Langit dan bumi beserta isinya, jika
semuanya diteliti sampai dengan hal yang paling terkecil, maka semuanya akan
terdiri dari molekul-molekul atau atom-atom. Dimana atom-atom tersebut akan
mempunyai ukuran-ukuran atau karakteristik-karakteristik yang tetap dan
tertentu, yang berbeda-beda antara satu atom dengan atom lainnya. Sekarang mari
kita lihat dan pelajari unsur Besi yang ada di alam ini, Besi mempunyai nama khusus dalam ilmu
pengetahuan adalah Fe, dimana besi mempunyai berat jenis tetap tertentu, ion
positif dan ion negatif tetap dan
tertentu, daya serap terhadap air tetap dan tertentu, daya pantul terhadap
cahaya tetap dan tertentu, daya serap dan pantulnya terhadap bunyi tetap dan
tertentu. Jika itu semua dapat dikenali maka jika kita menemukan unsur yang
sesuai dengan kondisi diatas, maka itulah yang disebut dengan Besi (Fe).
Jika
besi mempunyai kondisi tersebut di atas, maka ditinjau dari sisi penciptanya
maka Besi (Fe) tersebut pasti ada yang menciptakan. Siapakah yang menciptakan
Besi (Fe) dengan kondisi tersebut di atas, dimana semuanya tetap dan tertentu
walaupun kita menilainya dimanapun kita berada? Jika kita menemukan Besi (Fe)
dengan kondisi yang tidak sama-sama seperti di atas, maka kita akan menyatakan
bahwa itu bukan besi dan selanjutnya pasti kita menyatakan bahwa Besi (Fe) asli
harusnya seperti ini. Dan jika Besi (Fe) yang ada di bumi atau yang ada di alam
ini mempunyai kondisi dan ukuran yang tetap dan tertentu, maka pencipta Besi
(Fe) dengan kondisi dan ukuran yang tetap dan tertentu pasti penciptanya adalah
Satu sebab jika Besi (Fe) diciptakan oleh lebih dari satu pencipta maka belum
tentu sama karakteristik-karakteristiknya.
Untuk
itu mari kita pelajari tentang Air. Air jika diteliti maka Air terdiri dari dua
komponen yaitu komponen Hidrogen dan komponen Oksigen dengan komposisi
Hidrogen yang tetap dan tertentu
dicampur dengan Oksigen yang tetap dan
tertentu pula maka jadilah Air. Air baru dapat dikatakan itu air maka air harus
terdiri dari unsur H2 dan O atau H2O. Selanjutnya mari kita lihat air di muka
bumi ini, maka unsur air pasti H2O, jika unsur air bukan H2O maka itu bukan
disebut dengan air. Jika seluruh air yang ada diseluruh alam ini berunsur H2O
maka pencipta air dengan unsur H2O pasti diciptakan oleh pencipta yang satu
pula.
Allah
SWT berfirman: “Allah mengetahui apa yang dikandung oleh setiap
perempuan, dan kandungan rahim yang kurang sempurna dan yang bertambah. Dan
segala sesuatu pada sisiNya ada ukurannya. (surat Ar Ra’d (13)
ayat 8).” Jika alam
dan segala isinya diciptakan oleh Allah SWT mempunyai kondisi, ukuran,
karakteristik yang tetap dan tertentu, bagaimana dengan manusia yang diciptakan Allah SWT sebagai khalifah di muka
bumi? Apakah manusia diciptakan oleh Allah SWT tanpa mempunyai sesuatu
kondisi, ukuran dan karakteristik yang tetap dan tertentu, seperti yang ada
pada unsur tertentu yang di alam? Mengacu kepada kerangka rencana besar kekhalifahan
di muka bumi, maka diciptakanlah manusia pertama yaitu Nabi Adam as, sebagai
manusia pertama yang diutus oleh Allah SWT sebagai khalifah di muka bumi.
Selanjutnya jika penciptaan manusia merupakan bagian
dari rencana besar Allah SWT untuk menjadikan manusia sebagai abd’ (hamba)-Nya
yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi, maka apakah manusia yang akan diutus
ke muka bumi penciptaannya tanpa ada ukuran-ukuran, spesifikasi-spesifikasi,
karakteristik-karakteristik, yang tetap dan tertentu juga seperti atom atau
molekul? Jawaban dari pertanyaan ini ada pada surat Al-Furqaan (25) ayat 2 yang
kami kemukakan berikut ini: “Yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak
mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagiNya dalam kekuasaan (Nya), dan Dia
telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan
serapi-rapinya.”
Allah SWT menciptakan manusia dalam kerangka
kebaikan, tidak ada niat Allah SWT untuk mencelakakan manusia. Allah SWT sebagai pencipta dan pemilik manusia
mempu-nyai ketentuan-ketentuan atau ukuran-ukuran yang tetap dan tertentu dalam
proses penciptaan manusia. Jika Allah SWT tidak mempunyai ukuran-ukuran yang
tetap dan tertentu dalam proses penciptaan manusia, maka manusia yang
diciptakan oleh Allah SWT pasti tidak mempunyai sebuah keseimbangan dan
keserasian.
Untuk itu,
coba kita perhatikan bulu mata dan alis kita, jika Allah SWT tidak mempunyai
sebuah ketentuan dalam bentuk ukuran-ukuran yang tetap dan tertentu, tidak bisa
terbayangkan jika bulu mata dan alis selalu tumbuh seperti rambut di kepala.
Itu baru dari sisi bulu mata dan alis, bagaimana dengan kaki, tangan, mata,
telinga, hidung serta anggota tubuh lainnya jika Allah SWT tidak menetapkan
ukuran-ukuran yang tetap dan tertentu kepada anggota tubuh tersebut? Jika hal yang
diperlihatkan oleh Allah SWT sudah begitu hebat, masihkah kita tidak mau
beriman kepada Allah SWT? Jika apa-apa yang telah Allah
SWT perlihatkan dan tunjukkan kepada kita belum juga dapat menghantarkan diri
kita beriman kepada Allah SWT berarti ada sesuatu yang salah dalam diri kita.
Untuk itu segeralah bertaubat dengan Taubatan Nasuha sebelum Ruh berpisah
dengan Jasmani.
F. HARUS MENIKAH
TERLEBIH DAHULU.
Allah SWT telah menetapkan
dan menentukan kepada seluruh manusia, jika kita ingin mendapatkan atau
memperoleh keturunan atau jika kita berkeinginan untuk membuat regenerasi
kekhalifahan di muka bumi yang posisinya ada di bawah diri kita, maka kita
diwajibkan terlebih dahulu untuk melakukan pernikahan atau menikah. Allah SWT
berfirman: “Dan Dia (pula)
yang menciptakan manusia dari air, lalu Dia jadikan manusia itu (punya)
keturunan dan mushaharah dan adalah Tuhanmu Maha Kuasa. (surat Al Furqaan (25) ayat 54). Adanya pernikahan antara seorang lelaki dengan seorang wanita yang
didahului dengan adanya “Ijab Qabul” yang sesuai dengan ketentuan Agama dan
yang juga sesuai ketentuan Hukum Negara yang berlaku. Akan menimbulkan hubungan
kekeluargaan antara keluarga pihak lelaki dan keluarga pihak wanita dan
seterusnya akan menjadi sebuah cikal bakal masyarakat atau adanya regenerasi
kekhalifahan di muka bumi.
Selanjutnya ada satu hal yang teramat penting
yang harus kita perhatikan dan juga menjadi perhatian bagi kita semua setelah
adanya pernikahan antara seorang lelaki dan perempuan, yaitu sabda Nabi
Muhammad SAW, yang kami kemukakan berikut ini:“Manakala seseorang di antara kalian sebelum
menggauli istrinya terlebih dahulu mengucapkan: ‘Bismilaahi, Alloohumma
janibnaasy syaithoona wa jannibi syaithoona maa rozaqtanaa’ (dengan menyebut
nama Allah, ya Allah, hindarkanlah kami dari gangguan syaitan dan hindarkan
pula anak yang akan Engkau anugerahkan kepada kami dari gangguan syaitan)
kemudaian dilahirkanlah dari keduanya seorang anak, niscaya selamanya syaitan
tidak akan dapat mengganggunya” (Munttafakun ‘alaih)
Dalam hadits di atas ini, terkandung anjuran
yang mengarahkan kepada kita bahwa sebaiknya permulaan yang kita lakukan dalam hal ini bersifat
Ilahiah (Rabbani), bukan syaithani. Apabila disebutkan nama Allah SWT pada
permulaan hubungan suami istri, berarti hubungan sebadan yang dilakukan oleh
suami istri harus berlandaskan ketaqwaan kepada Allah SWT dan dengan izin dari
Allah SWT diharapakan mendapat anak yang tidak diganggu oleh syaitan. Selain
daripada itu, jika kita mampu melaksanakan apa yang dikemukakan oleh Nabi
Muhammad SAW di atas ini, maka terjadilah sinkronisasi proses pembentukan janin
dalam rahim dimana input yang baik (dalam hal ini sperma dan sel telur) baru
akan menghasilkan output yang baik (dalam hal ini janin) jika proses
mempertemukan juga dengan cara yang baik. Dan
dengan adanya
kondisi di atas ini, berarti diri kita melakukan gerakan tutup pintu bagi
syaitan untuk melaksanakan aksinya atau kita menutup kesempatan bagi syaitan
untuk membangun tempat tinggal di dalam janin.
Sekarang timbul pertanyaan, setujukah syaitan
dengan apa yang kita lakukan di atas? syaitan sebagai musuh sangat tidak setuju
dengan apa yang kita lakukan dikarenakan syaitan sangat berkepentingan untuk
membangun rumahnya di dalam janin karena dengan cara itulah kesempatan untuk
menggoda dan mengganggu anak dan keturunan Nabi Adam as, dapat ia laksanakan.
Dan sebagai orang tua, sebagai calon orang tua, tolong anda perhatikan apa yang
Nabi Muhammad SAW kemukakan di atas ini karena untuk mendapatkan janin yang
berkualitas tinggi, tidak hanya mengandalkan makanan dan minuman yang
berkualitas tinggi,tetapi juga harus dipertemukan dengan cara yang berkualitas
tinggi pula (maksudnya sesuai dengan syariat yang berlaku). Hal lain yang harus pula kita perhatikan
adalah syaitan dengan segala upaya akan
menggagalkan diri kita memperoleh makanan dan minuman halal dan baik (thayyib)
sebab yang dikehendaki syaitan adalah haram lagi buruk (khabits) serta syaitan
juga akan menggagalkan segala upaya diri kita
untuk mempertemukan sel telur dan sperma yang sesuai dengan syariat
melalui proses lupa, tidak ingat, dan lain sebagainya.
Allah SWT sesungguhnya telah memerintahkan
kepada kita semua, untuk memilih orang-orang yang shalih, baik laki-laki maupun
perempuan, saat melakukan pernikahan, agar mereka berkemampuan untuk
membesarkan dan mendidik generasi yang shalih sehingga terjadilah regenerasi
yang terbaik di muka bumi ini. Demikianlah
karena sesungguhnya bibit yang tidak shalih jelas tidak akan dapat memberikan
keturunan yang shalih. Dalam sebuah pepatah disebutkan bahwa orang yang tidak
memiliki sesuatu, pasti tidak dapat memberikan sesuatu pula.
Hal lain yang harus kita ingat adalah salah
satu tujuan dari pernikahan adalah regenarasi keturunan atau menciptakan
keturunan-keturunan baru atau menjadikan abd’ (hamba) yang baru dan juga
khalifah-khalifah baru di muka bumi sehingga jika kita melaksanakan sabda Nabi
Muhammad SAW di atas setelah dilakukannya pernikahan maka akan menghasilkan
keturunan-keturunan yang sangat tangguh serta mempunyai keimanan yang mantap
yang siap menjadi khalifah di muka bumi yang sesuai dengan konsep awal Allah
SWT saat menciptakan manusia. Mudah-mudahan kita semua mampu melaksanakan ini
setelah membaca, memahami buku ini.
G. MANUSIA DICIPTAKAN
MELALUI SEBUAH PROSES.
Manusia,
termasuk diri kita tidak diciptakan oleh Allah SWT seperti Allah SWT
menciptakan Nabi Adam as, atau seperti Siti Hawa. Penciptaan manusia, termasuk
pencip-taan diri kita melalui suatu
proses yang cukup panjang. Melalui proses yang cukup panjang ini, Allah SWT
berkehendak untuk menunjukkan,
memperlihatkan kepada kita semua, seperti apa kebesaran dan kemahaan Allah SWT
yang dimiliki-Nya, seperti apa kekuasaan Allah SWT, seperti apa kehebatan Allah
SWT sehingga manusia dapat percaya, dapat meyakini bahwa hanya Allah SWT
sajalah yang mampu menjadikan ini semua. Lalu seperti apakah proses kejadian
manusia yang diperlihatkan, yang dipertunjukkan oleh Allah SWT di dalam kitab
suci Al Qur’an? Allah SWT berfirman: “Dan Allah menciptakan kamu dari tanah dan kemudian
dari air mani, kemudaian Dia menjadikan
kamu berpasangan (laki-laki dan perempuan) . Dan tidak ada seorang perempuanpun
mengandung dan tidak (pula) melahirkan melainkan dengan sepengetahuanNya. Dan
sekali-kali tidak dipanjangkan umur seorang yang berumur panjang dan tidak pula
dikurangi umurnya, melainkan (sudah
ditetapkan) dalam Kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu bagi
Allah adalah mudah. (surat Faathir (35) ayat 11).”
Proses pertama
kejadian manusia di mulai dari adanya pernikahan antara seorang laki-laki
dengan seorang perempuan, sebagai sebuah sarana untuk mendapatkan keturunan
serta membina sebuah keluarga shakinah. Selanjutnya setelah melalui proses
mempertemukan antara sperma dengan sel telur terjadilah apa yang dinamakan
dengan pembuahan, sebagaimana firman Allah SWT yang kami kemukakan berikut ini:
Allah
SWT berfirman: “Dari setetes mani, Allah menciptakannya lalu menentukannya. (surat Abasa (80) ayat 19). Proses selanjutnya yang terjadi dalam rahim ibu selama empat puluh hari berupa mani
(nutfah), kemudian berupa sekepal darah (mudhagah) selama itu juga kemudian
berupa sekepal daging (allaghah) selama itu juga, kemudian setelah sempurna
baru di tiupkan ruh kepadanya (maksudnya ke dalam Janin yang berumur 120 hari)
sehingga bersatulah antara Jasmani dan Ruhani dalam rahim ibu.
Adanya penyatuan jasmani dengan ruhani maka barulah dikatakan sebagai
manusia, sebagaimana firman Allah SWT berikut ini: “Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal
darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal
daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus
dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka
Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling baik. (surat Al Mu’minuun (23) ayat 14).” Dan setelah memenuhi proses waktu pertumbuhan dalam
rahim selama 9 (sembilan) bulan maka lahirlah bayi atau seorang manusia baru ke
muka bumi. Kemudian (dengan berangsur-angsur)
kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang di
wafatkan dan (ada pula) diantara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun,
supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya.
Sebagaimana dikemukakan dalam firman Allah SWT berikut ini: “Hai manusia,
jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah)
sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani,
kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna
kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami
tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah
ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan
berangsur-angsur) kamu samapailah kepada
kedewasaan, dan diantara kamu ada yang diwafatkan dan (ada pula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya
sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah
diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini
kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu
dan suburlah dan menumbuhkan berbagai
macam tumbuh-tumbuhan yang indah. (surat Al Hajj
(22) ayat 5)
Itulah proses kehidupan yang terjadi dunia ini dan proses kehidupan ini
akan berakhir sampai dengan waktu dipisahkannya kembali antara jasmani dengan ruh
yang dilanjutkan dengan kehidupan setelah mati oleh ruh sampai menunggu hari
kiamat datang yaitu menunggu di alam barzakh. Yang menjadi persoalan adalah
kemanakah nanti kita akan pulang kampung kelak, apakah ke neraka ataukah ke syurga?
Jawaban yang pasti adalah tergantung kepada apa yang telah kita usahakan saat
ini. Jika berkehendak ingin pulang kampung ke syurga maka penuhilah syarat dan
ketentuannya dan jika berkehendak ingin pulang kampung ke neraka maka penuhi
pula syarat dan ketentuannya.
H. MANUSIA DIBERIKAN
AMANAH dan HUBBUL OLEH ALLAH SWT UNTUK DIPERTANGGUNGJAWABKAN.
Untuk mensukseskan
manusia melaksanakan tugas sebagai abd’ (hamba) yang sekaligus khalifah di muka
bumi, maka setiap manusia telah diberikan modal dasar oleh Allah SWT berupa Amanah yang 7 yang
kelak akan dimintakan pertanggungjawabannya oleh Allah SWT. Adapun Amanah yang
7 yang harus
dipertanggungjawabkan oleh setiap manusia adalah Qudrat (kuasa atau kemampuan),
Iradat (kehendak), Hayat (hidup), Kalam (berkata-kata), Ilmu (ilmu), Sama’
(penglihatan), Bashar (pendengaran) serta Af’idah (perasaan), sebagaimana 3
(tiga) buah firman Allah SWT berikut ini:
Allah
SWT berfirman: “Sesungguhnya Kami telah
mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan
untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan
dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan
amat bodoh. (surat Al Ahzab (33) ayat
72).” Allah SWT juga berfirman sebagaimana berikut ini: “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kami pendengaran, penglihatan dan hati,
agar kamu bersyukur. (surat An Nahl (16) ayat 78).”
Serta
berdasarkan firman Allah SWT berikut ini: “Sehingga apabila mereka sampai ke neraka, pendengaran, penglihatan dan
kulit mereka menjadi saksi terhadap mereka
tentang apa yang mereka kerjakan.Kamu sekali-kali tidak dapat
bersembunyi dari persaksian pendengaran, penglihatan dan kulitmu terhadapmu bahkan
kamu mengira bahwa Allah tidak mengetahui kebanyakan dari apa yang kamu
kerjakan.(surat Fushshilat (41) ayat
20-22).” Setiap manusia, siapapun
orangnya selain diberikan Amanah yang 7 sebagai modal dasar saat menjadi
menjadi khalifah di muka bumi. Setiap manusia juga diberikan hubbul yang 7 yang
tidak lain adalah motor penggerak bagi setiap manusia untuk bertindak dan
berbuat sesuatu.
Adapun hubbul atau kecintaan yang akan dimintakan
pertanggungjawabannya oleh Allah SWT terdiri dari: (a) Hubbul Syahwat (Ingin
Berhubungan Dengan Lawan Jenis); (b) Hubbul Hurriyah (Ingin Bebas);
(c), Hubbul Istitlaq (Ingin Tahu); (d) Hubbul Jam’i (Ingin
Berkumpul); (e) Hubbul Maal
(Ingin Harta Kekayaan); (f), Hubbul Maadah (Ingin Dipuji) dan juga;
(g) Hubbul Riasah (Ingin Jadi Pemimpin), sebagaimana dikemukakan dalam firman
Allah SWT berikut ini: “dijadikan indah pada
(pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu:
wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda
pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di
dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). (surat Ali ‘Imran (3) ayat
14).”
Timbul pertanyaan,
untuk apakah Allah SWT memberikan Amanah yang 7 dan Hubbul yang 7 kepada setiap manusia saat menjadi abd’
(hamba) yang sekaligus khalifah di muka bumi? Amanah yang 7 dan Hubbul yang 7 yang diberikan oleh Allah SWT merupakan
alat bantu yang diberikan oleh Allah SWT
untuk memudahkan dan melancarkan serta mensukseskan manusia menjadi khalifah di
muka bumi. Hal ini dikarenakan manusia tidak akan mampu dan tidak
akan bisa berbuat apa-apa jika hanya terdiri dari jasmani dan ruh semata.
I.
HIDUP DI DUNIA HARUS BERAGAMA.
Dalam proses kehidupan yang kita jalani saat ini, sudahkah kita menjadi
abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya yang baik dan benar yang memenuhi
kualifikasi mampu mengabdi kepada Allah
SWT; mampu beriman kepada Allah SWT; mampu tidak mensyerikatkan Allah SWT
kepada selainnya dan mampu berbakti kepada kedua orang tua sehingga kita
menjadi makhluk pilihan?
Atau apakah kita selama hidup hanya berbakti kepada selain Allah SWT dengan
menjadi hamba Iblis beserta sekutunya? Jika ini yang terjadi pada diri kita,
mulai saat ini, mulai detik ini sebelum kita dishalatkan, sebelum Malaikat
Izrail datang menjalankan tugas mencabut nyawa manusia, maka bertaubatlah
dengan sebenar-benarnya taubat. Mudah-mudahan Allah SWT mengampuni dosa-dosa
kita selama menjalani kehidupan ini sehingga kita tidak pulang kampung ke Kampung Kebinasaan dan
Kesengsaraan.
Jika apa yang telah kami kemukakan di atas ini adalah kondisi dasar dari
diri kita berarti keberadaan diri kita bukanlah sesuatu yang bersifat
insidentil belaka sehingga diri kita tidak akan mungkin bisa dilepaskan dari Allah
SWT. Jika diri kita sudah tidak bisa
dilepaskan dari Allah SWT dan sedangkan di lain sisi Allah SWT itu sendiri
sudah menyatakan
sudah dekat dengan diri kita, sehingga Allah SWT sudah ada di depan kita, Allah
SWT sudah ada dibelakang kita, Allah SWT sudah ada di kanan kita dan juga Allah SWT sudah ada di
kiri kita yang pada akhirnya kita sudah tidak bisa dilepaskan dari kebesaran
dan kemahaan Allah SWT. Sebagaimana dikemukakan oleh Allah SWT dalam
firmanNya: “dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka
(jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. aku mengabulkan permohonan orang yang
berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala
perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada
dalam kebenaran.(surat Al Baqarah (2) ayat 186). Dan juga berdasarkan
hadits berikut ini: “Tsauban ra, berkata:
Nabi SAW bersabda: Nabi Musa berdoa :
Ya Rabbi, dekatkah engkau untuk saya bercakap-cakap atau jauhkah untuk saya
panggil? Saya merasakan dan mendengarkan suara-Mu yang merdu, namun tidak dapat
melihat-Mu dimanakah Engkau? Allah berfirman: Aku berada di belakangmu, di
depanmu, disebelah kananmu, dan disebelah krimu". Wahai Musa, Aku teman
hamba-Ku diwaktu ia menyebut nam-Ku dan Aku bersama dia bila dia berdoa
kepada-Ku. (Hadits Qudsi Addailami:272-254)
Selanjutnya jika ini yang terjadi pada diri kita, lalu bagaimanakah kita
bersikap dengan kondisi ini? Jika ini yang telah dikemukakan oleh Allah SWT
kepada diri kita lalu sudahkah diri kita mendekatkan diri kepada Allah SWT
sehingga diri kita menjadi orang dekat dengan Allah SWT? Untuk itu
perhatikanlah apa yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Katakan kita
menjadi orang dekat pejabat tertentu, maka sebagai orang dekat pejabat, kita
tidak berbuat sekehendak hati kita sendiri. Kita harus bisa berbuat yang tidak
menjatuhkan hak dan martabat dari pejabat itu.
Di lain sisi akan terjadi suatu keadaan di mana diri kita akan dihormati
orang, akan dimudahkan urusannya saat mengurus sesuatu oleh sebab dekatnya diri
kita dengan pejabat. Jika ini yang dialami oleh orang dekat pejabat tertentu,
sekarang bagaimana jika kita menjadi orang dekat dengan pencipta, pemilik
langit dan bumi, apakah keadaan yang dialami dalam kehidupan sehari-hari
terjadi pula pada diri kita setelah dekat dengan Allah SWT? Jika menjadi orang
dekat pejabat saja bisa mendatangkan manfaat kepada diri kita, maka jika kita
menjadi orang dekat Allah SWT maka kitapun harus berbuat sesuai dengan perbuatan
Allah SWT yang termaktub di dalam Asmaul Husna sehingga kitapun memperoleh
manfaat dari kedekatan kita dengan Allah SWT.
Sekarang apa yang akan didapatkan oleh orang yang sudah dekat dengan Allah
SWT? Sebagai orang dekat dengan Allah SWT maka Allah SWT akan memperhatikan
diri kita, Allah SWT akan menolong diri kita, Allah SWT akan melindungi diri
kita dari bahaya, ancaman, penyakit serta gangguan syaitan, sepanjang perbuatan
sesuai dengan kehendak Allah SWT. Jika ini adalah
keadaan dari orang dekat dengan Allah SWT, selanjutnya bertanyalah kepada diri
sendiri, sudahkah diri kita menjadi orang dekat Allah SWT atau butuhkah diri
kita mendekat dan berdekatan dengan pencipta dan pemilik langit dan bumi saat
menjadi khalifah di muka bumi? Jika Allah
SWT sudah menyatakan bahwa kebesaran dan kemahaan-Nya dekat dengan diri kita,
timbul pertanyaan sampai kapan Allah SWT akan dekat kepada diri kita?
Allah SWT akan tetap dekat kepada diri kita walaupun diri kita tidak mau dekat dengan Allah SWT. Jika sudah begini keadaan Allah SWT kepada diri kita berarti jauh atau dekatnya Allah SWT sangat tergantung sejauh mana kita mau mendekatkan diri untuk menjadi orang dekat Allah SWT atau sejauh mana kita meninggalkan Allah SWT. Untuk akan sia-sialah jika Allah SWT yang sudah dekat dengan diri kita jika kita sendiri malah menjauh dengan kedekatan Allah SWT. Lalu, berapakah jarak antara diri kita yang telah menjadi orang dekat dengan Allah SWT dengan Allah SWT itu sendiri? Allah SWT dengan diri kita akan berjarak sangat jauh jika dilihat dari keberadaan Dzat Allah SWT yang bertahta di Arsy. Namun antara diri kita dengan sinyal, dengan gelombang Kebesaran dan Kemahaan Allah SWT tidak berjarak sama sekali dikarenakan diri kita sudah berada di dalam sinyal dan gelombang kebesaran dan kemahaan Allah SWT, seperti halnya handphone yang sudah berada di dalam sinyal operator selular.
Sekarang setelah diri kita menjadi orang dekat dengan Allah SWT, lalu diri kita mengalami cobaan, mengalami gangguan, mengalami problem saat menjadi khalifah di muka bumi, timbul pertanyaan kepada siapakah kita harus meminta pertolongan, apakah harus kepada Allah SWT ataukah kepada ustadz, kyai atau kepada orang pintar? Jawaban dari pertanyaan ini sangat tergantung kepada persepsi diri kita sendiri kepada Allah SWT. Jika kita mempersepsikan bahwa Allah SWT jauh atau berjarak dengan diri kita maka kita akan meminta pertolongan kepada ustadz, kyai atau kepada orang pintar. Dan jika ini yang kita lakukan maka tunggulah balasan dari Allah SWT karena kita telah melecehkan Allah SWT yang sudah dekat dengan diri kita (maksudnya Allah SWT sudah dekat dengan diri kita tetapi kepada yang jauh kita meminta pertolongan maka yang dekat pasti tersinggung). Selanjutnya jika kita termasuk orang yang selalu mempersepsikan bahwa Allah SWT itu dekat maka kepada yang dekatlah atau kepada yang sudah tidak berjaraklah kita memohon pertolongan, kapanpun, dimanapun dan dalam kondisi apapun. Untuk itu lakukan komunikasi dengan Allah SWT yang mencerminkan kedekatan diri kita dengan Allah SWT, berdoalah kepada Allah SWT yang mencerminkan kedekatan kita dengan Allah SWT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar