Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Sabtu, 04 Mei 2024

MUKADDIMAH MEMANUSIAKAN MANUSIA (PART 2 of 3)

 

Selanjutnya agar diri kita mampu menjadi abd’ (hamba)-Nya yang juga sekaligus adalah khalifah-Nya di muka bumi ini ditengah adanya tantangan dan ancaman yang semakin hari semakin berat maka kita harus dapat memiliki ilmu dan pemahaman tentang konsep tahu diri, tahu aturan main dan tahu tujuan akhir, sebagaimana berikut ini:

 

1.  Melaksanakan Konsep Tahu Diri (Mangenal Allah Mengenal Diri). Adanya AlQuran  Tauhid, atau Ilmu mengenal Allah SWT, atau Ilmu berkomunikasi langsung dengan Allah SWT dimanapun dan kapanpun tanpa melalui perantara siapapun juga serta apa-apa yang akan diberikan oleh Allah SWT tidak bisa dicegah, atau dihalangi oleh siapapun juga. Inilah salah satu hikmah dari diturunkannya AlQuran kepada diri kita, yaitu mampu mengenal Allah SWT yang sesuai dengan kehendak Allah SWT itu sendiri. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam firman Allah SWT berikut ini: “Katakanlah: "Siapakah yang lebih kuat persaksiannya?" Katakanlah: "Allah". Dia menjadi saksi antara aku dan kamu. dan AlQuran ini diwahyukan kepadaku supaya dengan Dia aku memberi peringatan kepadamu dan kepada orang-orang yang sampai AlQuran (kepadanya). Apakah Sesungguhnya kamu mengakui bahwa ada tuhan-tuhan lain di samping Allah?" Katakanlah: "Aku tidak mengakui." Katakanlah: "Sesungguhnya Dia adalah Tuhan yang Maha Esa dan Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan (dengan Allah).” (surat Al An’am (6) ayat 19).

 

Sekarang coba kita bayangkan jika Allah SWT tidak pernah menurunkan AlQuran ke muka bumi ini, lalu apa yang terjadi? Kita tidak tahu apa itu Allah SWT. Kita tidak mengerti dan paham siapa dan bagaimana Allah SWT. Kita tidak akan mengetahui bagaimana caranya berkomunikasi dengan Allah SWT dan juga kita tidak akan mampu merasakan nikmatnya bertuhan kepada Allah SWT dan seterusnya. Dan saat ini, AlQuran yang diturunkan oleh Allah SWT sudah ada dihadapan diri kita, lalu sudahkah AlQuran yang diturunkan oleh Allah SWT memudahkan diri kita mengenal dan berkenalan dengan Allah SWT lalu merasakan nikmatnya bertuhankan kepada Allah SWT? Jika belum berarti ada sesuatu yang salah dalam diri kita di dalam menyikapi keberadaan AlQuran. Karena kitalah yang sangat membutuhkan Allah SWT sedangkan Allah SWT tidak membutuhkan kita.

 

Setelah kita mulai mengetahui siapa Allah SWT yang sesungguhnya, langkah berikutnya adalah kita harus tahu diri karena hal ini merupakan salah satu kunci sukses di dalam menjalani kehidupan ini. Selain itu dengan tahu diri kita maka kita akan mengetahui ada hubungan apa antara diri kita dengan Allah SWT sehingga kita akan mengetahui siapa diri kita sesungguhnya dan siapa Allah SWT yang sebenarnya. Adanya kondisi ini maka kita akan dapat mengetahui dengan pasti  apa hak hak Allah SWT yang berlaku kepada diri kita sehingga hal itu menjadi kewajiban bagi diri kita kepada Allah SWT dan jika ini terjadi terjalinlah hubungan yang harmonis antara diri kita dengan Allah SWT.

 

Dan Ali bin Thalib ra, pernah mengemukakan tentang betapa pentingnya kita mengenal diri sebagaimana kami kemukakan berikut ini: (a) Mengenal diri adalah ilmu yang paling berguna; (b) Aku heran dengan orang yang mencari barangnya yang hilang padahal (di saat yang sama) ia kehilangan dirinya namun ia tidak (berupaya) mencarinya; (c) Aku heran dengan orang yang tidak mengenali dirinya bagaimana ia akan dapat mengenal Tuhannya?; (d) Puncak makrifat adalah pengenalan seseorang atas dirinya; (e) Prestasi terbesar (bagi seseorang) adalah manakala ia berjaya dalam mengenal dirinya; (f) Setiap kali bertambah pengetahuan seseorang, maka akan bertambah pula perhatiannya kepada dirinya dan ia akan mengerahkan segenap upayanya untuk mengasah dan memperbaikinya.

 

Di lain sisi, saat ini kita hidup di muka bumi ini, ketahuilah bahwa bumi tempat kita hidup bukan kita yang ciptakan dan buka pula kita yang miliki. Ini berarti: (a) kita hanyalah orang yang sedang menumpang yang tidak selamanya menumpang karena kita harus keluar dari muka bumi; (b) kita adalah obyek yang diciptakan oleh Allah SWT sehingga kedudukan obyek tidak sama dengan kedudukan subyek. (c) kita adalah tamu yang tidak selamanya menjadi tamu sehingga tamu tidak bisa mensejajarkan diri dengan tuan rumah dan tidak bisa berperilaku seperti layaknya tuan rumah di langit dan di bumi ini. Sebagai orang yang menumpang, atau sebagai obyek, atau sebagai tamu di muka bumi ini, maka kita tidak bisa menentukan sendiri hukum, ketentuan, peraturan, aturan yang berlaku di muka bumi ini. Kita hanyalah orang yang harus melaksanakan ketentuan dan juga orang yang akan dinilai atas pelaksanaan dari ketentuan yang telah ditetapkan berlaku.

 

Sebagai orang yang telah tahu diri, jangan pernah bertindak seolah olah menjadi tuan rumah di rumah orang lain, atau bahkan yang mengatur tuan rumah di rumah tuan rumah yang tidak pernah kita miliki atau dengan kata lain kita hanyalah obyek yang tidak bisa mengatur subyek. “Barangsiapa yang mengenal dirinya, maka ia akan mengenal Tuhannya, dan barangsiapa yang mengenal Tuhannya maka binasalah (fana) dirinya.” (AlHadits). Dan hanya orang yang tahu dirilah yang bisa menempatkan posisinya dihadapan Allah SWT sebagai tuan rumah, sehingga apabila ini terjadi maka keharmonisan hidup di muka bumi ini dapat terlaksana dengan baik. Untuk itu jadilah orang yang menumpang, atau jadilah tamu yang menyenangkan lagi membanggakan tuan rumah (Allah SWT) saat kita hidup di muka bumi ini dengan mengetahui aturan main yang berlaku di muka bumi ini dengan sebaik baiknya yang tertuang dalam AlQuran.

 

Untuk itu ketahuilah wahai orang orang yang telah tahu diri bahwa: (a) Secara tersurat, diri kita adalah ciptaan Allah SWT. Sebagai ciptaan maka pencipta harus lebih dahulu ada dari yang diciptakan serta pencipta lebih berkuasa dari apa yang diciptakan; sebagai ciptaan kita adalah obyek sedangkan penciptanya adalah subyek (b) Secara tersirat, diri kita adalah hamba-Nya yang juga adalah khalifah-Nya di muka bumi; (c) Secara tersembunyi, diri kita adalah bentuk dari penampilan Allah SWT di muka bumi; manusia adalah gambaran dari sifat dan asma-Nya; manusia adalah bayangan Allah SWT di muka bumi; manusia adalah pemandangan bagi penampilan keindahan Allah SWT; manusia adalah eksistensi Allah SWT bagi tersingkapnya hijab Allah SWT; manusia adalah gudang perbendaharaan Allah SWT. Berdasarkan ketentuan di atas ini, sudah diposisi manakah kita mengenal diri sendiri, apakah yang tersurat, apakah yang tersirat atau apakah yang tersembunyi? Semoga dengan adanya keterangan kita mampu menjadikan diri kita sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya yang mampu menjadi bentuk penampilan Allah SWT di muka bumi.

 

Lalu apakah dengan kita tahu diri, lalu kita tahu tentang Allah SWT sudah cukup bagi diri kita? Tahu diri dan Tahu Allah SWT belum sempurna jika belum dilengkapi dengan tahu tentang Nabi Muhammad SAW yang sesuai dengan kehendak Allah SWT dan juga tahu tentang orang tua yang melahirkan kita dan juga mertua kita yang melahirkan suami/istri kita. Allah SWT berfirman: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu-bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, ‘Wahai Tuhanku, sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.’” (surat Al-Israa’ (17) ayat 23-24) Allah SWT adalah selaku pembuat skenario dan pemilik rencana besar kekhalifahan di muka bumi sangat sempurna mempersiapkan rencananya. Hal ini bisa kita rasakan langsung kesempurnaannya.

 

Salah satunya adalah jika sampai Nabi Muhammad SAW tidak diutus oleh Allah SWT ke muka bumi ini tentu kita tidak tahu bagaimana cara melaksanakan hak hak Allah SWT dalam kerangka melaksanakan hubungan yang harmonis antara diri kita dengan Allah SWT. Dan, diutusnya Nabi Muhammad SAW merupakan suri tauladan bagi diri kita, sebagaimana firmanNya: “Sungguh telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak meningat Allah. (surat Al Ahzab (33) ayat 21).” Adanya ketentuan Nabi Muhammad SWT sebagai suri tauladan bagi manusia maka kita sekarang memiliki contoh, cara, metode yang sesuai dengan kehendak Allah SWT yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW melalui perkataannya, melalui perbuatan (perilaku)nya serta melalui taqrir (perbuatan sahabat) yang disetujui oleh Nabi Muhammad SAW dan inilah yang disebut dengan hadits.

 

Hal terakhir dari tahu diri adalah keberadaan diri kita di muka bumi ini tidak bisa terlepas dari keberadaan ke dua orang tua kita dan juga keberadaan ke dua orang mertua kita, tanpa mereka kita tidak mungkin ada di muka bumi serta tanpa mereka kita tidak akan menjadi seorang suami/istri seseorang, atau menjadi bapak/ibu dari anak keturunan kita. Adanya hal ini maka tidak akan sempurna bakti kita kepada Allah SWT jika tidak diimbangi dengan bakti kepada ke dua orang tua dan juga kepada ke dua mertua kita, secara berkesinambungan selama hayat masih di kandung badan, melalui apa apa  yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Dari Abdullah bin ’Amru ra, Rasulullah SAW bersabda,“Ridha Allah tergantung pada ridha orang tua dan murka Allah tergantung pada murka orang tua” (Hadits Riwayat Ath Thirmidzi, Al Hakim, Ath Thabrani dan Al-Bazzar).”Allah SWT selaku pencipta dan pemilik dari kekhalifahan di muka bumi, sangat menghormati kedudukan kedua orang tua (dan juga kedua orang mertua kita) sehingga Allah SWT meletakkan ridha dan murkaNya tergantung kepada ridha dan murka mereka berdua.

 

Di lain sisi, dengan diri kita tahu siapa orang tua kita (dan juga siapa mertua kita) maka secara langsung kita terikat dengan kehormatan yang dimiliki oleh kedua orang tua kita dan juga oleh kedua orang mertua kita serta diri kita terikat pula dengan harapan dan cita cita mereka berdua kepada anak dan keturunannya. Untuk itu jika kita telah tahu diri, maka sudah sepatutnya kita berperilaku yang tidak mencoreng kehormatan mereka berdua saat kita hidup di muka bumi ini. Hal yang samapun berlaku jika kita telah tahu diri dan tahu tentang Allah SWT maka kita pun terikat dengan akhlak Allah SWT yang sesuai dengan Nama NamaNya Yang Indah (asmaul husna). Sehingga segala perbuatan dan tindak tanduk kita harus berkesesuaian dengan akhlak Allah SWT tersebut jika kita telah tahu diri.

  

Sebagai orang yang telah tahu diri, maka kita harus bisa menempatkan diri secara patut dan pantas dihadapan Allah SWT selaku pencipta dan pemilik kekhalifahan di muka bumi ini. Dan kita harus bisa memahami bahwa kita bukanlah siapa siapa, bukan apa apa dibandingkan dengan Allah SWT sehingga kita tidak bisa mensejajarkan diri dengan Allah SWT. Kita hanyalah obyek yang tidak bisa melanggar ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT selaku pencipta dan pemilik dari rencana besar kekhalifahan di muka bumi ini. Sebagai obyek maka sudah sepantasnya dan sepatutnya tahu dan mengerti aturan main yang telah ditetapkan berlaku di muka bumi, dalam hal ini adalah AlQuran jika kita memang orang yang telah tahu diri.

 

Dan agar diri kita termotivasi untuk segera belajar dan memiliki ilmu terutama tentang mengenal Allah SWT dan mengenal diri sendiri yang dilanjutkan dengan mengetahui akan menjadi seperti apa diri ini kelak, apakah yang berjiwa taqwa ataukah yang berjiwa fujur. Konsekuensi dari kita tidak mengenal Allah SWT dan tidak mengenal diri akan sangat mempengaruhi proses kematian yang akan kita hadapi kelak. Bagi orang yang berjiwa taqwa akan menghantarkan dirinya ke husnul khatimah, sedangkan bagi orang yang berjiwa fujur (berjiwa sesat) akan menghantarkan dirinya ke suul khatimah. Sedangkan kita tahu bahwa kematian itu adalah sesuatu yang pasti sehingga segala sesuatunya harus dipersiapkan dengan matang jauh sebelum kematian itu tiba.

 

Alangkah indahnya hidup dan kehidupan ini, apalagi saat berada di persimpangan jalan, jika kita sudah mengetahui, sudah memahami, sudah menghayati dan sudah pula mengenal Allah SWT dan mengenal diri yang paling hakiki (memiliki jiwa muthmainnah) lalu tinggal meraih dan merasakan nikmatnya bertuhankan kepada Allah SWT yang tercermin dalam perilaku kehidupan yang bermanfaat bagi diri, keluarga dan masyarakat luas, atau menampilkan kesalehan diri yang tercermin dalam kesalehan sosial. Lalu apa pentingnya kita mempelajari dan memahami serta memiliki ilmu tentang diri sendiri (tahu diri)? Banyak manfaat yang melekat jika kita memiliki ilmu tentang diri sendiri. Berikut ini akan kami kemukakan manfaat yang akan kita peroleh dari mengenal diri sendiri, terutama jati diri kita yang sesungguhnya adalah ruh. Sekali lagi kami ingatkan bahwa jati diri kita yang sesungguhnya bukanlah jasmani melainkan ruh yang asalnya dari Nur Allah SWT.

 

Allamah Thahathaba’i dan Mirza Mahdi Isfahani, dalam bukunya “Wilayah dan Shalat: Perantara ke Pendekatan Ilahi” mengemukakan tentang betapa pentingnya mengenal diri dalam kerangka tahu diri dan tahu aturan main serta  tahu tujuan akhir, yaitu :

 

a.   Seorang yang cerdas adalah yang mengenal dirinya dan melakukan segala sesuatu dengan ketulusan.

b.     Mengenal diri itu lebih bermanfaat daripada dua bentuk pengetahuan.

c.  Orang yang banyak tahu (arif) adalah dia yang mengenal dirinya, dan membebaskan dan menghindarkan dari apapun yang akan menjauhkannya dari Allah SWT.

d.    Kebodohan terbesar adalah orang yang tidak mengenal dirinya dan kearifan terbesar adalah orang yang mengenal dirinya.

e.  Orang orang yang paling kenal diri mereka, lebih memiliki rasa takut terhadap Tuhan mereka.

f.   Aku heran kepada orang yang bisa kehilangan sesuatu (miliknya) maka ia (langsung) mencarinya, sementara kehilangn dirinya, ia tidak mencarinya.

g.   Aku heran kepada orang yang tidak mengenal dirinya, bagaimana bisa ia mengenal Tuhannya.

h.   Intelektualitas terbaik adalah pengenalan seseoang terhadap dirinya sendiri. Jadi, siapapun yang mengenal dirinya maka ia adalah orang yang paling berilmu, sedangkan orang yang tidak mengenal dirinya, akan jatuh tersesat.

i.  Tujuan dari pengetahuan bagi seseorang (berilmu) ialah untuk mengenal dirinya.

j.     Bagaimana orang yang tidak mengenal orang lain itu bisa mengenal dirinya sendiri.

k. Cukuplah dikatakan berilmu seseorang ketika mengenal dirinya dan cukuplah dikatakan bodoh seseorang ketika tidak mengenal dirinya.

l.       Orang yang mengenal dirinya tidak akan menjadi materialistis.

m. Orang yang mengenal dirinya akan berjuang dengannya dan orang yang tidak mengenal dirinya akan melalaikannya.

n.   Orang yang mengenal dirinya niscaya mengenal Tuhannya dan orang yang mengenal dirinya akan mulia kedudukannya.

o.   Orang yang tidak mengenal dirinya akan lebih tidak mengenal orang lain dan orang yang mengenal dirinya akan lebih mengenal orang lain.

p.   Orang yang mengenal dirinya berarti telah mencapai tujuan tertinggi dari setiap ilmu dan pengetahuan.

q. Orang yang tidak mengenal dirinya niscaya akan menjauh dari jalan keselamatan dan ia akan jatuh ke dalam penyimpangan dan kebodohan.

r.     Pengenalan diri merupakan bentuk pengenalan yang bermanfaat dan orang orang yang meraih pengenalan diri, akan meraih kemenangan terbesar.

s.    Jangan sampai tidak mengenal dirimu, karena orang yang tidak mengenal dirinya, ia tidak akan mengenali segala sesuatu.

 

Secara keseluruhan, maksud dan tujuan dari pengenalan diri adalah jalan terbaik dan yang terdekat menuju kesempurnaan, dan ini tidak perlu diragukan lagi. Bagaimanapun, inilah metode dalam menapaki jalan keselamatan dan kesempurnaan.

 

Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi, apa yang anda pikirkan setelah membaca konsep tahu diri, yang diikuti dengan merenungi tentang pentingnya mengenal diri. Lalu sudah sampai di posisi manakah kita mengenal diri sendiri? Apakah hanya sebatas jasmani dan ruhani semata? Jika kita hanya tahu sebatas itu, maka sebatas itu pula kita tahu diri sendiri. Padahal ilmu tentang jasmani dan ruhani sangatlah luas cakupannya dikarenakan banyak hal yang menyertai keduanya. Dan ingat, adanya jasmani dan ruh pada diri kita, baru menghantarkan diri kita sebagai manusia biasa. Akan tetapi untuk menjadikan diri kita sukses menjadi khalifah di muka bumi yang sesuai dengan kehendak Allah SWT, yang mampu pulang kampung ke syurga, tidak cukup hanya mengandalkan serta bermodalkan jasmani dan ruh semata, akan tetapi harus mampu pula melaksanakan Diinul Islam secara kaffah (secara keseluruhan).

 

2.    Melaksanakan Konsep Tahu Aturan Main. Sebagaiman telah kita imani bersama bahwa langit dan bumi beserta isinya dan juga seluruh manusia diciptakan dan dimiliki oleh Allah SWT. Jika ini kondisinya berarti segala aturan, segala hukum, segala undang undang, segala ketentuan yang berlaku di langit dan di bumi serta rencana besar kekhalifahan di muka bumi adalah aturan, hukum, undang undang, ketentuan yang berasal dai pemilik dan pencipta langit dan bumi, dalam hal ini adalah Allah SWT. Lalu, apabila kita berkehendak hidup tenang mati senang dan berumur lalu pulang kampung masuk syurga maka tidak ada jalan lain yang harus kita lalui yaitu selain melaksanakan apa apa yang termaktub di dalam AlQuran yang tidak lain adalah buku manual bagi kepentingan umat manusia. Hal ini dikarenakan AlQuran itu adalah kumpulan dari aturan, hukum, undang undang, ketentuan, yang berlaku di langit dan di bumi ini yang berasal dari pencipta dan pemilik langit dan bumi, dalam hal ini Allah SWT.

 

Adanya Allah SWT selaku pencipta dan pemilik alam semesta ini dan adanya AlQuran sebagai buku manual bagi umat manusia merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan dengan kekhalifahan yang ada di muka bumi sehingga Allah SWT sangat berkehendak agar seluruh khalifahnya mempercayai buku manual yang telah diturunkanNya dan melaksanakan isi dan kandungan dari buku manual tersebut. Sebagai khalifah di muka bumi yang saat ini menjalankan tugas, sadarilah bahwa hidup di muka bumi ini ada aturan mainnya, yang mana aturan main itu bukan kita yang menentukannya, melainkan Allah SWT yang menetapkannya sehingga saat kita hidup di dunia tidak bisa sembarangan, tidak bisa seenaknya saja serta tidak bisa semaunya saja. Diri kita hanyalah obyek di dalam pelaksanaan segala ketentuan yang telah ditetapkan berlaku oleh Allah SWT yang termaktub dalam AlQuran. Obyek tetaplah obyek yang tidak bisa mengatur subyek.

 

Lalu kepada siapakah kita belajar aturan yang berlaku di langit dan di muka bumi ini? Belajar tentang aturan, hukum, undang undang, ketentuan yang berlaku di muka bumi  harus kepada pencipta dan pemilik langit dan bumi ini, dalam hal ini adalah Allah SWT. Allah SWT berfirman:   “Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (surat Al Alaq (96) ayat 5)  Berdasarkan ketentuan ini Allah SWT bersedia mengajarkan kepada diri sepanjang diri kita mau mengimani Allah SWT dan juga KitabNya serta selalu dimulai dengan membaca Basmallah saat memulai mempelajarinya dan jangan lupa harus sesuai dengan kehendakNya yang termaktub dalam surat Al Alaq (96) ayat 4 berikut ini:  yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam [1589].”

 

[1589] Maksudnya: Allah mengajar manusia dengan perantaraan tulis baca (pena).

 

Dan berdasarkan ketentuan surat Ali Imran (3) ayat 19 berikut ini: “Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. tiada berselisih orang-orang yang telah diberi AlKitab, kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah Maka Sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya. (surat Ali Imran (3) ayat 19)”. Diinul Islam adalah satu satunya Agama yang diridhai oleh Allah SWT lalu sudahkah kita yang tahu diri menempatkan ketentuan ini sebagai aturan main yang harus kita pelajari, serta harus kita laksanakan sesuai dengan kehendak Allah SWT!

 

Setelah kita tahu aturan yang berlaku di langit dan di muka bumi ini maka kita harus segera melaksanakan ketentuan dimaksud secara kaffah atau secara keseluruhan, tanpa dipilih dan dipilah, tanpa ditambah dan tanpa dikurangi sebagaimana firman Allah SWT berikut ini: Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.(surat Al Baqarah (2) ayat 208)”. Dan Sekarang Allah SWT telah menetapkan adanya Diinul Islam sebagai agama yang haq di muka bumi dan AlQuran adalah buku manualnya, maka kita sudah sepantasnya dan sepatutnya mengimaninya, mempelajarinya, menghayatinya, memahaminya, dan melaksanakan aturan main yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Dan jangan sampai kita salah menempatkan diri kita dihadapan Allah SWT seperti merubah, mengganti, meniadakan aturan main yang telah ditetapkan berlaku, yang pada hasil akhirnya membawa diri kita pada penyesalan yang tiada berujung sehingga menghantarkan kita menjadi penghuni neraka lalu menjadi tetangga yang baik bagi setan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar