Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Rabu, 08 Mei 2024

KONDISI DAN ATURAN DASAR MANUSIA SEBAGAI ANAK KETURUNAN NABI ADAM as, SAAT HIDUP DI DUNIA (PART 3 of 7)

 

6.  Manusia Diwajibkan Melaksanakan Perintah-Nya. Setiap manusia diwajibkan untuk melaksanakan apa-apa yang telah diperintahkan Allah SWT. Sebagaimana dikemuka-kan dalam  surat A'basa (80) ayat 23 yang kami kemukakan berikut ini:” Sekali-kali jangan; manusia itu belum melaksanakan apa yang diperintahkan Allah kepadanya.” Apa dasarnya Allah SWT melakukan hal ini? Adanya ketentuan ini merupakan salah satu alat bantu untuk menilai keberadaan dan keberhasilan seorang khalifah di muka bumi. Sebagai bahan perbandingan, lihatlah rambu-rambu lalu lintas yang dibuat oleh Kepolisian, dimana rambu itu dibuat bukanlah untuk membahayakan pengguna jalan, akan tetapi untuk keselamatan penggunan jalan. Jika rambu lalu lintas saja bisa seperti ini, sekarang bagaimana dengan perintah Allah SWT? Allah SWT membuat rambu-rambu, Allah SWT membuat ketentuan-ketentuan, Allah SWT membuat larangan-larangan, bukan dikarenakan Allah SWT benci kepada manusia yang dijadikan sebagai perpanjangan tangan Allah SWT di muka bumi. Justru karena Allah SWT sayang kepada manusia maka Allah SWT mensyaratkan kepada manusia untuk melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala laranganNya.

 

Hal yang harus kita perhatikan adalah sebagai orang yang telah diperintahkan oleh Allah SWT, ketahuilah bahwa perintah yang telah diperintahkan oleh Allah SWT bukanlah tujuan akhir dari perintah itu sendiri. Perintah hanyalah alat bantu untuk memperoleh manfaat yang hakiki yang ada dibalik perintah. Pemberi perintah tidak memiliki kepentingan dengan apa yang diperintahkan, akan tetapi yang diperintahkan itulah yang memiliki kepentingan terhadap makna yang hakiki yang terdapat dibalik perintah. Adanya perintah merupakan bukti sayang pemberi perintah kepada yang diperintah. Demikian pula dengan perintah Allah SWT. Allah SWT memerintahkan manusia untuk mentaati perintah-Nya bukan untuk keburukan atau untuk menyusahkan manusia. Akan tetapi untuk kebaikan manusia itu sendiri sehingga manusia tersebut sukses menjadi abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi untuk menjadi makhluk pilihan sehingga dapat pulang kampung menemui Allah SWT tanpa hijab dan bertempat tinggal di “Kampung Kebahagiaan”. Sekarang mau kemanakah diri kita, apakah mau sesuai dengan kehendak Allah SWT atau apakah mau sesuai dengan kehendak syaitan yang menginginkan kita untuk pulang ke Kampung Kesengsaraan dan Kebinasaan”!

 

7.  Manusia Tidak Diperkenankan Untuk Mensyerikatkan Allah SWT Dengan Sesuatu. Banyak orang yang mengira bahwa jika kita telah melaksanakan Rukun Iman dan Rukun Islam, yang terdiri mengucapkan syahadat, mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa di bulan Ramadhan, melaksanakan haji, jika mampu, sudah cukup baik dan sempurna kita beragama Islam. Kemudian Allah SWT akan memberikan Ridha-Nya kepada kita, selanjutnya kita akan dapat menerima kebahagiaan di syurga dengan segala keindahan-nya dan kita pun merasa aman dari siksa api neraka Jahannam. Namun kita lupa, walaupun kita telah melakukan dan melaksanakan Rukun Islam, akan tetapi jika kita melakukan setitik saja aktivitas musyrik lagi syirik maka semua yang telah kita lakukan akan menjadi batal. Untuk itu jangan pernah mencampur adukkan Diinul Islam dengan kemusyrikan atau mencampur Diinul Islam dengan perbuatan syirik sebab tindakan ini akan membatalkan semua yang kita lakukan. Allah SWT berfirman: “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergauilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepadaKu, kemudian hanya kepadaKulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (surat Luqman (31) ayat 15).

 

Selanjutnya apakah itu syirik dan musyrik? Syirik dan Musyrik dapat diartikan suatu tindakan, apakah itu dalam bentuk perbuatan, apakah itu sesuatu perkataan, atau dorongan hati untuk mempercayai sesuatu ghaib yang ditujukan kepada selain Allah SWT atau adanya kepatuhan jiwa raga kepada selain Allah SWT, melalui tindakan mensyerikatkan Allah SWT dengan sesuatu, atau tindakan menduakan Allah SWT dengan sesuatu, atau upaya membanding-bandingkan Allah SWT dengan sesuatu, atau upaya meniadakan Allah SWT, atau upaya menganggap Allah SWT tidak ada, atau upaya menghilangkan kemahaan dan kebesaran Allah SWT dengan sesuatu.

 

Allah SWT melalui surat  An Nisaa' (4) ayat 48 berikut ini: Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” menerangkan bahwa musyrik dan syirik adalah dosa besar yang tidak akan pernah diampuni oleh Allah SWT. Timbul pertanyaan, kenapa Allah SWT bersikap seperti itu kepada perbuatan musyrik dan syirik? Allah SWT bersikap keras tanpa ampun kepada siapapun juga yang melakukan perbuatan musyrik dan syirik sekalipun orang tersebut telah melakukan Ibadah dan Amal Shaleh baik yang besar maupun kecil, dikarenakan Allah SWT tersinggung, Allah SWT telah dihina, Allah SWT telah dianggap tidak ada, Allah SWT telah dianggap tidak mampu oleh orang tersebut padahal  Allah SWT adalah inisiator yang sekaligus pencipta dan pemilik  dari langit dan bumi.

 

Untuk itu berhati-hatilah dengan perbuatan syirik dan musyrik sebab syirik dan musyrik merupakan amunisi yang siap menghancurkan diri kita sendiri dan juga keimanan kita kepada Allah SWT. Selain daripada itu syirik dan musyrik adalah sumber yang kotor, mula-mula ia muncul dalam hati dengan memercikkan tetesan, dan lama kelamaan berubah menjadi air bah yang mendobrak segala-galanya sehingga hati kita tidak ada tempat untuk beriman kepada Allah SWT. Syirik dan musyrik dapat pula diibaratkan sebagai virus yang membahayakan kesehatan diri kita, virus akan terus berkembang sampai menggerogoti diri kita dan pada akhirnya terkaparlah kita dengan gelimangan dosa yang tidak terampuni. Jin/Iblis/Syaitan beserta bala tentaranya sangat senang dan sangat bergembira dengan keadaan ini, sebab mereka telah mendapatkan teman, konco, sahabat, tetangga yang baik untuk mengarungi bahtera kehidupan di Neraka.

 

Sebagai abd’ (hamba)Nya yang sekaligus khalifahNya yang sedang melaksanakan tugas di muka bumi, kita harus tahu titel dan penghargaan dan penilaian apakah yang akan Allah SWT berikan kepada orang yang syirik lagi musyrik, apakah itu? Jawaban dari pertanyaan ini ada pada surat  At Taubah (9) ayat 28 berikut ini: Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis[634], Maka janganlah mereka mendekati Masjidilharam[635] sesudah tahun ini[636]. dan jika kamu khawatir menjadi miskin[637], Maka Allah nanti akan memberimu kekayaan kepadamu dari karuniaNya, jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi  Maha Bijaksana.”

 

[634] Maksudnya: jiwa musyrikin itu dianggap kotor, karena menyekutukan Allah.

[635] Maksudnya: tidak dibenarkan mengerjakan haji dan umrah. menurut Pendapat sebagian mufassirin yang lain, ialah kaum musyrikin itu tidak boleh masuk daerah Haram baik untuk keperluan haji dan umrah atau untuk keperluan yang lain.

[636] Maksudnya setelah tahun 9 Hijrah.

[637] Karena tidak membenarkan orang musyrikin mengerjakan haji dan umrah, karena pencaharian orang-orang Muslim boleh Jadi berkurang.

 

Allah SWT selaku inisiator yang sekaligus pencipta dan pemilik langit dan bumi beserta isinya, dengan tegas memberikan titel, predikat, penghargaan kepada orang musyrik sebagai “Najis”. Sekarang coba kita bayangkan pemilik dan pencipta alam semesta ini memberikan penilaian yang sangat Buruk dan sangat Menjijikkan atau Najis  kepada ciptaannya sendiri. Sungguh jika ini terjadi kepada diri kita sendiri merupakan sebuah hadiah dan penghargaan atau Titel yang sangat menakutkan serta mengerikan. Manusia atau diri kita yang sejak awal sudah ditempatkan dan diletakkan ditempat yang terhormat oleh penciptanya dalam hal ini adalah Allah SWT, justru oleh penciptanya sendiri malah diberikan predikat dan titel “Najis”. Kondisi ini sangat bertentangan dengan kehendak Allah SWT itu sendiri saat menciptakan manusia.

 

Timbul pertanyaan, atas dasar apa Allah SWT memberikan penilaian “Najis” kepada orang musyrik? Musyrik adalah tindakan yang dilakukan oleh manusia untuk meniadakan Allah SWT selaku Tuhan bagi semesta alam, meniadakan Allah SWT selaku pencipta, meniadakan Allah SWT selaku pemilik, penjaga dan juga pemelihara dengan menggantinya dengan benda bertuah, azimah, dukun, paranormal, berlindung kepada selain Allah SWT, wasilah dan lain sebagainya. Allah SWT selaku Inisiator, pencipta dan pemilik dari alam semesta ini dianggap sudah tidak ada atau sudah digantikan dengan sesuatu melalui tindakan musyrik tentunya sangat marah dan sangat tidak senang dengan orang yang melakukan tindakan musyrik. Dan Allah SWT memberikan predikat “Najis” kepada pelaku musyrik memang sepantasnya ia menerima hal itu sebab Allah SWT di anggap sudah tidak ada lagi sehingga ia berbuat semena-mena di bumi yang dimiliki oleh Allah SWT. Sebagai bahan perbandingan, lihatlah dalam kehidupan berbangsa dan  bernegara, seorang yang menjadi mata-mata bagi bangsa lain di negaranya sendiri dikatakan pengkhianat bangsa. Negara memberikan predikat tersebut memang sudah seharusnya ia menerima hal tersebut.

 

Saat ini predikat “Najis” bagi pelaku musyrik ini sudah menjadi keputusan Allah SWT, apakah kita tidak mempercayai keputusan ini? Kita wajib menerima dan mempercayai keputusan Allah SWT tentang “Najis” ini. Hal ini dilakukan Allah SWT untuk membedakan secara tegas antara orang yang beriman dengan orang yang musyrik. Sebagai khalifah yang sedang menjalankan tugas di muka bumi, jika predikat dan titel “Najis”  sudah diberikan kepada orang musyrik maka jadikan hal ini sebagai dorongan bagi kita untuk jangan sampai diberikan predikat dan titel  “Najis” pula kepada diri kita, terkecuali kita sendiri memang ingin memiliki predikat dan titel “Najis” dari Allah SWT. Lalu apa yang harus kita lakukan jika saat diri kita melaksanakan tugas sebagai abd’ (hamba) yang sekaligus khalifah di muka bumi, diri kita secara sengaja ataupun secara tidak sengaja akibat tidak memiliki ilmu dan pengetahuan tentang Allah SWT, lalu melakukan perbuatan syirik dan juga musyrik? Sepanjang ruh belum tiba di kerongkongan atau selama hayat masih di kandung Badan, hanya satu jalan keluarnya yaitu “Taubatan Nasuha”.

 

Tanpa melalui proses “Taubatan Nasuha”, maka Allah SWT tidak akan pernah memaafkan perbuatan syirik dan musyrik yang pernah kita lakukan walaupun kita telah melaksanakan ibadah haji dan umroh ribuan kali, telah membangun masjid jutaan buah, menyantuni anak yatim milyaran orang. Allah SWT berfirman: “dan kalau Sekiranya Allah menyiksa manusia disebabkan usahanya, niscaya Dia tidak akan meninggalkan di atas permukaan bumi suatu mahluk yang melatapun akan tetapi Allah menangguhkan (penyiksaan) mereka, sampai waktu yang tertentu; Maka apabila datang ajal mereka, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha melihat (keadaan) hamba-hamba-Nya. (surat Faathir (35) ayat 45).” Adanya kesempatan “Taubatan Nasuha” yang Allah SWT berikan, berarti Allah SWT memberikan kesempatan ke dua bagi makhluknya yang ingin kembali ke jalan yang lurus atau memberikan kesempatan bagi makhluknya sesuai dengan Kehendak Allah SWT. Untuk itu manfaatkanlah waktu yang masih tersisa atau manfaatkan sisa masa aktif diri kita di muka bumi ini, agar waktu yang tersisa ini dapat mengembalikan diri kita sesuai dengan Kehendak Allah SWT atau dapat menghantarkan diri kita ke “Kampung Kebahagiaan”. 

 

8.  Manusia Diwajibkan Berbakti Kepada Orang Tua. Setiap manusia tanpa terkecuali diwajibkan untuk berbakti kepada kedua orang tua, yaitu ibu dan bapak. Sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Ankabuut (29) ayat 8 berikut ini:  Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu-bapaknya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Hanya kepadaKulah kembalimu, lalu kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” dan juga berdasarkan surat Al Ahqaaf (46) ayat 15 yang kami kemukakan sebagaimana berikut ini:“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku mensyukuri nikmat Engkau yang Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri”.

 

Kenapa hal itu perlu Allah SWT sampaikan kepada kita? Tanpa ada kedua orang tua kita, ibu dan bapak, maka kita tidak akan pernah ada di muka bumi ini. Allah SWT mewajibkan setiap manusia untuk berbakti kepada kedua orang tua supaya manusia tahu bahwa adanya ke dua orang tualah maka kita dapat lahir di muka bumi serta adanya orang tualah maka kita dapat dibesarkan sampai seperti ini.Tanpa adanya pengasuhan, tanpa adanya perlindungan dan tanpa adanya kasih sayang serta tanpa adanya pendidikan yang diberikan, apa yang dapat kita lakukan!  Dan tidak berlebihan pula jika hadits berikut ini diberlakukan kepada umat manusia. Anas ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta’ala berfirman: Allah SWT telah mewahyukan kepada Nabi Musa! Coba tidak karena mereka yang mengucapkan Syahadat “Laailaha Illa Allah” niscaya Ku-timpakan “Jahannam” di atas dunia. Wahai Musa! Coba tidak karena mereka yang bersembah kepada-Ku tidaklah Aku lepaskan mereka yang bermaksiat sekejap matapun. Wahai Musa! Sesungguhnya barangsiapa yang beriman kepada-Ku adalah makhluk yang termulia dalam pandangan-Ku. Wahai Musa! Sesungguhnya sepatah kata dari seorang yang durhaka (terhadap kedua orang tuanya) adalah sama beratnya dengan seluruh pasir bumi. Bertanya Nabi Musa: “siapakah orang yang durhaka itu, Ya Tuhanku?” Ialah orang yang berkata kepada kedua orang tuanya: “Tidak-Tidak” ketika dipanggil. (Hadits Qudsi Riwayat Abu Nu’aim, 272:225)

 

Allah SWT juga berfirman sebagaimana berikut ini: “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepadaKulah kembalimu. (surat Luqman (31) ayat 14). Berbakti kepada orang tua dijadikan Allah SWT sebagai alat pembeda bagi manusia yang menjadi khalifah di muka bumi. Timbul pertanyaan, kenapa Allah SWT menyuruh kita berbakti kepada orang tua? Allah SWT berkehendak kepada diri kita, bahwa kita harus menunjukkan rasa syukur kita kepada kedua orang tua kita yang telah melahirkan dan membesarkan kita sebagai sebuah manifestasi dengan selalu berbakti kepada mereka berdua. Tanpa mereka kita tidak akan pernah ada, tanpa mereka kita tidak akan pernah menjadi khalifah di muka bumi dan juga makhluk pilihan. Lalu adakah  konsekuensi dari Allah SWT  jika kita tidak berbakti kepada orang tua? Yang jelas dan yang pasti ada, yaitu melanggar perintah Allah SWT dan tidak mendapat restu Allah SWT melalui restu orang tua (ingat ridha Allah SWT diletakkan di bawah ridha Orang Tua). Sekarang terpulang kepada diri kita sendiri, mau berbakti ataupun tidak berbakti kepada orang tua, bukanlah kepentingan Allah SWT, akan tetapi kitalah yang membutuhkan itu semua.

 

Itulah beberapa kondisi dasar yang telah Allah SWT tetapkan saat manusia pertama kali di ciptakan. Selanjutnya jika apa yang dikemukakan di atas ini adalah keadaan diri kita, maka apakah kondisi yang telah baik ini akan kita biarkan menjadi rusak ataukah kita harus dapat mempertahankan itu semua sesuai dengan apa yang dikehendaki Allah SWT? Jika kita sampai tidak mampu mempertahankan apa yang menjadi rencana awal Allah SWT kepada diri kita, ada baiknya kita bercermin kepada pohon atau tumbuhan yang sama-sama diciptakan oleh Allah SWT.

 

Sadarkah diri kita bahwa setiap pohon atau tumbuhan yang ada di jagad raya selalu memberikan yang terbaik bagi manusia? Apa maksudnya? Setiap pohon atau tumbuhan secara sunnatullah sampai kapanpun ia akan menyerap “Carbon Monoksida” (menyerap yang buruk buruk) dan mengeluarkan “Oksigen” (memberikan yang baik baik) untuk keperluan bernafas manusia. Bayangkan pohon atau tumbuhan menyerap racun lalu memberikan sesuatu yang baik kepada manusia sampai kapanpun juga. Inilah sunnatullah yang berlaku bagi pohon atau tumbuhan yang berlaku sampai hari kiamat, dan jika kita tidak mampu menjaga apa-apa yang telah direncanakan oleh Allah SWT kepada diri kita atau kita tidak mampu mempertahankan apa yang telah Allah SWT kondisikan kepada diri kita, ada baiknya kita bertanya kepada pohon atau kepada tumbuhan dengan sebuah pertanyaan bagaimanakah caranya mempertahankan sunnatullah yang berlaku bagi dirinya? Jika kita tidak mampu seperti pohon (maksudnya secara sunnatullah pohon atau tumbuhan akan memproses karbon monoksida menjadi oksigen; menyerap racun memberikan yang baik bagi orang lain) berarti pohon atau tumbuhan lebih baik, lebih mulia daripada diri kita. Hal yang harus kita ingat adalah kita adalah khalifah sedangkan pohon adalah sesuatu yang akan kita khalifahi dan jika pohon lebih baik dan lebih mulia dibandingkan dengan khalifah berarti konsep awal tentang khalifah di muka bumi yang direncanakan Allah SWT sudah berubah akibat perbuatan diri kita sendiri.

 

C. KEBERADAAN MANUSIA TIDAK BISA DIPISAHKAN DENGAN ALLAH SWT.

 

Sebagai mana kita ketahui bersama bahwa keberadaan diri kita, keberadaan anak keturunan kita di muka bumi ini, memiliki tiga dimensi yang saling kait mengkait tergantung seberapa jauh kita memiliki ilmu tentang diri kita sendiri dan juga tentang Allah SWT selaku pencipta dan pemilik alam semesta ini. Adanya kondisi ini berarti keberadaan setiap manusia di muka bumi ini bukanlah sesuatu yang datang tiba-tiba tanpa ada yang merencanakannya dengan baik. Adapun tingkatan atau dimensi keberadaan diri kita di muka bumi, terdiri dari : 

 

1.     Secara tersurat, diri kita adalah ciptaan Allah SWT. Adanya kondisi ini berarti Allah SWT selaku pencipta dapat dipastikan lebih dahulu ada dibandingkan dengan diri kita dan mustahil di akal, kita ada terlebih dahulu dibandingkan dengan Allah SWT yang menciptakan kita.

 

2.   Secara tersirat, diri kita adalah abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya yang berarti diri kita melaksanakan konsep dwifungsi yaitu hamba-Nya yang wajib mengabdikan diri kepada Allah dan juga sebagai pengganti atau perpanjangan tangan Allah SWT di muka bumi, atau Ex-Officio Allah SWT di muka bumi.

 

3.  Secara tersembunyi, diri kita adalah: Kita adalah simbol penampilan Allah SWT di alam; Kita adalah misteri dari keghaiban Allah SWT; Kita adalah pemandangan bagi penampilan keindahan Allah SWT; Kita adalah Gudang perbendaharaan Allah SWT; Kita adalah Gambaran dari Sifat dan Asmaul Husna Allah SWT; Kita adalah Eksistensi  Allah SWT bagi tersingkap-Nya hijab llah SWT; Kita adalah Bayangan Allah SWT di muka bumi serta rembulan yang memantulkan cahaya matahari (Tuhan).     

 

Seperti inilah kondisi dasar keberadaan diri kita jika ditinjau dari sudut pandang Allah SWT selaku pencipta dan pemilik kekhalifahan di muka bumi. Lalu sudahkah kita mampu meletakkan dan menempatkan diri kita sesuai dengan kehendak Allah SWT selaku pencipta dan pemilik serta mampu pula menempatkan  Allah SWT sesuai dengan kehendak Allah SWT itu sendiri. Dan dengan adanya 3 (tiga) kondisi tentang keberadaan diri kita di muka bumi, berarti kita selalu bersama Allah SWT dimanapun, kapanpun dan dalam kondisi apapun sehingga diri kita tidak akan mungkin dapat dipisahkan dengan kebesaran dan kemahaan Allah SWT itu sendiri.

 

MAN ‘ARAFA NAFSAHU FAQAD ‘ARAFA RABBAHU

Artinya Siapa yang mengenal dirinya, pasti dia dapat mengenal Tuhannya.

 

MAN ‘ARAFA RABBAHU FAQAD ‘ARAFA NAFSAHU

Artinya Siapa yang mengenal Tuhannya, pasti dia dapat mengenal dirinya.

 

Sekarang mari kita perhatikan diri kita sendiri, kita mempunyai kedudukan, kita memiliki kekuatan, kita memiliki kekayaan dan  kejayaan, kita memiliki jabatan, kita memiliki harta, kita memiliki istri/suami serta anak dan lain sebagainya. Sekarang pernahkah kita bayangkan kalau dahulunya kita berasal dari saripati tanah yang sangat hina dilanjutkan terjadinya pembuahan antara sel telur dengan sperma, yang kemudian menjadi segumpal darah, kemudian menjadi segumpal daging dan jika telah disempurnakan dan dicatat amal baik dan burukya, rezekinya, umurnya dan kemudian ditiupkan ruh oleh Allah SWT? Ataukah kita memang tidak pernah mau menengok kebelakang melihat asal-usul diri kita sendiri? Padahal Melalui proses penciptaan manusia ini Allah SWT bermaksud menyampaikan pesan, informasi, pelajaran, teguran kepada kita semua, janganlah kita berlaku sombong, congkak, membangkang perintah Allah SWT.

 

Jika kamu itu dahulu seperti itu, tidak ada apa-apanya dan sekarang sudah mampu janganlah kamu berlaku sombong, membantah, dan berpaling kepada yang lainnya, maka bertaqwalah kamu kepada Allah SWT, Tuhan semesta Alam. Sekarang setelah diri kita tahu proses kejadian manusia yang seperti itu, apakah kita tetap berlaku tidak baik, sombong ataukah kita wajib merendahkan diri kepada Allah SWT, sebagaimana firman Allah SWT berikut ini: “dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka Apakah kamu tidak memperhatikan? dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin. (surat Adz Dzariyaat (51) ayat 21-20). Melalui proses penciptaan manusia, banyak pelajaran, banyak perumpamaan yang  Allah SWT berikan kepada umatnya yang mau melihat dan mau memperhatikan, yang mau berfikir, yang mau membuat perbandingan, yang mau mencari persamaan dan pertentangannya, yang mau memperbandingkan dan yang mau menguji apa yang terjadi dalam proses kejadian manusia.

 

Selain daripada itu Allah SWT juga berkehendak untuk menunjukkan kekuasaan-Nya kepada kita melalui diri kita sendiri. Untuk itu maukah kita menerima keadaan ini dengan penuh kerendahan hati dan menyatakan bahwa memang Allah SWT adalah pencipta diri kita. Inilah yang Allah SWT kehendaki dari ditunjukkannya tanda-tanda keberadaan atau tanda-tanda kebesaran Allah SWT pada diri manusia sehingga terjadi hubungan timbal  balik  antara  ciptaan dengan Allah SWT selaku  pencipta, lalu timbullah keimanan dan ketaqwaan dalam diri manusia.    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar