Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Jumat, 10 Mei 2024

KONDISI DAN ATURAN DASAR MANUSIA SEBAGAI ANAK DAN KETURUNAN NABI ADAM as, SAAT HIDUP DI DUNIA (PART 7 of 7)

 

K.     ADANYA KETENTUAN FITRAH BAGI SEMUA UMAT MANUSIA.

 

Fitrah secara harfiah artinya suci, murni, bersih, belum ternoda. Akan tetapi kembali kepada fitrah bukanlah berarti suci, murni, bersih, belum ternoda. Melainkan apakah diri kita  masih sesuai dengan kondisi awal penciptaan manusia, atau apakah manusia masih sesuai dengan kondisi aslinya, atau apakah manusia masih sesuai dengan program Allah SWT atau apakah manusia masih sesuai dengan konsep awal penciptaan manusia dari sisi pencipta manusia itu sendiri. Ini berarti jika kita dikatakan dalam kondisi fitrah atau kembali ke fitrah maka keadaan diri manusia masih sesuai dengan kodrat awal penciptaannya serta pada saat Allah SWT mempersilahkan iblis/syaitan untuk menggoda anak dan keturunan Nabi Adam as. Lalu seperti apakah kodrat awal manusia yang masih fitrah itu atau seperti apakah kembali kepada fitrah itu? Berikut ini akan kami kemukakan beberapa kondisi-kondisi awal dari manusia yang masih fitrah,  yaitu :

 

1.   Ruh adalah jati diri manusia yang sesungguhnya. Ruh adalah jati diri manusia yang sesungguhnya dan jika ini adalah ketentuannya maka yang sesungguhnya menjadi khalifah di muka bumi adalah ruhani. Dimana ruhani asalnya dari Allah SWT sehingga hanya Allah SWT sajalah yang memiliki ilmu tentang ruh, serta hanya Allah SWT sajalah yang mampu menciptakan ruh tanpa bantuan dari siapapun juga sehingga Allah SWT sajalah yang mampu merawat ruh. Sekarang jika manusia kembali kepada fitrah berarti jati diri kita yang sesungguhnya adalah ruh dan jika ruh adalah jati diri kita yang sesungguhnya, lalu sudahkah perilaku, perbuatan ruhani yang mencerminkan nilai-nilai kebaikan (nass) yang sesuai dengan kehendak Allah SWT menjadi perilaku dan perbuatan diri kita saat menjadi abd’ (hamba) yang juga khalifah di muka bumi?

 

Jika sikap dan perbuatan kita belum mencerminkan sifat-sifat alamiah ruhani yang mencerminkan nilai-nilai kebaikan (nass) berarti diri kita belum kembali ke fitrah atau belum sesuai dengan kehendak Allah SWT. Untuk itu segera kembalikan kefitrahan diri melalui proses Taubatan Nasuha yang diikuti dengan melaksanakan Diinul Islam secara kaffah saat ini juga. Selain daripada itu, jika kita telah kembali fitrah (maksudnya telah mampu menjadikan diri yang sesungguhnya adalah ruhani) berarti kita telah mampu bertuhankan hanya kepada Allah SWT sesuai dengan janji yang telah dikemukakan oleh ruhani setelah ruhani dipersatukan dengan jasmani saat masih di dalam rahim ibu (lihat kembali surat Al A’raaf (7) ayat 172). Dan yang pasti adalah orang yang telah bertuhankan hanya kepada Allah SWT telah mampu melakasanakan Diinul Islam secara kaffah serta tidak pernah sekalipun memutuskan hubungan dengan Allah SWT saat hidup di muka bumi yang dimiliki oleh Allah SWT.

 

2. Manusia adalah Makhluk Dwidimensi. Setiap manusia adalah makhluk dwidimensi, yang terdiri dari jasmani dan ruhani. Dimana jasmani asalnya dari sari pati tanah yang terikat dengan ketentuan hukum “halalan tayyiba(n) dan/atau haraman khabits” dibacakan Basmallah dan doa sebelum mengkonsumsi segala sesuatu. Selain daripada itu jasmani memiliki sifat sifat yang mencerminkan nilai nilai keburukan (insan) yang berasal dari alam atau dari sari pati makanan dan minuman yang dikonsumsi. Sedangkan ruh asalnya dari Nur Allah SWT (nass) yang terikat dengan ketentuan “datang fitrah, kembali harus fitrah untuk dapat bertemu dengan Allah SWT di tempat yang fitrah (syurga)” yang dilanjutkan dengan mampu menjalankan konsep “Tahu Diri, Tahu Aturan Main dan Tahu Tujuan Akhir.” serta ruh itu sendiri memiliki sifat yang mencerminkan nilai nilai kebaikan yang mencerminkan nama nama Allah yang indah (Asmaul Husna).

 

3.  Jiwa Taqwa (Jiwa Muthmainnah) adalah Jiwa Manusia yang Sesungguhnya. Hidup merupakan saat bersatunya ruh dengan jasmani sehingga di saat manusia hidup itulah  akan terjadi pertarungan antara jasmani dengan ruh untuk memperebutkan Amanah yang 7 dan Hubbul yang 7. Apabila jasmani menang atas ruh  maka sifat-sifat alam yang mencerminkan Nilai-Nilai Keburukan akan tumbuh dan berkembang di dalam diri manusia sehingga jiwa manusia dikatakan sebagai jiwa fujur. Sedangkan jika ruh yang menang maka Nilai-Nilai Kebaikan yang bersumber dari Nilai-Nilai Ilahiah akan tumbuh dan berkembang di dalam diri manusia sehingga jiwa manusia dikatakan sebagai jiwa taqwa. Sekarang dimanakah letak fitrah dalam jiwa manusia? Jika jati diri manusia yang sesungguhnya adalah ruh berarti fitrah manusia adalah jiwa taqwa, dalam hal ini jiwa muthmainnah atau jiwa yang tenang dikarenakan selalu bersama Allah SWT dimanapun, kapanpun dan dalam kondisi apapun juga. 

 

4.  Kualitas Pernyataan Ruh Masih Tetap berkualitas tinggi. Ruh setelah dipersa-tukan dengan jasmani  saat masih di dalam rahim seorang ibu, telah mengakui atau telah memberikan pernyataan bahwa Allah SWT adalah Tuhannya dengan demikian pernyataan ruh kepada Allah SWT harus tetap fitrah tidak tergoyahkan oleh sebab apapun sampai dengan hari kiamat. Sekarang dimanakah letaknya fitrah itu? Jika saat ini kondisi pernyataan bertuhankan kepada Allah SWT kualitasnya masih seperti saat di dalam rahim ibu atau belum berubah atau belum mengalami degradasi kualitas, itulah fitrah yang berlaku bagi diri kita. Sekarang apakah pernyataan diri kita kepada Allah SWT masih tetap utuh kualitasnya, ataukah sudah tergantikan dengan yang lainnya?

 

5.  Nilai-Nilai Kebaikan sebagai Perbuatan Kita Sehari-hari. Manusia terdiri dari jasmani dan ruh, dimana jasmani berasal dari saripati tanah sedangkan ruh berasal dari Allah SWT. Adanya kondisi ini maka jasmani akan mewarisi atau mempunyai sifat-sifat dasar alam yang mencerminkan Nilai-Nilai Keburukan (insan) sedangkan Ruh akan mempunyai sifat yang mencerminkan Nilai-Nilai Kebaikan yang berasal dari Nilai-Nilai Ilahiah (Nass). Sekarang jika jati diri manusia yang sesungguhnya adalah ruh berarti kondisi fitrah manusia adalah harus mencerminkan Nilai-Nilai Kebaikan sebagai perbuatan kita sehari-hari sehingga kita selalu berada di dalam kehendak Allah SWT. Sekarang jika yang terjadi adalah perbuatan manusia mencerminkan Nilai-Nilai Keburukan atau Nilai-Nilai Kejahatan berarti manusia sudah tidak fitrah lagi karena sudah sesuai dengan Nilai-Nilai Syaitani.

 

6.  Kemampuan Ruh melebihi kemampuan Jasmani. Ruh yang masih fitrah akan mempunyai kemampuan yang tidak mengenal jarak, ruang maupun waktu sedangkan kemampuan Jasmani mempunyai banyak keterbatasan dan kemampuan akibat pengaruh jarak, ruang dan waktu. Sekarang dimanakah letaknya fitrah? Jika ruh adalah jati diri manusia yang sesungguhnya berarti fitrah adalah kemampuan ruh wajib melebihi kemampuan Jasmani sehingga ruh mampu mengendalikan jasmani sehingga yang sesungguhnya menjadi abd’ (hamba) yang juga khalifah di muka bumi adalah ruh.

 

7. Kemampuan Manusia lebih hebat dari makhluk yang lainnya. Allah SWT memberikan kepada setiap manusia apa yang di sebut dengan Amanah yang 7 yang berasal dari bagian dari Sifat Ma’ani Allah SWT yang terdiri:  Qudrat, Iradat, Sami’, Bashir, Kalam, Hayat, Ilmu, yang kesemuanya harus dipergunakan, didayagunakan dengan sebaik-baiknya di dalam koridor Nilai-Nilai Kebaikan sebab akan dimintakan pertanggung jawabannya oleh Allah SWT. Sekarang dimanakah letaknya fitrah?Letak fitrah bagi Amanah yang 7 adalah terletak pada saat diri kita mempergunakannya, yaitu harus sesuai dengan Nilai-Nilai Kebaikan yang sesuai dengan Kehendak  Allah SWT. Adanya kondisi ini berarti kita tidak bisa sembarangan mempergunakan Amanah yang 7 karena akan dimintakan pertanggung jawabannya oleh Allah SWT. Hal lain yang harus juga kita perhatikan adalah hanya manusia sajalah yang memiliki Amanah yang 7 dalam satu kesatuan yang sempurna, ini berarti bahwa kemampuan manusia harus lebih hebat dari makhluk Allah SWT yang lainnya, inilah fitrah yang berlaku bagi diri kita.

  

8.   Amanah yang 7 dan Hubbul yang 7 wajib dikendalikan oleh Ruh. Allah SWT juga telah memberikan apa yang disebut dengan Hubbul yang 7 yang terdiri dari: Hubbul Huriah, Hubbul Syahwat, Hubbul Riasah, Hubbul Istitlaq, Hubbul Maadah, Hubbul Jam’i. serta Hubbul Maal, yang kesemuanya adalah motor penggerak bagi manusia untuk mencapai suatu tujuan yang sesuai dengan kehendak Allah SWT dan juga kehendak syaitan. Sekarang dimanakah letaknya fitrah? Jika penggunaan Hubbul yang diberikan oleh Allah SWT mampu dipergunakan dan didayagunakan sesuai dengan Nilai-Nilai Kebaikan yang dibawa oleh ruh yang ada akhirnya dapat menghantarkan diri kita sebagai abd’ (hamba) dan juga khalifah yang sesuai dengan kehendak Allah SWT, itulah fitrah. Hal yang samapun berlaku saat manusia mempergunakan modal dasar berupa Amanah yang 7. Dan manusia di dalam mempergunakan Amanah yang 7 dan Hubbul yang 7 harus di dalam koridor Nilai-Nilai Kebaikan yang dibawa oleh ruh sehingga akan timbul di dalam diri manusia apa yang disebut dengan jiwa taqwa. Apabila Amanah yang 7 dan Hubbul yang 7 dipengaruhi atau dikendalikan oleh jasmani maka yang akan timbul adalah jiwa fujur. Sekarang dimanakah letaknya fitrah? Jika ruh adalah jati diri manusia yang sesungguhnya berarti ruh adalah pengendali Amanah yang 7 dan Hubbul yang 7 yang pada akhirnya akan tercermin dari adanya jiwa taqwa pada diri manusia.

 

9.   Hati Nurani Mampu Menjangkau Kebesaran Allah SWT. Allah SWT juga telah memberikan apa yang disebut dengan hati ruhani, dimana di dalam hati ruhani diletakkan Allah SWT berbagai macam manfaat seperti tempat diletakkannya akal dan perasaan, tempat diletakkannya petunjuk, hikmat, hidayah, pemahaman, ketenangan, titik-titik noda, serta sarana bagi manusia untuk berhubungan dan berkomunikasi dengan Allah SWT sehingga dapat dikatakan bahwa hati adalah raja bagi manusia. Langit dan bumi tidak dapat menjangkau Allah SWT, yang dapat menjangkau Allah SWT adalah hati mukmin atau kalbu orang mukmin dan Allah SWT mencintai Akal dibandingkan dengan ciptaan-Nya yang lain. Jika kondisi fitrah manusia masih utuh, berarti apa-apa yang dapat dijangkau dan diraih oleh hati ruhani dapat kita rasakan saat ini atau nikmatnya bertuhankan kepada Allah SWT dapat kita rasakan dari waktu ke waktu.

 

10.  Iblis/Syaitan adalah Musuh. Allah SWT mewajibkan kepada setiap manusia jika ingin selamat atau sukses menjadi abd’ (hamba) yang juga khalifah di muka bumi yang sekaligus makhluk yang terhormat maka harus menjadikan iblis dan juga syaitan sebagai musuh utama manusia. Adanya kondisi ini berarti fitrah adalah suatu kondisi dimana kita harus saling bermusuhan dengan syaitan. Ingat, bukan menjadikan syaitan sebagai sahabat, teman, konco, konsultan, apalagi menjadikan iblis/syaitan sebagai pimpinan. Jika sekarang manusia justru berkawan akrab dengan syaitan atau bahkan menjadikan dirinya berperilaku seperti syaitan berarti manusia sudah tidak fitrah lagi atau sudah tidak sesuai lagi dengan konsep awal penciptaan manusia yang sesuai dengan kehendak Allah SWT.

 

11. Konsep Halal lagi Baik (Tayyib) merupakan konsep dasar di dalam meng-konsumsi Makanan dan Minuman. Manusia diwajibkan oleh Allah SWT untuk selalu  mengkonsumsi makanan dan minuman yang memenuhi konsep halal lagi baik (thayyib), bukan menenuhi konsep haram lagi buruk (khabits). Adanya makanan dan minuman yang memenuhi konsep halal lagi baik (thayyib) akan menghasilkan sperma dan sel telur yang juga memenuhi konsep halal lagi baik (thayyib) pula. Di lain sisi, setiap manusia harus terikat di dalam suatu ikatan pernikahan terlebih dahulu sebelum mempertemukan sperma dan sel telur (ovum) serta diwajibkan untuk membaca doa saat mempertemukan sperma dan sel telur. Sekarang apa jadinya jika manusia mengkonsumsi makanan yang haram lagi syaiat serta mempertemukan sel telur dengan sperma tanpa ikatan pernikahan ditambah tanpa membaca doa mempertemukan sel telur dengan sperma? Jika ini yang terjadi berarti manusia sudah keluar dari fitrah yang telah ditetapkan Allah SWT atau kita sudah tidak fitrah lagi. 

 

12.  Pulang Kampungnya ke Syurga. Ruh adalah jati diri manusia yang sesungguhnya sebab ruh inilah yang akan kekal selamanya dan yang akan mempertanggungjawabkan segala perbuatan yang dilakukan oleh manusia adalah ruh. Ruh yang akan menerima ganjaran, ruh yang akan pulang ke syurga atau ke neraka, sedangkan jasmani setelah berpisah dengan ruh akan kembali ke asalnya yaitu tanah. Sekarang dimanakah letaknya fitrah? Fitrah manusia adalah pulang kampung ke syurga dan jika manusia pulang kampung ke neraka berarti manusia sudah tidak fitrah lagi.  

 

Inilah 12 (dua belas)  ketentuan fitrah, yang artinya masih sesuaikah kondisi dan keadaan diri kita saat pertama kali diciptakan oleh Allah SWT. Lalu apakah keberadaan diri kita masih sesuai dengan konsep awal penciptaan manusia yang sesuai dengan konsep pencipta manusia itu sendiri? Mudah-mudahan yang masih fitrah lebih banyak dibandingkan dengan yang sudah tidak fitrah lagi dan jika kondisi yang tidak fitrah ingin kita kembalikan ke kondisi fitrah maka lakukan sekarang juga taubatan nasuha sebelum ruh tiba di kerongkongan. Selanjutnya akan kami kemukakan sebuah pertanyaan dimana jawaban dari pertanyaan harus kita jadikan pedoman saat diri kita menjadi abd’ (hamba) yang juga khalifah di muka bumi. Apakah itu? Atas dasar apakah Allah SWT mengizinkan iblis/syaitan menggoda manusia?

 

Allah SWTyang telah mengizinkan iblis/syaitan untuk mengganggu dan menggoda anak dan keturunan Nabi Adam as, sampai hari kiamat kelak dikarenakan adanya ketentuan fitrah yang dimiliki manusia maka manusia dapat mengalahkan iblis/syaitan saat hidup di dunia, atau manusia adalah pemenang sedangkan iblis/syaitan adalah pecundang. Inilah keadaan diri kita yang sesungguhnya dan jika sekarang ternyata manusia justru kalah melawan iblis/syaitan, berarti ada sesuatu yang salah saat diri kita menjadi abd’ (hamba) dan yang juga khalifah di muka bumi.

 

Untuk itu jangan pernah  salahkah Allah SWT jika di dalam surat Al Ahzab (33) ayat 72 berikut ini: “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu Amat zalim dan Amat bodoh, (surat Al Ahzab (33) ayat 72)  Allah SWT mengemukakan bahwa manusia dikatakan amat dzalim dan amat bodoh karena tidak mampu mempergunakan sesuatu yang baik yang asalnya dari Allah SWT untuk kepentingan manusia itu sendiri.

 

Timbul pertanyaan, kenapa kita harus tahu dan mengerti tentang fitrah? Jika sampai kita tidak mengetahui maksud dan tujuan dari fitrah, alangkah tidak tahu dirinya kita dengan diri kita sendiri. Hal ini dikarenakan banyak manfaat yang dapat kita peroleh melalui fitrahnya diri kita, atau banyak manfaat melalui kembali fitrahnya diri kita dan inilah yang siap diberikan oleh Allah SWT, yaitu:

 

1.   Dicintai Oleh Allah SWT. Setiap manusia telah diberikan akal oleh Allah SWT yang diletakkan di dalam hati ruhani. Ini berarti bahwa jika hati ruhani manusia masih dalam kondisi fitrah sesuai dengan aslinya maka kecintaan Allah SWT akan tetap terjaga dan terpelihara atau Allah SWT tidak akan pernah menduakan cinta-Nya kepada akal sepanjang cinta Allah SWT tidak dikhianati oleh diri kita sendiri. Sebagaimana dikemukakan dalam hadits yang kami kemukakan berikut ini: “Abu Hurairah r.a berkata: Nabi SAW bersabda; Allah ta’ala berfirman: Tatkala Allah SWT menciptakan akal, berfirmanlah Allah kepadanya: “Datanglah hai akal”; maka datanglah ia, kemudian diperintahkannya: Pergilah dan pergilah ia. Allah berfirman: Aku tidak menciptakan sesuatu makhluk yang lebih Aku cintai dari padamu. Dengan engkau Aku mengambil dan dengan engkau Aku memberi. (Hadits Qudsi Riwayat Abdullah bin Ahmad dari Alhassan dan Aththabarani dari Abi Umamah, 272:269).  

 

Hubungan cinta adalah hubungan antara dua belah pihak, hubungan cinta tidak akan dapat terlaksana jika hanya satu pihak yang melaksanakannya, hubungan cinta akan langgeng jika yang melaksanakannya dapat memelihara dan menjaga cinta tersebut. Sekarang dapatkah kecintaan Allah SWT terhadap akal dapat dilaksanakan jika yang dicintainya tersebut  tidak mau atau justru mengkhianati atau justru malah menjauh karena tidak dapat menjaga dan memelihara hubungan percintaan? Di sinilah letak fitrah menjadi barometer bagi kesuksesan manusia sewaktu hidup di dunia. Hal yang menjadi persoalan adalah sejauh mana kefitrahan yang ada di dalam diri kita atau kefitrahan yang ada di dalam hati ruhani kita? Jika saat ini tingkat kefitrahan diri kita masih tetap terjaga dan terpelihara maka Allah SWT sudah menjanjikan kepada akal bahwa Allah SWT akan memberi dan mengambil sesuatu melalui hati ruhani. Jika sudah demikian masih maukah kita membiarkan cinta Allah SWT kepada Akal (kepada hati ruhani) merana ataupun menjadikan cinta Allah SWT bertepuk sebelah tangan akibat diri kita mengabaikan cinta Allah SWT? 

 

Selanjutnya tolong jamaah sekalian renungkan hadits yang kami kemukakan berikut ini: “Abu Umamah ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta'ala berfirman: Hamba-Ku yang selalu mendekat kepada-Ku dengan ibadat-ibadat yang sunnah, sehingga Aku cinta kepadanya, maka Akulah pendengaran yang didengarkannya, dan penglihatan yang dilihatnya dan lidah yang dipergunakannya berkata-kata, dan hati yang dipergunakan berfikir (yakni semua panca indera dan perasaannya selalu ingat pada Allah dalam segala gerak harkatnya), maka bila ia berdoa Aku terima, bila minta Aku beri, dan mengharap pertolongan Aku tolong. Dan ibadahnya yang sangat Aku suka dilakukan oleh hamba-Ku, yang tulus ikhlas untuk-Ku. (Hadits Qudsi Riwayat Aththabarani; 272:135). Maukah kita menikmati atau merasakan kenikmatan bertuhankan kepada Allah SWT setelah diri kita dicintai oleh Allah SWT sehingga kita mampu bertindak dan berbuat sesuai dengan kehendak Allah SWT? Jawabannya ada pada diri kita masing-masing dan juga karena kita sendirilah yang akan menikmati atau merasakan langsung apakah itu nikmat ataukah azab dari Allah SWT.

 

2.       Disinari Oleh Allah SWT. Salah satu hadiah atau manfaat yang akan kita peroleh dari fitrahnya diri kita yaitu akan diberikan cahaya di dalam hati, atau diberikan aura yang akan terpancar melalui wajah, melalui ilmu, melalui kekuatan. Sebagaimana dikemukakan dalam  surat Az Zumar (39) ayat 22 yang kami kemukakan berikut ini; “Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.”  Sekarang jika  Allah SWT sudah memberikan sinar atau cahaya kepada diri kita melalui hati ruhani, dapatkah iblis/syaitan mengganggu dan menggoda diri kita?

 

Sanggupkah iblis/syaitan mencelakakan diri kita? Mampukah iblis/syaitan mengalah-kan sinar atau cahaya atau aura yang dipancarkan oleh Allah SWT melalui hati ruhani kita? Sanggup dan mampukah iblis/syaiitan menyerang keimanan yang ada di dalam diri kita setelah cahaya Allah SWT masuk ke dalam hati ruhani? Iblis/syaitan tidak mempunyai kemampuan dan kesanggupan untuk mengalahkan ataupun mematahkan sinar atau cahaya atau aura yang telah dipancarkan Allah SWT kepada hati ruhani diri kita dan jika sudah demikian keadaannya otomatis diri kita pasti berada di dalam jalan yang lurus atau selalu berada di dalam koridor Nilai-Nilai Kebaikan yang dikehendaki oleh Allah SWT yang pada akhirnya mampu mengalahkan syaitan.

 

Hal lain yang harus kita perhatikan adalah adanya cahaya Allah SWT yang masuk ke dalam hati ruhani maka cahaya ini akan keluar melalui muka sehingga terpancarlah aura atau lahirlah apa yang dinamakan dengan kharisma seseorang, tersambungnya Amanah yang 7 yang kita miliki dengan sifat Ma’ani yang dimiliki oleh Allah SWT. Selanjutnya dengan adanya aura atau dengan adanya kharisma dalam diri manusia atau terjadinya sinergi antara Amanah yang 7 yang ada pada diri kita dengan Allah SWT, maka akan memudahkan manusia di dalam berusaha, di dalam bekerja, di dalam melaksanakan tugasnya sebagai khalifah di muka bumi. Sekarang butuhkah diri kita dengan cahaya Allah SWT? Jika kita merasa membutuhkan cahaya Allah SWT maka tidak jalan lain kecuali diri kita untuk menjaga kefitrahan diri dengan selalu berada di dalam kehendak Allah SWT. 

 

3.    Ditolong Oleh Allah SWT. Salah satu buah dari hasil terpeliharanya fitrah yang ada di dalam diri atau terjaganya kebersihan hati ruhani dalam diri adalah Allah SWT akan memberikan pertolongan dan bantuan kepada diri kita. Jika hal ini sudah dikemukakan Allah SWT berarti Allah SWT akan memberikan bantuan dan pertolongan yang terbaik kepada setiap manusia atau kepada diri kita melalui berbagai macam cara dan methode. Sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Anfaal (8) ayat 10 yang kami kemukakan berikut ini:“Dan Allah tidak menjadikannya (mengirim bala bantuan itu), melainkan sebagai kabar gembira dan agar hatimu menjadi tenteram karenanya. Dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. Sekarang jika Allah SWT sudah memberikan jaminan kepada diri kita melalui bantuan dan pertolongan yang terbaik, masih perlukah kita meminta bantuan dan pertolongan kepada selain Allah SWT apakah melalui orang pintar, apakah melalui paranormal, ataupun melalui kyai? Ingat orang pintar, paranormal ataupun kyai tidak akan mampu mengalahkan dan menandingi kehebatan dan kekuatan yang dimiliki oleh Allah SWT sebab kekuatan yang dimiliki mereka berasal dari Allah SWT juga. Selanjutnya sudahkah kita mempersiapkan diri untuk mendapatkan pertolongan Allah SWT atau memang kita tidak mau mendapatkan pertolongan dari Allah SWT?

 

4.   Ditenangkan Oleh Allah SWT. Allah SWT akan memberikan kepada manusia apa yang disebut dengan harta yang tidak ternilai. Apakah itu?  Ketenangan bathin atau ketenangan jiwa. Allah SWT akan memberikan ketenangan bathin, yaitu sesuatu yang tidak ternilai harganya, sebab di dalam ketenangan bathin banyak terdapat manfaat dan kegunaan, baik untuk ruhani maupun untuk jasmani. Sebagaimana dikemukakan dalam surat Ar Ra’d (13) ayat 28 yang kami kemukakan berikut ini: “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah, Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.” Timbul pertanyaan, kenapa ketenangan bathin disebut sebagai harta karun yang tidak ternilai harganya? Hal ini dikarenakan sampai dengan saat ini atau mungkin sampai dengan hari kiamat, manusia tidak dapat membuat alat ukur yang dapat menghitung atau dapat mengkalkulasi arti dan makna yang terkandung di dalam ketenangan bathin.

 

Adanya ketenangan bathin yang diperoleh dari Allah SWT, akan dapat menyehatkan dan menyegarkan jasmani manusia. Adanya ketenangan bathin dapat dijadikan penyembuh bagi jasmani yang sakit atau mengalami gangguan. Selain dari pada itu ketenangan bathin akan dapat memberikan kenyamanan hidup dan perasasan tentram di saat kita mengalami cobaan maupun di saat mengalami musibah atau dapat melapangkan perasaan yang ada di dalam hati. Ketenangan bathin tidak dapat dibeli sebab ia tidak diperjualbelikan, ketenangan bathin merupakan buah dari hasil terpeliharanya atau terjaganya fitrah yang ada di dalam diri manusia atau terjaga dan terpeliharanya hati ruhani di dalam diri manusia sesuai dengan kehendak Allah SWT. Sudahkah hal ini kita rasakan?

 

5.   Ditunjuki dan Dikasih-sayangi Oleh Allah SWT. Allah SWT akan memberikan petunjuk atau akan memberikan kasih sayang kepada manusia yang dikehendakinya, sepanjang Manusia dapat memelihara, dapat menjaga kebersihan hati ruhani yang dimilikinya. Sebagaimana dikemukakan dalam surat Az Zumar (39) ayat 23 yang kami kemukakan berikut ini: “Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu)  Al Qur’an yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kita itu Dia menunjuki  siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka tidak seorangpun pemberi petunjuk baginya.”  Adanya petunjuk dan kasih sayang dari Allah SWT akan menjadikan manusia selalu berada di jalan yang lurus. Timbul pertanyaan, maukah diri kita ditolong, ditunjuki dan diberikan kasih sayang oleh Allah SWT saat menjadi abd’ (hamba) yang sekaligus khalifah di muka bumi? Rasanya tidak ada seorangpun di dunia ini yang tidak mau di tolong, yang tidak mau diberi petunjuk ataupun yang tidak mau dikasih sayangi oleh Allah SWT terkecuali memang orang tersebut sudah tidak mempunyai Hati Ruhani lagi atau telah hilang kewarasannya.

 

Selanjutnya sebuah pertolongan, atau petunjuk, atau perasaan kasih sayang dan rasa kasih sayang, baru akan dapat terlaksana jika ada 2(dua) pihak yang terlibat, yaitu antara yang memberi pertolongan dengan yang ditolong atau antara yang diberi petunjuk dengan pemberi petunjuk. Demikian pula pertolongan, petunjuk dan kasih sayang Allah SWT baru akan dapat dinikmati dan dirasakan jika ada manusia yang mau menerima pertolongan, jika ada manusia yang mau menerima petunjuk, jika ada manusia yang mau diberi kasih sayang oleh Allah SWT. Sekarang butuhkah diri kita dengan pertolongan, petunjuk dan kasih sayang Allah SWT saat melaksanakan tugas di muka bumi?Jika jawaban dari pertanyaan ini adalah butuh maka segera penuhi segala apa-apa yang dikehendaki oleh Allah SWT saat ini juga, terkecuali jika kita membutuhkan kasih sayang dari syaitan. 

 

6.    Diberikan Ampunan Oleh Allah  SWT. Allah SWT akan memberikan rahmat-Nya kepada manusia dalam 2(dua) bagian yaitu berupa cahaya dan juga ampunan. Sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Hadiid (57) ayat 28 yang kami kemukakan di bawah ini, “Hai orang-orang yang beriman (kepada para rasul), bertakwalah kepada Allah dan berimanlah kepada Rasul-Nya, niscaya Allah memberikan rahmat-Nya kepadamu dua bagian, dan menjadikan untukmu cahaya yang dengan cahaya itu kamu dapat berjalan dan Dia mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Adanya cahaya (petunjuk, bimbingan, perlindungan) yang diberikan oleh Allah SWT akan memudahkan manusia melaksanakan misinya sebagai abd’ (hamba) yang sekaligus khalifah di muka bumi.Sedangkan adanya ampunan menjadikan manusia selalu bersih dari noda dan dosa baik dibuat secara sengaja ataupun tidak. Untuk mendapatkan rahmat dari Allah SWT manusia diharuskan menjaga fitrah yang ada di dalam diri manusia.    

 

7.  Komunikasi dengan Allah SWT menjadi Lancar.  Allah SWT menyatakan di dalam hadist berikut ini: “Wahab bin Munabbih berkata: Allah ta’ala berfirman: Sesungguhnya langit-langit dan bumi tidak berdaya menjangkau-Ku namun Aku telah dijangkau oleh hati seseorang mu’min. (R Ahmad dari Wahab bin Munabbih, 272: 32).”  Dikemukakan bahwa langit-langit dan bumi beserta seluruh ciptaannya tidak akan dapat menjangkau Allah SWT, namun Allah SWT hanya akan dapat dijangkau oleh hati seorang mukmin. Apa yang dapat dijangkau oleh Hati seorang Mukmin dari  Allah SWT? Hati  seorang mukmin tidak akan dapat menjangkau Dzat-Nya Allah SWT, namun yang dapat dijangkau oleh hati seorang mukmin adalah pancaran ataupun gelombang dari kebesaran, kekuatan, kemahaan dari sifat Ma’ani Allah SWT serta Af’al (perbuatan) dari Allah SWT yang termaktub di dalam Asmaul Husna yang berjumlah 99 (sembilan puluh sembilan) perbuatan. Tersambungnya pancaran ataupun gelombang dari kebesaran, kekuatan, kemahaan sifat Ma’ani Allah SWT dan Af’al (perbuatan) dari Allah SWT, menandakan sudah terjalinnya hubungan antara pencipta dengan yang diciptakannya.

 

Adanya kondisi ini menandakan bahwa manusia telah dapat menyamakan frekuensi atau gelombang yang ada di dalam dirinya dengan apa-apa yang dikehendaki Allah SWT. Semakin sama atau semakin sesuai frekuensi atau gelombang yang ada di dalam diri manusia dengan apa-apa yang dikehendaki Allah SWT maka semakin baik hubungan atau semakin lancar hubungan komunikasi antara manusia dengan Allah SWT. Ingat, kondisi ini hanya dapat diperoleh jika hati ruhani manusia masih dalam kondisi fitrah, hati ruhani belum terdapat noda dan dosa atau pernyataan keimanan manusia masih tetap sama  seperti di saat masih di dalam rahim ibu.  

 

Itulah sebahagian dari ketentuan-ketentuan fitrah yang Allah SWT maksudkan sewaktu manusia akan diciptakan oleh Allah SWT serta itulah pula manfaat dari fitrah yang tetap terjaga dari waktu ke waktu. Timbul pertanyaan, masih berlakukah ketentuan fitrah dari Allah SWT kepada diri kita saat ini? Allah SWT masih tetap memberlakukan atau Allah SWT masih tetap melaksanakan atau Allah SWT masih tetap konsisten terhadap ketentuan fitrah terhadap diri kita, mulai dari pernyataan di dalam rahim sampai dengan hari kiamat kelak. Yang menjadi persoalan saat ini adalah sudah sejauh mana diri kita konsisten dengan kefitrahan yang diberlakukan oleh Allah SWT? Semoga kita semua mampu menjaga kefitrahan diri dalam kondisi apapun juga.

 

L.      MAMPU MEMAHAMI PENYEBAB RUSAKNYA FITRAH MANUSIA.

 

Fitrah merupakan salah satu syarat yang harus kita miliki jika ingin sukses menjadi khalifah di muka bumi yang sekaligus makhluk pilihan. Fitrah juga salah satu syarat yang harus kita penuhi jika ingin memperoleh lindungan Allah SWT. Adanya kondisi ini berarti baik dan buruknya fitrah akan mempengaruhi kualitas kekhalifahan yang kita jalani serta akan mempengaruhi kualitas pertolongan Allah SWT. Untuk itu tidak ada jalan lain bagi diri kita untuk selalu menjaga dan memelihara kefitrahan  yang dikehendaki Allah SWT. Di lain sisi untuk memelihara dan menjaga apa yang disebut dengan fitrah, bukanlah perkara mudah. Banyak hambatan, gangguan, godaan, yang akan selalu menyertai diri kita sewaktu menjaga dan memelihara fitrah tadi.

 

Berikut ini akan kami kemukakan beberapa penyebab yang dapat membuat fitrah manusia menjadi hancur, ternoda, tergadai, terseok-seok, yang pada akhirnya sudah tidak sesuai lagi dengan kehendak Allah SWT, yaitu:

 

1.  Mengikuti Ahwa (Hawa Nafsu). Salah satu sebab yang dapat menggagalkan manusia memelihara dan menjaga fitrah yang ada di dalam diri dikarenakan suka memperturut-kan ahwa (hawa nafsu) sehingga jiwa manusia masuk dalam kategori jiwa fujur. Sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Kahfi (18) ayat 28 berikut ini: “Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.”  

 

Timbulnya jiwa fujur di dalam diri manusia akibat dari memperturutkan atau bahkan mempertuhankan ahwa (hawa nafsu) sehingga hanya mementingkan kehidupan dunia tanpa memperdulikan kebutuhan ruh atau kehidupan akhirat sehingga Amanah yang 7 dan juga Hubbul yang 7 dieksploitasi, digunakan, diperlakukan dengan memperguna-kan Nilai-Nilai Keburukan yang sangat dikehendaki oleh syaitan sang laknatullah. Dan akibat dari manusia yang suka memperturutkan ahwa (hawa nafsu) atau tumbuhnya jiwa fujur di dalam diri, akan memberikan dampak yang buruk kepada hati ruhani sehingga manusia menjadi sulit untuk berkomunikasi dengan Allah SWT atau manusia akan sulit mendapat pertolongan dan perlindungan dari Allah SWT. Selain dari pada itu, Allah SWT akan mengunci mati  mata hati ruhani manusia.

 

Sekarang jika mata hati ruhani manusia sudah dikunci mati atau telah ditutup oleh Allah SWT, apa yang dapat manusia lakukan dengan kondisi hati ruhani yang sudah seperti itu? Yang paling jelas terlihat dan dapat dirasakan langsung adalah  af’idah (perasaaan) yang ada di dalam hati ruhani hilang ditelan titik noda sehingga manusia sudah tidak memiliki perasaan lagi. Jika sampai manusia sudah tidak memiliki perasaan lagi, dapatkah manusia merasakan apa yang dinamakan dengan suasana sedih, gembira, welas asih, kasih sayang, cinta, benci, rindu, dendam? Jawaban dari pertanyaan ini sangat jelas yaitu kita tidak akan pernah merasakan itu semua, yang ada hanyalah kepentingan pribadi, kepentingan kelompok, yang lain tidak tahu lalu apa bedanya diri kita dengan binatang. 

 

2.   Akibat Perbuatan Dosa. Penyebab menurunnya tingkat kefitrahan manusia atau hilangnya fitrah yang ada di dalam diri, salah satunya diakibatkan adanya perbuatan dosa. Jika dosa akan mengakibatkan fitrah manusia menjadi rusak, timbul pertanyaan dosa yang manakah yang akan merusak fitrah manusia, apakah yang sengaja kita perbuat ataukah yang tidak sengaja kita perbuat? Allah SWT melalui firmannya yang terdapat di dalam surat Al Ahzab (33) ayat 5 berikut ini: Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggillah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

 

Berdasarkan ayat ini,  hanya dosa yang dibuat secara sengajalah yang akan berakibat langsung dengan diri kita atau kepada hati ruhani kita sedangkan dosa yang timbul karena kekhilafan akan diampuni oleh Allah SWT sepanjang tidak dilakukan secara berulang. Sekarang apa jadinya jika kita lebih banyak melakukan dosa yang di buat secara sadar, secara sengaja dan dilakukan berulang-ulang? Jika ini yang terjadi maka akan menimbulkan dampak bagi kebersihan atau kesucian hati ruhani manusia. Tinggi rendahnya tingkat kebersihan rati ruhani akan berdampak langsung kepada tinggi rendahnya kefitrahan diri manusia. Semakin tinggi tingkat kefitrahan diri manusia akan semakin dekat diri kita dengan lindungan Allah SWT dan semakin rendah tingkat Kefitrahan diri manusia maka semakin jauh manusia dari jalan yang lurus.

Hal yang harus kita perhatikan adalah jika sampai diri kita melakukan perbuatan dosa secara sengaja dan berulang-ulang, maka ada baiknya kita berguru kepada keledai yang tidak pernah masuk ke dalam lubang yang sama dua kali. Allah SWT berfirman:“Dan apakah belum jelas bagi orang-orang yang mempusakai suatu negeri sesudah (lenyap) penduduknya, bahwa kalau Kami menghendaki tentu Kami azab mereka  karena dosa-dosanya; dan Kami kunci mati hati mereka sehingga mereka tidak dapat mendengar (pelajaran lagi)? (surat Al A’raaf (7) ayat 100). Untuk mencapai dan memperoleh tingkat kefitrahan yang ada di dalam diri, maka kita diharuskan oleh Allah SWT untuk selalu menghindari atau jangan pernah melakukan perbuatan yang dapat mengakibatkan dosa atau menimbulkan dosa sehingga hati ruhani memiliki noktah hitam. Allah SWT berfirman: “Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat. (surat Al Baqarah (2) ayat 7).

 

Selanjutnya dosa akan berakibat buruk kepada hati ruhani atau dapat memberikan pengaruh negatif kepada hati ruhani, kepada pendengaran, kepada penglihatan, serta kepada perasaan atau dapat berakibat buruk kepada Amanah yang 7 yang ada pada diri kita. Jika diri kita sudah tidak dapat lagi mendengar dan merasakan apa kata hati ruhani  maka diri kita telah kehilangan akal dan perasaan, selanjutnya bersiap-siaplah memperoleh siksa dan azab yang pedih dari Allah SWT.

 

3.  Godaan, Gangguan Syaitan. Syaitan sudah ada sebelum diri kita ada di muka bumi. Syaitan atas persetujuan Allah SWT diperbolehkan untuk mengganggu, menggoda manusia, sampai dengan hari kiamat. Syaitan sebagai musuh tentunya tidak suka kepada musuhnya jika musuhnya sukses, jika musuhnya memperoleh petunjuk, jika musuhnya memperoleh perlindungan, jika musuhnya memperoleh kedekatan dengan Allah SWT serta jika musuhnya dapat memelihara dan menjaga hati ruhaninya atau menjadikan ruhani sebagai jati diri manusia yang sesungguhnya. Adanya permusuhan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT maka syaitan akan berusaha dengan cara apapun juga untuk menggagalkan manusia meraih apa-apa yang telah dijanjikan oleh Allah SWT kepada manusia.

 

Jika kita selalu berpedoman dengan ketetapan Allah SWT yang telah menetapkan bahwa kita harus bermusuhan dengan syaitan, maka kita harus berusaha melawan pengaruh syaitan atau harus melakukan tindakan untuk mengalahkan atau menggagalkan usaha syaitan kepada diri kita, dengan melaksanakan perintah Allah SWT dan menjauhi larangan Allah SWT serta kita harus dapat meletakkan dan menempatkan Allah SWT pada posisi yang sesungguhnya dan meletakkan diri kita pada posisi seorang hamba, sebaimana firman Allah SWT berikut ini:  “Maka mengapa mereka tidak memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri ketika datang siksaan Kami kepada mereka, bahkan hati mereka telah menjadi keras dan syaitanpun menampakkan kepada mereka kebagusan apa yang selalu mereka kerjakan. (surat Al An’aam (6) ayat 43) Syaitan pada dasarnya mudah untuk dikalahkan oleh manusia sebab syaitan tidak mempunyai kepentingan pribadi apapun  kepada manusia.

 

Syaitan hanya ingin manusia sesat. Syaitan hanya ingin manusia keluar dari jalan yang lurus. Syaitan hanya ingin manusia pulang neraka Jahannam bersama dirinya, sehingga cukup dengan membaca “'Berlindung Aku dari godaan syaitan yang terkutuk", maka syaitan tidak akan suka kepada manusia. Untuk berhati-hatilah saat diri memiliki sebuah keinginan karena keinginan ini merupakan pintu syaitan untuk menggoda dan mengganggu diri kita. Hal ini sebagaimana firman-Nya berikut ini:  “Dan kami tidak mengutus sebelum kamu seorang rasulpun dan tidak (pula) seorang nabi, melainkan apabila ia mempunyai sesuatu keinginan, syaitanpun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu, Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh syaitan itu, dan Allah menguatkan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (surat Al Hajj (22) ayat 52).” Lalu dimanakah letak yang paling sulit di dalam menghadapi syaitan? Yang paling sulit dihadapi oleh manusia adalah manusia yang sudah berubah wujud menjadi syaitan dikarenakan manusia sudah menerapkan ajaran dan perilaku syaitan dalam kehidupan sehari-hari atau syaitan yang telah berubah wujud menjadi manusia. Syaitan jenis ini jika dibacakan "Berlindung aku dari godaan syaitan yang terkutuk" masih tetap bercokol, tidak menyingkir dari diri kita. Hal ini dikarenakan syaitan jenis ini paling banyak memiliki kebutuhan, seperti uang, jabatan, harta, kedudukan, syahwat, perut dan lain sebagainya.

 

Selanjutnya untuk dapat mengalahkan syaitan jenis ini kita harus melakukan, hal-hal sebagai berikut: (a) Aktivasi terus keimanan yang ada di dalam diri supaya jangan pernah putus dengan Allah SWT atau jangan sampai lepas dari pantauan Allah SWT; (b) Isi dan jaga selalu battery supaya selalu siap sedia atau selalu dalam keadaan Stand By  dengan selalu mengerjakan ibadah  baik yang wajib maupun yang sunnah; (c) Perbanyaklah selalu saldo amal shaleh dengan selalu mengerjakan perbuatan-perbuatan baik kepada sesama umat manusia atau dalam rangka memberikan rezeki kepada ruhani diri kita sendiri; (d) Jaga dan periharalah sikap mental supaya tetap di dalam koridor Nilai-Nilai Kebaikan yang sesuai dengan kehendak Allah SWT. Mudah-mudahan apabila kita dapat melaksanakannya dengan baik, kita dapat mengalahkan mereka semua sehingga diri kita terhindar dari pebuatan-perbuatan syaitan tersebut diatas dan kitapun selalu berada di dalam kehendak Allah SWT.

 

4. Kotoran Amal. Hal lainnya yang dapat mengakibatkan gagalnya manusia mempertahan kan fitrah yang ada di dalam dirinya adalah akibat dari masih adanya sisa-sisa kotoran yang masih menempel di dalam hati ruhani atau masih adanya perbuatan-perbuatan masa lalu yang tidak sesuai dengan koridor Nilai-Nilai Ilahiah  yang belum hilang di dalam diri manusia. Akibatnya hati ruhani belum bersih benar dari segala kotoran-kotoran yang pernah ada atau yang pernah singgah di dalamnya. Kondisi ini sering terjadi di dalam kehidupan manusia, biasanya kita lalai dan lupa kepada kejadian masa lalu sehingga kita merasa sudah bersih dari segala noda dan dosa. Untuk itu jika kita merasa masih memiliki kotoran-kotoran amal maka mintalah ampun kepada Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyantun agar diri kita selalu mendapatkan ampunan dari Allah SWT.

 

Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi, berikut ini akan kami kemukakan sebuah renungan, yang kami ambil dari hadits yang kiranya dapat menyadarkan diri kita, yang kiranya dapat mengembalikan kefitrahan diri kita, yang kiranya dapat menjadikan diri kita selalu berada di dalam kehendak Allah SWT, sebagaimana dikemukakan dalam hadits berikut ini: Ibnu Abbas ra, berkata:  Nabi SAW bersabda: Allah ta'ala berfirman: Wahai Anak Adam! Jika engkau ingat kepada-Ku, Aku Ingat kepadamu dan bila engkau lupa kepada-Ku, Akupun ingat kepadamu. Jika engkau taat kepada-Ku pergilah kemana saja engkau suka, pada tempat dimana Aku berkawan dengan engkau dan engkau berkawan dengan da-Ku. Engkau berpaling daripada-Ku padahal aku menghadap kepadamu, Siapakah yang memberimu makan dikala engkau masih di dalam perut ibumu. Aku selalu mengurusmu dan memeliharamu sampai terlaksanalah kehendak-Ku bagimu, maka setelah Aku keluarkan engkau ke alam dunia engkau berbuat banyak maksiat. Apakah demikian seharusnya pembalasan kepada yang telah berbuat kebaikan kepadamu. (Hadits Qudsi Riwayat Abu Nasher Rabi'ah bin Ali Al Ajli dan Arrafi'ie; 272:182)

 

Jika kita termasuk orang yang telah tahu diri, adanya hadits yang kami kemukakan di atas ini, seharusnya dapat menyadarkan diri kita untuk kembali ke jalan yang dikehendaki Allah SWT atau dapat mengembalikan diri kita sesuai dengan konsep fitrah yang Allah SWT kehendaki. Akan tetapi jika ketentuan hadits di atas belum bisa menyadarkan diri kita, belum dapat menjadikan diri kita fitrah berarti ada sesuatu yang salah di dalam diri kita. Untuk itu pertimbangkanlah dengan masak-masak tawaran Allah SWT untuk melakukan Taubatan Nasuha sebelum ruh tiba di kerongkongan, hal ini dikarenakan itulah batas akhir kesempatan yang diberikan Allah SWT kepada diri kita dan juga kita juga yang akan merasakan azab neraka ataukah nikmatnya syurga.

 

Dan setelah diri kita mengetahui penyebab dari menurunnya kefitrahan diri, atau penyebab yang menjadikan jiwa kita menjadi jiwa fujur, maka jika kita telah berkete-tapan hati untuk kembali fitrah, atau mau menjadikan diri kita menjadi pemenang, mau pulang kampung ke syurga maka tidak ada jalan lain kecuali melakukan Taubatan Nasuha yang diiringi dengan melaksanakan Diinul Islam secara kaffah serta menghindarkan perbuatan yang telah kami kemukakan di atas mulai saat ini juga karena kita tidak tahu kapan hidup kita akan berakhir dan jangan lupa laksanakan etos ala Zainudin Mz, yaitu “Allahumma paksa” dengan memaksa diri ini untuk melakukan perubahan. Karena hanya diri kita sendirilah yang bisa memaksa diri untuk berbuat.   

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar