut ini: “Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Barangsiapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barangsiapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala akhirat. Dan kami akan memberikan  balasan kepada orang-orang  yang bersyukur.” serta yang terakhir berdasarkan firmanNya berikut ini: “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan. (surat Ali Imran (3) ayat 185).”

 

Adanya ketentuan bahwa hidup di muka bumi ini tidak ada yang kekal, semuanya akan mengalami kematian, ini berarti : (a) Sebagai orang yang menumpang di langit dan di bumi Allah SWT berarti kita tidak bisa selamanya menumpang, kita harus keluar dari langit dan bumi Allah SWT yang selama ini kita tumpangi; (b) Sebagai tamu yang ada di langit dan di bumi Allah SWT berarti kita tidak bisa selamanya menjadi tamu, kita harus meninggalkan langit dan bumi ini; (c) Sebagai perantau yang ada di langit dan di bumi Allah SWT berarti kita tidak bisa selamanya merantau, kita harus pulang kampung, apakah ke syurga ataukah ke neraka; (d) Sebagai abd’ (hamba)Nya yang juga khalifahNya di muka bumi berarti kita tidak bisa selamanya menjadi abd’ (hamba)Nya yang juga menjadi khalifahNya, kita harus bisa mempertanggung jawabkan atas segala apa yang telah kita perbuat.

 

Jika saat ini kita masih hidup berarti kita masih memiliki kesempatan untuk memperbaiki diri kita jika masih belum sesuai dengan kehendak Allah SWT. Untuk itu manfaatkanlah sisa usia yang masih ada pada saat ini karena di langit dan di bumi Allah SWT tidak berlaku ketentuan menyesal di belakang serta tidak akan ada peristiwa waktu bisa diputar ulang.

 

Selain daripada itu, dengan adanya ketentuan seseorang pasti akan mati, berarti pasti ada kepastian akan datangnya ajal pada setiap manusia. Dengan adanya ketetapan adanya ajal, maka akan ada hal yang tidak kita ketahui yaitu kapan datangnya ajal. Disinilah Allah SWT menunjukkan kepada diri kita akan kekuasaannya yang tidak akan mungkin bisa dihalangi oleh siapapun juga yaitu dengan menetapkan adanya ajal yang tidak ketahui kapan ajal akan datang. Adanya kondisi ini kita harus siap kapanpun, dimanapun dan dalam kondisi apapun juga menghadapi ajal. Hal ini dikarenakan dengan tibanya ajal bagi diri kita maka berakhirlah penghambaan dan kekhalifahan yang kita laksanakan di muka bumi ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar