Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Sabtu, 11 Mei 2024

JASMANI DAN CATATAN DI DALAM RAHIM SEORANG IBU (PART 6 of 7)

   

3.    Allah SWT Tidak Ridha Manusia Menjadi Kafir. Sikap Allah SWT yang ketiga adalah Allah SWT tidak ridha manusia menjadi kafir. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam surat Az Zumar (39) ayat 7 yang kami kemukakan di bawah ini, “Jika Kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (imam)mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kembalimu lalu Dia memberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui apa yang tersimpan dalam (dada)mu.”  Hal ini dikarenakan manusia itu sendiri adalah perpanjangan tangan Allah SWT di muka bumi, dan jika manusia adalah perpanjangan tangan  Allah SWT di muka bumi berarti manusia tidak pernah akan pernah diprogram oleh Allah SWT untuk menjadi kafir. Hal ini dikarenakan bertentangan dengan kondisi dasar Allah SWT yang sudah menetapkan dirinya kasih sayang serta manusia di dalam program kekhalifahan di muka bumi pulangnya ke syurga bukan ke neraka.

 

Sekarang lihat diri kita sendiri, dimana di dalam diri kita pasti terdapat ruh yang berasal dari Allah SWT melalui proses peniupan. Adanya kondisi ini maka ruh dapat dipastikan memiliki Nilai-Nilai Ilahiah yang berasal dari Allah SWT yang tidak lain adalah cerminan Asmaul Husna dari Allah SWT itu sendiri.  Di lain sisi setelah ruh ditiupkan ke dalam jasmani atau disatukan dengan jasmani maka Ruhpun sudah mengakui bahwa Allah SWT adalah Tuhannya. Adanya Nilai-Nilai Ilahiah yang terdapat di dalam ruh serta adanya pengakuan ruh kepada Allah SWT, lalu apakah Allah SWT ridha kepada diri kita jika kita kafir?

 

Allah SWT tidak akan pernah ridha kepada makhluknya yang kafir sebab tujuan dari penciptaan manusia adalah untuk dijadikan perpanjangan tangan Allah SWT di muka bumi atau akan dijadikan Wakil Allah SWT di muka bumi. Tanpa adanya Nilai-Nilai Ilahiah bagaimana mungkin manusia dapat menciptakan kasih sayang diantara sesama manusia, atau bagaimana mungkin akan terjadi keamanan dan ketertiban di muka bumi jika Allah SWT meridhai kekafiran terjadi? Kekafiran dapat mendatangkan kehancuran, kekafiran akan dapat menimbrulkan ketidak tentraman serta kebodohan di muka bumi dan jika ini yang terjadi maka kondisi ini paling disukai oleh syaitan. 

 

4.   Allah SWT Tidak Menyukai Manusia Ingkar. Sikap Allah SWT yang ke empat adalah Allah SWT tidak menyukai manusia ingkar. Sebagaimana dikemukakan dalam surat Ar Ruum (30) ayat 45 yang kami kemukakan berikut ini: “Agar Allah memberi pahala kepada orang-orang yang beriman dan beramal saleh dari karuniaNya. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang ingkar.” Kenapa Allah SWT tidak suka kepada orang yang ingkar atau kenapa Allah SWT tidak suka kepada orang tidak menepati janji? Manusia diciptakan oleh  Allah SWT dalam rangka dijadikan khalifah di muka bumi. Untuk dapat menjadi khalifah di muka bumi yang sekaligus makhluk pilihan, maka dibutuhkan orang-orang yang patuh dan taat kepada Allah SWT sehingga terjadilah keamanan dan ketertiban serta kenyamanan di muka bumi oleh sebab adanya abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya yang tidak ingkar terhadap tugasnya di muka bumi.

 

Tanpa adanya kepatuhan dan ketaatan yang dimiliki oleh manusia sebagai perpanjangan tangan Allah SWT di muka bumi, dapatkah ketentraman dan ketertiban terjadi jika orang yang menjadi khalifah di muka bumi adalah orang yang ingkar atau orang yang selalu ingkar janji? Seorang abd’ (hamba) yang sekaligus khalifah yang sesuai dengan kehendak Allah SWT dapat dipastikan  memiliki kejujuran dan selalu menepati janjinya. Sekarang jika Allah SWT sudah menyatakan tidak suka terhadap manusia yang ingkar, kenapa masih ada manusia yang suka berbuat ingkar? Hal ini bisa terjadi karena pengaruh ahwa (hawa nafsu) dan juga karena pengaruh buruk atau terperdaya oleh gangguan dan bisikan syaitan. 

 

5.  Allah SWT Tidak Pernah Memerintahkan Manusia Mengerjakan Kejahatan. sikap Allah SWT yang ke lima adalah Allah SWT tidak pernah memerintahkan manusia mengerjakan kejahatan. Sebagaimana dikemukakan dalam surat Al A’raaf (7) ayat 28 yang kami kemukakan di bawah ini, “Dan apabila mereka melakukan perbuatan keji, mereka berkata: “Kami mendapati nenek moyang kami mengerjakan yang demikian itu, dan Allah menyuruh kami mengerjakannya. Katakanlah: “Sesungguhnya Allah tidak menyuruh (mengerjakan) perbuatan yang keji.” Mengapa kamu mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui?”  Hal ini terlihat dengan tidak ada satupun kehendak Allah SWT yang  memerintahkan manusia untuk mengerjakan kejahatan atau menyuruh manusia untuk berbuat kejahatan di muka bumi ini.

 

Dan jika saat ini manusia melakukan kejahatan atau jika saat ini banyak terjadi kejahatan, dapat dipastikan bukan berasal dari perintah Allah SWT melainkan akibat ahwa (hawa nafsu) dan juga pengaruh buruk dari syaitan sang laknatullah. Selanjutnya jika sampai Allah SWT memerintahkan manusia berbuat kejahatan di muka bumi, hal ini sangat bertentangan dengan isi surat An Nisaa (4) ayat 40 di atas yang menyatakan bahwa Allah SWT tidak pernah sekalipun mendzalimi manusia walaupun hanya sebesar jarrah. Adanya kejahatan di muka bumi sangat dikehendaki oleh syaitan sang laknatullah karena dengan adanya kejahatan pasti akan menjadikan seseorang menjadi calon penghuni neraka dan inilah yang dinantikan oleh syaitan karena ia memperoleh teman untuk hidup berdampingan di neraka.

 

6.    Allah SWT Tidak Menghinakan Manusia. Sikap Allah SWT yang ke enam adalah Allah SWT tidak pernah menghinakan manusia. Sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Fajr (89) ayat 16 berikut ini: “Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rizkinya Maka Dia berkata: "Tuhanku menghinakanku"[1575]. (surat Al Fajr (89) ayat 16).” Allah SWT justru sejak awal menciptakan manusia sudah menempatkan manusia sebagai makhluk yang terhormat.

 

[1575] Maksudnya: ialah Allah menyalahkan orang-orang yang mengatakan bahwa kekayaan itu adalah suatu kemuliaan dan kemiskinan adalah suatu kehinaan seperti yang tersebut pada ayat 15 dan 16. tetapi sebenarnya kekayaan dan kemiskinan adalah ujian Tuhan bagi hamba-hamba-Nya.

 

Dan ini berarti kehinaan bukanlah sesuatu yang berasal dari Allah SWT, akan tetapi sesuatu yang berasal dari diri kita sendiri yang tidak bisa memenuhi kriteria yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Dan agar diri kita tidak dihinakan oleh Allah SWT maka kita harus mematuhi segala ketentuan Allah SWT seperti tidak berlebihan mencintai harta benda atau kekayaan yang kita miliki, tetapi karena manusia tamak dan rakus tetap melakukan apa yang dilarang oleh Allah SWT sehingga pada saat harta benda tersebut hilang lalu berburuk sangka kepada Allah SWT dengan berkata Allah SWT telah menghinakanku, sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Fajr (89) ayat 20 yang kami kemukakan berikut ini: “dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan. (surat Al Fajr (89) ayat 20). 

 

Di lain sisi, hal yang harus kita perhatikan adalah kedudukan dan kebesaran Allah SWT menurut persangkaan hamba-Nya kepada-Nya dan jika sangka hamba-Nya baik maka baiklah Allah SWT demikian pula sebaliknya. Sekarang jika sampai Allah SWT disangka menghinakan hamba-Nya maka itulah yang diterima oleh hamba tersebut. Untuk itu berhati-hatilah dengan prasangka karena dengan prasangka mampu menjadikan diri kita sukses dan juga bisa menghinakan diri kita dihadapan Allah SWT.

 

7.  Allah SWT Selalu Menyeru Manusia Untuk Selalu Ke dalam Nur-Nya. Sikap Allah SWT yang ke tujuh adalah Allah SWT selalu menyeru manusia untuk selalu masuk ke dalam Nur-Nya. Sebagaimana dikemukakan dalam surat An Nuur (24) ayat 35 yang kami kemukakan berikut ini:“Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang didalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hamper-hampir menerangi, walaupun tidak di sentuh api. Cahaya diatas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahayaNya siapa yang Di kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” Untuk apa Allah SWT selalu memerintahkan manusia untuk selalu berada di dalam Nur-Nya? Manusia sebagai perpanjangan tangan Allah SWT di muka bumi tidak tentu akan mungkin bisa dipisahkan dengan Allah SWT selaku pengutus dari diri kita. Jika sampai diri kita berpisah dengan Allah SWT berarti telah terjadi sebuah kesalahan besar dalam diri kita. 

 

Di lain sisi, saat diri kita melaksanakan tugas di muka bumi, maka kita tidak akan mungkin bisa melepaskan diri dari pengaruh ahwa (hawa nafsu) dan juga syaitan. Dimana ahwa (hawa nafsu) dan syaitan itu sendiri keberadaannya juga dikehendaki oleh Allah SWT serta hanya Allah SWT sajalah yang paling tahu dan yang paling ahli tentang ahwa (hawa nafsu) dan juga syaitan. Sekarang bertanyalah kepada diri sendiri dengan jujur, mampukah kita seorang diri mengalahkan ahwa (hawa nafsu) dan juga mampukah kita seorang diri mengalahkan syaitan yang jumlahnya sudah melebihi jumlah manusia? Hal yang harus kita jadikan pedoman adalah setiap manusia, siapapun orangnya, apapun kedudukannya, apapun jabatannya, tidak akan mungkin dapat mengalahkan ahwa (hawa nafsu) dan syaitan seorang diri serta manusia tidak akan mungkin dapat menyelesaikan segala persoalan dan problem saat menjadi abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di muka bumi seorang diri pula karena kita memiliki keterbatasan.

 

Adanya keterbatasan kemampuan saat menghadapi ahwa (hawa nafsu) serta syaitan dan juga problematika hidup, maka kita membutuhkan sesuatu yang melebihi kemampuan diri kita. Sekarang siapakah yang mampu membantu diri kita? Jika kita berpedoman bahwa ahwa (hawa nafsu) dan juga syaitan juga diciptakan oleh Allah SWT maka hanya kepada Allah SWT sajalah kita meminta bantuan. Dan jika sekarang Allah SWT menyeru kepada diri kita untuk selalu masuk ke dalam Nur-Nya berarti Allah SWT selaku pencipta diri kita sudah menyatakan kesanggupannya untuk menolong diri kita.

 

Akhirnya semuanya terpulang kepada diri kita sendiri maukah ditolong oleh Allah SWT melalui Nur-Nya Allah SWT? Adanya Adanya Nur yang diterima dari Allah SWT kepada diri kita manusia melalui hati Ruhani, atau adanya sambungan langsung melalui doa yang kita panjatkan, maka manusia yang menjadi  abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di muka bumi akan menjadi tenang, tenteram dan selalu dalam lindungan-Nya dan selanjutnya kemudahanlah yang diterima manusia tersebut di dalam menjalankan fungsi kekhalifahannya di muka bumi.

 

8.   Allah SWT Sangat Sayang Kepada Manusia. Sikap Allah SWT yang ke delapan adalah Allah SWT sangat sayang kepada manusia. Sebagaimana dikemukakan dalam  surat Al An’aam (6) ayat 54 yang kami kemukakan berikut ini: “Apabila orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami datang kepadamu, maka katakanlah: “Salaamun-alaikum. Tuhanmu telah menetapkan atas diriNya kasih sayang, (yaitu) bahwasanya barangsiapa yang berbuat kejahatan di antara kamu lantaran kejahilan, kemudian ia bertaubat setelah mengerjakannya dan mengadakan perbaikan, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Jika Allah SWT sudah menyatakan hal ini kepada diri kita, lalu apakah kasih sayang Allah SWT yang sudah ditujukan untuk kita lalu kita biarkan begitu saja tanpa kesan seolah-olah pernyataan Allah SWT tidak ada?

 

Allah SWT adalah Tuhan yang selalu siap menepati janjinya dan jika sekarang Allah SWT telah menyatakan atas diri-Nya kasih sayang maka patutkah dan pantaskah Allah SWT melanggar janjinya untuk tidak mengasihi dan menyayangi manusia? Adalah sebuah pelanggaran besar jika Allah SWT tidak dapat menepati janjinya untuk memberikan kasih sayang kepada manusia. Salah satu bukti nyata bahwa Allah SWT itu telah menetapkan kasih sayang di dalam diri-Nya maka walaupun manusia telah berbuat dosa sepanjang dosa itu bukan dosa syirik ataupun musyrik maka sepanjang manusia itu mau bertaubat maka Allah SWT pasti akan mengampuninya. Adanya kondisi ini masih tidak cukupkah manusia diberikan penjelasan seperti ini.

 

9.    Allah SWT Selalu Membalas Sesuai Dengan Amal Seseorang. Sikap Allah SWT yang ke sembilan adalah Allah SWT adalah Tuhan  yang Adil dan Tuhan yang bersikap netral kepada setiap hambanya. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam surat Az Zumar (39) ayat 70 berikut ini: “Dan disempurnakan bagi tiap-tiap jiwa (balasan) apa yang telah dikerjakannya dan Dia lebih mengetahui apa yang mereka kerjakan.” dan juga berdasarkan surat Fushshilat (41) ayat 46 yang kami kemukakan berikut ini: “Barangsiapa yang mengerjakan amal yang saleh maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barangsiapa yang berbuat jahat maka (dosanya) atas dirinya sendiri; dan sekali-kali tidaklah Tuhanmu menganiaya hamba-hamba(Nya).”  Hal ini dibuktikan dengan Allah SWT selalu memberi balasan pahala sesuai dengan amal seseorang. Dan Allah SWT siap memberikan pahala kepada setiap manusia yang berbuat  baik dan memberikan hukuman kepada hambanya yang berbuat jahat ataupun berbuat dosa. Namun jika kita ingin bertaubat Allah SWT pun masih memberikan kesempatan kepada kita sepanjang ruhani belum berpisah dengan jasmani.

 

Jika sekarang Allah SWT selalu melarang hambanya untuk  berbuat kejahatan sebab Allah SWT sayang kepada diri kita dan Allah SWT berkehendak kepada diri kita untuk selalu bersamanya saat melaksanakan tugas di muka bumi. Inilah sikap dasar Allah SWT kepada manusia yang telah dijadikannya sebagai wakil Allah SWT di muka bumi. Allah SWT tidak berkehendak sedikitpun untuk mencelakakan manusia atau mau menjadikan manusia pulang kampung ke neraka. Akan tetapi jika manusia jadi celaka, jika manusia keluar dari konsep awal penciptaannya berarti ada sesuatu yang salah pada diri manusia itu sendiri. Untuk itu segeralah berkaca dengan cermin yang bersih apakah diri kita saat ini masih sesuai dengan konsep awal penciptaan manusia. Jika hasil akhirnya melenceng segeralah melakukan upaya taubatan nasuha sebelum ruh dipisahkan dengan jasmani oleh malaikat maut.

 

Selain daripada itu semua, sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga adalah khalifah-Nya di muka bumi ketahuilah bahwa kondisi dasar dari diri kita tidak lain adalah celupan Allah SWT (shibghah) sebagaimana termaktub dalam surat Al Baqarah (2) ayat 138 berikut ini: “Shibghah Allah. Dan siapakah yang lebih baik shibghahnya daripada Allah? Dan hanya kepadaNya-lah kami menyembah.” dan jika kita adalah celupan dari Allah SWT berarti segala tingkah laku kita, segala tindak tanduk kita, segala perbuatan diri kita harus mencerminkan tingkah laku dan perbuatan Allah SWT yang termaktub di dalam sifat Ma’ani dan  juga Asmaul Husna. Sekarang sudahkah hal ini tercermin dalam diri kita? Jika saat ini segala perbuatan kita, segala tingkah laku kita, segala tindak tanduk kita selalu berada di dalam Nilai-Nilai Keburukan yang paling sesuai dengan kehendak syaitan berarti kita sudah tidak sesuai lagi dengan kehendak Allah SWT serta ada sesuatu yang salah di dalam diri kita.

 

Untuk lebih mempertegas kedudukan diri kita dihadapan Allah SWT. Berikut ini akan kami kemukakan hal-hal yang mengakibatkan diri kita keluar dari kehendak Allah SWT sehingga berada di dalam kehendak syaitan, yaitu:

 

1.   Akibat dari manusia tidak mau mematuhi perintah dan larangan Allah SWT. Hal ini sebagaimana dikemukakan surat Al Baqarah (2) ayat 168 berikut ini: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” dan juga berdasarkan surat An Nahl (16) ayat 114 berikut ini: “Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah ni’mat Allah, jika kamu hanya kepadaNya saja menyembah.”

 

Di dalam kehidupan sehari-hari, rambu lalu lintas dibuat oleh kepolisian bukan untuk mencelakakan penggunan jalan. Berlaku atau tidaknya rambu lalu lintas sangat tergantung kepada penggunan jalan. Jika sekarang terjadi kecelakaan akibat pelanggaran rambu lalu linta, apakah pihak kepolisian dapat dipersalahkan? Keselamatan di dalam berkendara adalah tanggung jawab diri kita sendiri apakah mau mematuhi atau apakah mau melanggar aturan lalu lintas. Resiko atas pelanggaran akan menjadi tanggung jawab diri kita masing-masing. ditilang atau terjadi kecelakaan adalah buah dari apa yang kita perbuat atas pelanggaran rambu lalu lintas.

 

Jika sekarang di dalam kehidupan sehari-hari saja berlaku ketentuan lalu lintas, selanjutnya bagaimana dengan larangan dan perintah Allah SWT? Hal yang samapun berlaku pada larangan dan perintah Allah SWT. Untuk itu ketahuilah bahwa larangan Allah SWT maupun perintah Allah SWT bukanlah untuk kepentingan Allah SWT karena Allah SWT tidak butuh dengan larangan ataupun perintah. Akan tetapi yang membutuhkan larangan maupun yang membutuhkan perintah adalah yang dilarang ataupun yang diperintah, dalam hal ini adalah diri kita.

 

Adanya hal ini maka segala sesuatu yang terdapat di balik larangan ataupun sesuatu yang ada dibalik perintah kesemuanya untuk kebaikan diri kita yang mampu mematuhinya. Dan jika sekarang manusia, ataupun diri kita tidak sesuai lagi dengan kehendak Allah SWT maka sampai dengan kapanpun juga larangan dan perintah Allah SWT tidak pernah salah, yang salah adalah yang dilarang dan yang diperintahlah yang tidak mampu melaksanakan larangan dan perintah yang sesuai dengan pemberi larangan dan perintah.

 

2.   Manusia malas belajar, taklik buta dengan sesuatu yang baru, tidak mau menambah ilmu dan pengetahuan yang baru, apatis, apriori dengan sesuatu yang baru, memperturutkan apa kata ulama tanpa mau memilah dan memilih, serta mempertahankan tradisi dengan mengabaikan syariat yang berlaku.

 

3.       Akibat manusia ditipu atau tertipu ajakan syaitan. Syaitan sebagai musuh utama manusia akan selalu menggoda dengan cara membisiki dan membujuk manusia untuk selalu melanggar apa yang telah menjadi larangan dan perintah Allah SWT. Hal ini berdasarkan ketentuan surat Al Israa’ (17) ayat 64 berikut ini: “Dan hasunglah siapa yang kamu sanggupi di antara mereka dengan ajakanmu, dan kerahkanlah terhadap mereka pasukan berkuda dan pasukanmu yang berjalan kaki dan berserikatlah dengan mereka pada harta dan anak-anak dan beri janjilah mereka. Dan tidak ada yang dijanjikan oleh syaitan kepada mereka melainkan tipun belaka.” Untuk apakah syaitan melakukan itu semua? Syaitan yang telah mendapat restu dari Allah SWT untuk menggoda seluruh anak dan keturunan Nabi Adam as, tentunya wajib melaksanakan apa yang telah dimintanya kepada Allah SWT.

 

Selanjutnya syaitan dengan segala tipu dayanya akan melakukan apapun untuk mengajak manusia ke luar jalan Allah SWT yang lurus. Lalu untuk apakan syaitan melakukan itu? Syaitan berkeinginan mempunyai teman di dalam mengarungi bahtera kehidupan di Neraka Jahannam dan sekarang tinggal bagaimana kita menyikapi keinginan syaitan tersebut, apakah mau menuruti ataukah tidak? Pilihan ada pada diri kita sendiri. Sekarang diri kita sudah ada di muka bumi Allah SWT, berarti saat ini kita sedang melaksanakan tugas sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya yang sedang menumpang di muka bumi. Untuk itu jadilah abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya yang tahu diri, yang tahu aturan main dan yang tahu tujuan akhir, terkecuali jika kita ingin dinilai tidak tahu diri oleh Allah SWT.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar