K. ADANYA KETENTUAN FITRAH BAGI SEMUA UMAT MANUSIA.
Fitrah secara harfiah
artinya suci, murni, bersih, belum ternoda. Akan tetapi kembali kepada fitrah
bukanlah berarti suci, murni, bersih, belum ternoda. Melainkan apakah diri
kita masih sesuai dengan kondisi awal
penciptaan manusia, atau apakah manusia masih sesuai dengan kondisi aslinya,
atau apakah manusia masih sesuai dengan program Allah SWT atau apakah manusia
masih sesuai dengan konsep awal penciptaan manusia dari sisi pencipta manusia
itu sendiri. Ini berarti jika kita dikatakan dalam kondisi fitrah atau kembali
ke fitrah maka keadaan diri manusia masih sesuai dengan kodrat awal
penciptaannya serta pada saat Allah SWT mempersilahkan iblis/syaitan untuk
menggoda anak dan keturunan Nabi Adam as. Lalu seperti apakah kodrat awal
manusia yang masih fitrah itu atau seperti apakah kembali kepada fitrah itu?
Berikut ini akan kami kemukakan beberapa kondisi-kondisi awal dari manusia yang
masih fitrah, yaitu :
1. Ruh adalah jati diri
manusia yang sesungguhnya. Ruh adalah jati diri manusia yang sesungguhnya dan jika
ini adalah ketentuannya maka yang sesungguhnya menjadi khalifah di muka bumi
adalah ruhani. Dimana ruhani asalnya dari Allah SWT sehingga hanya Allah SWT
sajalah yang memiliki ilmu tentang ruh, serta hanya Allah SWT sajalah yang
mampu menciptakan ruh tanpa bantuan dari siapapun juga sehingga Allah SWT
sajalah yang mampu merawat ruh. Sekarang jika manusia kembali kepada fitrah berarti
jati diri kita yang sesungguhnya adalah ruh dan jika ruh adalah jati diri kita
yang sesungguhnya, lalu sudahkah perilaku, perbuatan ruhani yang mencerminkan
nilai-nilai kebaikan (nass) yang sesuai dengan kehendak Allah SWT menjadi
perilaku dan perbuatan diri kita saat menjadi abd’ (hamba) yang juga khalifah
di muka bumi?
Jika sikap dan
perbuatan kita belum mencerminkan sifat-sifat alamiah ruhani yang mencerminkan
nilai-nilai kebaikan (nass) berarti diri kita belum kembali ke fitrah atau
belum sesuai dengan kehendak Allah SWT. Untuk itu segera kembalikan kefitrahan
diri melalui proses Taubatan Nasuha yang diikuti dengan melaksanakan Diinul
Islam secara kaffah saat ini juga. Selain daripada itu, jika kita telah kembali
fitrah (maksudnya telah mampu menjadikan diri yang sesungguhnya adalah ruhani)
berarti kita telah mampu bertuhankan hanya kepada Allah SWT sesuai dengan janji
yang telah dikemukakan oleh ruhani setelah ruhani dipersatukan dengan jasmani
saat masih di dalam rahim ibu (lihat kembali surat Al A’raaf (7) ayat 172). Dan
yang pasti adalah orang yang telah bertuhankan hanya kepada Allah SWT telah
mampu melakasanakan Diinul Islam secara kaffah serta tidak pernah sekalipun
memutuskan hubungan dengan Allah SWT saat hidup di muka bumi yang dimiliki oleh
Allah SWT.
2. Manusia adalah
Makhluk Dwidimensi. Setiap
manusia adalah makhluk dwidimensi, yang terdiri dari jasmani dan ruhani. Dimana
jasmani asalnya dari sari pati tanah yang terikat dengan ketentuan hukum “halalan
tayyiba(n) dan/atau haraman khabits” dibacakan Basmallah dan doa
sebelum mengkonsumsi segala sesuatu. Selain daripada itu jasmani memiliki sifat
sifat yang mencerminkan nilai nilai keburukan (insan) yang berasal dari alam atau dari sari pati makanan dan
minuman yang dikonsumsi. Sedangkan ruh asalnya dari Nur Allah SWT (nass) yang terikat dengan ketentuan “datang fitrah, kembali harus fitrah untuk
dapat bertemu dengan Allah SWT di tempat yang fitrah (syurga)” yang
dilanjutkan dengan mampu menjalankan konsep “Tahu Diri, Tahu Aturan Main dan Tahu Tujuan Akhir.” serta ruh itu
sendiri memiliki sifat yang mencerminkan nilai nilai kebaikan yang mencerminkan
nama nama Allah yang indah (Asmaul Husna).
3. Jiwa Taqwa (Jiwa
Muthmainnah) adalah Jiwa Manusia yang Sesungguhnya. Hidup merupakan saat
bersatunya ruh dengan jasmani sehingga di saat manusia hidup itulah akan terjadi pertarungan antara jasmani
dengan ruh untuk memperebutkan Amanah yang 7 dan Hubbul yang 7. Apabila jasmani
menang atas ruh maka sifat-sifat alam
yang mencerminkan Nilai-Nilai Keburukan akan tumbuh dan berkembang di dalam
diri manusia sehingga jiwa manusia dikatakan sebagai jiwa fujur. Sedangkan jika
ruh yang menang maka Nilai-Nilai Kebaikan yang bersumber dari Nilai-Nilai Ilahiah
akan tumbuh dan berkembang di dalam diri manusia sehingga jiwa manusia
dikatakan sebagai jiwa taqwa. Sekarang dimanakah letak fitrah dalam jiwa
manusia? Jika jati diri manusia yang sesungguhnya adalah ruh berarti fitrah
manusia adalah jiwa taqwa, dalam hal ini jiwa muthmainnah atau jiwa yang tenang
dikarenakan selalu bersama Allah SWT dimanapun, kapanpun dan dalam kondisi
apapun juga.
4. Kualitas Pernyataan
Ruh Masih Tetap berkualitas tinggi. Ruh setelah dipersa-tukan dengan jasmani saat masih di dalam rahim seorang ibu, telah
mengakui atau telah memberikan pernyataan bahwa Allah SWT adalah Tuhannya
dengan demikian pernyataan ruh kepada Allah SWT harus tetap fitrah tidak
tergoyahkan oleh sebab apapun sampai dengan hari kiamat. Sekarang dimanakah
letaknya fitrah itu? Jika saat ini kondisi pernyataan bertuhankan kepada Allah
SWT kualitasnya masih seperti saat di dalam rahim ibu atau belum berubah atau
belum mengalami degradasi kualitas, itulah fitrah yang berlaku bagi diri kita.
Sekarang apakah pernyataan diri kita kepada Allah SWT masih tetap utuh
kualitasnya, ataukah sudah tergantikan dengan yang lainnya?
5. Nilai-Nilai Kebaikan sebagai
Perbuatan Kita Sehari-hari. Manusia terdiri dari jasmani dan ruh, dimana
jasmani berasal dari saripati tanah sedangkan ruh berasal dari Allah SWT.
Adanya kondisi ini maka jasmani akan mewarisi atau mempunyai sifat-sifat dasar
alam yang mencerminkan Nilai-Nilai Keburukan (insan) sedangkan Ruh akan
mempunyai sifat yang mencerminkan Nilai-Nilai Kebaikan yang berasal dari
Nilai-Nilai Ilahiah (Nass). Sekarang jika jati diri manusia yang sesungguhnya adalah ruh berarti
kondisi fitrah manusia adalah harus mencerminkan Nilai-Nilai Kebaikan sebagai
perbuatan kita sehari-hari sehingga kita selalu berada di dalam kehendak Allah
SWT. Sekarang jika yang terjadi adalah perbuatan manusia mencerminkan
Nilai-Nilai Keburukan atau Nilai-Nilai Kejahatan berarti manusia sudah tidak
fitrah lagi karena sudah sesuai dengan Nilai-Nilai Syaitani.
6. Kemampuan Ruh
melebihi kemampuan Jasmani. Ruh yang masih fitrah akan mempunyai
kemampuan yang tidak mengenal jarak, ruang maupun waktu sedangkan kemampuan
Jasmani mempunyai banyak keterbatasan dan kemampuan akibat pengaruh jarak,
ruang dan waktu. Sekarang dimanakah letaknya fitrah? Jika ruh adalah jati diri
manusia yang sesungguhnya berarti fitrah adalah kemampuan ruh wajib melebihi
kemampuan Jasmani sehingga ruh mampu mengendalikan jasmani sehingga yang
sesungguhnya menjadi abd’ (hamba) yang juga khalifah di muka bumi adalah ruh.
7. Kemampuan Manusia
lebih hebat dari makhluk yang lainnya. Allah SWT memberikan kepada setiap manusia
apa yang di sebut dengan Amanah yang 7 yang berasal dari bagian dari Sifat
Ma’ani Allah SWT yang terdiri: Qudrat,
Iradat, Sami’, Bashir, Kalam, Hayat, Ilmu, yang kesemuanya harus dipergunakan,
didayagunakan dengan sebaik-baiknya di dalam koridor Nilai-Nilai Kebaikan sebab
akan dimintakan pertanggung jawabannya oleh Allah SWT. Sekarang dimanakah
letaknya fitrah?Letak fitrah bagi Amanah yang 7 adalah terletak pada saat diri kita
mempergunakannya, yaitu harus sesuai dengan Nilai-Nilai Kebaikan yang sesuai
dengan Kehendak Allah SWT. Adanya
kondisi ini berarti kita tidak bisa sembarangan mempergunakan Amanah yang 7
karena akan dimintakan pertanggung jawabannya oleh Allah SWT. Hal lain yang
harus juga kita perhatikan adalah hanya manusia sajalah yang memiliki Amanah
yang 7 dalam satu kesatuan yang sempurna, ini berarti bahwa kemampuan manusia
harus lebih hebat dari makhluk Allah SWT yang lainnya, inilah fitrah yang
berlaku bagi diri kita.
8. Amanah yang 7 dan
Hubbul yang 7 wajib dikendalikan oleh Ruh. Allah SWT juga telah memberikan apa
yang disebut dengan Hubbul yang 7 yang terdiri dari: Hubbul Huriah, Hubbul
Syahwat, Hubbul Riasah, Hubbul Istitlaq, Hubbul Maadah, Hubbul Jam’i. serta
Hubbul Maal, yang kesemuanya adalah motor penggerak bagi manusia untuk mencapai
suatu tujuan yang sesuai dengan kehendak Allah SWT dan juga kehendak syaitan. Sekarang dimanakah
letaknya fitrah? Jika penggunaan Hubbul yang diberikan oleh Allah SWT mampu
dipergunakan dan didayagunakan sesuai dengan Nilai-Nilai Kebaikan yang dibawa
oleh ruh yang ada akhirnya dapat menghantarkan diri kita sebagai abd’ (hamba)
dan juga khalifah yang sesuai dengan kehendak Allah SWT, itulah fitrah.
Hal yang samapun berlaku saat manusia mempergunakan modal dasar berupa Amanah
yang 7. Dan manusia di dalam
mempergunakan Amanah yang 7 dan Hubbul yang 7 harus di dalam koridor
Nilai-Nilai Kebaikan yang dibawa oleh ruh sehingga akan timbul di dalam diri
manusia apa yang disebut dengan jiwa taqwa. Apabila Amanah yang 7 dan
Hubbul yang 7 dipengaruhi atau dikendalikan oleh jasmani maka yang akan timbul
adalah jiwa fujur. Sekarang dimanakah letaknya fitrah? Jika ruh adalah jati diri manusia yang
sesungguhnya berarti ruh adalah pengendali Amanah yang 7 dan Hubbul yang 7 yang
pada akhirnya akan tercermin dari adanya jiwa taqwa pada diri manusia.
9. Hati Nurani Mampu
Menjangkau Kebesaran Allah SWT. Allah SWT juga telah memberikan apa yang
disebut dengan hati ruhani, dimana di dalam hati ruhani diletakkan Allah SWT
berbagai macam manfaat seperti tempat diletakkannya akal dan perasaan, tempat
diletakkannya petunjuk, hikmat, hidayah, pemahaman, ketenangan, titik-titik
noda, serta sarana bagi manusia untuk berhubungan dan berkomunikasi dengan
Allah SWT sehingga dapat dikatakan bahwa hati adalah raja bagi manusia. Langit dan bumi tidak dapat menjangkau Allah
SWT, yang dapat menjangkau Allah SWT adalah hati mukmin atau kalbu orang mukmin
dan Allah SWT mencintai Akal dibandingkan dengan ciptaan-Nya yang lain. Jika kondisi
fitrah manusia masih utuh, berarti apa-apa yang dapat dijangkau dan diraih oleh
hati ruhani dapat kita rasakan saat ini atau nikmatnya bertuhankan kepada Allah
SWT dapat kita rasakan dari waktu ke waktu.
10.
Iblis/Syaitan adalah
Musuh. Allah
SWT mewajibkan kepada setiap manusia jika ingin selamat atau sukses menjadi abd’
(hamba) yang juga khalifah di muka bumi yang sekaligus makhluk yang terhormat
maka harus menjadikan iblis dan juga syaitan sebagai musuh utama manusia. Adanya kondisi ini
berarti fitrah adalah suatu kondisi dimana kita harus saling bermusuhan dengan
syaitan. Ingat, bukan menjadikan syaitan sebagai sahabat, teman, konco,
konsultan, apalagi menjadikan iblis/syaitan sebagai pimpinan. Jika
sekarang manusia justru berkawan akrab dengan syaitan atau bahkan menjadikan
dirinya berperilaku seperti syaitan berarti manusia sudah tidak fitrah lagi
atau sudah tidak sesuai lagi dengan konsep awal penciptaan manusia yang sesuai
dengan kehendak Allah SWT.
11. Konsep Halal lagi
Baik (Tayyib) merupakan konsep dasar di dalam meng-konsumsi Makanan dan Minuman.
Manusia
diwajibkan oleh Allah SWT untuk selalu
mengkonsumsi makanan dan minuman yang memenuhi konsep halal lagi baik (thayyib),
bukan menenuhi konsep haram lagi buruk (khabits). Adanya makanan dan minuman yang memenuhi
konsep halal lagi baik (thayyib) akan menghasilkan sperma dan sel telur yang
juga memenuhi konsep halal lagi baik (thayyib) pula. Di lain sisi, setiap
manusia harus terikat di dalam suatu ikatan pernikahan terlebih dahulu sebelum
mempertemukan sperma dan sel telur (ovum) serta diwajibkan untuk membaca doa
saat mempertemukan sperma dan sel telur. Sekarang apa jadinya
jika manusia mengkonsumsi makanan yang haram lagi syaiat serta mempertemukan
sel telur dengan sperma tanpa ikatan pernikahan ditambah tanpa membaca doa
mempertemukan sel telur dengan sperma? Jika ini yang terjadi berarti manusia
sudah keluar dari fitrah yang telah ditetapkan Allah SWT atau kita sudah tidak
fitrah lagi.
12.
Pulang Kampungnya ke
Syurga. Ruh
adalah jati diri manusia yang sesungguhnya sebab ruh inilah yang akan kekal
selamanya dan yang akan mempertanggungjawabkan segala perbuatan yang dilakukan
oleh manusia adalah ruh. Ruh yang akan menerima ganjaran, ruh yang akan pulang
ke syurga atau ke neraka, sedangkan jasmani setelah berpisah dengan ruh akan
kembali ke asalnya yaitu tanah. Sekarang dimanakah letaknya fitrah? Fitrah manusia
adalah pulang kampung ke syurga dan jika manusia pulang kampung ke neraka
berarti manusia sudah tidak fitrah lagi.
Inilah 12 (dua
belas) ketentuan fitrah, yang artinya
masih sesuaikah kondisi dan keadaan diri kita saat pertama kali diciptakan oleh
Allah SWT. Lalu apakah keberadaan diri kita masih sesuai dengan konsep awal
penciptaan manusia yang sesuai dengan konsep pencipta manusia itu sendiri?
Mudah-mudahan yang masih fitrah lebih banyak dibandingkan dengan yang sudah
tidak fitrah lagi dan jika kondisi yang tidak fitrah ingin kita kembalikan ke
kondisi fitrah maka lakukan sekarang juga taubatan nasuha sebelum ruh tiba di kerongkongan.
Selanjutnya akan kami kemukakan sebuah pertanyaan dimana jawaban dari
pertanyaan harus kita jadikan pedoman saat diri kita menjadi abd’ (hamba) yang
juga khalifah di muka bumi. Apakah itu? Atas dasar apakah Allah SWT mengizinkan
iblis/syaitan menggoda manusia?
Allah SWTyang telah mengizinkan iblis/syaitan
untuk mengganggu dan menggoda anak dan keturunan Nabi Adam as, sampai hari
kiamat kelak dikarenakan adanya ketentuan fitrah yang dimiliki manusia maka manusia
dapat mengalahkan iblis/syaitan saat hidup di dunia, atau manusia adalah
pemenang sedangkan iblis/syaitan adalah pecundang. Inilah keadaan diri kita
yang sesungguhnya dan jika sekarang ternyata manusia justru kalah melawan iblis/syaitan,
berarti ada sesuatu yang salah saat diri kita menjadi abd’ (hamba) dan yang
juga khalifah di muka bumi.
Untuk itu jangan
pernah salahkah Allah SWT jika di dalam
surat Al Ahzab (33) ayat 72 berikut ini: “Sesungguhnya
Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka
semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan
mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia
itu Amat zalim dan Amat bodoh, (surat Al Ahzab (33) ayat 72) Allah SWT mengemukakan bahwa manusia dikatakan
amat dzalim dan amat bodoh karena tidak mampu mempergunakan sesuatu yang baik
yang asalnya dari Allah SWT untuk kepentingan manusia itu sendiri.
Timbul pertanyaan,
kenapa kita harus tahu dan mengerti tentang fitrah? Jika sampai kita tidak
mengetahui maksud dan tujuan dari fitrah, alangkah tidak tahu dirinya kita
dengan diri kita sendiri. Hal ini dikarenakan banyak manfaat yang dapat kita
peroleh melalui fitrahnya diri kita, atau banyak manfaat melalui kembali
fitrahnya diri kita dan inilah yang siap diberikan oleh Allah SWT, yaitu:
1. Dicintai Oleh Allah SWT. Setiap manusia telah
diberikan akal oleh Allah SWT yang diletakkan di dalam hati ruhani. Ini berarti
bahwa jika hati ruhani manusia masih dalam kondisi fitrah sesuai dengan aslinya
maka kecintaan Allah SWT akan tetap terjaga dan terpelihara atau Allah SWT
tidak akan pernah menduakan cinta-Nya kepada akal sepanjang cinta Allah SWT
tidak dikhianati oleh diri kita sendiri. Sebagaimana dikemukakan dalam hadits yang
kami kemukakan berikut ini: “Abu Hurairah r.a berkata: Nabi SAW bersabda; Allah ta’ala berfirman:
Tatkala Allah SWT menciptakan akal, berfirmanlah Allah kepadanya: “Datanglah
hai akal”; maka datanglah ia, kemudian diperintahkannya: Pergilah dan pergilah
ia. Allah berfirman: Aku tidak menciptakan sesuatu makhluk yang lebih Aku
cintai dari padamu. Dengan engkau Aku mengambil dan dengan engkau Aku memberi.
(Hadits Qudsi Riwayat Abdullah bin Ahmad dari Alhassan dan Aththabarani dari
Abi Umamah, 272:269).
Hubungan cinta adalah hubungan antara dua
belah pihak, hubungan cinta tidak akan dapat terlaksana jika hanya satu pihak
yang melaksanakannya, hubungan cinta akan langgeng jika yang melaksanakannya
dapat memelihara dan menjaga cinta tersebut. Sekarang dapatkah kecintaan Allah SWT
terhadap akal dapat dilaksanakan jika yang dicintainya tersebut tidak mau atau justru mengkhianati atau
justru malah menjauh karena tidak dapat menjaga dan memelihara hubungan
percintaan? Di sinilah letak fitrah menjadi barometer bagi kesuksesan manusia
sewaktu hidup di dunia. Hal yang menjadi persoalan adalah sejauh mana
kefitrahan yang ada di dalam diri kita atau kefitrahan yang ada di dalam hati ruhani
kita? Jika saat ini tingkat kefitrahan diri kita masih tetap terjaga dan terpelihara
maka Allah SWT sudah menjanjikan kepada akal bahwa Allah SWT akan memberi dan
mengambil sesuatu melalui hati ruhani. Jika sudah demikian masih maukah kita
membiarkan cinta Allah SWT kepada Akal (kepada hati ruhani) merana ataupun
menjadikan cinta Allah SWT bertepuk sebelah tangan akibat diri kita mengabaikan
cinta Allah SWT?
Selanjutnya tolong jamaah
sekalian renungkan hadits yang kami kemukakan berikut ini: “Abu Umamah ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta'ala berfirman:
Hamba-Ku yang selalu mendekat kepada-Ku dengan ibadat-ibadat yang sunnah,
sehingga Aku cinta kepadanya, maka Akulah pendengaran yang didengarkannya, dan
penglihatan yang dilihatnya dan lidah yang dipergunakannya berkata-kata, dan
hati yang dipergunakan berfikir (yakni semua panca indera dan perasaannya
selalu ingat pada Allah dalam segala gerak harkatnya), maka bila ia berdoa Aku
terima, bila minta Aku beri, dan mengharap pertolongan Aku tolong. Dan
ibadahnya yang sangat Aku suka dilakukan oleh hamba-Ku, yang tulus ikhlas untuk-Ku.
(Hadits
Qudsi Riwayat Aththabarani; 272:135). Maukah kita menikmati atau merasakan
kenikmatan bertuhankan kepada Allah SWT setelah diri kita dicintai oleh Allah
SWT sehingga kita mampu bertindak dan berbuat sesuai dengan kehendak Allah SWT?
Jawabannya ada pada diri kita masing-masing dan juga karena kita sendirilah
yang akan menikmati atau merasakan langsung apakah itu nikmat ataukah azab dari
Allah SWT.
2.
Disinari Oleh Allah SWT. Salah satu hadiah
atau manfaat yang akan kita peroleh dari fitrahnya diri kita yaitu akan
diberikan cahaya di dalam hati, atau diberikan aura yang akan terpancar melalui
wajah, melalui ilmu, melalui kekuatan. Sebagaimana dikemukakan dalam surat Az Zumar (39) ayat 22 yang kami kemukakan
berikut ini; “Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima)
agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang
membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu
hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.” Sekarang jika
Allah SWT sudah memberikan sinar atau cahaya kepada diri kita melalui
hati ruhani, dapatkah iblis/syaitan mengganggu dan menggoda diri kita?
Sanggupkah
iblis/syaitan mencelakakan diri kita? Mampukah iblis/syaitan mengalah-kan sinar
atau cahaya atau aura yang dipancarkan oleh Allah SWT melalui hati ruhani kita?
Sanggup dan mampukah iblis/syaiitan menyerang keimanan yang ada di dalam diri
kita setelah cahaya Allah SWT masuk ke dalam hati ruhani? Iblis/syaitan tidak
mempunyai kemampuan dan kesanggupan untuk mengalahkan ataupun mematahkan sinar
atau cahaya atau aura yang telah dipancarkan Allah SWT kepada hati ruhani diri
kita dan jika sudah demikian keadaannya otomatis diri kita pasti berada di
dalam jalan yang lurus atau selalu berada di dalam koridor Nilai-Nilai Kebaikan
yang dikehendaki oleh Allah SWT yang pada akhirnya mampu mengalahkan syaitan.
Hal lain yang harus
kita perhatikan adalah adanya cahaya Allah SWT yang masuk ke dalam hati ruhani
maka cahaya ini akan keluar melalui muka sehingga terpancarlah aura atau
lahirlah apa yang dinamakan dengan kharisma seseorang, tersambungnya Amanah yang
7 yang kita miliki dengan sifat Ma’ani yang dimiliki oleh Allah SWT. Selanjutnya
dengan adanya aura atau dengan adanya kharisma dalam diri manusia atau
terjadinya sinergi antara Amanah yang 7 yang ada pada diri kita dengan Allah
SWT, maka akan memudahkan manusia di dalam berusaha, di dalam bekerja, di dalam
melaksanakan tugasnya sebagai khalifah di muka bumi. Sekarang butuhkah diri
kita dengan cahaya Allah SWT? Jika kita merasa membutuhkan cahaya Allah SWT
maka tidak jalan lain kecuali diri kita untuk menjaga kefitrahan diri dengan
selalu berada di dalam kehendak Allah SWT.
3. Ditolong Oleh Allah SWT. Salah satu buah dari
hasil terpeliharanya fitrah yang ada di dalam diri atau terjaganya kebersihan
hati ruhani dalam diri adalah Allah SWT akan memberikan pertolongan dan bantuan
kepada diri kita. Jika hal ini sudah dikemukakan Allah SWT berarti Allah SWT
akan memberikan bantuan dan pertolongan yang terbaik kepada setiap manusia atau
kepada diri kita melalui berbagai macam cara dan methode. Sebagaimana
dikemukakan dalam surat Al Anfaal (8) ayat 10 yang kami kemukakan berikut ini:“Dan Allah tidak
menjadikannya (mengirim bala bantuan itu), melainkan sebagai kabar gembira dan
agar hatimu menjadi tenteram karenanya. Dan kemenangan itu hanyalah dari sisi
Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. Sekarang jika Allah SWT sudah memberikan
jaminan kepada diri kita melalui bantuan dan pertolongan yang terbaik, masih
perlukah kita meminta bantuan dan pertolongan kepada selain Allah SWT apakah
melalui orang pintar, apakah melalui paranormal, ataupun melalui kyai? Ingat orang pintar,
paranormal ataupun kyai tidak akan mampu mengalahkan dan menandingi kehebatan
dan kekuatan yang dimiliki oleh Allah SWT sebab kekuatan yang dimiliki mereka
berasal dari Allah SWT juga. Selanjutnya sudahkah kita mempersiapkan diri untuk
mendapatkan pertolongan Allah SWT atau memang kita tidak mau mendapatkan
pertolongan dari Allah SWT?
4. Ditenangkan Oleh Allah SWT. Allah SWT akan
memberikan kepada manusia apa yang disebut dengan harta yang tidak ternilai.
Apakah itu? Ketenangan bathin atau
ketenangan jiwa. Allah SWT akan memberikan ketenangan bathin, yaitu sesuatu
yang tidak ternilai harganya, sebab di dalam ketenangan bathin banyak terdapat
manfaat dan kegunaan, baik untuk ruhani maupun untuk jasmani. Sebagaimana
dikemukakan dalam surat Ar Ra’d (13) ayat 28 yang kami kemukakan berikut ini: “(yaitu) orang-orang yang
beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah, Ingatlah,
hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.” Timbul pertanyaan,
kenapa ketenangan bathin disebut sebagai harta karun yang tidak ternilai
harganya? Hal ini dikarenakan sampai dengan saat ini atau mungkin sampai dengan
hari kiamat, manusia tidak dapat membuat alat ukur yang dapat menghitung atau
dapat mengkalkulasi arti dan makna yang terkandung di dalam ketenangan bathin.
Adanya ketenangan
bathin yang diperoleh dari Allah SWT, akan dapat menyehatkan dan menyegarkan
jasmani manusia. Adanya ketenangan bathin dapat dijadikan penyembuh bagi
jasmani yang sakit atau mengalami gangguan. Selain dari pada itu ketenangan
bathin akan dapat memberikan kenyamanan hidup dan perasasan tentram di saat
kita mengalami cobaan maupun di saat mengalami musibah atau dapat melapangkan
perasaan yang ada di dalam hati. Ketenangan bathin tidak dapat dibeli sebab ia tidak
diperjualbelikan, ketenangan bathin merupakan buah dari hasil terpeliharanya
atau terjaganya fitrah yang ada di dalam diri manusia atau terjaga dan
terpeliharanya hati ruhani di dalam diri manusia sesuai dengan kehendak Allah
SWT. Sudahkah hal ini kita rasakan?
5. Ditunjuki dan Dikasih-sayangi Oleh Allah SWT. Allah SWT akan
memberikan petunjuk atau akan memberikan kasih sayang kepada manusia yang
dikehendakinya, sepanjang Manusia dapat memelihara, dapat menjaga kebersihan
hati ruhani yang dimilikinya. Sebagaimana
dikemukakan dalam surat Az Zumar (39) ayat 23 yang kami kemukakan
berikut ini: “Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Qur’an yang serupa (mutu ayat-ayatnya)
lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada
Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat
Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kita itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa
yang disesatkan Allah, maka tidak seorangpun pemberi petunjuk baginya.” Adanya petunjuk dan kasih sayang dari Allah SWT akan menjadikan manusia
selalu berada di jalan yang lurus. Timbul pertanyaan, maukah diri kita
ditolong, ditunjuki dan diberikan kasih sayang oleh Allah SWT saat menjadi abd’
(hamba) yang sekaligus khalifah di muka bumi? Rasanya tidak ada seorangpun di
dunia ini yang tidak mau di tolong, yang tidak mau diberi petunjuk ataupun yang
tidak mau dikasih sayangi oleh Allah SWT terkecuali memang orang tersebut sudah
tidak mempunyai Hati Ruhani lagi atau telah hilang kewarasannya.
Selanjutnya sebuah
pertolongan, atau petunjuk, atau perasaan kasih sayang dan rasa kasih sayang,
baru akan dapat terlaksana jika ada 2(dua) pihak yang terlibat, yaitu antara
yang memberi pertolongan dengan yang ditolong atau antara yang diberi petunjuk
dengan pemberi petunjuk. Demikian pula pertolongan, petunjuk dan kasih sayang Allah SWT baru
akan dapat dinikmati dan dirasakan jika ada manusia yang mau menerima
pertolongan, jika ada manusia yang mau menerima petunjuk, jika ada manusia yang
mau diberi kasih sayang oleh Allah SWT. Sekarang butuhkah diri kita
dengan pertolongan, petunjuk dan kasih sayang Allah SWT saat melaksanakan tugas
di muka bumi?Jika jawaban dari pertanyaan ini adalah butuh maka segera penuhi
segala apa-apa yang dikehendaki oleh Allah SWT saat ini juga, terkecuali jika
kita membutuhkan kasih sayang dari syaitan.
6. Diberikan Ampunan Oleh Allah SWT. Allah SWT akan memberikan rahmat-Nya kepada
manusia dalam 2(dua) bagian yaitu berupa cahaya dan juga ampunan. Sebagaimana
dikemukakan dalam surat Al Hadiid (57) ayat 28 yang kami kemukakan di bawah
ini, “Hai
orang-orang yang beriman (kepada para rasul), bertakwalah kepada Allah dan
berimanlah kepada Rasul-Nya, niscaya Allah memberikan rahmat-Nya kepadamu dua
bagian, dan menjadikan untukmu cahaya yang dengan cahaya itu kamu dapat
berjalan dan Dia mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Adanya
cahaya (petunjuk, bimbingan, perlindungan) yang diberikan oleh Allah SWT akan
memudahkan manusia melaksanakan misinya sebagai abd’ (hamba) yang sekaligus
khalifah di muka bumi.Sedangkan adanya ampunan menjadikan manusia selalu bersih
dari noda dan dosa baik dibuat secara sengaja ataupun tidak. Untuk mendapatkan
rahmat dari Allah SWT manusia diharuskan menjaga fitrah yang ada di dalam diri
manusia.
7. Komunikasi dengan Allah SWT menjadi Lancar. Allah SWT menyatakan di dalam hadist berikut
ini: “Wahab bin
Munabbih berkata: Allah ta’ala berfirman: Sesungguhnya langit-langit dan bumi
tidak berdaya menjangkau-Ku namun Aku telah dijangkau oleh hati seseorang
mu’min. (R Ahmad dari Wahab bin Munabbih, 272: 32).” Dikemukakan bahwa
langit-langit dan bumi beserta seluruh ciptaannya tidak akan dapat menjangkau
Allah SWT, namun Allah SWT hanya akan dapat dijangkau oleh hati seorang mukmin.
Apa yang dapat dijangkau oleh Hati seorang Mukmin dari Allah SWT? Hati seorang mukmin tidak akan
dapat menjangkau Dzat-Nya Allah SWT, namun yang dapat dijangkau oleh hati
seorang mukmin adalah pancaran ataupun gelombang dari kebesaran, kekuatan,
kemahaan dari sifat Ma’ani Allah SWT serta Af’al (perbuatan) dari Allah SWT
yang termaktub di dalam Asmaul Husna yang berjumlah 99 (sembilan puluh
sembilan) perbuatan. Tersambungnya pancaran ataupun gelombang dari
kebesaran, kekuatan, kemahaan sifat Ma’ani Allah SWT dan Af’al (perbuatan) dari
Allah SWT, menandakan sudah terjalinnya hubungan antara pencipta dengan yang
diciptakannya.
Adanya kondisi ini
menandakan bahwa manusia telah dapat menyamakan frekuensi atau gelombang yang
ada di dalam dirinya dengan apa-apa yang dikehendaki Allah SWT. Semakin sama atau semakin sesuai frekuensi
atau gelombang yang ada di dalam diri manusia dengan apa-apa yang dikehendaki
Allah SWT maka semakin baik hubungan atau semakin lancar hubungan komunikasi
antara manusia dengan Allah SWT.
Ingat, kondisi ini hanya dapat diperoleh jika hati ruhani manusia masih dalam
kondisi fitrah, hati ruhani belum terdapat noda dan dosa atau pernyataan
keimanan manusia masih tetap sama
seperti di saat masih di dalam rahim ibu.
Itulah
sebahagian dari ketentuan-ketentuan fitrah yang Allah SWT maksudkan sewaktu
manusia akan diciptakan oleh Allah SWT serta itulah pula manfaat dari fitrah
yang tetap terjaga dari waktu ke waktu. Timbul pertanyaan, masih berlakukah
ketentuan fitrah dari Allah SWT kepada diri kita saat ini? Allah SWT masih
tetap memberlakukan atau Allah SWT masih tetap melaksanakan atau Allah SWT
masih tetap konsisten terhadap ketentuan fitrah terhadap diri kita, mulai dari
pernyataan di dalam rahim sampai dengan hari kiamat kelak. Yang menjadi
persoalan saat ini adalah sudah sejauh mana diri kita konsisten dengan
kefitrahan yang diberlakukan oleh Allah SWT? Semoga kita semua mampu menjaga
kefitrahan diri dalam kondisi apapun juga.
L. MAMPU MEMAHAMI
PENYEBAB RUSAKNYA FITRAH MANUSIA.
Fitrah merupakan
salah satu syarat yang harus kita miliki jika ingin sukses menjadi khalifah di
muka bumi yang sekaligus makhluk pilihan. Fitrah juga salah satu syarat yang
harus kita penuhi jika ingin memperoleh lindungan Allah SWT. Adanya kondisi ini
berarti baik dan buruknya fitrah akan mempengaruhi kualitas kekhalifahan yang
kita jalani serta akan mempengaruhi kualitas pertolongan Allah SWT. Untuk itu tidak ada jalan lain bagi diri
kita untuk selalu menjaga dan memelihara kefitrahan yang dikehendaki Allah SWT. Di lain sisi
untuk memelihara dan menjaga apa yang disebut dengan fitrah, bukanlah perkara
mudah. Banyak hambatan, gangguan, godaan, yang akan selalu menyertai diri kita
sewaktu menjaga dan memelihara fitrah tadi.
Berikut ini akan kami
kemukakan beberapa penyebab yang dapat membuat fitrah manusia menjadi hancur,
ternoda, tergadai, terseok-seok, yang pada akhirnya sudah tidak sesuai lagi
dengan kehendak Allah SWT, yaitu:
1. Mengikuti Ahwa (Hawa Nafsu). Salah satu sebab yang
dapat menggagalkan manusia memelihara dan menjaga fitrah yang ada di dalam diri
dikarenakan suka memperturut-kan ahwa (hawa nafsu) sehingga jiwa manusia masuk
dalam kategori jiwa fujur. Sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Kahfi (18) ayat 28 berikut ini: “Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan
orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap
keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena)
mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang
yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa
nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.”
Timbulnya jiwa fujur
di dalam diri manusia akibat dari memperturutkan atau bahkan mempertuhankan
ahwa (hawa nafsu) sehingga hanya mementingkan kehidupan dunia tanpa
memperdulikan kebutuhan ruh atau kehidupan akhirat sehingga Amanah yang 7 dan
juga Hubbul yang 7 dieksploitasi, digunakan, diperlakukan dengan memperguna-kan
Nilai-Nilai Keburukan yang sangat dikehendaki oleh syaitan sang laknatullah. Dan akibat dari manusia yang suka
memperturutkan ahwa (hawa nafsu) atau tumbuhnya jiwa fujur di dalam diri, akan
memberikan dampak yang buruk kepada hati ruhani sehingga manusia menjadi sulit
untuk berkomunikasi dengan Allah SWT atau manusia akan sulit mendapat
pertolongan dan perlindungan dari Allah SWT. Selain dari pada itu, Allah
SWT akan mengunci mati mata hati ruhani
manusia.
Sekarang jika mata
hati ruhani manusia sudah dikunci mati atau telah ditutup oleh Allah SWT, apa
yang dapat manusia lakukan dengan kondisi hati ruhani yang sudah seperti itu? Yang
paling jelas terlihat dan dapat dirasakan langsung adalah af’idah (perasaaan) yang ada di dalam hati ruhani
hilang ditelan titik noda sehingga manusia sudah tidak memiliki perasaan lagi. Jika sampai
manusia sudah tidak memiliki perasaan lagi, dapatkah manusia merasakan apa yang
dinamakan dengan suasana sedih, gembira, welas asih, kasih sayang, cinta,
benci, rindu, dendam? Jawaban dari pertanyaan ini sangat jelas yaitu
kita tidak akan pernah merasakan itu semua, yang ada hanyalah kepentingan
pribadi, kepentingan kelompok, yang lain tidak tahu lalu apa bedanya diri kita
dengan binatang.
2. Akibat Perbuatan Dosa. Penyebab menurunnya tingkat kefitrahan
manusia atau hilangnya fitrah yang ada di dalam diri, salah satunya diakibatkan
adanya perbuatan dosa. Jika dosa akan mengakibatkan fitrah manusia menjadi
rusak, timbul pertanyaan dosa yang manakah yang akan merusak fitrah manusia,
apakah yang sengaja kita perbuat ataukah yang tidak sengaja kita perbuat? Allah
SWT melalui firmannya yang terdapat di dalam surat Al Ahzab (33) ayat 5 berikut
ini: “Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan
(memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan
jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggillah mereka sebagai)
saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa atasmu terhadap
apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh
hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Berdasarkan ayat
ini, hanya dosa yang dibuat secara
sengajalah yang akan berakibat langsung dengan diri kita atau kepada hati
ruhani kita sedangkan dosa yang timbul karena kekhilafan akan diampuni oleh
Allah SWT sepanjang tidak dilakukan secara berulang. Sekarang apa jadinya jika
kita lebih banyak melakukan dosa yang di buat secara sadar, secara sengaja dan
dilakukan berulang-ulang? Jika ini yang terjadi maka akan menimbulkan dampak
bagi kebersihan atau kesucian hati ruhani manusia. Tinggi rendahnya tingkat kebersihan rati
ruhani akan berdampak langsung kepada tinggi rendahnya kefitrahan diri manusia.
Semakin tinggi tingkat kefitrahan diri manusia akan semakin dekat diri kita
dengan lindungan Allah SWT dan semakin rendah tingkat Kefitrahan diri manusia
maka semakin jauh manusia dari jalan yang lurus.
Hal yang harus kita
perhatikan adalah jika sampai diri kita melakukan perbuatan dosa secara sengaja dan
berulang-ulang, maka ada baiknya kita berguru kepada keledai yang tidak pernah
masuk ke dalam lubang yang sama dua kali. Allah SWT berfirman:“Dan apakah belum jelas bagi
orang-orang yang mempusakai suatu negeri sesudah (lenyap) penduduknya, bahwa
kalau Kami menghendaki tentu Kami azab mereka
karena dosa-dosanya; dan Kami kunci mati hati mereka sehingga mereka
tidak dapat mendengar (pelajaran lagi)? (surat Al A’raaf (7) ayat 100). Untuk mencapai dan
memperoleh tingkat kefitrahan yang ada di dalam diri, maka kita diharuskan oleh
Allah SWT untuk selalu menghindari atau jangan pernah melakukan perbuatan yang
dapat mengakibatkan dosa atau menimbulkan dosa sehingga hati ruhani memiliki noktah
hitam. Allah SWT berfirman: “Allah telah mengunci-mati hati dan
pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang
amat berat. (surat Al Baqarah (2) ayat 7).
Selanjutnya dosa akan
berakibat buruk kepada hati ruhani atau dapat memberikan pengaruh negatif
kepada hati ruhani, kepada pendengaran, kepada penglihatan, serta kepada perasaan
atau dapat berakibat buruk kepada Amanah yang 7 yang ada pada diri kita. Jika
diri kita sudah tidak dapat lagi mendengar dan merasakan apa kata hati ruhani maka diri kita telah kehilangan akal dan
perasaan, selanjutnya bersiap-siaplah memperoleh siksa dan azab yang pedih dari
Allah SWT.
3. Godaan, Gangguan
Syaitan. Syaitan
sudah ada sebelum diri kita ada di muka bumi. Syaitan atas persetujuan Allah
SWT diperbolehkan untuk mengganggu, menggoda manusia, sampai dengan hari
kiamat. Syaitan
sebagai musuh tentunya tidak suka kepada musuhnya jika musuhnya sukses, jika
musuhnya memperoleh petunjuk, jika musuhnya memperoleh perlindungan, jika
musuhnya memperoleh kedekatan dengan Allah SWT serta jika musuhnya dapat
memelihara dan menjaga hati ruhaninya atau menjadikan ruhani sebagai jati diri
manusia yang sesungguhnya. Adanya
permusuhan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT maka syaitan akan berusaha
dengan cara apapun juga untuk menggagalkan manusia meraih apa-apa yang telah
dijanjikan oleh Allah SWT kepada manusia.
Jika kita selalu
berpedoman dengan ketetapan Allah SWT yang telah menetapkan bahwa kita harus
bermusuhan dengan syaitan, maka kita harus berusaha melawan pengaruh syaitan
atau harus melakukan tindakan untuk mengalahkan atau menggagalkan usaha syaitan
kepada diri kita, dengan melaksanakan perintah Allah SWT dan menjauhi larangan
Allah SWT serta kita harus dapat meletakkan dan menempatkan Allah SWT pada
posisi yang sesungguhnya dan meletakkan diri kita pada posisi seorang hamba,
sebaimana firman Allah SWT berikut ini: “Maka mengapa mereka tidak
memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri ketika datang siksaan
Kami kepada mereka, bahkan hati mereka telah menjadi keras dan syaitanpun
menampakkan kepada mereka kebagusan apa yang selalu mereka kerjakan. (surat Al
An’aam (6) ayat 43) Syaitan pada dasarnya mudah untuk dikalahkan oleh manusia
sebab syaitan tidak mempunyai kepentingan pribadi apapun kepada manusia.
Syaitan hanya ingin manusia sesat. Syaitan hanya ingin
manusia keluar dari jalan yang lurus. Syaitan hanya ingin manusia pulang neraka
Jahannam bersama dirinya, sehingga cukup dengan membaca “'Berlindung Aku dari godaan syaitan yang terkutuk", maka
syaitan tidak akan suka kepada manusia. Untuk berhati-hatilah saat diri
memiliki sebuah keinginan karena keinginan ini merupakan pintu syaitan untuk
menggoda dan mengganggu diri kita. Hal ini sebagaimana firman-Nya berikut
ini: “Dan kami tidak mengutus sebelum kamu seorang
rasulpun dan tidak (pula) seorang nabi, melainkan apabila ia mempunyai sesuatu
keinginan, syaitanpun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu, Allah
menghilangkan apa yang dimasukkan oleh syaitan itu, dan Allah menguatkan
ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (surat Al Hajj
(22) ayat 52).” Lalu
dimanakah letak yang paling sulit di dalam menghadapi syaitan? Yang paling
sulit dihadapi oleh manusia adalah manusia yang sudah berubah wujud menjadi syaitan
dikarenakan manusia sudah menerapkan ajaran dan perilaku syaitan dalam
kehidupan sehari-hari atau syaitan yang telah berubah wujud menjadi manusia.
Syaitan jenis ini jika dibacakan "Berlindung aku dari godaan syaitan yang terkutuk"
masih tetap bercokol, tidak menyingkir dari diri kita. Hal ini dikarenakan syaitan
jenis ini paling banyak memiliki kebutuhan, seperti uang, jabatan, harta, kedudukan,
syahwat, perut dan lain sebagainya.
Selanjutnya untuk
dapat mengalahkan syaitan jenis ini kita harus melakukan, hal-hal sebagai
berikut: (a) Aktivasi terus keimanan
yang ada di dalam diri supaya jangan pernah putus dengan Allah SWT atau jangan
sampai lepas dari pantauan Allah SWT; (b) Isi dan jaga selalu battery supaya
selalu siap sedia atau selalu dalam keadaan Stand By dengan selalu mengerjakan ibadah baik yang wajib maupun yang sunnah; (c) Perbanyaklah
selalu saldo amal shaleh dengan selalu mengerjakan perbuatan-perbuatan baik
kepada sesama umat manusia atau dalam rangka memberikan rezeki kepada ruhani
diri kita sendiri; (d) Jaga dan periharalah sikap mental supaya tetap di dalam
koridor Nilai-Nilai Kebaikan yang sesuai dengan kehendak Allah SWT. Mudah-mudahan
apabila kita dapat melaksanakannya dengan baik, kita dapat mengalahkan mereka
semua sehingga diri kita terhindar dari pebuatan-perbuatan syaitan tersebut
diatas dan kitapun selalu berada di dalam kehendak Allah SWT.
4. Kotoran Amal. Hal lainnya yang dapat mengakibatkan gagalnya
manusia mempertahan kan fitrah yang ada di dalam dirinya adalah akibat dari
masih adanya sisa-sisa kotoran yang masih menempel di dalam hati ruhani atau
masih adanya perbuatan-perbuatan masa lalu yang tidak sesuai dengan koridor
Nilai-Nilai Ilahiah yang belum hilang di
dalam diri manusia. Akibatnya hati ruhani belum bersih benar dari segala kotoran-kotoran
yang pernah ada atau yang pernah singgah di dalamnya. Kondisi ini sering
terjadi di dalam kehidupan manusia, biasanya kita lalai dan lupa kepada
kejadian masa lalu sehingga kita merasa sudah bersih dari segala noda dan dosa.
Untuk itu jika kita merasa masih memiliki kotoran-kotoran amal maka mintalah
ampun kepada Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyantun agar diri kita selalu
mendapatkan ampunan dari Allah SWT.
Sebagai abd’
(hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi, berikut ini akan kami
kemukakan sebuah renungan, yang kami ambil dari hadits yang kiranya dapat
menyadarkan diri kita, yang kiranya dapat mengembalikan kefitrahan diri kita,
yang kiranya dapat menjadikan diri kita selalu berada di dalam kehendak Allah
SWT, sebagaimana dikemukakan dalam hadits berikut ini: “Ibnu Abbas ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta'ala berfirman:
Wahai Anak Adam! Jika engkau ingat kepada-Ku, Aku Ingat kepadamu dan bila
engkau lupa kepada-Ku, Akupun ingat kepadamu. Jika engkau taat kepada-Ku
pergilah kemana saja engkau suka, pada tempat dimana Aku berkawan dengan engkau
dan engkau berkawan dengan da-Ku. Engkau berpaling daripada-Ku padahal aku
menghadap kepadamu, Siapakah yang memberimu makan dikala engkau masih di dalam
perut ibumu. Aku selalu mengurusmu dan memeliharamu sampai terlaksanalah
kehendak-Ku bagimu, maka setelah Aku keluarkan engkau ke alam dunia engkau berbuat
banyak maksiat. Apakah demikian seharusnya pembalasan kepada yang telah berbuat
kebaikan kepadamu. (Hadits Qudsi Riwayat Abu Nasher Rabi'ah bin Ali Al Ajli dan Arrafi'ie;
272:182)
Jika kita termasuk
orang yang telah tahu diri, adanya hadits yang kami kemukakan di atas ini,
seharusnya dapat menyadarkan diri kita untuk kembali ke jalan yang dikehendaki
Allah SWT atau dapat mengembalikan diri kita sesuai dengan konsep fitrah yang Allah
SWT kehendaki. Akan tetapi jika ketentuan hadits di atas belum bisa menyadarkan
diri kita, belum dapat menjadikan diri kita fitrah berarti ada sesuatu yang
salah di dalam diri kita. Untuk itu pertimbangkanlah dengan masak-masak tawaran
Allah SWT untuk melakukan Taubatan Nasuha sebelum ruh tiba di kerongkongan, hal
ini dikarenakan itulah batas akhir kesempatan yang diberikan Allah SWT kepada
diri kita dan juga kita juga yang akan merasakan azab neraka ataukah nikmatnya syurga.
Dan setelah diri kita
mengetahui penyebab dari menurunnya kefitrahan diri, atau penyebab yang
menjadikan jiwa kita menjadi jiwa fujur, maka jika kita telah berkete-tapan
hati untuk kembali fitrah, atau mau menjadikan diri kita menjadi pemenang, mau
pulang kampung ke syurga maka tidak ada jalan lain kecuali melakukan Taubatan
Nasuha yang diiringi dengan melaksanakan Diinul Islam secara kaffah serta
menghindarkan perbuatan yang telah kami kemukakan di atas mulai saat ini juga
karena kita tidak tahu kapan hidup kita akan berakhir dan jangan lupa
laksanakan etos ala Zainudin Mz, yaitu “Allahumma paksa” dengan memaksa diri
ini untuk melakukan perubahan. Karena hanya diri kita sendirilah yang bisa
memaksa diri untuk berbuat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar