Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Sabtu, 04 Mei 2024

MUKADDIMAH MEMANUSIAKAN MANUSIA (PART 3 of 3)

 

3.   Mampu Melaksanakan Konsep Tahu Tujuan Akhir Dengan Memiliki Tujuan Hidup. Tahu tujuan akhir merupakan salah satu bagian dari mata rantai yang tidak dapat dipisahkan dengan tahu diri dan juga dengan tahu aturan main yang berlaku di alam semesta ini. Dan adalah sesuatu yang tidak bisa diterima oleh akal sehat, jika kita berniat untuk sampai ke tujuan akhir, jika kita sendiri tidak paham tidak mengerti dengan tahu diri, dan tahu aturan main untuk pulang kampung halaman yang hakiki, yaitu syurga. Hal ini dikarenakan sejatinya hidup yang kita laksanakan saat ini bermakna suatu perjalanan menuju untuk kembali kepada Allah SWT selaku asal muasal dari diri kita.

 

Selanjutnya jika hidup ini kita maknai sebagai sebuah perjalanan maka hidup ini dapat pula kita artikan sebagai: (a) hidup adalah perjalanan untuk menemukan jati diri kita yang sesungguhnya, yaitu ruhani; (b) hidup adalah  perjalanan untuk menemukan Tuhan selaku pencipta dan pemilik alam semesta ini; (c) hidup adalah  perjalanan untuk menemukan tujuan hidupmu; (d) hidup adakah perjalanan untuk memenuhi hidup ini dengan karya karya nyata untuk sesama manusia; (e) hidup adalah sebuah perjalanan untuk meninggalkan jejak jejak kebaikan; dan (f) hidup adalah sebuah perjalanan untuk mengumpulkan bekal bagi kepentingan akhiratmu nanti.” Itulah makna hidup yang kami hubungkan dengan tahu tujuan akhir.

 

Namun, apa yang terjadi dengan hidup ini? Kita sering lupa diri dan juga lupa kepada tujuan akhir kehidupan ini karena tergoda kehidupan dan gemerlap kehidupan dunia akibat pengaruh ahwa (hawa nafsu) dan juga pengaruh setan serta juga karena pengaruh lingkungan sekitar. Padahal Allah SWT sudah mengingatkan kepada seluruh umat manusia melalui AlQuran yang diturunkannya sebagaimana termaktub dalam surat Az Zumar (39) ayat 54 berikut ini: "Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu, kemudian kamu tidak dapat ditolong." Dilain sisi, saat manusia dilahirkan setiap manusia tidak akan tahu ia akan dilahirkan di mana; siapa yang akan melahirkannya, apa suku bangsanya serta apa agamanya. Akan tetapi, ada fitrah dalam diri setiap manusia yang telah ditetapkan Allah SWT, yaitu setiap manusia hidup untuk tujuan tertentu dan oleh karena itu hidup bermakna sebagai sebuah perjalanan merupakan sebuah sunnatullah yang harus kita laksanakan dengan sebaik baiknya, apalagi hidup ini memiliki keterbatasan waktu serta ada musuh yang harus kita hadapi, yaitu ahwa (hawa nafsu) dan setan.

 

Hidup sebagai sebuah perjalanan baru bisa dikatakan sebagai sebuah perjalanan yang hakiki jika ada titik awal perjalanan untuk menuju suatu tujuan akhir. Titik awal perjalanan adalah saat diri kita pertama hadir (lahir) di muka bumi ini baik sebagai abd’ (hamba)Nya dan yang juga sekaligus khalifahNya di muka bumi maka pada saat itulah kita memulai sebuah perjalanan dari Allah SWT untuk menuju suatu tujuan tertentu, dalam hal ini adalah menuju kepada Allah SWT yang dibuktikan dengan mampunya diri kita melihat wajah Allah SWT di syurga secara langsung. Hal ini sebagaimana ketentuan yang terdapat di dalam surat Az Zumar (39) ayat 54 di atas dan juga sebagaimana ketentuan hadits berikut ini: “Dari Abu Hurairah ra, dia berkata, “Sungguh, pada suatu waktu para sahabat bertanya kepada Nabi SAW, “Ya Rasulullah, apakah kita bisa melihat Allah pada hari Kiamat nanti?’ Rasulullah SAW bersabda: “Apakah kalian terhalang melihat rembulan pada malam purnama?” Mereka menjawab: “Tidak, ya Rasulullah.” Kemudian Rasulullah SAW bertanya: “Apakah kalian terhalang melihat matahari yang tidak tertutup awan?” Mereka menjawab: “Tidak, ya Rasulullah.” Rasulullah SAW kemudian bersabda: “Demikianlah sesungguhnya pada hari Kiamat nanti kalian akan melihat wajah Allah Ta’ala.” (Hadits Riwayat Bukhari, Muslim).

 

Dan agar perjalanan hidup ini terarah dari waktu ke waktu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh Allah SWT, sehingga kita bisa bertemu dan melihat wajah Allah SWT secara langsung, ada baiknya kami mengemukakan hal hal sebagai berikut:

 

a.    Untuk  dapat  bertemu  dan ditemui oleh Allah SWT kelak, tempatnya tidak bisa disembarang tempat karena Allah SWT tidak akan mungkin mau dan bersedia menemui kita jika kita berada di dalam neraka.

 

b.   Untuk  dapat  bertemu  dan  ditemui  oleh Allah SWT  kelak, kita harus memenuhi syarat dan ketentuan tertentu, yaitu beriman dan beramal shaleh; mentaati Allah dan RasulNya; serta menjadi orang yang bertaqwa karena inilah syarat utama untuk pulang kampung ke syurga.

 

c.    Untuk bisa bertemu dan ditemui oleh Allah SWT kelak,  harus dipersiapkan dengan matang sejak diri kita masih hidup di muka bumi sehingga buang jauh jauhlah konsep simsalabim alakadabra untuk bisa bertemu Allah SWT kelak.

 

d.  Untuk dapat bertemu dan ditemui oleh Allah SWT kelak, kita harus bisa menjadikan diri kita sendiri memang pantas untuk ditemui oleh Allah SWT di syurga kelak.

 

e.     Untuk dapat bertemu dengan Allah SWT selaku Dzat Yang Maha Terhormat maka kita harus terlebih dahulu menjadikan diri kita sesuai dengan kehormatan Allah SWT yaitu harus menjadi makhluk yang terhormat terlebih dahulu karena tempat bertemunya diri kita dengan Allah SWT adalah di tempat yang terhormat (syurga) dan dalam suasana yang saling hormat menghormati.

 

f.      Untuk dapat bertemu dengan Allah SWT kelak, bukanlah perkara mudah lagi instans (cepat), akan tetapi melalui suatu proses perjalanan yang sangat panjang lagi melelahkan, penuh perjuangan, penuh kesungguhan, penuh doa dan air mata.

 

g.   Untuk bertemu dengan Allah SWT kelak, kita sangat membutuhkan adanya pedoman atau kompas yang menunjukkan peta perjalanan yang diiringi dengan pemenuhan bekal selama di dalam perjalanan. Agar diri kita tidak sesat di jalan, sampai tujuan dengan selamat serta memiliki pemahaman tentang peta perjalanan yang baik dan benar dan Allah SWT juga telah memberikan Nomor Personal ContactNya : 24434 yang berlaku 24 jam dimanapun manusia berada.

 

Agar hidup dan kehidupan yang kita jalani sesuai dengan konsep Allah SWT maka hidup yang kita jalani saat ini  harus memiliki tujuan. Lalu, bagaimana kita bisa menemukan tujuan hidup? Beruntunglah diri kita yang telah menyatakan diri sebagai seorang muslim, karena telah memiliki tujuan hidup, yang kesemuanya sudah ada di dalam kitab suci AlQuran. Berikut ini penjelasan dari tujuan hidup manusia menurut AlQuran.

 

Pertama. Jika kita diciptakan oleh pencipta, maka pastilah pencipta memiliki alasan, maksud dan tujuan, dalam menciptakan diri kita. Karena itu, penting bagi diri kita untuk mengetahui tujuan penciptaan manusia, termasuk keberadaan diri kita. Islam adalah respons terhadap pencarian manusia akan makna. Tujuan penciptaan bagi semua pria dan wanita selama ini adalah: untuk mengenal dan menyembah Tuhan. Allah SWT melalui AlQuran telah mengajarkan kepada kita bahwa setiap manusia dilahirkan sadar akan adanya Tuhan dan telah bertuhankan kepada Allah SWT. Sebagaimana firmanNya berikut ini: "Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), "Bukankah Aku ini Tuhan kalian?” Mereka menjawab, "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.”(Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kalian tidak mengatakan, "Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (kekuasaan Tuhan), atau agar kalian tidak mengatakan, 'Sesungguhnya orang tua-orang tua kami telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu, sedangkan kami ini adalah anak-anak keturunan yang (datang) sesudah mereka. Maka apakah Engkau akan membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang sesat dahulu'?” (surat Al A’raf (7) ayat 172-173)

 

Berdasarkan surat Al A’raf (7) ayat 172, 173 di atas, Allah SWT berbicara langsung kepada jiwa (ruh) manusia, sehingga membuat jiwa (ruh) manusia bersaksi bahwa Allah adalah Tuhan bagi jiwa (ruh) setiap manusia. Karena Allah SWT telah membuat semua jiwa (ruh) umat manusia bersumpah dengan menjadikan Allah SWT sebagai Tuhan, sehingga setiap seorang anak yang dilahirkan ke muka bumi sudah memiliki keyakinan alamiah (fitrah) tentang Keesaan Allah SWT.

 

Kedua. Tentang tujuan hidup manusia, AlQuran juga telah memaparkannya dengan sangat jelas. Allah SWT berfirman: “Dan mereka tidaklah disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat serta menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (surat Al-Bayyinah (98) ayat 5). Berdasarkan ketentuan ini manusia diciptakan Allah untuk suatu tujuan yang besar dan misi yang penting yaitu beribadah kepada Allah SWT semata.  Dan pengertian ibadah itu sendiri sangatlah luas dan tidak hanya terbatas pada ritual-ritual khusus semata. Semua aktivitas manusia yang dilakukan dalam rangka mewujudkan ketaatan kepada Allah SWT dan sejalan dengan ridha Allah maka ia termasuk ibadah. Ibadah juga dapat dijelaskan sebagai segala sesuatu dalam Islam yang dilakukan seseorang untuk cinta dan kesenangan Allah. Ini sama sekali tergantung pada tindakan yang benar atau tidak benar dari seseorang yang mencakup poin-poin kekuatan berikut: (a) Keyakinan agama; (b) Kegiatan sosial; (c) Kontribusi untuk kesejahteraan masyarakat dan sesama manusia.

 

Ketiga. Orang-orang Mukmin sangat percaya bahwa Allah SWT menurunkan AlQuran dan mengutus Nabi Muhammad SAW untuk mengajarkan kita bagaimana menyenangkan dan menyembah Sang Pencipta yang sesuai dengan kehendak Allah SWT: "... sungguh telah datang kepadamu cahaya dari Allah dan Kitab yang menjelaskan, dengan Kitab itulah Allah memberi petunjuk kepada orang yang mengikuti keridhaanNya ke jalan keselamatan dan (dengan Kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang itu dari gelap gulita kepada cahaya dengan izinNya, dan menunjukkan ke jalan yang lurus. (surat Al Maaidah (5) ayat 15-16).”  Allah SWT juga berfirman dalam surat Ali Imran (3) ayat 31 sebagaimana berikut ini:  “Katakanlah (hai Muhammad), jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah aku, dan Allah akan mencintaimu dan mengampuni dosamu. Dan Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang.”  Berdasarkan ketentuan ini dikemukakan bahwa jika kita benar-benar mencintai-Nya, maka ikutilah rasul-Nya. Adanya kondisi ini menunjukkan bahwa Allah SWT telah menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan saat diri kita hidup di dunia ini. Adanya suri tauladan akan memudahkan diri kita melaksanakan tugas sebagai khalifah di muka bumi.

 

Keempat. Tujuan hidup manusia adalah melakukan perbuatan baik dan benar dalam kerangka ibadah ikhsan termasuk di dalamnya memberikan dan berbuat amal shaleh, membebaskan budak, berdoa, menepati janji, dan bersabar selama kesulitan. Allah SWT berfirman: “Bukanlah kebenaran bahwa kamu memalingkan wajahmu ke timur atau barat. Tetapi adalah kebenaran untuk percaya kepada Tuhan, dan Hari Terakhir, dan para Malaikat, dan Kitab, dan para Utusan; untuk menghabiskan harta Anda, karena cinta untuk-Nya, untuk sanak saudara Anda, untuk yatim piatu, untuk yang membutuhkan, untuk musafir, untuk mereka yang meminta, dan untuk tebusan budak; untuk tabah dalam doa, dan mempraktekkan kasih amal biasa, untuk memenuhi kontrak yang telah kamu buat; dan untuk menjadi tegas dan sabar, dalam kesakitan (atau penderitaan) dan kesulitan, dan di semua periode panik. Demikianlah orang-orang yang benar, yang takut akan Allah.” (surat Al Baqarah (2) ayat 177). Selain daripada itu, bekerja untuk menjaga perdamaian atau berusaha untuk mendamaikan diantara orang-orang adalah perbuatan besar yang lebih baik daripada amal, puasa, dan doa. Nabi Muhammad (saw) berkata: “Apakah Anda tahu apa yang lebih baik daripada amal dan puasa dan doa? Itu menjaga perdamaian dan hubungan yang baik antara orang-orang, karena pertengkaran dan perasaan buruk menghancurkan umat manusia.” (Hadits Riwayat Bukhari, Muslim)

 

Kelima. Adanya peringatan untuk kemanusiaan, dimana AlQuran dan juga Hadits sudah memberikan peringatan bagi umat manusia bahwa mereka akan mempertanggungjawabkan setiap tindakan yang mereka lakukan dalam kehidupan ini. Sebagaimana Allah SWT berfirman berikut ini: “Katakan, 'Tuhanlah yang memberimu hidup, lalu membuatmu mati; dan pada akhirnya Dia akan mengumpulkanmu pada Hari Kebangkitan (kedatangan) yang tidak diragukan, tetapi kebanyakan orang tidak mengerti. Kepunyaan Tuhan adalah kerajaan langit dan bumi. Dan pada hari itu ketika kiamat datang, pada hari itu semua orang yang menolak untuk beriman adalah orang-orang yang merugi. Dan kamu akan melihat semua orang tertatih-tatih berlutut, karena semua orang akan dipanggil untuk (menghadapi) catatan mereka: 'Hari ini kamu akan mendapat balasan atas semua yang pernah kamu lakukan. Ini adalah catatan Kami, ini berbicara tentang Anda dalam semua kebenaran; karena Kami telah mencatat semua yang kamu lakukan. (surat Al Jasiyah (45) ayat 26,27, 28,29).” Dan Allah juga SWT berfirman: "Maka barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat atom, ia akan melihatnya, dan barangsiapa berbuat jahat terhadap atom, akan melihat (balasannya)." (surat Az Zalzalah (99) ayat 7,8).” Adanya ketentuan untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatan yang kita lakukan kelak dihadapan Allah SWT, menunjukkan bahwa hidup yang kita jalani tidak bisa dilaksanakan seenaknya saja tanpa melihat aturan main yang telah ditetapkan berlaku oleh Allah SWT selaku Tuan Rumah. Berdasarkan uraian di atas ini berarti salah satu tujuan hidup yang harus kita laksanakan adalah bagaimana kita berupaya sebaik mungkin agar laporan pertanggungjawaban kita dapat diterima oleh Allah SWT dengan sebaik baiknya.

 

Keenam. Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan kita juga telah menggemakan (mengingatkan) kepada umatnya tentang pesan pertanggungjawaban, sebagaimana hadits berikut ini: “Seorang pria akan ditanya mengenai lima (hal) pada Hari Kebangkitan: tentang hidupnya dan bagaimana ia menghabiskannya, tentang masa mudanya dan bagaimana ia menjadi tua, tentang kekayaannya: di mana ia memperolehnya dan dengan cara apa ia menghabiskannya, dan apa yang dia lakukan dengan pengetahuan yang dia miliki. "(Hadits Riwayat Ath Thirmidzi). Dan juga melalui sabda Nabi Muhammad SAW berikut ini: “Tiga hal mengikuti almarhum: anggota keluarganya, kekayaannya dan tindakannya. Dua dari mereka kembali dan satu akan tetap bersamanya. Anggota keluarga dan kekayaannya kembali, dan tindakannya akan tetap bersamanya.” (Hadits Riwayat Bukhari, Muslim).”

 

Dan berdasarkan ketentuan hadits ini, tujuan hidup seorang pria adalah bagaimana bersikap dan berbuat terhadap apa apa yang dimilikinya, seperti harta, ilmu serta waktu. Lalu bagaimana memperolehnya serta untuk apa harta, ilmu dan waktu yang dimilikinya, apakah untuk kepentingan duniawi semata ataukah untuk kepentingan akhirat?.Hal yang harus kita jadikan pedoman adalah bahwa Allah SWT memiliki kriteria sendiri di dalam menilai seseorang sebagaimana hadits berikut ini: Nabi SAW menyatakan, Allah Yang Mahakuasa menghakimi kamu bukan dari wajahmu atau kekayaanmu, tetapi oleh kemurnian hatimu dan perbuatanmu." (Hadits Riwayat Muslim). Berdasarkan ketentuan ini, penampilan, kekayaan, keturunan, harta kekayaan, pangkat dan jabatan, pendidikan warna kulit yang kita miliki bukanlah kriteria yang akan dipergunakan oleh Allah SWT untuk menilai keberhasilan diri kita.

 

Adanya konsep tujuan hidup di atas, akhirnya kita akan dihadapkan dengan konsep hidup adalah kesempatan dan juga pilihan serta hidup adalah perjalanan. Kesempatan untuk melaksanakan apa apa yang telah ditetapkan oleh Allah SWT berlaku kepada diri kita  atau tidak mau melaksanakan apa apa yang telah ditetapkan berlaku. Sehingga hidup yang kita jalani saat ini adalah pilihan, pilihan memilih apa yang baik atau apa yang buruk, mau masuk ke syurga atau mau masuk ke neraka, mau menjadikan hati yang hidup lagi sehat atau mau menjadikan hati yang mati lagi sakit, mau jalan kebaikan atau mau jalan keburukan, mau jiwa yang fitrah atau mau jiwa yang fujur. Pilihan dan konsekuensi dari pilihan yang kita ambil akan menentukan hasil akhir sehingga sebab bukanlah karena akibat.

 

Agar Konsep Tahu Diri dan Tahu Aturan Main serta Tahu Tujuan Akhir yang telah kita miliki berhasil guna, maka langkah berikutnya adalah kita harus memiliki visi, yaitu kompas hidup yang membuat kita tahu hal terbesar yang harus kita lakukan, yang akan membuat kita dikenang karena prestasi yang luar biasa dalam kebaikan dalam kerangka ibadah ikhsan. Sekalipun visi adalah kompas hidup, tetapi kita tidak hanya berusaha menggapainya hanya dengan sebelah mata. Visi adalah kemampuan melihat tujuan hidup dengan ke dua mata, yakni mata akhirat dan mata dunia. Kita tidak bisa hanya memiliki visi akhirat tanpa prestasi luar biasa di dunia yang akan memudahkan kita mencapi visi akhirat. Demikian pula sebaliknya, kita tidak bisa hanya terobsesi pada pencapaian prestasi visi dunia dengan mengesampingkan prestasi visi akhirat. Visi hidup haruslah mencakup prestasi visi dunia yang akan memudahkan kita mencapai visi terbesar di akhirat kelak.

 

Visi hidup adalah arah tujuan utama dari kehidupan kita. Sebaik baik visi hidup adalah yang mengikutkan Allah SWT dan mempersangkutkan akhirat di dalamnya. Visi akhirat akan tercapai kala visi dunia terpenuhi. Sehingga visi akhirat hanya bisa dicapai dengan raihan prestasi luar biasa di dunia. Prestasi di dunia inilah yang akan membuat sosok diri kita begitu dibanggakan, kehadiran akan begitu dirindukan karena banyak manusia merasakan manfaat kebaikan dari kehadiran dan karya karya diri kita. Lalu apa yang sudah kita hasilkan sebagai bentuk karya nyata diri kita saat hidup di muka bumi ini? Jika belum ada lalu bagaimana kita akan berhasil mencapai visi akhirat? Untuk itu buatlah visi hidup yang akan selalu membuat kita dirindukan, karena setelah kematian tiba bukan hanya penduduk bumi yang merasa ditinggalkan, bahkan para penduduk langit pun menangis sedih karena merasa kehilangan. Milikilah visi akhirat yang unik dan mencerminkan diri kita sendiri. Apa contohnya? Contohnya ingin memeluk Nabi Muhammad SAW beserta sahabat sahabatnya di syurga, ingin berkumpul di syurga bersama keluarga besar serta anak dan keturunan, ingin menggendong orang tua melewati jembatan sirathal mustakim, dan lain sebagainya.

 

Jika kita sudah mampu membuat prestasi dunia yang membanggakan bagi penduduk dunia dan juga penduduk langit serta memiliki visi akhirat yang jelas berarti kesempatan untuk merasakan mati senang sudah kita persiapkan. Hidup senang di dunia tidak akan menjamin kita mati tenang, apalagi mati senang. Betapa banyak manusia yang dikelilingi rasa senang berlimpah harta ataupun popularitas tapi mati dalam kondisi was was atau ketakutan seperti fir’aun. Mati senang bukan berarti mati dalam keadaan tersenyum atau ketika sakratulmaut manusia tersebut tertawa.

 

Mati senang karena para malaikat mengatakan kepada diri kita “salaamun alaikum” masuklah kamu ke dalam syurga seperti yang tertuang dalam surat An Nahl (16) ayat 32 berikut ini: “(yaitu) orang-orang yang diwafatkan dalam Keadaan baik oleh Para Malaikat dengan mengatakan (kepada mereka): "Salaamun'alaikum, masuklah kamu ke dalam syurga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan". Mati dalam keadaan senang adalah kala mendapat kabar dari Malaikat bahwa diri kita akan masuk Syurga seperti yang tertuang dalam surat Al Fajr (89) ayat 27 sampai 30 berikut ini: “Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku,masuklah ke dalam syurga-Ku. (surat Al Fajr (89) ayat 27, 28,29,30)

 

Mati senang bisa diraih dengan berbagai sukses tetapi tidak dapat diukur dari garis bibir yang melengkung ke atas saat mata terpejam. Mati senang adalah suatu kondisi saat di hari berhisab kita menerima buku laporan terakhir dari sisi sebelah kanan sehingga kita termasuk di dalam golongan kanan. Allah SWT berfirman: “Yaitu golongan kanan. Alangkah mulianya golongan kanan itu. dan golongan kiri. Alangkah sengsaranya golongan kiri itu. dan orang-orang yang beriman paling dahulu,mereka Itulah yang didekatkan kepada Allah.berada dalam jannah kenikmatan. (surat Al Waaqiah (56) ayat 8, 9, 10, 11, 12). Allah SWT berfirman: “(ingatlah) suatu hari (yang di hari itu) Kami panggil tiap umat dengan pemimpinnya; dan Barangsiapa yang diberikan kitab amalannya di tangan kanannya Maka mereka ini akan membaca kitabnya itu, dan mereka tidak dianiaya sedikitpun. (surat Al Israa’ (17) ayat 71)

 

Jika ada mati senang tentu ada pula mati sengsara atau mati susah, jika hal ini yang terjadi maka kita akan dikelompokkan menjadi golongan kiri yang pulang kampungnya ke Neraka seperti yang tertuang dalam surat Al Waaqiah (56) ayat 9 di atas. Dan ungkapan dalam bahasa Jawa yang kami kemukakan di bawah ini, tentu sangat kita dampakan saat kita hidup di dunia ini, yang jadi persoalan adalah setelah diri kita tahu diri dan tahu aturan serta tahu tujuan akhir melalui visi akhirat yang telah kita tetapkan selanjutnya beranikah kita membeli hal tersebut dengan harga mahal (dengan melakukan pengorbanan, doa, darah dan air mata yang tidak sedikit)?

 

URIP KUWI YEN:

Ngibadah jenak; Kubur ra sesek; Suwargo mbukak; Rezekine jembar;Uripe berkah, Mangan enak; Turu kepenak; Tonggo semanak; Keluargo cedhak;Sedulur grapyak; Bondo cemepak;  Ono panganan ora cluthak;ketemu konco ngguyu Ngakak.

 

Tidak ada gunanya kita tahu diri, tahu aturan main dan tahu tujuan akhir  yang ditunjang dengan tujuan akhir melalui visi akhirat, jika kita sendiri tidak berani membeli atau menjadikan hal tersebut menjadi nyata melalui pengorbanan, melalui perjuangan untuk mencapai visi akhirat yang konsisten dari waktu ke waktu. Jangan pernah berharap mencapai visi akhirat jika kita hanya malas malasan, hanya berpangku tangan, hanya menunggu dan menunggu kesempatan untuk memulai aksi, berharap kasihan dari orang lain, hanya bicara tanpa ada kemauan untuk berbuat, terkecuali jika kita mampu memasukkan unta ke dalam lubang jarum.

 

Ayo segera berbuat, bertindak dalam koridor tahu diri, tahu aturan serta tahu tujuan akhir yang dilandasi dengan visi akhirat yang telah kita tetapkan karena hanya dengan tindakan nyata semuanya akan tercapai. Jangan pernah memberikan kesempatan kepada perampok perampok waktu melaksanakan aksinya di sisa usia kita yang ada. Untuk itu manfaatkan waktu yang tersisa di sisa usia kita karena hanya dikesempatan itulah kita bisa merealisasikan dan menunjukkan siapa diri kita yang sesungguhnya dihadapan Allah SWT melalui bekerja, beribadah, berkarya secara ikhlas yang berasal dari bagian hati. Sekarang pelajari, perhatikan dan renungkan dengan seksama 2 (dua) ayat AlQuran yang kami kemukakan berikut ini:

 

Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya Allah tidak berbuat zalim kepada manusia sedikitpun, akan tetapi manusia Itulah yang berbuat zalim kepada diri mereka sendiri. (surat Yunus (10) ayat 44)

 

Allah SWT berfirman: “dan sekali-kali bukanlah harta dan bukan (pula) anak-anak kamu yang mendekatkan kamu kepada Kami sedikitpun; tetapi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal (saleh, mereka Itulah yang memperoleh Balasan yang berlipat ganda disebabkan apa yang telah mereka kerjakan; dan mereka aman sentosa di tempat-tempat yang Tinggi (dalam syurga). (surat Saba’ (34) ayat 37).

 

Adanya dua ketentuan diatas, membuktikan bahwa hasil akhir dari visi akhirat yang telah kita tentukan, sangat tergantung kepada diri kita sendiri. Sehingga hidup tenang mati senang berumur panjang bukanlah mimpi di siang hari, melainkan akan nyata menjadi kenyataan sepanjang diri kita mau memperjuangkan konsep tahu diri, tahu aturan main yang didukung dengan adanya visi akhirat yang telah kita tentukan dengan berani membayar mahal dengan cara berjuang melalui doa dan air mata.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar