Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Jumat, 10 Mei 2024

KONDISI DAN ATURAN DASAR MANUSIA SEBAGAI ANAK DAN KETURUNAN NABI ADAM as, SAAT HIDUP DI DUNIA (PART 4 of 7)

 

D.    MANUSIA DIJADIKAN DENGAN UKURAN.

 

Langit dan bumi beserta isinya, jika semuanya diteliti sampai dengan hal yang paling terkecil, maka semuanya akan terdiri dari molekul-molekul atau atom-atom. Dimana atom-atom tersebut akan mempunyai ukuran-ukuran atau karakteristik-karakteristik yang tetap dan tertentu, yang berbeda-beda antara satu atom dengan atom lainnya. Sekarang mari kita lihat dan pelajari unsur Besi yang ada di alam ini, Besi mempunyai nama khusus dalam ilmu pengetahuan adalah Fe, dimana besi mempunyai berat jenis tetap tertentu, ion positif dan ion negatif  tetap dan tertentu, daya serap terhadap air tetap dan tertentu, daya pantul terhadap cahaya tetap dan tertentu, daya serap dan pantulnya terhadap bunyi tetap dan tertentu. Jika itu semua dapat dikenali maka jika kita menemukan unsur yang sesuai dengan kondisi diatas, maka itulah yang disebut dengan Besi (Fe).

 

Jika besi mempunyai kondisi tersebut di atas, maka ditinjau dari sisi penciptanya maka Besi (Fe) tersebut pasti ada yang menciptakan. Siapakah yang menciptakan Besi (Fe) dengan kondisi tersebut di atas, dimana semuanya tetap dan tertentu walaupun kita menilainya dimanapun kita berada? Jika kita menemukan Besi (Fe) dengan kondisi yang tidak sama-sama seperti di atas, maka kita akan menyatakan bahwa itu bukan besi dan selanjutnya pasti kita menyatakan bahwa Besi (Fe) asli harusnya seperti ini. Dan jika Besi (Fe) yang ada di bumi atau yang ada di alam ini mempunyai kondisi dan ukuran yang tetap dan tertentu, maka pencipta Besi (Fe) dengan kondisi dan ukuran yang tetap dan tertentu pasti penciptanya adalah Satu sebab jika Besi (Fe) diciptakan oleh lebih dari satu pencipta maka belum tentu sama karakteristik-karakteristiknya.

 

Untuk itu mari kita pelajari tentang Air. Air jika diteliti maka Air terdiri dari dua komponen yaitu komponen Hidrogen dan komponen Oksigen dengan komposisi Hidrogen  yang tetap dan tertentu dicampur dengan  Oksigen yang tetap dan tertentu pula maka jadilah Air. Air baru dapat dikatakan itu air maka air harus terdiri dari unsur H2 dan O atau H2O. Selanjutnya mari kita lihat air di muka bumi ini, maka unsur air pasti H2O, jika unsur air bukan H2O maka itu bukan disebut dengan air. Jika seluruh air yang ada diseluruh alam ini berunsur H2O maka pencipta air dengan unsur H2O pasti diciptakan oleh pencipta yang satu pula.

 

Allah SWT berfirman: “Allah mengetahui apa yang dikandung oleh setiap perempuan, dan kandungan rahim yang kurang sempurna dan yang bertambah. Dan segala sesuatu pada sisiNya ada ukurannya. (surat Ar Ra’d (13) ayat 8).” Jika alam dan segala isinya diciptakan oleh Allah SWT mempunyai kondisi, ukuran, karakteristik yang tetap dan tertentu, bagaimana dengan manusia yang  diciptakan Allah SWT sebagai khalifah di muka bumi? Apakah manusia diciptakan oleh Allah SWT tanpa mempunyai sesuatu kondisi, ukuran dan karakteristik yang tetap dan tertentu, seperti yang ada pada unsur tertentu yang di alam? Mengacu kepada kerangka rencana besar kekhalifahan di muka bumi, maka diciptakanlah manusia pertama yaitu Nabi Adam as, sebagai manusia pertama yang diutus oleh Allah SWT sebagai khalifah di muka bumi.

 

Selanjutnya jika penciptaan manusia merupakan bagian dari rencana besar Allah SWT untuk menjadikan manusia sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi, maka apakah manusia yang akan diutus ke muka bumi penciptaannya tanpa ada ukuran-ukuran, spesifikasi-spesifikasi, karakteristik-karakteristik, yang tetap dan tertentu juga seperti atom atau molekul? Jawaban dari pertanyaan ini ada pada surat Al-Furqaan (25) ayat 2 yang kami kemukakan berikut ini: Yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagiNya dalam kekuasaan (Nya), dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.”

 

Allah SWT menciptakan manusia dalam kerangka kebaikan, tidak ada niat Allah SWT untuk mencelakakan manusia. Allah SWT sebagai pencipta dan pemilik manusia mempu-nyai ketentuan-ketentuan atau ukuran-ukuran yang tetap dan tertentu dalam proses penciptaan manusia. Jika Allah SWT tidak mempunyai ukuran-ukuran yang tetap dan tertentu dalam proses penciptaan manusia, maka manusia yang diciptakan oleh Allah SWT pasti tidak mempunyai sebuah keseimbangan dan keserasian.

 

Untuk itu, coba kita perhatikan bulu mata dan alis kita, jika Allah SWT tidak mempunyai sebuah ketentuan dalam bentuk ukuran-ukuran yang tetap dan tertentu, tidak bisa terbayangkan jika bulu mata dan alis selalu tumbuh seperti rambut di kepala. Itu baru dari sisi bulu mata dan alis, bagaimana dengan kaki, tangan, mata, telinga, hidung serta anggota tubuh lainnya jika Allah SWT tidak menetapkan ukuran-ukuran yang tetap dan tertentu kepada anggota tubuh tersebut? Jika hal yang diperlihatkan oleh Allah SWT sudah begitu hebat, masihkah kita tidak mau beriman kepada Allah SWT? Jika apa-apa yang telah Allah SWT perlihatkan dan tunjukkan kepada kita belum juga dapat menghantarkan diri kita beriman kepada Allah SWT berarti ada sesuatu yang salah dalam diri kita. Untuk itu segeralah bertaubat dengan Taubatan Nasuha sebelum Ruh berpisah dengan Jasmani. 

 

E.      MANUSIA DIJADIKAN DARI DZAT-DZAT BUMI.

 

Nabi Adam as, diciptakan oleh Allah SWT dari tanah, manusia diciptakan oleh Allah SWT dari apa? Allah SWT menciptakan manusia dari dzat-dzat bumi atau saripati tanah yang dalam hal ini adalah melalui makanan dan minuman yang didapat di bumi yang kemudian di konsumsi oleh kedua orang tua. Allah SWT berfirman: “Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (Tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunanNya, kemudian bertobatlah kepadaNya, sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmatNya) lagi memperkenankan (doa hambanNya)”. (surat Huud (11) ayat 61)Selanjutnya, untuk apakah saripati tanah tadi, apakah untuk menciptakan jasmani manusia (jasad) ataukah untuk menciptakan ruhani manusia (ruh)?

 

Yang diciptakan dari saripati tanah adalah jasmani manusia (jasad) sedangkan ruh manusia berasal dari Allah SWT. Jika jasmani manusia (jasad) diciptakan atau berasal dari saripati tanah, selanjutnya apa yang harus kita perbuat? Sehubungan dengan jasmani manusia dijadikan oleh Allah SWT berasal dari saripati tanah atau zat-zat bumi, maka Allah SWT melalui surat Abasa (80) ayat 24 berikut ini: Maka hendaklah manusia memperhatikan makanannya.” telah memerintahkan setiap manusia untuk selalu menjaga dan memperhatikan segala makanan yang akan dikonsumsinya sehari-hari. Setiap makanan yang kita konsumsi sehari-hari wajib memenuhi 2(dua) syarat utama yaitu Halal dan Tayyib (baik) seperti yang tertuang di dalam surat Al Baqarah (2) ayat 168 berikut ini: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.”

 

Hal yang harus kita perhatikan adalah pengertian halal tidak saja dari jenis-jenis bahan-bahan makanan yang akan kita konsumsi, tetapi juga termasuk cara untuk mendapatkan bahan-bahan makanan dan minuman yang akan kita konsumsi. Jika bahan makanan dari jenisnya dikategorikan dengan halal, tetapi cara mendapatkannya tidak halal maka makanan tersebut dapat dikatakan dengan haram, demikian pula sebaliknya atau semua memenuhi kriteria tetapi pada waktu memakannya tidak sesuai dengan syariat yang ditentukan (seperti tidak membaca basmalah pada waktu mau makan) maka makanan tersebut juga dapat dikatakan haram. Sedangkan pengertian baik adalah kecukupan asupan gizi yang dibutuhkan oleh tubuh kita termasuk di dalamnya adalah takaran-takaran atas kebutuhan gizi sesuai dengan ilmu gizi yang berlaku. Hal yang harus kita perhatikan adalah jika makanan yang kita makan harus memenuhi konsep halal lagi baik (thayyib) maka lawan dari konsep ini adalah haram lagi khabits.

 

Untuk itu berhati-hatilah saat kita mengkonsumsi makanan atau minumen sebab hasil akhir dari makanan yang kita konsumsi akan mempengaruhi kualitas sperma bagi laki-laki atau kualitas sel telur (ovum) bagi perempuan, yang merupakan cikal-bakal dari jasmani manusia. Selain daripada itu, jika sampai di dalam tubuh manusia terkontaminasi dengan yang haram atau terdapat unsur haram, maka di tempat yang haram tersebut merupakan pintu masuk bagi syaitan untuk mendirikan rumah atau tempat tinggal, yang kemudian akan mempermu-dah syaitan untuk mempengaruhi perbuatan manusia atau melalui yang haram tersebut akan memudahkan syaitan melaksanakan aksinya mempengaruhi atau menggoda manusia dikarenakan kita sendiri telah mempersiapkan rumah tinggal bagi syaitan pada tubuh kita sendiri atau pada anak dan keturunan kita sendiri.

 

F.    HARUS MENIKAH TERLEBIH DAHULU.

 

Allah SWT telah menetapkan dan menentukan kepada seluruh manusia, jika kita ingin mendapatkan atau memperoleh keturunan atau jika kita berkeinginan untuk membuat regenerasi kekhalifahan di muka bumi yang posisinya ada di bawah diri kita, maka kita diwajibkan terlebih dahulu untuk melakukan pernikahan atau menikah. Allah SWT berfirman: Dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air, lalu Dia jadikan manusia itu (punya) keturunan dan mushaharah dan adalah Tuhanmu Maha Kuasa. (surat Al Furqaan (25) ayat 54). Adanya pernikahan antara seorang lelaki dengan seorang wanita yang didahului dengan adanya “Ijab Qabul” yang sesuai dengan ketentuan Agama dan yang juga sesuai ketentuan Hukum Negara yang berlaku. Akan menimbulkan hubungan kekeluargaan antara keluarga pihak lelaki dan keluarga pihak wanita dan seterusnya akan menjadi sebuah cikal bakal masyarakat atau adanya regenerasi kekhalifahan di muka bumi.

 

Selanjutnya ada satu hal yang teramat penting yang harus kita perhatikan dan juga menjadi perhatian bagi kita semua setelah adanya pernikahan antara seorang lelaki dan perempuan, yaitu sabda Nabi Muhammad SAW, yang kami kemukakan berikut ini:“Manakala seseorang di antara kalian sebelum menggauli istrinya terlebih dahulu mengucapkan: ‘Bismilaahi, Alloohumma janibnaasy syaithoona wa jannibi syaithoona maa rozaqtanaa’ (dengan menyebut nama Allah, ya Allah, hindarkanlah kami dari gangguan syaitan dan hindarkan pula anak yang akan Engkau anugerahkan kepada kami dari gangguan syaitan) kemudaian dilahirkanlah dari keduanya seorang anak, niscaya selamanya syaitan tidak akan dapat mengganggunya”  (Munttafakun ‘alaih)

 

Dalam hadits di atas ini, terkandung anjuran yang mengarahkan kepada kita bahwa sebaiknya permulaan yang kita lakukan dalam hal ini bersifat Ilahiah (Rabbani), bukan syaithani. Apabila disebutkan nama Allah SWT pada permulaan hubungan suami istri, berarti hubungan sebadan yang dilakukan oleh suami istri harus berlandaskan ketaqwaan kepada Allah SWT dan dengan izin dari Allah SWT diharapakan mendapat anak yang tidak diganggu oleh syaitan. Selain daripada itu, jika kita mampu melaksanakan apa yang dikemukakan oleh Nabi Muhammad SAW di atas ini, maka terjadilah sinkronisasi proses pembentukan janin dalam rahim dimana input yang baik (dalam hal ini sperma dan sel telur) baru akan menghasilkan output yang baik (dalam hal ini janin) jika proses mempertemukan juga dengan cara yang baik. Dan dengan adanya kondisi di atas ini, berarti diri kita melakukan gerakan tutup pintu bagi syaitan untuk melaksanakan aksinya atau kita menutup kesempatan bagi syaitan untuk membangun tempat tinggal di dalam janin.

 

Sekarang timbul pertanyaan, setujukah syaitan dengan apa yang kita lakukan di atas? syaitan sebagai musuh sangat tidak setuju dengan apa yang kita lakukan dikarenakan syaitan sangat berkepentingan untuk membangun rumahnya di dalam janin karena dengan cara itulah kesempatan untuk menggoda dan mengganggu anak dan keturunan Nabi Adam as, dapat ia laksanakan. Dan sebagai orang tua, sebagai calon orang tua, tolong anda perhatikan apa yang Nabi Muhammad SAW kemukakan di atas ini karena untuk mendapatkan janin yang berkualitas tinggi, tidak hanya mengandalkan makanan dan minuman yang berkualitas tinggi,tetapi juga harus dipertemukan dengan cara yang berkualitas tinggi pula (maksudnya sesuai dengan syariat yang berlaku). Hal lain yang harus pula kita perhatikan adalah syaitan dengan segala upaya akan  menggagalkan diri kita memperoleh makanan dan minuman halal dan baik (thayyib) sebab yang dikehendaki syaitan adalah haram lagi buruk (khabits) serta syaitan juga akan menggagalkan segala upaya diri kita  untuk mempertemukan sel telur dan sperma yang sesuai dengan syariat melalui proses lupa, tidak ingat, dan lain sebagainya.

 

Allah SWT sesungguhnya telah memerintahkan kepada kita semua, untuk memilih orang-orang yang shalih, baik laki-laki maupun perempuan, saat melakukan pernikahan, agar mereka berkemampuan untuk membesarkan dan mendidik generasi yang shalih sehingga terjadilah regenerasi yang terbaik di muka bumi ini. Demikianlah karena sesungguhnya bibit yang tidak shalih jelas tidak akan dapat memberikan keturunan yang shalih. Dalam sebuah pepatah disebutkan bahwa orang yang tidak memiliki sesuatu, pasti tidak dapat memberikan sesuatu pula.

 

Hal lain yang harus kita ingat adalah salah satu tujuan dari pernikahan adalah regenarasi keturunan atau menciptakan keturunan-keturunan baru atau menjadikan abd’ (hamba) yang baru dan juga khalifah-khalifah baru di muka bumi sehingga jika kita melaksanakan sabda Nabi Muhammad SAW di atas setelah dilakukannya pernikahan maka akan menghasilkan keturunan-keturunan yang sangat tangguh serta mempunyai keimanan yang mantap yang siap menjadi khalifah di muka bumi yang sesuai dengan konsep awal Allah SWT saat menciptakan manusia. Mudah-mudahan kita semua mampu melaksanakan ini setelah membaca, memahami buku ini. 

 

G.  MANUSIA DICIPTAKAN MELALUI SEBUAH PROSES.

 

Manusia, termasuk diri kita tidak diciptakan oleh Allah SWT seperti Allah SWT menciptakan Nabi Adam as, atau seperti Siti Hawa. Penciptaan manusia, termasuk pencip-taan diri kita  melalui suatu proses yang cukup panjang. Melalui proses yang cukup panjang ini, Allah SWT berkehendak untuk  menunjukkan, memperlihatkan kepada kita semua, seperti apa kebesaran dan kemahaan Allah SWT yang dimiliki-Nya, seperti apa kekuasaan Allah SWT, seperti apa kehebatan Allah SWT sehingga manusia dapat percaya, dapat meyakini bahwa hanya Allah SWT sajalah yang mampu menjadikan ini semua. Lalu seperti apakah proses kejadian manusia yang diperlihatkan, yang dipertunjukkan oleh Allah SWT di dalam kitab suci Al Qur’an? Allah SWT berfirman:  “Dan Allah menciptakan kamu dari tanah dan kemudian dari air mani, kemudaian  Dia menjadikan kamu berpasangan (laki-laki dan perempuan) . Dan tidak ada seorang perempuanpun mengandung dan tidak (pula) melahirkan melainkan dengan sepengetahuanNya. Dan sekali-kali tidak dipanjangkan umur seorang yang berumur panjang dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan  (sudah ditetapkan) dalam Kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu bagi Allah adalah mudah. (surat Faathir (35) ayat 11).”

 

Proses pertama kejadian manusia di mulai dari adanya pernikahan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan, sebagai sebuah sarana untuk mendapatkan keturunan serta membina sebuah keluarga shakinah. Selanjutnya setelah melalui proses mempertemukan antara sperma dengan sel telur terjadilah apa yang dinamakan dengan pembuahan, sebagaimana firman Allah SWT yang kami kemukakan berikut ini: Allah SWT berfirman: Dari setetes mani, Allah menciptakannya lalu menentukannya. (surat Abasa (80) ayat 19). Proses selanjutnya yang terjadi dalam rahim ibu selama empat puluh hari berupa mani (nutfah), kemudian berupa sekepal darah (mudhagah) selama itu juga kemudian berupa sekepal daging (allaghah) selama itu juga, kemudian setelah sempurna baru di tiupkan ruh kepadanya (maksudnya ke dalam Janin yang berumur 120 hari) sehingga bersatulah antara Jasmani dan Ruhani dalam rahim ibu.

 

Adanya penyatuan jasmani dengan ruhani maka barulah dikatakan sebagai manusia, sebagaimana firman Allah SWT berikut ini: “Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling baik. (surat Al Mu’minuun (23) ayat 14).” Dan setelah memenuhi proses waktu pertumbuhan dalam rahim selama 9 (sembilan) bulan maka lahirlah bayi atau seorang manusia baru ke muka bumi. Kemudian (dengan berangsur-angsur)  kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang di wafatkan dan (ada pula) diantara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. Sebagaimana dikemukakan dalam firman Allah SWT berikut ini: “Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur)  kamu samapailah kepada kedewasaan, dan diantara kamu ada yang diwafatkan dan (ada pula)  di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu lihat  bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan  berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah. (surat Al Hajj (22) ayat 5)

 

Itulah proses kehidupan yang terjadi dunia ini dan proses kehidupan ini akan berakhir sampai dengan waktu dipisahkannya kembali antara jasmani dengan ruh yang dilanjutkan dengan kehidupan setelah mati oleh ruh sampai menunggu hari kiamat datang yaitu menunggu di alam barzakh. Yang menjadi persoalan adalah kemanakah nanti kita akan pulang kampung kelak, apakah ke neraka ataukah ke syurga? Jawaban yang pasti adalah tergantung kepada apa yang telah kita usahakan saat ini. Jika berkehendak ingin pulang kampung ke syurga maka penuhilah syarat dan ketentuannya dan jika berkehendak ingin pulang kampung ke neraka maka penuhi pula syarat dan ketentuannya.

 

H.    MANUSIA DIBERIKAN AMANAH dan HUBBUL OLEH ALLAH SWT UNTUK DIPERTANGGUNGJAWABKAN.

 

Untuk mensukseskan manusia melaksanakan tugas sebagai abd’ (hamba) yang sekaligus khalifah di muka bumi, maka setiap manusia telah diberikan modal dasar oleh Allah SWT berupa Amanah yang 7 yang kelak akan dimintakan pertanggungjawabannya oleh Allah SWT. Adapun Amanah yang 7 yang harus dipertanggungjawabkan oleh setiap manusia adalah Qudrat (kuasa atau kemampuan), Iradat (kehendak), Hayat (hidup), Kalam (berkata-kata), Ilmu (ilmu), Sama’ (penglihatan), Bashar (pendengaran) serta Af’idah (perasaan), sebagaimana 3 (tiga) buah firman Allah SWT berikut ini:

 

Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh. (surat Al Ahzab (33) ayat 72). Allah SWT juga berfirman sebagaimana berikut ini: “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kami pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. (surat An Nahl (16) ayat 78).” Serta berdasarkan firman Allah SWT berikut ini: Sehingga apabila mereka sampai ke neraka, pendengaran, penglihatan dan kulit mereka menjadi saksi terhadap mereka  tentang apa yang mereka kerjakan.Kamu sekali-kali tidak dapat bersembunyi dari persaksian pendengaran, penglihatan dan kulitmu terhadapmu bahkan kamu mengira bahwa Allah tidak mengetahui kebanyakan dari apa yang kamu kerjakan.(surat Fushshilat (41) ayat 20-22).” Setiap manusia, siapapun orangnya selain diberikan Amanah yang 7 sebagai modal dasar saat menjadi menjadi khalifah di muka bumi. Setiap manusia juga diberikan hubbul yang 7 yang tidak lain adalah motor penggerak bagi setiap manusia untuk bertindak dan berbuat sesuatu.

 

Adapun hubbul atau kecintaan yang akan dimintakan pertanggungjawabannya oleh Allah SWT terdiri dari: (a) Hubbul Syahwat (Ingin Berhubungan Dengan Lawan Jenis); (b) Hubbul Hurriyah (Ingin Bebas); (c), Hubbul Istitlaq (Ingin Tahu); (d) Hubbul Jam’i (Ingin Berkumpul); (e)  Hubbul Maal (Ingin Harta Kekayaan); (f), Hubbul Maadah (Ingin Dipuji) dan juga; (g) Hubbul Riasah (Ingin Jadi Pemimpin), sebagaimana dikemukakan dalam firman Allah SWT berikut ini: “dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). (surat Ali ‘Imran (3) ayat 14).”

 

Timbul pertanyaan, untuk apakah Allah SWT memberikan Amanah yang 7 dan Hubbul yang 7  kepada setiap manusia saat menjadi abd’ (hamba) yang sekaligus khalifah di muka bumi? Amanah yang 7 dan Hubbul yang 7 yang diberikan oleh Allah SWT merupakan alat bantu yang diberikan oleh  Allah SWT untuk memudahkan dan melancarkan serta mensukseskan manusia menjadi khalifah di muka bumi. Hal ini dikarenakan manusia tidak akan mampu dan tidak akan bisa berbuat apa-apa jika hanya terdiri dari jasmani dan ruh semata.

 

I.        HIDUP DI DUNIA HARUS BERAGAMA.

 

Dalam proses kehidupan yang kita jalani saat ini, sudahkah kita menjadi abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya yang baik dan benar yang memenuhi kualifikasi mampu  mengabdi kepada Allah SWT; mampu beriman kepada Allah SWT; mampu tidak mensyerikatkan Allah SWT kepada selainnya dan mampu berbakti kepada kedua orang tua sehingga kita menjadi makhluk pilihan? Atau apakah kita selama hidup hanya berbakti kepada selain Allah SWT dengan menjadi hamba Iblis beserta sekutunya? Jika ini yang terjadi pada diri kita, mulai saat ini, mulai detik ini sebelum kita dishalatkan, sebelum Malaikat Izrail datang menjalankan tugas mencabut nyawa manusia, maka bertaubatlah dengan sebenar-benarnya taubat. Mudah-mudahan Allah SWT mengampuni dosa-dosa kita selama menjalani kehidupan ini sehingga kita tidak  pulang kampung ke Kampung Kebinasaan dan Kesengsaraan.

 

Jika apa yang telah kami kemukakan di atas ini adalah kondisi dasar dari diri kita berarti keberadaan diri kita bukanlah sesuatu yang bersifat insidentil belaka sehingga diri kita tidak akan mungkin bisa dilepaskan dari Allah SWT. Jika diri kita sudah tidak bisa dilepaskan dari Allah SWT dan sedangkan di lain sisi Allah SWT itu sendiri sudah menyatakan sudah dekat dengan diri kita, sehingga Allah SWT sudah ada di depan kita, Allah SWT sudah ada dibelakang kita, Allah SWT sudah ada  di kanan kita dan juga Allah SWT sudah ada di kiri kita yang pada akhirnya kita sudah tidak bisa dilepaskan dari kebesaran dan kemahaan Allah SWT. Sebagaimana dikemukakan oleh Allah SWT dalam firmanNya: “dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.(surat Al Baqarah (2) ayat 186). Dan juga berdasarkan hadits berikut ini: Tsauban ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Nabi Musa berdoa : Ya Rabbi, dekatkah engkau untuk saya bercakap-cakap atau jauhkah untuk saya panggil? Saya merasakan dan mendengarkan suara-Mu yang merdu, namun tidak dapat melihat-Mu dimanakah Engkau? Allah berfirman: Aku berada di belakangmu, di depanmu, disebelah kananmu, dan disebelah krimu". Wahai Musa, Aku teman hamba-Ku diwaktu ia menyebut nam-Ku dan Aku bersama dia bila dia berdoa kepada-Ku. (Hadits Qudsi Addailami:272-254)

 

Selanjutnya jika ini yang terjadi pada diri kita, lalu bagaimanakah kita bersikap dengan kondisi ini? Jika ini yang telah dikemukakan oleh Allah SWT kepada diri kita lalu sudahkah diri kita mendekatkan diri kepada Allah SWT sehingga diri kita menjadi orang dekat dengan Allah SWT? Untuk itu perhatikanlah apa yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Katakan kita menjadi orang dekat pejabat tertentu, maka sebagai orang dekat pejabat, kita tidak berbuat sekehendak hati kita sendiri. Kita harus bisa berbuat yang tidak menjatuhkan hak dan martabat dari pejabat itu.

 

Di lain sisi akan terjadi suatu keadaan di mana diri kita akan dihormati orang, akan dimudahkan urusannya saat mengurus sesuatu oleh sebab dekatnya diri kita dengan pejabat. Jika ini yang dialami oleh orang dekat pejabat tertentu, sekarang bagaimana jika kita menjadi orang dekat dengan pencipta, pemilik langit dan bumi, apakah keadaan yang dialami dalam kehidupan sehari-hari terjadi pula pada diri kita setelah dekat dengan Allah SWT? Jika menjadi orang dekat pejabat saja bisa mendatangkan manfaat kepada diri kita, maka jika kita menjadi orang dekat Allah SWT maka kitapun harus berbuat sesuai dengan perbuatan Allah SWT yang termaktub di dalam Asmaul Husna sehingga kitapun memperoleh manfaat dari kedekatan kita dengan Allah SWT.

 

Sekarang apa yang akan didapatkan oleh orang yang sudah dekat dengan Allah SWT? Sebagai orang dekat dengan Allah SWT maka Allah SWT akan memperhatikan diri kita, Allah SWT akan menolong diri kita, Allah SWT akan melindungi diri kita dari bahaya, ancaman, penyakit serta gangguan syaitan, sepanjang perbuatan sesuai dengan kehendak Allah SWT. Jika ini adalah keadaan dari orang dekat dengan Allah SWT, selanjutnya bertanyalah kepada diri sendiri, sudahkah diri kita menjadi orang dekat Allah SWT atau butuhkah diri kita mendekat dan berdekatan dengan pencipta dan pemilik langit dan bumi saat menjadi khalifah di muka  bumi? Jika Allah SWT sudah menyatakan bahwa kebesaran dan kemahaan-Nya dekat dengan diri kita, timbul pertanyaan sampai kapan Allah SWT akan dekat kepada diri kita?

 

Allah SWT akan tetap dekat kepada diri kita walaupun diri kita tidak mau dekat dengan Allah SWT. Jika sudah begini keadaan Allah SWT kepada diri kita berarti jauh atau dekatnya Allah SWT sangat tergantung sejauh mana kita mau mendekatkan diri untuk menjadi orang dekat Allah SWT atau sejauh mana kita meninggalkan Allah SWT. Untuk akan sia-sialah jika Allah SWT yang sudah dekat dengan diri kita jika kita sendiri malah menjauh dengan kedekatan Allah SWT. Lalu, berapakah jarak antara diri kita yang telah menjadi orang dekat dengan Allah SWT dengan  Allah SWT itu sendiri? Allah SWT dengan diri kita akan berjarak sangat jauh jika dilihat dari keberadaan Dzat Allah SWT yang bertahta di Arsy. Namun antara diri kita dengan sinyal, dengan gelombang Kebesaran dan Kemahaan Allah SWT tidak berjarak sama sekali dikarenakan diri kita sudah berada di dalam sinyal dan gelombang  kebesaran dan kemahaan Allah SWT, seperti halnya handphone yang sudah berada di dalam sinyal operator selular. 


Sekarang setelah diri kita menjadi orang dekat dengan Allah SWT, lalu diri kita mengalami cobaan, mengalami gangguan, mengalami problem saat menjadi khalifah di muka bumi, timbul pertanyaan kepada siapakah kita harus meminta pertolongan, apakah harus kepada Allah SWT ataukah kepada ustadz, kyai atau kepada orang pintar? Jawaban dari pertanyaan ini sangat tergantung kepada persepsi diri kita sendiri kepada Allah SWT. Jika kita mempersepsikan bahwa Allah SWT jauh atau berjarak dengan diri kita maka kita akan meminta pertolongan kepada ustadz, kyai atau kepada orang pintar. Dan jika ini yang kita lakukan maka tunggulah balasan dari Allah SWT karena kita telah melecehkan Allah SWT yang sudah dekat dengan diri kita (maksudnya Allah SWT sudah dekat dengan diri kita tetapi kepada yang jauh kita meminta pertolongan maka yang dekat pasti tersinggung). Selanjutnya jika kita termasuk orang yang selalu mempersepsikan bahwa Allah SWT itu dekat maka kepada yang dekatlah atau kepada yang sudah tidak berjaraklah kita memohon pertolongan, kapanpun, dimanapun dan dalam kondisi apapun. Untuk itu lakukan komunikasi dengan Allah SWT yang mencerminkan kedekatan diri kita dengan Allah SWT, berdoalah kepada Allah SWT yang mencerminkan kedekatan kita dengan Allah SWT. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar