Selanjutnya agar diri kita mampu menjadi abd’
(hamba)-Nya yang juga sekaligus adalah khalifah-Nya di muka bumi ini ditengah
adanya tantangan dan ancaman yang semakin hari semakin berat maka kita harus
dapat memiliki ilmu dan pemahaman tentang konsep tahu diri, tahu aturan main
dan tahu tujuan akhir, sebagaimana berikut ini:
1. Melaksanakan Konsep Tahu Diri (Mangenal Allah Mengenal
Diri). Adanya AlQuran
Tauhid, atau Ilmu mengenal Allah SWT, atau Ilmu berkomunikasi langsung
dengan Allah SWT dimanapun dan kapanpun tanpa melalui perantara siapapun juga
serta apa-apa yang akan diberikan oleh Allah SWT tidak bisa dicegah, atau
dihalangi oleh siapapun juga.
Inilah salah satu hikmah dari diturunkannya AlQuran kepada diri kita, yaitu
mampu mengenal Allah SWT yang sesuai dengan kehendak Allah SWT itu sendiri. Hal
ini sebagaimana dikemukakan dalam firman Allah SWT berikut
ini: “Katakanlah: "Siapakah yang lebih kuat
persaksiannya?" Katakanlah: "Allah". Dia menjadi saksi antara
aku dan kamu. dan AlQuran ini diwahyukan kepadaku supaya dengan Dia aku memberi
peringatan kepadamu dan kepada orang-orang yang sampai AlQuran (kepadanya).
Apakah Sesungguhnya kamu mengakui bahwa ada tuhan-tuhan lain di samping
Allah?" Katakanlah: "Aku tidak mengakui." Katakanlah: "Sesungguhnya
Dia adalah Tuhan yang Maha Esa dan Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang
kamu persekutukan (dengan Allah).” (surat Al An’am (6) ayat 19).
Sekarang coba kita bayangkan jika Allah SWT
tidak pernah menurunkan AlQuran ke muka bumi ini, lalu apa yang terjadi? Kita
tidak tahu apa itu Allah SWT. Kita tidak mengerti dan paham siapa dan bagaimana
Allah SWT. Kita tidak akan mengetahui bagaimana caranya berkomunikasi dengan
Allah SWT dan juga kita tidak akan mampu merasakan nikmatnya bertuhan kepada
Allah SWT dan seterusnya. Dan saat ini, AlQuran yang diturunkan oleh Allah SWT
sudah ada dihadapan diri kita, lalu sudahkah AlQuran yang diturunkan oleh Allah
SWT memudahkan diri kita mengenal dan berkenalan dengan Allah SWT lalu
merasakan nikmatnya bertuhankan kepada Allah SWT? Jika belum berarti ada
sesuatu yang salah dalam diri kita di dalam menyikapi keberadaan AlQuran.
Karena kitalah yang sangat membutuhkan Allah SWT sedangkan Allah SWT tidak
membutuhkan kita.
Setelah kita mulai mengetahui siapa Allah SWT
yang sesungguhnya, langkah berikutnya adalah kita harus tahu diri karena hal
ini merupakan salah satu kunci sukses di dalam menjalani kehidupan ini. Selain
itu dengan tahu diri kita maka kita akan mengetahui ada hubungan apa antara
diri kita dengan Allah SWT sehingga kita akan mengetahui siapa diri kita
sesungguhnya dan siapa Allah SWT yang sebenarnya. Adanya kondisi ini maka kita
akan dapat mengetahui dengan pasti apa
hak hak Allah SWT yang berlaku kepada diri kita sehingga hal itu menjadi
kewajiban bagi diri kita kepada Allah SWT dan jika ini terjadi terjalinlah
hubungan yang harmonis antara diri kita dengan Allah SWT.
Dan Ali bin Thalib ra, pernah
mengemukakan tentang betapa pentingnya kita mengenal diri sebagaimana kami
kemukakan berikut ini: (a) Mengenal diri adalah ilmu yang paling
berguna; (b) Aku heran dengan orang yang mencari barangnya yang hilang padahal
(di saat yang sama) ia kehilangan dirinya namun ia tidak (berupaya) mencarinya;
(c) Aku heran dengan orang yang tidak mengenali dirinya bagaimana ia akan dapat
mengenal Tuhannya?; (d) Puncak makrifat adalah pengenalan seseorang atas
dirinya; (e) Prestasi terbesar (bagi seseorang) adalah manakala ia berjaya
dalam mengenal dirinya; (f) Setiap kali bertambah pengetahuan seseorang, maka
akan bertambah pula perhatiannya kepada dirinya dan ia akan mengerahkan segenap
upayanya untuk mengasah dan memperbaikinya.
Di lain sisi, saat ini kita hidup di muka bumi
ini, ketahuilah bahwa bumi tempat kita hidup bukan kita yang ciptakan dan buka
pula kita yang miliki. Ini berarti: (a) kita hanyalah orang yang sedang
menumpang yang tidak selamanya menumpang karena kita harus keluar dari muka
bumi; (b) kita adalah obyek yang diciptakan oleh Allah SWT sehingga kedudukan
obyek tidak sama dengan kedudukan subyek. (c) kita adalah tamu yang tidak
selamanya menjadi tamu sehingga tamu tidak bisa mensejajarkan diri dengan tuan
rumah dan tidak bisa berperilaku seperti layaknya tuan rumah di langit dan di
bumi ini. Sebagai orang yang menumpang, atau sebagai obyek, atau
sebagai tamu di muka bumi ini, maka kita tidak bisa menentukan sendiri hukum,
ketentuan, peraturan, aturan yang berlaku di muka bumi ini. Kita hanyalah orang
yang harus melaksanakan ketentuan dan juga orang yang akan dinilai atas
pelaksanaan dari ketentuan yang telah ditetapkan berlaku.
Sebagai orang yang telah tahu diri, jangan
pernah bertindak seolah olah menjadi tuan rumah di rumah orang lain, atau
bahkan yang mengatur tuan rumah di rumah tuan rumah yang tidak pernah kita
miliki atau dengan kata lain kita hanyalah obyek yang tidak bisa mengatur
subyek. “Barangsiapa
yang mengenal dirinya, maka ia akan mengenal Tuhannya, dan barangsiapa yang
mengenal Tuhannya maka binasalah (fana) dirinya.” (AlHadits). Dan hanya orang yang tahu dirilah yang bisa
menempatkan posisinya dihadapan Allah SWT sebagai tuan rumah, sehingga apabila
ini terjadi maka keharmonisan hidup di muka bumi ini dapat terlaksana dengan baik.
Untuk itu jadilah orang yang menumpang, atau jadilah tamu yang menyenangkan
lagi membanggakan tuan rumah (Allah SWT) saat kita hidup di muka bumi ini
dengan mengetahui aturan main yang berlaku di muka bumi ini dengan sebaik
baiknya yang tertuang dalam AlQuran.
Untuk itu ketahuilah
wahai orang orang yang telah tahu diri bahwa: (a) Secara tersurat, diri kita adalah ciptaan Allah SWT. Sebagai
ciptaan maka pencipta harus lebih dahulu ada dari yang diciptakan serta
pencipta lebih berkuasa dari apa yang diciptakan; sebagai ciptaan kita adalah
obyek sedangkan penciptanya adalah subyek (b) Secara tersirat, diri kita adalah hamba-Nya yang juga adalah
khalifah-Nya di muka bumi; (c) Secara
tersembunyi, diri kita adalah bentuk dari penampilan Allah SWT di muka
bumi; manusia adalah gambaran dari sifat dan asma-Nya; manusia adalah bayangan
Allah SWT di muka bumi; manusia adalah pemandangan bagi penampilan keindahan
Allah SWT; manusia adalah eksistensi Allah SWT bagi tersingkapnya hijab Allah
SWT; manusia adalah gudang perbendaharaan Allah SWT. Berdasarkan ketentuan di
atas ini, sudah diposisi manakah kita mengenal diri sendiri, apakah yang
tersurat, apakah yang tersirat atau apakah yang tersembunyi? Semoga dengan
adanya keterangan kita mampu menjadikan diri kita sebagai abd’ (hamba)-Nya yang
juga khalifah-Nya yang mampu menjadi bentuk penampilan Allah SWT di muka bumi.
Lalu apakah dengan kita tahu diri, lalu kita
tahu tentang Allah SWT sudah cukup bagi diri kita? Tahu diri dan Tahu Allah SWT
belum sempurna jika belum dilengkapi dengan tahu tentang Nabi Muhammad SAW yang
sesuai dengan kehendak Allah SWT dan juga tahu tentang orang tua yang
melahirkan kita dan juga mertua kita yang melahirkan suami/istri kita. Allah SWT berfirman: “Dan Tuhanmu
telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat
baik kepada ibu-bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya
sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau
mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak
keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. Dan rendahkanlah
dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, ‘Wahai
Tuhanku, sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada
waktu kecil.’” (surat Al-Israa’ (17) ayat 23-24) Allah SWT adalah selaku pembuat skenario dan
pemilik rencana besar kekhalifahan di muka bumi sangat sempurna mempersiapkan
rencananya. Hal ini bisa kita rasakan langsung kesempurnaannya.
Salah satunya adalah jika sampai Nabi Muhammad
SAW tidak diutus oleh Allah SWT ke muka bumi ini tentu kita tidak tahu
bagaimana cara melaksanakan hak hak Allah SWT dalam kerangka melaksanakan
hubungan yang harmonis antara diri kita dengan Allah SWT. Dan, diutusnya Nabi
Muhammad SAW merupakan suri tauladan bagi diri kita, sebagaimana firmanNya: “Sungguh
telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu)
bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang
banyak meningat Allah. (surat Al Ahzab (33) ayat 21).” Adanya ketentuan
Nabi Muhammad SWT sebagai suri tauladan bagi manusia maka kita sekarang
memiliki contoh, cara, metode yang sesuai dengan kehendak Allah SWT yang
diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW melalui perkataannya, melalui perbuatan
(perilaku)nya serta melalui taqrir (perbuatan sahabat) yang disetujui oleh Nabi
Muhammad SAW dan inilah yang disebut dengan hadits.
Hal terakhir dari tahu diri adalah keberadaan
diri kita di muka bumi ini tidak bisa terlepas dari keberadaan ke dua orang tua
kita dan juga keberadaan ke dua orang mertua kita, tanpa mereka kita tidak
mungkin ada di muka bumi serta tanpa mereka kita tidak akan menjadi seorang
suami/istri seseorang, atau menjadi bapak/ibu dari anak keturunan kita. Adanya
hal ini maka tidak akan sempurna bakti kita kepada Allah SWT jika tidak
diimbangi dengan bakti kepada ke dua orang tua dan juga kepada ke dua mertua
kita, secara berkesinambungan selama hayat masih di kandung badan, melalui apa
apa yang telah dicontohkan oleh Nabi
Muhammad SAW. Dari
Abdullah bin ’Amru ra, Rasulullah SAW bersabda,“Ridha Allah tergantung pada
ridha orang tua dan murka Allah tergantung pada murka orang tua” (Hadits
Riwayat Ath Thirmidzi, Al Hakim, Ath Thabrani dan Al-Bazzar).”Allah SWT
selaku pencipta dan pemilik dari kekhalifahan di muka bumi, sangat menghormati
kedudukan kedua orang tua (dan juga kedua orang mertua kita) sehingga Allah SWT
meletakkan ridha dan murkaNya tergantung kepada ridha dan murka mereka berdua.
Di lain sisi, dengan
diri kita tahu siapa orang tua kita (dan juga siapa mertua kita) maka secara
langsung kita terikat dengan kehormatan yang dimiliki oleh kedua orang tua kita
dan juga oleh kedua orang mertua kita serta diri kita terikat pula dengan
harapan dan cita cita mereka berdua kepada anak dan keturunannya. Untuk itu
jika kita telah tahu diri, maka sudah sepatutnya kita berperilaku yang tidak
mencoreng kehormatan mereka berdua saat kita hidup di muka bumi ini. Hal yang
samapun berlaku jika kita telah tahu diri dan tahu tentang Allah SWT maka kita
pun terikat dengan akhlak Allah SWT yang sesuai dengan Nama NamaNya Yang Indah
(asmaul husna). Sehingga segala perbuatan dan tindak tanduk kita harus
berkesesuaian dengan akhlak Allah SWT tersebut jika kita telah tahu diri.
Sebagai orang yang
telah tahu diri, maka kita harus bisa menempatkan diri secara patut dan pantas
dihadapan Allah SWT selaku pencipta dan pemilik kekhalifahan di muka bumi ini.
Dan kita harus bisa memahami bahwa kita bukanlah siapa siapa, bukan apa apa
dibandingkan dengan Allah SWT sehingga kita tidak bisa mensejajarkan diri
dengan Allah SWT. Kita hanyalah obyek yang tidak bisa melanggar ketentuan yang
telah ditetapkan oleh Allah SWT selaku pencipta dan pemilik dari rencana besar
kekhalifahan di muka bumi ini. Sebagai
obyek maka sudah sepantasnya dan sepatutnya tahu dan mengerti aturan main yang
telah ditetapkan berlaku di muka bumi, dalam hal ini adalah AlQuran jika kita
memang orang yang telah tahu diri.
Dan agar diri kita termotivasi untuk segera belajar
dan memiliki ilmu terutama tentang mengenal Allah SWT dan mengenal diri sendiri
yang dilanjutkan dengan mengetahui akan menjadi seperti apa diri ini kelak,
apakah yang berjiwa taqwa ataukah yang berjiwa fujur. Konsekuensi dari kita
tidak mengenal Allah SWT dan tidak mengenal diri akan sangat mempengaruhi proses
kematian yang akan kita hadapi kelak. Bagi orang yang berjiwa taqwa akan
menghantarkan dirinya ke husnul khatimah, sedangkan bagi orang yang berjiwa
fujur (berjiwa sesat) akan menghantarkan dirinya ke suul khatimah. Sedangkan
kita tahu bahwa kematian itu adalah sesuatu yang pasti sehingga segala
sesuatunya harus dipersiapkan dengan matang jauh sebelum kematian itu tiba.
Alangkah indahnya hidup dan kehidupan ini,
apalagi saat berada di persimpangan jalan, jika kita sudah mengetahui, sudah
memahami, sudah menghayati dan sudah pula mengenal Allah SWT dan mengenal diri yang
paling hakiki (memiliki jiwa muthmainnah) lalu tinggal meraih dan merasakan nikmatnya
bertuhankan kepada Allah SWT yang tercermin dalam perilaku kehidupan yang
bermanfaat bagi diri, keluarga dan masyarakat luas, atau menampilkan kesalehan
diri yang tercermin dalam kesalehan sosial. Lalu apa pentingnya kita
mempelajari dan memahami serta memiliki ilmu tentang diri sendiri (tahu diri)? Banyak manfaat yang melekat jika kita
memiliki ilmu tentang diri sendiri. Berikut ini akan kami kemukakan manfaat
yang akan kita peroleh dari mengenal diri sendiri, terutama jati diri kita yang
sesungguhnya adalah ruh. Sekali lagi kami ingatkan bahwa jati diri kita yang
sesungguhnya bukanlah jasmani melainkan ruh yang asalnya dari Nur Allah SWT.
Allamah Thahathaba’i
dan Mirza Mahdi Isfahani, dalam bukunya “Wilayah dan Shalat: Perantara ke Pendekatan Ilahi” mengemukakan
tentang betapa pentingnya mengenal diri dalam kerangka tahu diri dan tahu
aturan main serta tahu tujuan akhir,
yaitu :
a. Seorang yang cerdas
adalah yang mengenal dirinya dan melakukan segala sesuatu dengan ketulusan.
b. Mengenal diri itu
lebih bermanfaat daripada dua bentuk pengetahuan.
c. Orang yang banyak
tahu (arif) adalah dia yang mengenal dirinya, dan membebaskan dan menghindarkan
dari apapun yang akan menjauhkannya dari Allah SWT.
d. Kebodohan terbesar
adalah orang yang tidak mengenal dirinya dan kearifan terbesar adalah orang
yang mengenal dirinya.
e. Orang orang yang
paling kenal diri mereka, lebih memiliki rasa takut terhadap Tuhan mereka.
f. Aku heran kepada
orang yang bisa kehilangan sesuatu (miliknya) maka ia (langsung) mencarinya,
sementara kehilangn dirinya, ia tidak mencarinya.
g. Aku heran kepada
orang yang tidak mengenal dirinya, bagaimana bisa ia mengenal Tuhannya.
h. Intelektualitas
terbaik adalah pengenalan seseoang terhadap dirinya sendiri. Jadi, siapapun
yang mengenal dirinya maka ia adalah orang yang paling berilmu, sedangkan orang
yang tidak mengenal dirinya, akan jatuh tersesat.
i. Tujuan dari
pengetahuan bagi seseorang (berilmu) ialah untuk mengenal dirinya.
j. Bagaimana orang yang
tidak mengenal orang lain itu bisa mengenal dirinya sendiri.
k. Cukuplah dikatakan
berilmu seseorang ketika mengenal dirinya dan cukuplah dikatakan bodoh
seseorang ketika tidak mengenal dirinya.
l. Orang yang mengenal
dirinya tidak akan menjadi materialistis.
m. Orang yang mengenal
dirinya akan berjuang dengannya dan orang yang tidak mengenal dirinya akan
melalaikannya.
n. Orang yang mengenal
dirinya niscaya mengenal Tuhannya dan orang yang mengenal dirinya akan mulia
kedudukannya.
o. Orang yang tidak
mengenal dirinya akan lebih tidak mengenal orang lain dan orang yang mengenal
dirinya akan lebih mengenal orang lain.
p. Orang yang mengenal
dirinya berarti telah mencapai tujuan tertinggi dari setiap ilmu dan
pengetahuan.
q. Orang yang tidak
mengenal dirinya niscaya akan menjauh dari jalan keselamatan dan ia akan jatuh
ke dalam penyimpangan dan kebodohan.
r. Pengenalan diri
merupakan bentuk pengenalan yang bermanfaat dan orang orang yang meraih
pengenalan diri, akan meraih kemenangan terbesar.
s. Jangan sampai tidak
mengenal dirimu, karena orang yang tidak mengenal dirinya, ia tidak akan
mengenali segala sesuatu.
Secara keseluruhan,
maksud dan tujuan dari pengenalan diri adalah jalan terbaik dan yang terdekat
menuju kesempurnaan, dan ini tidak perlu diragukan lagi. Bagaimanapun, inilah
metode dalam menapaki jalan keselamatan dan kesempurnaan.
Sebagai abd’ (hamba)-Nya
yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi, apa yang anda pikirkan setelah membaca
konsep tahu diri, yang diikuti dengan merenungi tentang pentingnya mengenal
diri. Lalu sudah sampai di posisi manakah kita mengenal diri sendiri? Apakah
hanya sebatas jasmani dan ruhani semata? Jika kita hanya tahu sebatas itu, maka
sebatas itu pula kita tahu diri sendiri. Padahal ilmu tentang jasmani dan
ruhani sangatlah luas cakupannya dikarenakan banyak hal yang menyertai
keduanya. Dan ingat,
adanya jasmani dan ruh pada diri kita, baru menghantarkan diri kita sebagai
manusia biasa. Akan tetapi untuk menjadikan diri kita sukses menjadi khalifah di muka bumi yang
sesuai dengan kehendak Allah SWT, yang mampu pulang kampung ke syurga, tidak
cukup hanya mengandalkan serta bermodalkan jasmani dan ruh semata, akan tetapi
harus mampu pula melaksanakan Diinul Islam secara kaffah (secara keseluruhan).
2. Melaksanakan Konsep
Tahu Aturan Main. Sebagaiman telah kita imani
bersama bahwa langit dan bumi beserta isinya dan juga seluruh manusia
diciptakan dan dimiliki oleh Allah SWT. Jika ini kondisinya berarti segala
aturan, segala hukum, segala undang undang, segala ketentuan yang berlaku di
langit dan di bumi serta rencana besar kekhalifahan di muka bumi adalah aturan,
hukum, undang undang, ketentuan yang berasal dai pemilik dan pencipta langit
dan bumi, dalam hal ini adalah Allah SWT. Lalu,
apabila kita berkehendak hidup tenang mati senang dan berumur lalu pulang
kampung masuk syurga maka tidak ada jalan lain yang harus kita lalui yaitu selain
melaksanakan apa apa yang termaktub di dalam AlQuran yang tidak lain adalah
buku manual bagi kepentingan umat manusia. Hal ini dikarenakan AlQuran itu
adalah kumpulan dari aturan, hukum, undang undang, ketentuan, yang berlaku di
langit dan di bumi ini yang berasal dari pencipta dan pemilik langit dan bumi,
dalam hal ini Allah SWT.
Adanya Allah SWT selaku pencipta dan pemilik
alam semesta ini dan adanya AlQuran sebagai buku manual bagi umat manusia
merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan dengan kekhalifahan yang ada di
muka bumi sehingga Allah SWT sangat berkehendak agar seluruh khalifahnya
mempercayai buku manual yang telah diturunkanNya dan melaksanakan isi dan
kandungan dari buku manual tersebut. Sebagai
khalifah di muka bumi yang saat ini menjalankan tugas, sadarilah bahwa hidup di
muka bumi ini ada aturan mainnya, yang mana aturan main itu bukan kita yang
menentukannya, melainkan Allah SWT yang menetapkannya sehingga saat kita hidup
di dunia tidak bisa sembarangan, tidak bisa seenaknya saja serta tidak bisa
semaunya saja. Diri kita hanyalah obyek di dalam pelaksanaan segala
ketentuan yang telah ditetapkan berlaku oleh Allah SWT yang termaktub dalam
AlQuran. Obyek tetaplah obyek yang tidak bisa mengatur subyek.
Lalu kepada siapakah kita belajar aturan yang
berlaku di langit dan di muka bumi ini? Belajar tentang aturan, hukum, undang
undang, ketentuan yang berlaku di muka bumi
harus kepada pencipta dan pemilik langit dan bumi ini, dalam hal ini
adalah Allah SWT. Allah SWT berfirman: “Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya.” (surat Al Alaq (96) ayat 5) Berdasarkan ketentuan ini Allah SWT bersedia
mengajarkan kepada diri sepanjang diri kita mau mengimani Allah SWT dan juga
KitabNya serta selalu dimulai dengan membaca Basmallah saat memulai
mempelajarinya dan jangan lupa harus sesuai dengan kehendakNya yang termaktub
dalam surat Al Alaq (96) ayat 4 berikut ini: yang mengajar
(manusia) dengan perantaran kalam [1589].”
[1589] Maksudnya: Allah mengajar
manusia dengan perantaraan tulis baca (pena).
Dan berdasarkan ketentuan surat Ali Imran (3)
ayat 19 berikut ini: “Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi
Allah hanyalah Islam. tiada berselisih orang-orang yang telah diberi AlKitab,
kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada)
di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah Maka
Sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya. (surat Ali Imran (3) ayat 19)”. Diinul
Islam adalah satu satunya Agama yang diridhai oleh Allah SWT lalu sudahkah kita
yang tahu diri menempatkan ketentuan ini sebagai aturan main yang harus kita
pelajari, serta harus kita laksanakan sesuai dengan kehendak Allah SWT!
Setelah kita tahu aturan yang berlaku di langit
dan di muka bumi ini maka kita harus segera melaksanakan ketentuan dimaksud
secara kaffah atau secara keseluruhan, tanpa dipilih dan dipilah, tanpa
ditambah dan tanpa dikurangi sebagaimana firman Allah SWT berikut ini: “Hai
orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan
janganlah kamu turuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh
yang nyata bagimu.(surat Al Baqarah (2) ayat 208)”. Dan Sekarang
Allah SWT telah menetapkan adanya Diinul Islam sebagai agama yang haq di muka
bumi dan AlQuran adalah buku manualnya, maka kita sudah sepantasnya dan
sepatutnya mengimaninya, mempelajarinya, menghayatinya, memahaminya, dan
melaksanakan aturan main yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Dan jangan sampai
kita salah menempatkan diri kita dihadapan Allah SWT seperti merubah,
mengganti, meniadakan aturan main yang telah ditetapkan berlaku, yang pada
hasil akhirnya membawa diri kita pada penyesalan yang tiada berujung sehingga
menghantarkan kita menjadi penghuni neraka lalu menjadi tetangga yang baik bagi
setan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar