Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Sabtu, 04 Mei 2024

MUKADDIMAH MEMANUSIAKAN MANUSIA (PART 1 of 3)


Pembaca dan jamaah yang dirahmati Allah SWT. Sebelum kami memulai membahas buku tentang “Memanusiakan Manusia: Jalan Untuk Mengenal Diri Agar Datang Fitrah Kembali Fitrah” perkenankan kami untuk mengemukakan beberapa hujjah atau mengambil asumsi dasar sebagaimana berikut ini:

 

1.       Setiap manusia adalah makhluk dwifungsi. Untuk dapat menggambarkan peran dan maksud dan tujuan dari diciptakannya manusia, Untuk itu mari kita pelajari 3 (tiga) buah firman Allah SWT berikut ini:

 

Pertama, setiap manusia siapapun orangnya adalah seorang abd’ (hamba)-Nya yang harus mengabdi kepada Allah SWT selaku Rabb bagi setiap umat manusia. Adanya peran sebagai seorang abd’ (hamba) menunjukkan bahwa seorang abd’ (hamba) terikat dengan ketentuan penghambaan seorang hamba kepada Allah SWT selaku Tuhan bagi dirinya. Sebagaimana firman-Nya berikut ini: “dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rezeki sedikitpun dari mereka dan aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha pemberi rezeki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh. (surat Adz-Dzaariyaat (51) ayat 56-57-58).

 

Kedua, setiap manusia selain terikat sebagai seorang hamba yang harus mengabdi kepada Allah SWT maka ia juga sekaligus seorang khalifah Allah SWT di muka bumi, yang bermakna perpanjangan tangan Allah SWT di muka bumi sebagaimana dikemukakan dalam firmanNya berikut ini: ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat:” Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata:” Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di muka bumi orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”. (surat Al Baqarah (2) ayat 30).” Adanya kekhalifahan di muka bumi maka diharapkan terciptalah apa yang dinamakan dengan ketenteraman, ketertiban, serta terpeliharanya apa apa yang diciptakan oleh Allah SWT di muka bumi. 

 

Sekarang apa itu khalifah? Khalifah adalah pengganti atau pengatur atau pemelihara atau penjaga atau pengayom atau pengawas terhadap apa-apa yang telah Allah SWT ciptakan di muka bumi. Adanya khalifah dimuka bumi, maka khalifah tersebut secara tidak langsung adalah pelaksana tugas-tugas sehari-hari Allah SWT atau perpanjangan tangan Allah SWT (Ex Officio Allah SWT) di muka bumi dengan demikian akan terciptalah kedamaian dan akan terciptalah ketentraman di muka bumi oleh sebab adanya khalifah. Timbul pertanyaan lagi, siapakah yang berhak menjadi khalifah di muka bumi atau apakah khalifah hanya berlaku untuk satu kelompok tertentu saja? Seluruh anak dan keturunan dari Nabi Adam, as, adalah khalifah di muka bumi.Allah SWT tidak memberikan batasan, siapapun orang yang lahir di muka bumi ini pasti khalifah di muka bumi. Untuk menjadi khalifah di muka bumi Allah SWT tidak memandang latar belakang seseorang, tidak ada batasan keturunan tertentu, ras, suku, agama, beriman ataupun kafir, sepanjang orang tersebut anak dan keturunan dari Nabi Adam as, yang terdiri dari jasmani dan ruh (makhluk dwidimensi) maka ia adalah khalifah di muka bumi.

 

Khalifah adalah sebuah ketentuan umum yang berlaku untuk siapapun juga tanpa memandang latar belakang seseorang, termasuk di dalamnya diri kita dan juga anak dan keturunan kita adalah khalifah-Nya di muka bumi. Selanjutnya  berdasarkan  ketentuan  dalam  surat  Ali ‘Imran (3) ayat 33-34  berikut ini: “Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga Imran melebihi segala umat (di masa mereka masing-masing), (sebagai satu keturunan yang sebagiannya (keturunan) dari yang lain. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” dan juga berdasarkan surat Maryam (19) ayat 58, yang kami kemukakan berikut ini:“Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis. (surat Maryam (19) ayat 58).   Berdasarkan ketentuan tiga buah ayat di atas, Nabi Adam as, beserta anak dan keturunannya akan dijadikan Allah SWT sebagai “makhluk pilihan” dibandingkan dengan makhluk ciptaan Allah SWT yang lainnya.

 

Adanya kondisi ini berarti Nabi Adam as, beserta anak dan keturunannya selain dijadikan oleh Allah SWT sebagai khalifah-Nya di muka bumi juga akan dijadikan sebagai “makhluk pilihan” sepanjang ia mampu menjadi abd’ (hamba)-Nya yang baik lagi benar. Sekarang untuk apakah Allah SWT menjadikan Nabi Adam as, beserta anak dan keturunannya menjadi “makhluk pilihan”? Allah SWT menjadikan Nabi Adam as, beserta anak dan keturunannya sebagai “makhluk pilihan” untuk menjadi pembeda kekhalifahan yang ada di muka bumi, atau untuk proses menseleksi kekhalifahan yang ada di muka bumi ini. Sebab jika tanpa ada pembeda yang jelas antara khalifah dengan kategori “makhluk pilihan” dengan khalifah dengan kategori “non makhluk pilihan”  akan menyulitkan penilaian mana khalifah yang sesuai dengan kriteria yang baik dan benar dan mana khalifah yang tidak sesuai dengan kriteria yang baik dan benar atau mana khalifah yang berhak menjadi penghuni syurga dan mana khalifah yang berhak menjadi penghuni neraka. Kondisi ini sejalan dengan firman-Nya yang termaktub di dalam surat Adz Dzaairiyaat (51) ayat 56 sebagaimana berikut ini: “dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” Adanya bentuk penghambaan kepada Allah SWT merupakan jalan untuk membuktikan pantaskah manusia menjadi makhluk pilihan.

 

Untuk apakah Allah SWT merencanakan dan menjadikan adanya manusia yang dijadikan abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di muka bumi? Jawabannya adalah pasti ada sesuatu dibalik rencana penciptaan manusia di muka bumi, apakah itu? Sebelum Nabi Adam as, diciptakan, seluruh  kehidupan dalam keadaan tenang dan tentram di dalam syurga (jannah), tidak ada gejolak, semua makhluk ciptaan Allah SWT yang pada waktu itu hanya ada malaikat baik yang diciptakan dari unsur nur (cahaya) dan unsur naar (api). Mereka semuanya patuh dan taat kepada Allah SWT dan mereka selalu bertasbih untuk selalu memuji dan mensucikan Allah SWT. Ini berarti bahwa kehidupan pada saat sebelum Nabi Adam as, diciptakan adalah monoton (searah).

 

Di lain sisi, seperti kita ketahui bersama bahwa Allah SWT adalah Dzat yang menamakan dirinya sendiri adalah  Allah, dimana Dzat-Nya  Allah SWT sangat hebat kekuatannya, tidak ada satupun makhluk atau ciptaannya yang dapat melihatnya, menjangkau apalagi menandinginya. DzatNya Allah SWT juga mempunyai Sifat Salbiyah (wujud, qidam, baqa, qiyamuhu binafsih, wahdaniah, muqalafah lil hawadish)  serta Sifat Ma’ani (qudrat, iradat, sama’, bashar, kalam, hayat, ilmu) serta af’al (perbuatan) Allah SWT yang termaktub dalam 99 (sembilan puluh sembilan) Nama-Nama Allah SWT yang Indah dimana itu semua adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan antara Dzat, Sifat dan Af’al yang dimiliki oleh Allah SWT.

 

Selanjutnya jika kehidupan yang ada sebelum Nabi Adam as, diciptakan bersifat monoton (searah), timbul pertanyaan dapat aktifkah sifat dan af’al (perbuatan) yang dimiliki oleh Allah SWT? Sesuatu baru dapat dikatakan hebat dan mampu, jika ada yang mengatakan itu hebat dan mampu. Sekarang jika tidak ada yang mengatakan bahwa itu hebat dan mampu, apakah sesuatu itu dapat dikatakan hebat dan mampu? Seseorang baru akan dikatakan dia kaya, jika ada orang yang miskin. Seseorang  baru  dapat  dikatakan patuh  dan  taat,  jika  ada  orang  yang  membandel dan ingkar janji. Sekarang bagaimana dengan kebesaran dan kemahaan Allah SWT?  Jika seluruh makhluk ciptaan Allah SWT semuanya kaya, tidak ada yang miskin, bagaimanakah dengan Al-Ghani (Maha Kaya)-Nya Allah SWT? Jika makhluk sudah tidak membutuhkan dan memerlukan Allah SWT, dimana letak Keesaan Allah SWT dan  dimana letak bahwa Allah SWT dibutuhkan oleh makhluknya? Adanya penciptaan manusia di muka bumi adalah cara Allah SWT untuk menunjukkan, untuk memperlihatkan dan mempertontonkan kemampuan dan kehebatan dari DzatNya Allah SWT, Sifat  Allah SWT dan perbuatan (Af’al) Allah SWT sehingga dengan demikian Aktiflah apa-apa yang dimiliki oleh Allah SWT.    

 

Dan yang Ketiga, berdasarkan firman-Nya berikut ini: “Dan (juga) pada dirimu sendiri, maka apakah kamu tiada memperhatikan. (surat Adz-Dzariyaat (51) ayat 21). Allah SWT berkehendak kepada setiap manusia, termasuk kepada diri kita, baik sebagai abd’ (hamba) yang juga khalifah untuk berpikir lalu memperhatikan dengan seksama tentang keberadaan diri ini melalui pernyataan-Nya yang berbunyi “apakah kamu tiada memperhatikan” akan dirimu sendiri!. Ketahuilah bahwa Kamu adalah hambaKu dan kamu juga adalah khalifahKu. Adanya konsep abd’ (hamba) dan juga adanya konsep khalifah yang melekat pada diri setiap manusia, termasuk diri kita menunjukkan diri kita adalah makhluk yang memiliki peran “dwifungsi.” Lalu sudahkah kita tahu dan memahami konsep dasar ini saat hidup di muka bumi ini!  yaitu sebagai abd’ (hamba)-Nya yang harus menghambakan diri kepada Allah SWT dan juga sebagai khalifah-Nya di muka bumi sehingga setiap orang harus menjadi perpanjangan tangan Allah SWT, atau menjadi agen agen Allah SWT di muka bumi. Adanya konsep dwifungsi di muka bumi maka terjadilah ketentraman, keteraturan, kebersamaan serta terpeliharanya apa apa yang diciptakan oleh Allah SWT serta penampilan Allah SWT di muka bumi terlihat dengan nyata.

 

2.   Setiap manusia adalah makhluk dwidimensi. Setiap manusia dikatakan sebagai makhluk dwidimensi dikarenakan setiap manusia siapapun orangnya pasti terdiri dari unsur jasmani dan unsur ruh. Jasmani berasal dari saripati tanah sedangkan ruh berasal dan diciptakan oleh Allah SWT dan mulai dipersatukan ke duanya saat masih di dalam rahim seorang ibu. Sebagaimana dikemukakan dalam surat As Sajdah (32) ayat 7-8-9 berikut ini: Yang memperindah segala sesuatu yang Dia ciptakan dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunannya  dari saripati air yang hina (air mani). Kemudian Dia menyempurna kannya dan meniupkan ruh (ciptaan)Nya ke dalam (tubuh)nya dan Dia menjadikan pendengaran, penglihatan, dan hati bagimu, (tetapi) sedikit sekali kamu bersyukur.” Adanya konsep dwidimensi maka kita harus bisa merawat dan menjaga kesehatan jasmani melalui ilmu kesehatan dan gizi serta aturan yang ada di dalam AlQuran sedangkan untuk menjaga kefitrahan ruh dengan mempergunakan konsep Diinul Islam yang sesuai dengan kehendak Allah SWT.

 

3.    Jasmani asalnya dari sari pati tanah yang berasal makanan dan minuman yang dikonsumsi dari seorang bapak dan seorang ibu. Yang mana setiap makanan dan minuman yang akan dikonsumsi terikat dengan ketentuan yaitu: halal lagi baik (thayyib), membaca Basmallah dan doa sebelum makan dan minum sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Baqarah (2) ayat 168 berikut ini: ‘Wahai orang orang yang beriman! Makanlah dari (makanan) yang halal lagi baik terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah langkah syaitan. Sungguh, syaitan itu musuh yang nyata bagimu.”  Selain daripada itu, jasmani memiliki sifat sifat yang mencerminkan nilai nilai keburukan (insan) dan yang juga memiliki perbuatan (ahwa) yang berasal dari alam yang paling dikehendaki oleh syaitan. Sedangkan kemampuan fungsi fungsi jasmani sangat berhubungan erat dengan posisi usia seseorang. Semakin tua usia seseorang maka kemampuan fungsi fungsi jasmani pasti akan mengalami penurunan kemampuan. Inilah sunnatullah yang pasti berlaku kepada jasmani manusia. 

 

4.     Ruh diciptakan oleh Allah SWT. Ruh asalnya dari Allah SWT dan dipersatukan dengan jasmani melalui proses peniupan. Ruh memiliki sifat yang mencerminkan nilai nilai kebaikan (nass) dan juga memiliki perbuatan (nafs/anfuss) yang mencerminkan nama nama Allah yang indah lagi baik (Asmaul Husna) melalui proses sibghah. Ruh juga terikat dengan ketentuan “datang fitrah, kembali harus fitrah untuk dapat bertemu dengan Allah SWT di tempat yang fitrah (syurga)” yang mengharuskan diri kita mampu menjalankan konsep “Tahu Diri, Tahu Aturan Main dan Tahu Tujuan Akhir.”. Kemampuan ruh tidak berhu-bungan langsung dengan tua atau mudanya seseorang, melainkan sejauh mana diri kita mampu melaksanakan Diinul Islam secara kaffah. Semakin kaffah (khusyu’) kita melaksanakan Diinul Islam maka semakin berkualitas atau semakin fitrah kualitas ruh seseorang.

 

Untuk itu jangan pernah menjadikan kualitas (kefitrahan) ruh mengikuti sunnatullah yang berlaku bagi jasmani, yaitu semakin tua jasmani semakin berkurang kefitrahan ruh. Cukup jasmani saja yang menjadi tua atau berkurang kemampuannya namun ruh haruslah tetap muda (maksudnya tetap berkualitas, harus tetap fitrah sesuai dengan kehendak Allah SWT). Ruh yang tetap dalam kondisi fitrah akan sangat membantu kondisi dan keadaan jasmani yang sedang mengalami penurunan kemampuan, sehingga kita tetap mampu hidup berkualitas dari waktu ke waktu serta mampu bermanfaat bagi orang banyak walaupun usia sudah tidak muda lagi bahkan sudah berada di persimpangan jalan, yaitu dari waktu maghrib menjelang waktu isya. Selain daripada itu, ketahuilah bahwa ruh inilah menjadi jati diri manusia yang sesungguhnya. Adanya pernyataan ini maka yang menjadi abd’ (hamba)-Nya dan yang menjadi khalifah-Nya serta yang menjadi diri kita yang sesungguhnya adalah ruh. Sehingga ruh adalah subyek sedangkan jasmani adalah obyek yang harus dikhalifahi (dimanage) oleh ruh, termasuk di dalamnya yang harus dikhalifahi oleh ruh adalah industri 4.0 dan society 5.0 dan juga reformasi serta bumi tempat kalifah melaksanakan tugas. Dan ingat ruh yang akan mempertanggungjawabkan segala perbuatan diri kita saat menjadi abd’ (hamba) dan juga saat menjadi khalifah muka bumi ini.

 

5.   Hidup adalah saat mulai dipersatukannya ruh dengan jasmani sampai dengan saat dipisahkannya kembali keduanya. Lalu jasmani akan dikembalikan ke tanah sedangkan ruh untuk sementara waktu ditempatkan di alam barzah. Saat ruh dan jasmani dipersatukan (saat hidup) maka terjadilah tarik menarik antara sifat sifat alamiah jasmani yang mencerminkan nilai nilai keburukan dengan sifat sifat alamiah ruh yang mencerminkan nilai bilai kebaikan. Jika sifat sifat alamiah jasmani mampu mengalahkan sifat sifat alamiah ruh maka jiwa kita dikelompokkan menjadi jiwa fujur (jiwa hewani; jiwa amarah; jiwa musawwilah) sehingga yang tampil sebagai cerminan diri kita adalah nilai nilai keburukan yang dikehendaki oleh syaitan. Sedangkan jika sifat sifat ruh mampu mengalahkan sifat sifat jasmani maka jiwa kita dikelompokkan menjadi jiwa taqwa (jiwa lawwamah; jiwa muthamainah) sehingga yang tampil sebagai cerminan diri kita adalah nilai nilai kebaikan yang dikehendaki oleh Allah SWT. Untuk itu jangan sampai kita salah menempatkan diri kita dihadapan Allah SWT yang pada akhirnya membawa diri kita pada penyesalan yang tiada berujung sehingga menghantarkan kita menjadi penghuni neraka. Untuk itu sadarilah delapan hal yang kami kemukakan di atas dengan sebaik baiknya.

 

Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus juga khalifah-Nya di muka bumi ketahuilah bahwa setelah dipisahkannya ruh dengan jasmani, yang ada dan yang tertinggal dari diri kita di muka bumi ini adalah 2(dua) hal yaitu: jejak jejak kebaikan ataukah jejak jejak keburukan. Adanya jejak jejak kebaikan ataukah jejak jejak keburukan yang tertinggal di muka bumi merupakan tanda mata bahwa kita pernah ada dan pernah hidup di muka bumi ini. Dan melalui jejak jejak kehidupan yang tertinggal inilah maka akan diketahui secara nyata kualitas diri kita yang sesungguhnya. Jika jejak jejak kebaikan yang kita tinggalkan dan jejak tersebut mampu dinikmati oleh generasi yang datang dikemudian hari berarti kita telah berumur panjang dan juga kita telah mampu menjadi kebanggaan bagi anak keturunan kita yang datang di kemudian hari, yang akhirnya doa akan terus dipanjatkan untuk kita oleh sebab karya nyata berupa kebaikan yang kita tinggalkan.

 

Namun, jika yang terjadi adalah jejak-jejak keburukan yang kita tinggalkan setelah diri kita tiada berarti berumur pendeklah diri kita serta hilanglah rasa bangga kepada diri kita yang berasal dari anak keturunan kita sendiri yang pada akhirnya menjadikan diri kita menjadi orang yang terlupakan, atau jika disebut nama kita yang diingat oleh kebanyakan orang adalah keburukan. Semoga kita semua tidak seperti ini.

 

Dan untuk itu ketahuilah bahwa semua ini (baik kebaikan atau keburukan) hanya bisa terjadi di sisa usia kita yang kita miliki. Dimana di sisa usia inipun kita masih dibatasi dengan adanya ketentuan yang lainnya, yaitu: “waktu tidak bisa diputar ulang; kesempatan hanya datang satu kali; serta menyesal adanya dibelakang hari.” Jadi jangan pernah menunda nunda jika kita sudah berniat untuk berbuat kebaikan dalam bentuk karya nyata. Lakukan saat ini juga karena kita tidak pernah dibatasi oleh Allah SWT untuk melakukan perbuatan baik. Semoga Allah SWT memudahkan diri kita untuk berbuat kebaikan dalam bentuk karya nyata di sisa usia yang kita miliki. Amiin. 

 

Adanya kondisi yang telah kami kemukakan di atas, inilah yang mendorong kami untuk terus berkarya melalui tulisan-tulisan yang berkenaan dengan Aqidah Islam atau tentang Ketauhidan sepanjang Allah SWT menghendaki ini terjadi, yang pada akhirnya masyarakat akan selalu memiliki buku-buku pembanding atas buku-buku yang telah terbit terlebih dahulu, sehingga mampu menjadikan masyarakat dan generasi yang akan datang menjadi dinamis dengan perkembangan ilmu maupun perkembangan zaman melalui buku yang kami tulis.

 

Apalagi saat ini, diri kita dan juga anak keturunan kita sedang dan akan menghadapi tantangan berat, yaitu:

 

1.  Adanya informasi dari Nabi Muhammad SAW tentang kondisi umat akhir zaman;

2.  Adanya tantangan reformasi yang belum menghasilkan sesuatu yang sesuai dengan tujuan reformasi itu sendiri;

3.     Adanya tantangan revolusi industri 4.0 serta adanya tantangan society 5.0.

4.      Adanya bahaya laten Narkoba dan Dzat Dzat Adiktif lainnnya;

5. Adanya pengaruh LGBTQQIAAP termasuk di dalamnya ancaman dari pornografi dan pornoaksi serta adanya pandemi covid 19 yang terjadi di seluruh dunia serta

6.     Adanya virus radikalisme dan juga virus intoleransi.

 

Dimana ke enam tantangan ini sudah ada dihadapan diri kita, namun selaku orang tua (selaku nenek ataupun kakek) belum tentu sepenuhnya akan mengalami hal itu semuanya. Lalu bagaimana dengan anak dan keturunan kita nanti? Ke enam hal yang kami kemukakan di atas pasti akan menjadi tantangan, hambatan, rintangan, ujian, cobaan bagi anak keturunan kita sendiri sebab merekalah yang akan mengha-dapinya dan mengalaminya.

 

Sebagai orang tua, sebagai kakek atau nenek dari generasi milenial, sudah seharusnya kita mempersiapkan anak keturunan kita siap menghadapi itu semua, namun ingat tidak boleh keluar dari konsep kefitrahan yang telah ditetapkan berlaku oleh Allah SWT, yaitu “datang fitrah kembali fitrah untuk bertemu dengan Dzat Yang Maha Fitrah di tempat yang fitrah melalui suatu proses tahu diri, tahu aturan main dan tahu tujuan akhir”. Sehingga akan sangat riskan bagi generasi milenial yang bertindak selaku subyek jika mereka tidak pernah tahu siapa diri mereka yang sesungguhnya dan siapa Allah SWT yang sesungguhnya dan akhirnya tahu diri dan tahu aturan main dan tahu tujuan akhir harus menjadi prioritas dalam belajar agama ini dan semoga diri kita semua mampu menghadapi tantangan dan ancaman yang akan kami kemukakan di bab II buku ini ditambah umat ini telah berubah menjadi umat yang rajin dan gemar membaca, gemar mempelajari kitabnya sendiri serta mampu melaksanakan dengan sebaik baiknya isi dan kandungan AlQuran.

 

Di dalam buku ini, kami juga membahas tentang pembinaan diri atau bagaimana cara untuk mempertahankan kefitrahan diri dalam rangka diri kita selalu sesuai dengan kehendak Allah SWT serta cara-cara untuk memperoleh kehendak Allah SWT. Untuk itu kami berharap dengan adanya buku ini, kita semua dapat menemukan kembali jati diri kita yang sesungguhnya atau kita dapat mereformasi diri kita menjadi pribadi yang sesuai dengan apa yang Allah SWT rencanakan di awal manusia diciptakan atau sesuai dengan kehendak Allah SWT sewaktu memperbolehkan dan mengizinkan iblis/syaitan untuk mengganggu dan menggoda manusia. Dan semoga kita semua dapat sukses menjadi abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi yang sekaligus menjadi makhluk yang terhormat yang dapat pulang kampung ke tempat yang terhormat, dengan cara yang terhormat, untuk bertemu dengan Dzat Yang Maha Terhormat, dalam suasana yang saling hormat menghormati yang tentunya hanya bisa diraih jika kita mampu melaksanakan konsep tahu diri, tahu aturan main dan tahu tujuan akhir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar