Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Jumat, 10 Mei 2024

KONDISI DAN ATURAN DASAR MANUSIA SEBAGAI ANAK DAN KETURUNAN NABI ADAM as, SAAT HIDUP DI DUNIA (PART 5 of 7)

 

Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi yang sedang menjalankan tugas, kita harus tahu bahwa di muka bumi yang saat ini kita tempati ada satu ketentuan yang siapapun orangnya pasti harus melaksanakannya. Apakah ketentuan itu? Jawabannya ada pada surat Al Qiyamah (75) ayat 36 berikut ini: Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggung jawaban)?” dimana setiap orang, apapun kedudukannya, apapun jabatannya, apakah kaya, apakah miskin, apakah tua, apakah muda, apakah pintar, apakah bodoh, semuanya akan dimintakan pertanggung-jawaban oleh Allah SWT. Adanya kondisi  ini berarti kita tidak bisa sembarangan hidup, kita tidak bisa seenaknya hidup, kita tidak bisa sembrono saat hidup, kita tidak bisa melanggar ketentuan pemilik alam semesta ini. Terkecuali diri kita mampu mempertanggung jawabkan atas apa-apa yang telah kita perbuat dihadapan Allah SWT.

 

Untuk itu kita harus bisa memahami dengan sebenar-benarnya bahwa kita akan memper-tanggungjawabkan segala apa yang kita perbuat, secara individual atau yang bersifat perseorangan. Allah SWT tidak mengenal apa yang dinamakan dengan pertanggung jawaban secara grup atau kelompok dan juga di dalam mempertanggungjawabkan apa yang kita lakukan saat hidup di dunia, ketentuan yang dipakai adalah ketentuan Allah SWT sehingga kita tidak bisa mempergunakan parameter yang kita buat. Sebagai makhluk yang terhormat sudah sepantasnya dan sepatutnya berperilaku terhormat, sehingga pulang kampung ke tempat yang terhormat dengan cara yang terhormat untuk bertemu dengan Yang Maha Terhormat dalam suasana yang saling hormat menghormati. Timbul pertanyaan, apa buktinya diri kita terhormat? Salah satu bukti bahwa diri kita terhormat adalah Allah SWT memerintahkan kepada Malaikat untuk sujud kepada Nabi Adam as.

 

Adanya perintah sujud kepada Nabi Adam as, menunjukkan bahwa posisi awal manusia, termasuk posisi awal diri kita, lebih tinggi kedudukannya dibandingkan dengan malaikat, lebih tinggi kedudukannya daripada iblis/syaitan. Adanya kondisi ini berarti seharusnya manusia harus bisa mengalahkan iblis/syaitan atau mampu berbuat lebih baik dsbandingkan dengan malaikat. Jika yang terjadi saat ini manusia tunduk patuh sujud kepada iblis/syaitan berarti kekhalifahan yang sedang kita laksanakan telah keluar dari konsep awal penciptaan kekhalifahan di muka bumi.

 

Lalu apakah hanya dengan berdiam diri saja, apakah hanya dengan berpangku tangan saja, apakah hanya dengan duduk-duduk santai saja maka kehormatan yang telah kita miliki akan tetap terjaga dan terpelihara dari waktu ke waktu yang pada akhirnya dapat menghantar diri kita pulang ke syurga sedangkan syaitan juga sangat memiliki kepentingan kepada diri kita? Agar kehormatan yang telah kita miliki tetap terjaga, tetap terpelihara maka kita harus berjuang, maka kita harus berusaha memenuhi segala aturan yang mengatur tentang kehormatan dari Yang Maha Terhormat.

 

Selanjutnya agar diri kita tetap terhormat dari waktu ke waktu maka kita harus beragama atau memiliki agama saat menjadi khalifah di muka bumi. Timbul pertanyaan, agama apakah yang harus kita anut dan selanjutnya apa yang harus kita lakukan setelah memiliki agama? Jawaban dari pertanyaan ini ada pada pembahasan selanjutnya. 

 

1.   Agama Nabi Ibrahim as. Berdasarkan surat Al Baqarah (2) ayat 132 berikut ini:  “dan Ibrahim telah Mewasiatkan Ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qub. (Ibrahim berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, Maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam.” Agama yang harus dipeluk atau yang harus dilaksanakan oleh diri kita adalah agama Nabi Ibrahim as, yaitu Diinul Islam. Sekarang timbul pertanyaan, kenapa harus Diinul Islam yang kita jadikan agama yang haq saat diri kita melaksanakan tugas sebagai khalifah di muka bumi? Diinul Islam berdasarkan surat Ar Ruum (30) ayat 30 yang kami kemukakan berikut ini: Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui[1168], (surat Ar Ruum (30) ayat 30)

 

[1168] Fitrah Allah: Maksudnya ciptaan Allah. manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama Yaitu agama tauhid. kalau ada manusia tidak beragama tauhid, Maka hal itu tidaklah wajar. mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantara pengaruh lingkungan.

 

Diinul Islam adalah konsep ilahiah yang diciptakan dari fitrah Allah SWT yang khusus dipersiapkan untuk oleh Allah SWT untuk kepentingan kekhalifahan yang ada di muka bumi sehingga antara khalifah (maksudnya antara diri kita) dengan Allah SWT akan selalu berada di dalam satu konsep yang bernama Diinul Islam.WT berada di dalam satu kesatuank bisa mempergunakan parameter yang kita buat.

up di dun Allah SWT juga menciptakan manusia (maksudnya jati diri manusia yang sesungguhnya adalah ruh) berasal dari fitrah Allah SWT sedangkan Allah SWT selaku pencipta dari manusia itu sendiri adalah Dzat Yang Maha Fitrah. Dan jika ini adalah kondisi dasar dari Diinul Islam, jika ini adalah kondisi dasar dari ruh diri kita berarti jika kita diperintahkan oleh Allah SWT untuk menghadapkan wajah yang lurus ke fitrah Allah SWT. Ini berarti kita diberikan kesempatan oleh Allah SWT  kondisi ini  manusiaguhnya adalah n kepada diri kitauntuk melakukan sinergi antara diri kita (ruh diri kita) dengan Allah SWT melalui Diinul Islam dikarenakan kesemuanya adalah fitrah Allah SWT. Selanjutnya masih berdasarkan ketentuan surat Ar Rumm (30) ayat 30 yang kami kemukakan di atas, kita akan memperoleh beberapa ketentuan yang mendasar tentang Diinul Islam, yaitu :

 

a.  Allah SWT menegaskan bahwa manusia (maksudnya adalah ruh) diciptakan berdasarkan fitrah Allah SWT, ini berarti bahwa Allah SWT adalah Dzat Yang Maha Fitrah sehingga dengan kemahafitrahan-Nya diciptakanlah manusia (termasuk di dalamnya Amanah yang 7 dan Hubbul yang 7).

b.  Fitrah Allah SWT tidak akan pernah mengalami perubahan sedikitpun oleh sebab apapun juga, dengan demikian maka ruhani, Amanah 7 dan juga Hubbul yang 7 yang dimiliki oleh manusiapun tidak akan mengalami perubahan sifat fitrahnya jika kita selalu berada di dalam fitrah Allah SWT.

c.   Manusia  diperintahkan  oleh Allah SWT  untuk  menghadapkan wajahnya kepada Agama (Diinul Islam) Allah SWT, ini berarti bahwa manusia diperintahkan oleh  Allah SWT untuk tetap berada di dalam fitrah Allah SWT.

d.     Jika Allah SWT adalah Dzat Yang Maha Fitrah kemudian manusia diciptakan berdasarkan fitrah Allah SWT maka agama yang lurus juga adalah fitrah Allah SWT.

 

Berdasarkan apa-apa yang kami kemukakan di atas, maka Diinul Islam dapat dikatakan sebagai konsep fitrah yang berisi tuntunan dan pedoman yang harus dilaksanakan oleh diri kita jika kita ingin tetap berada di dalam kehendak Allah SWT (dalam hal ini tetap berada di dalam kefitrahan). Jika sekarang Allah SWT memerintahkan kepada manusia untuk menghadapkan wajahnya menuju agama yang lurus, ini berarti bahwa fitrah yang dimiliki manusia (dalam hal ini adalah ruh dan Amanah yang 7) dihadapkan atau dipertemukan dengan fitrah yang dimiliki oleh Allah SWT, selanjutnya apa yang terjadi?

 

Jika fitrah bertemu dengan fitrah maka terjadilah kesesuaian, terjadilah keserasian, dan terjadilah keselarasan atau terjadilah sinergi antara fitrah yang dimiliki manusia dengan fitrah yang dimiliki Allah SWT melalui jalan Agama yang fitrah (dalam hal ini adalah Diinul Islam). Sekarang jika manusia diciptakan oleh Allah SWT dari fitrah-Nya (dalam hal ini adalah ruh dan Amanah yang 7) maka fitrah yang dimiliki manusia sudah pasti lebih sedikit atau bahkan jika dibandingkan dengan fitrah Allah SWT mungkin fitrah yang dimiliki manusia laksana setetes air yang menempel di ujung jari di tengah lautan luas. Lalu jika manusia diperintahkan oleh Allah SWT untuk menghadapkan wajahnya ke fitrah Allah SWT, siapakah yang paling diuntungkan dengan keadaan tersebut?

 

Dalam hukum alam yang berlaku, yang kecil pasti dikalahkan oleh yang besar, akan tetapi dalam ilmu Allah SWT tentang Diinul Islam, hal ini tidak berlaku sebab jika fitrah yang kecil bertemu dengan fitrah Yang Maha Besar maka yang kecil akan terbantu atau yang kecil akan tertolong oleh yang besar. Yang sering menjadi persoalan adalah kita yang kecil berusaha ingin selamat, berusaha ingin di tolong, tetapi jalan yang ditempuh justru melawan dan menentang Yang Maha Besar dengan menambah, mengurangi apa-apa yang telah ditetapkan sebagai syarat dan ketentuan dari Yang Maha Besar. Sekarang Allah SWT sudah menetapkan kepada setiap khalifah-Nya jika ia ingin selamat maka kita wajib melaksanakan Diinul Islam secara kaffah dengan cara tidak menambah, tidak mengurangi, tidak merubah-rubah, atas apa-apa yang telah Allah SWT tentukan.

 

Selanjutnya dapatkah kita selamat jika antara diri kita dengan Allah SWT tidak terjadi keselarasan, tidak terjadi keserasian dan  tidak terjadi keseimbangan dalam hal fitrah atau tidak sesuai dengan kehendak Allah SWT?  Jika handphone saja wajib selaras, serasi dan seimbang dengan operator selular, apalagi kita dengan Allah SWT. Untuk itu, kitapun harus selalu selaras, serasi dan seimbang dengan gelombang dan siaran Allah SWT yaitu Diinul Islam. Jika hal ini tidak terjadi atau kiita tidak dapat melakukannya maka jangan berharap pertolongan, bantuan dari Allah SWT atau Apa-Apa yang  telah Allah SWT janjikan kepada kita, dapat kita raih dan dapat kita peroleh.

 

Setelah diri kita disiapkan atau diberikan Diinul Islam oleh Allah SWT, apa yang harus kita lakukan dengan Diinul Islam itu? Berdasarkan surat Al Baqarah (2) ayat 208 yang kami kemukakan berikut ini: Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” Kita harus melaksanakan Diinul Islam secara kaffah atau secara utuh dalam satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Selanjutnya sudahkah kita melaksanakan ketentuan Diinul Islam secara kaffah dengan baik dan benar sesuai dengan ketentuan Allah SWT yang secara kaffah? Selanjutnya apa yang dapat kita peroleh jika kita melaksanakan Diinul Islam secara kaffah? Banyak hal yang akan kita peroleh jika kita melaksanakan Diinul Islam secara kaffah saat diri menjadi abd’ (hamba) yang juga khalifah di muka bumi, yaitu:

 

a. Kita tidak sendirian saat melaksanakan tugas di muka bumi karena Allah SWT akan selalu menyertai diri kita sepanjang diri kita mau menghadapkan wajah yang lurus (maksudnya menghadapkan kefitrahan Ruhani) ke fitrah Allah SWT melalui Diinul Islam, akhirnya mampu menghantarkan diri kita selalu dalam kehendak Allah SWT.

 

b. Adanya Diinul Islam yang kita laksanakan akan menjadikan diri kita memiliki pegangan, pedoman, patokan, ukuran, saat melaksanakan kekhalifahan di muka bumi serta akan membuat dari kita terbebas dari pertanggungjawaban Amanah yang 7 dan Hubbul yang telah diberikan oleh Allah SWT kepada diri kita.

 

c. Adanya Diinul Islam akan memudahkan diri kita mengalahkan ahwa (hawa nafsu) dan juga syaitan serta dapat menghilangkan pengaruh buruk yang berasal dari ahwa (hawa nafsu) dan juga syaitan serta diri kita telah masuk ke dalam benteng Allah SWT. 

 

Hal yang harus kita perhatikan saat diri kita menjadi abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi adalah Allah SWT tidak butuh dengan kaffah yang kita lakukan, Allah SWT tidak butuh dengan Amanah yang kita lakukan, Allah SWT tidak butuh dengan ibadah wajib dan ibadah sunnah yang kita lakukan. Allah SWT memberikan kebebasan memilih kepada diri kita, untuk memilih jalan yang terbaik bagi diri kita, mau pulang ke syurga silahkan dan jika ingin pulang ke neraka silahkan. Pilihan hanya satu, mau menjadi calon penghuni syurga atau menjadi calon penghuni neraka. Selamat memilih dan bersiap-siaplah menerima konsekuensi masing-masing.

 

2.   Tidak Beragama Di Dunia Akan Hina. Sekarang adakah resiko bagi manusia yang tidak mau menjadikan Diinul Islam sebagai agama yang Haq di muka bumi ini? Jika kita merasa bahwa diri kita bukanlah siapa-siapa, jika kita merasa bahwa diri kita misikin saat hadir di muka bumi, sudah sepantasnya diri kita mau menerima, mau melaksana-kan, segala apa yang telah menjadi ketentuan pencipta dan pemilik langit dan bumi. Akan tetapi jika kita tidak mau melaksanakan, tidak mau menerima Diinul Islam sebagai Agama yang haq berarti diri kita termasuk orang yang tidak tahu diri. Untuk itu bersiap-siaplah menerima hal-hal yang dikemukakan di dalam surat Al Hajj (22) ayat 9-10 yang kami kemukakan berikut ini: “dengan memalingkan lambungnya untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah. ia mendapat kehinaan di dunia dan dihari kiamat Kami merasakan kepadanya azab neraka yang membakar.(akan dikatakan kepadanya): "Yang demikian itu, adalah disebabkan perbuatan yang dikerjakan oleh kedua tangan kamu dahulu dan Sesungguhnya Allah sekali-kali bukanlah penganiaya hamba-hamba-Nya.” Apakah itu? Allah SWT akan memberikan hadiah berupa kehinaan di dunia dan juga kehinaan di hari kiamat kelak. Jika sampai hal ini terjadi pada diri kita berarti diri kita telah keluar dari konsep awal penciptaan manusia. Apa buktinya? Dari makhluk yang terhormat telah turun pangkat menjadi makhluk yang dihinakan seperti halnya iblis/syaitan.Dari makhluk yang berhak menempati syurga menjadi makhluk penghuni neraka.

 

Sebagai abd’ (hamba) yang juga adalah khalifah di muka bumi, kita tidak bisa menganggap remeh apalagi menganggap enteng  ancaman Allah SWT ini dikarenakan Allah SWT tidak akan pernah ingkar janji kepada makhluk-Nya. Untuk itu jika saat ini diri kita masih belum melaksana-kan Diinul Islam secara kaffah, segera perbaiki diri saat ini juga sebab waktu tidak akan pernah kembali lagi serta penyesalan tidak ada di muka. Atau jika saat ini diri kita masih percaya bahwa ada Agama lain selain Diinul Islam mampu mempertahankan kefitrahan diri yang sesuai dengan kehendak Allah SWT serta mampu menghantarkan diri kita ke syurga, cepat-cepatlah lakukan Taubatan  Nasuha sebelum ruh tiba dikerongkongan, terkecuali jika kita ingin merasakan panasnya api Neraka Jahannam yang panasnya 70 (tujuh puluh) kali dari api dunia.

 

3.    Di Dunia Harus Mencari Ridha Allah SWT dan Amal Shaleh. Sebagai makhluk yang menumpang di muka bumi, sebagai makhluk yang ada karena dihendaki oleh pencipta dan pemilik dari langit dan bumi, sebagai tamu yang tahu diri tentu sudah seharusnya dan sudah pula sepatutnya diri kita menjadi tamu yang menyenangkan bagi pemilik langit dan bumi, atau menjadi tamu yang keberadaannya sesuai dengan kehendak pemilik langit dan bumi. Timbul pertanyaan, agar diri kita bisa melakukan hal itu semua, apa yang harus kita lakukan? Berdasarkan surat Al Kahfi (18) ayat 28 yang kami kemukakan berikut ini: “dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.” Kita harus selalu mencari ridha Allah SWT di dalam setiap aktivitas yang kita lakukan serta mengerjakan amal shaleh. Selain daripada itu kita tidak diperkenankan untuk mengejar kehidupan dunia semata dengan mengabaikan kehidupan akhirat serta kita tidak diperkenankan pula untuk memperturutkan ahwa (hawa nafsu).

 

Timbul pertanyaan, apakah hanya sekedar itu saja kita berbuat saat menjadi abd’ (hamba) yang juga khalifah di muka bumi? Sebagai abd’ (hamba) yang juga khalifah yang keberadaannya ada karena kehendak Allah SWT maka sudah sepatutnya diri kita selalu menyamakan perilaku dan perbuatan yang kita lakukan sesuai dengan perilaku dan perbuatan dari pencipta dan pemilik langit dan bumi. Apa maksudnya? Jika  Allah SWT selaku pencipta dan pemilik memiliki nama Ar Rachman maka saat diri kita menjadi abd’ (hamba) yang juga khalifah juga harus melakukan perbuatan yang sesuai dengan Ar Rachman yang dimiliki Allah SWT. Sekarang bagaimana dengan Al Aliem yang dimiliki Allah SWT? Sebagai abd’ (hamba) yang juga khalifah kita pun harus mengamalkan dan mengajarkan ilmu yang telah diberikan oleh  Allah SWT sesuai dengan Nilai-Nilai Kebaikan kepada sesama manusia. Demikian seterusnya sesuai dengan Asmaul Husna dan juga sifat Ma'ani Allah SWT.     

 

Sekarang bagaimana jika diri kita tidak mau menyesuaikan diri sesuai dengan perilaku dan perbuatan Allah SWT saat kita hidup di dunia atau kita tidak mau melaksanakan perintah dari pemilik dan pencipta langit dan bumi? Jika sampai diri kita melakukan hal ini berarti diri kita telah menjadi tamu yang tidak bisa menyenangkan bagi pencipta dan pemilik langit dan bumi atau telah menjadi tamu yang tidak tahu diri dikarenakan perintah tuan rumah sudah kita langgar atau diri kita sudah berani menantang Allah SWT di langit dan di bumi yang dimiliki oleh Allah SWT. Dan sebagai abd’ (hamba) yang sekaligus khalifah di muka bumi sudahkah kita menyadari bahwa Allah SWT sangat berkuasa, sudahkah kita mengakui bahwa Allah SWT Maha segalanya, sudahkah kita melaksanakan segala apa-apa yang telah diperintahkan Allah SWT dengan ikhlas? Jika kita masih berkeinginan untuk hidup di muka bumi yang tidak pernah kita ciptakan dan juga tidak pernah kita miliki, tidak ada jalan lain kecuali menjadi tamu yang sesuai dengan kehendak pencipta dan pemiliki langit dan bumi atau jadilah yang dapat menyenangkan hati tuan rumah, terkecuali jika kita ingin menjadi tamu yang tidak tahu diri di langit dan di bumi ini.

 

J.       KEHIDUPAN DUNIA BAGI MANUSIA.

 

Sebelum kami membahas sub bab ini, perkenankan kami mengemukakan sebuah ilustrasi sebagai berikut : Sebagai seorang yang hidup di rantau tentu suatu ketika kita akan kembali ke kampung halaman. Jika kondisi ini sudah menjadi pedoman bagi diri kita saat merantau, tentu hal ini akan menimbulkan konsekuensi yang harus kita lakukan saat hidup dirantau. Apakah itu? Seorang perantau yang akan kembali ke kampung halaman, tentu harus memikirkan bekal untuk kembali ke kampung halaman atau kita harus menyisihkan tabungan untuk bekal kembali ke kampung halaman. Adanya kondisi ini berarti kita tidak bisa seenaknya hidup di rantau, kita tidak bisa berfoya-foya, kita harus mempersiapkan segala sesuatu untuk pulang kampung.

 

Sekarang dapatkah kita disebut telah sukses hidup dirantau jika saat pulang kampung tidak memiliki apapun kecuali baju yang ada di badan atau mungkinkah kita disambut dengan karpet merah jika kita pulang kampung hanya dengan baju di badan saja? Jika diri kita tidak mau dianggap gagal atau dianggap sebagai pecundang saat pulang kampung setelah hidup di rantau, maka tidak ada jalan lain kecuali mempersiapkan bekal dengan sebaik mungkin saat hidup di negeri orang. Jika kondisi ini berlaku dalam kehidupan sehari-hari, sekarang bagaimana dengan diri kita yang saat ini hidup di rantau, apakah keadaan ini tidak berlaku saat diri kita menjadi khalifah di muka bumi? Ilustrasi tentang hidup di rantau kondisinya sama dengan hidup yang saat ini kita laksanakan, yaitu jika kita merasa kampung halaman diri kita nanti adalah syurga ataukah neraka, berarti saat ini kita harus mempersiapkan bekal untuk menuju syurga atau bekal untuk menuju neraka.

 

Sebagai abd (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi yang sudah tahu diri, tentu kita harus menyadari bahwa bekal untuk menuju kampung akhirat  baik syurga ataupun neraka hanya tersedia saat diri kita hidup di muka bumi ini. Jika ini adalah kondisinya berarti kehidupan dunia yang saat ini kita lakukan adalah sarana untuk mencari bekal untuk menuju kehidupan akhirat. Sekarang bekal yang manakah yang sedang kita persiapkan saat ini, apakah bekal untuk ke Neraka Jahannam ataukah bekal untuk ke syurga? Syurga dan neraka adalah tempat kembali manusia setelah melaksanakan tugas sebagai khalifah di muka bumi.

 

Syurga dan juga neraka sebagai tempat kembali bukanlah barang gratisan yang begitu saja akan diberikan oleh Allah SWT kepada manusia. Untuk dapat memasuki syurga ataupun untuk dapat memasuki neraka, kita diwajibkan terlebih dahulu memiliki tiket masuk. Adanya kondisi ini berarti hanya orang-orang tertentu saja yang dapat memasuki syurga dan hanya orang-orang yang tertentu pula yang dapat memasuki neraka. Atau dengan kata lain kita tidak bisa semba-rangan untuk masuk ke syurga ataupun masuk ke neraka. Lalu, sudahkah kita semua memesan tempat  di syurga atau di neraka?

 

Kami persilahkan anda memilih sendiri-sendiri kaveling yang di idam-idamkan atau keveling yang paling cocok dengan apa yang sedang anda  lakukan  saat ini. Ingat, jika anda telah menjual sapi, maka jangan pernah berharap mendapatkan dan memperoleh air susunya kembali atau jika anda telah keluar dari kehendak Allah SWT maka jangan pernah berharap mendapatkan syurga dengan segala fasilitasnya. Jika untuk memasuki syurga ataupun neraka memerlukan tiket masuk. Timbul pertanyaan, dimanakah tempat membeli tiket masuk ke syurga ataupun neraka? Tiket syurga ataupun tiket neraka dapat dibeli saat diri kita menjadi khalifah di muka bumi dimulai dari saat Ruh ditiupkan sampai dengan ruh berpisah dengan jasmani. Adanya kondisi ini berarti baik tiket masuk ke syurga maupun tiket masuk ke neraka tidak dijual di sembarang waktu dan di sembarang tempat, yaitu hanya tersedia saat diri kita hidup di dunia saja. Sekarang bagaimanakah caranya membeli atau memiliki tiket masuk ke syurga ataupun tiket masuk ke neraka?

 

Untuk memperoleh atau untuk  membeli tiket masuk ke syurga atau tiket masuk ke beraka syarat dan ketentuannya sangat berbeda karena ada perbedaan fasilitas diantara keduanya. Jika kita mengacu surat Al Qashash (28) ayat 77 berikut ini: “dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.” dan surat Al Baqarah (2) ayat 208 yang kami kemukakan di atas ini, untuk  memperoleh tiket masuk ke syurga caranya melaksanakan Diinul Islam secara kaffah, yang dilanjutkan dengan selalu berbuat baik kepada sesama serta jangan berbuat kerusakan di muka bumi.

 

Sedangkan tiket masuk ke neraka akan didistribusikan oleh syaitan sang laknatullah melalui animisme, tidak mau menjadikan Diinul Islam sebagai agama yang haq, berbuat kerusakan di muka bumi, mempertuhankan ahwa (hawa nafsu), Nilai-Nilai Keburukan dijadikan pedoman saat menjadi abd’ (hamba) yang juga khalifah di muka bumi, Amanah yang 7 dan Hubbul yang 7 dikuasakan penggunaannya kepada Jasmani dan lain sebagainya yang sesuai dengan kehendak syaitan. Sebagai abd’ (hamba) yang juga khalifah yang sedang melaksana-kan tugas di muka bumi, yang manakah kondisi diri kita, apakah yang menjadi calon penghuni neraka ataukah yang menjadi calon penghuni syurga.   

 

Syurga maupun neraka mempunyai 7(tujuh) tingkat 8(delapan) nama, dimana tingkatan-tingkatan atau keveling yang ada di dalam syurga terdiri dari Syurga Firdaus; Syurga 'Adn; Syurga Na'iim; Syurga Na'wa; Syurga Darussalaam; Syurga Daarul Muaqaamah; Syurga Al-Muqqamul Amin dan Syurga Khuldi. Sedangkan tingkatan yang ada di dalam neraka terdiri dari Neraka Jahannam; Neraka Jahiim; Neraka Hawiyah; Neraka Wail; Neraka Sa'iir; Neraka Ladhaa; Neraka Saqar dan Neraka Hutomah. Timbul pertanyaan, apakah dengan memiliki satu tiket tanda masuk kita bisa memilih di tingkat mana kita akan kembali? Adanya tingkatan syurga dan neraka yang berjumlah 7(tujuh) tingkat menunjukkan bahwa masing-masing tingkat baik syurga maupun neraka memiliki syarat dan ketentuan yang berbeda-beda. Semakin baik seseorang di dalam memenuhi syarat dan ketentuan masuk syurga maka semakin tinggi tingkatan syurga yang dapat kita capai, demikian pula sebaliknya. Hal yang samapun terjadi pada neraka, semakin tinggi kebobrokan seseorang memenuhi syarat dan ketentuan masuk neraka maka semakin tinggi pula tingkat neraka yang akan ditempati, demikian pula sebaliknya.

 

Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di muka bumi, di tingkat syurga yang manakah kelak kita akan pulang atau di tingkat neraka manakah kelak kita akan pulang? Agar saat diri kita mencari bekal untuk pulang kampung ke negeri akhirat dapat kita laksana-kan sebaik mungkin, kiranya 6(enam) ketentuan Allah SWT tentang kehidupan dunia yang akan kami kemukakan di bawah ini dapat kita jadikan pedoman, yaitu:

 

1.       Dunia adalah Tempat Kesenanangan Sementara. Dunia adalah la’ib (main main) dan laghwu (senda gurau). Dunia hanyalah tempat sandiwara kehidupan dipentaskan. Bukankah hidup ini sebenarnya adalah sangat sederhana? Kita bagaikan aktor ataupun artis yang sedang memegang peran masing masing. Sedangkan sutradaranya adalah Allah SWT. Di sandiwara kehidupan ini, ada skenario Tuhan yang wajib diperankan dengan sebaik baiknya dan juga semaksimal mungkin diperankan oleh diri kita, sebagaimana termaktub dalam surat Al An'am (6) ayat 32 berikut ini: “dan Tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka[468]. dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?”.

 

[468] Maksudnya: kesenangan-kesenangan duniawi itu hanya sebentar dan tidak kekal. janganlah orang terperdaya dengan kesenangan-kesenangan dunia, serta lalai dari memperhatikan urusan akhirat.

 

Jika kehidupan dunia sudah dikatakan oleh Allah SWT sebagai tempat kesenangan sementara berarti ada tempat kesenangan yang tetap yang akan disediakan Allah SWT. Timbul pertanyaan dimanakah letak kesenangan tetap tersebut? Letak kesenangan tetap ada pada kehidupan akhirat. Sebagai seorang khalifah yang sedang melaksanakan tugas di muka bumi ini kita diminta oleh Allah SWT untuk memahani hal ini.

 

Sekarang untuk siapakah kesenangan tetap yang ada di negeri akhirat itu, apakah untuk Allah SWT ataukah untuk diri kita? Allah SWT tidak membutuhkan itu semua, dan jika Allah SWT tidak membutuhkan, lalu siapakah yang membutuhkan? Jika kita merasa sangat membutuhkan kesenangan tetap yang ada di negeri akhirat, maka kita harus memiliki bekal untuk menuju kesana atau kita harus berusaha memiliki tiket masuk menuju kesenangan tetap yang ada di negeri akhirat. Hal yang harus kita perhatikan adalah kita tidak akan mungkin memperoleh tempat kembali berupa syurga jika tiket yang kita miliki adalah tiket masuk ke neraka atau bekal yang sesuai dengan kehendak syaitan.  

 

2. Dunia adalah Tempat Ujian. Kehidupan dunia adalah tempat ujian, hal ini berdasarkan surat Thaahaa (20) ayat 131-132  berikut ini: “dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia untuk Kami cobai mereka dengannya. dan karunia Tuhan kamu adalah lebih baik dan lebih kekal.dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezki kepadamu, kamilah yang memberi rezki kepadamu. dan akibat (yang baik)  sebagai tempat ujian berarti saat ini diri kita sedang melaksanakan test atau sedang di uji oleh Allah SWT untuk menghadapi musuh abadi manusia, dalam hal ini ahwa (hawa nafsu) dan juga syaitan. Adanya test atau ujian yang dilakukan oleh Allah SWT maka akan menghasilkan apa yang dinamakan dengan nilai seseorang, kelulusan seseorang, kemenangan seseorang atau kekalahan seseorang. Jika kita lulus ujian  melawan ahwa (hawa nafsu) dan juga syaitan berarti diri kita adalah pemenang dan syaitan adalah pecundang. Pemenang akan memperoleh syurga sedangkan pecundang akan memperoleh neraka.Selanjutnya sudahkah diri kita mempersiapkan diri untuk menjadi pemenang atau lulus dari ujian  Allah SWT? 

 

3. Dunia adalah Laksana Air Hujan. Allah SWT telah mengingatkan bahwa kehidupan dunia laksana air hujan yang turun ke bumi, sebagaimana dikemukanan dalam  surat Al Kahfi (18) ayat 45-46  yang kami kemukakan berikut ini: “dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia sebagai air hujan yang Kami turunkan dari langit, Maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. dan adalah Allah, Maha Kuasa atas segala sesuatu.harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.”  Saat air hujan turun semuanya terlihat baik dan semuanya tumbuh dengan baik namun apa yang tumbuh dan baik itu tidak selamanya seperti itu. Air hujan hanyalah sarana untuk menghidupkan apa apa yang gersang di muka bumi. Adanya kondisi ini Allah SWT mengingatkan kepada diri kita agar jangan sampai diri kita tertipu dengan kehidupan dunia lalu lupa dengan kehidupan akhirat yang menjadi tujuan akhir diri kita. Allah SWT memberikan peringatan dini kepada diri kita seperti ini karena syaitan dengan segala kemampuan yang dimilikinya mampu memanipulasi sesuatu yang tidak baik menjadi baik atau mampu menjadikan sesuatu yang baik menjadi sesuatu yang tidak baik. Jika sampai diri kita mampu dipengaruhi syaitan maka kita tidak akan mampu menjadi seorang pemenang, atau yang akan disambut dengan karpet merah saat pulang kampung. Untuk itu berhati-hatilah dengan syaitan saat diri kita melaksanakan tugas di muka bumi. 

 

4. Dunia adalah Mataa’ (kesenangan yang menipu). Dunia adalah mataa’ (kesenangan yang menipu). Ketertipuan terhadap dunia terjadi ketika kita menjadikan dunia sebagai tujuan akhir. Padahal dunia ini hanyalah perantara atau media untuk menggapai kebahagiaan hidup di alam abadi. Dunia adalah media untuk mencari bekal hidup agar kelak kita meraih syurga. Sebagaimana dikemukakan dalam surat Ali Imran (3) ayat 14 berikut ini: “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa apa yang diingini, yaitu: wanita wanita, anak anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang binatang ternak dan sawah lading. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah lah tempat kembali yang baik (syurga). (surat Ali Imran (3) ayat 14)”.

 

5.    Dunia adalah Qalil (kecil). Dunia adalah qalil (kecil). Dalam ayat ini Allah SWT membandingkan dunia dengan akhirat. Segala yang ada dunia ini kecil. Manusia itu kecil. Harta itu kecil. Nikmat di dunia itu kecil. Kesengsaraan di dunia itu kecil. Kelak di akhiratlah segala yang besar besar itu berada. Sebagaimana dikemukakan dalam surat An Nisaa (4) ayat 77 berikut ini: “Kesenangan di dunia ini hanya kecil (sebentar) dan akhirat itu lebih baik untuk orang orang yang bertaqwa, dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun. (surat An Nisaa (4) ayat 77)”.  Kenikmatan di syurga, kata Rasul SAW, belum pernah terdengar telinga, belum pernah terlihat mata, bahkan belum pernah terjamah oleh pikiran manusia. Begitu pula dengan kesengsaraan dan kebinasaan di neraka, yang belum pernah terjamah dan dirasakan oleh manusia. Untuk itu bersabarlah di dunia yang singkat dan kecil ini. Jangan terlena dengan kenikmatan dunia yang kecil ini. Jangan menyerah dengan cobaan dan kesengsaraan hidup di dunia yang juga kecil ini. Asalkan kita berada di titian iman dan taqwa hingga ajal tiba, Allah akan menjanjikan kenikmatan yang jauh lebih indah, kekal dan abadi.

 

6.   Dunia adalah Penjara. Dunia adalah penjara. Ada yang mengungkapkan bahwa yang dimaksud dengan penjara adalah beragam aturan aturan yang membatasi diri seorang muslim. Hal ini tertuang dalam hadits berikut ini: “Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda, “Dunia itu penjara bagi orang mukmin dan syurga bagi orang kafir.” (Hadits Riwayat Ahmad)”.  Sebagaimana kita ketahui bahwa di dunia ini seorang muslim diikat oleh aturan yang bernama syariat. Ada perintah dan ada larangan. Ada perintah untuk mengontrol dan mengalahkan hawa nafsu. Ada kewajiban, sunnah, mubah, makruh, serta haram. Ada perintah shalat, puasa, zakat, serta berhaji bagi yang mampu. Ada larangan judi, zinah, korupsi, minum minuman keras, meninggalkan shalat dan lain lain. Sebagian ulama berpendapat bahwa semua itulah yang dimaksud dengan belenggu.

 

Kematian adalah saat dimana belenggu belenggu itu terlepas. Kematian adalah masa terbebasnya diri seorang muslim dari segala belenggu belenggu yang selama di dunia telah mengikatnya. Allah SWT berfirman: Kehidupan dunia dijadikan terasa indah dalam pandangan orang-orang yang kafir, dan mereka menghina orang-orang beriman. Padahal orang-orang yang bertakwa itu berada di atas mereka pada hari kiamat. Dan Allah memberi rezeki kepada orang yang Dia kehendaki tanpa perhitungan. (surat Al-Baqarah (2) ayat  212)”.  Kematian adalah masa kebahagiaan bagi seorang muslim karena ia akan segera disambut dengan kenikmatan kenikmatan akhirat sebagai hadiah atas kesabarannya meniti jalan yang telah diatur oleh Allah di dunia.


Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya yang sedang melaksanakan tugas di muka bumi, mulai saat ini sampai dengan ruh tiba dikerongkongan, dalam kondisi apapun juga kita harus selalu menyadari bahwa kita adalah seorang perantau yang harus pulang ke negeri akhirat yang terdiri dari syurga dan neraka. Jika syurga yang akan kita jadikan kampung halaman kita kelak maka mulai saat ini kita harus selalu memenuhi segala ketentuan sebagai calon penghuni syurga. Demikian pula sebaliknya jika kita ingin pulang ke neraka maka kita harus memenuhi segala ketentuan sebagai calon penghuni neraka. Pilihan ada pada diri kita masing-masing. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar