3. Mampu Melaksanakan
Konsep Tahu Tujuan Akhir Dengan Memiliki Tujuan Hidup. Tahu tujuan akhir
merupakan salah satu bagian dari mata rantai yang tidak dapat dipisahkan dengan
tahu diri dan juga dengan tahu aturan main yang berlaku di alam semesta ini.
Dan adalah sesuatu yang tidak bisa diterima oleh akal sehat, jika kita berniat untuk
sampai ke tujuan akhir, jika kita sendiri tidak paham tidak mengerti dengan
tahu diri, dan tahu aturan main untuk pulang kampung halaman yang hakiki, yaitu
syurga. Hal ini dikarenakan sejatinya hidup yang kita laksanakan saat ini
bermakna suatu perjalanan menuju untuk kembali kepada Allah SWT selaku asal
muasal dari diri kita.
Selanjutnya jika
hidup ini kita maknai sebagai sebuah perjalanan maka hidup ini dapat pula kita
artikan sebagai: (a) hidup adalah
perjalanan untuk menemukan jati diri kita yang sesungguhnya, yaitu ruhani; (b)
hidup adalah perjalanan untuk menemukan
Tuhan selaku pencipta dan pemilik alam semesta ini; (c) hidup adalah perjalanan untuk menemukan tujuan hidupmu;
(d) hidup adakah perjalanan untuk memenuhi hidup ini dengan karya karya nyata
untuk sesama manusia; (e) hidup adalah sebuah perjalanan untuk meninggalkan
jejak jejak kebaikan; dan (f) hidup adalah sebuah perjalanan untuk mengumpulkan
bekal bagi kepentingan akhiratmu nanti.” Itulah makna hidup yang kami
hubungkan dengan tahu tujuan akhir.
Namun, apa yang
terjadi dengan hidup ini? Kita sering lupa diri dan juga lupa kepada tujuan
akhir kehidupan ini karena tergoda kehidupan dan gemerlap kehidupan dunia
akibat pengaruh ahwa (hawa nafsu) dan juga pengaruh setan serta juga karena
pengaruh lingkungan sekitar. Padahal Allah SWT sudah mengingatkan kepada
seluruh umat manusia melalui AlQuran yang diturunkannya sebagaimana termaktub
dalam surat Az Zumar (39) ayat 54 berikut ini: "Dan kembalilah kamu kepada
Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu, kemudian
kamu tidak dapat ditolong." Dilain sisi, saat manusia dilahirkan
setiap manusia tidak akan tahu ia akan dilahirkan di mana; siapa yang akan melahirkannya,
apa suku bangsanya serta apa agamanya. Akan tetapi, ada fitrah dalam diri
setiap manusia yang telah ditetapkan Allah SWT, yaitu setiap manusia hidup
untuk tujuan tertentu dan oleh karena itu hidup bermakna sebagai sebuah
perjalanan merupakan sebuah sunnatullah yang harus kita laksanakan dengan
sebaik baiknya, apalagi hidup ini memiliki keterbatasan waktu serta ada musuh
yang harus kita hadapi, yaitu ahwa (hawa nafsu) dan setan.
Hidup sebagai sebuah
perjalanan baru bisa dikatakan sebagai sebuah perjalanan yang hakiki jika ada
titik awal perjalanan untuk menuju suatu tujuan akhir. Titik awal perjalanan
adalah saat diri kita pertama hadir (lahir) di muka bumi ini baik sebagai abd’
(hamba)Nya dan yang juga sekaligus khalifahNya di muka bumi maka pada saat
itulah kita memulai sebuah perjalanan dari Allah SWT untuk menuju suatu tujuan
tertentu, dalam hal ini adalah menuju kepada Allah SWT yang dibuktikan dengan
mampunya diri kita melihat wajah Allah SWT di syurga secara langsung. Hal ini
sebagaimana ketentuan yang terdapat di dalam surat Az Zumar (39) ayat 54 di
atas dan juga sebagaimana ketentuan hadits berikut ini: “Dari Abu Hurairah ra, dia
berkata, “Sungguh, pada suatu waktu para sahabat bertanya kepada Nabi SAW, “Ya
Rasulullah, apakah kita bisa melihat Allah pada hari Kiamat nanti?’ Rasulullah
SAW bersabda: “Apakah kalian terhalang melihat rembulan pada malam purnama?”
Mereka menjawab: “Tidak, ya Rasulullah.” Kemudian Rasulullah SAW bertanya: “Apakah
kalian terhalang melihat matahari yang tidak tertutup awan?” Mereka menjawab:
“Tidak, ya Rasulullah.” Rasulullah SAW kemudian bersabda: “Demikianlah
sesungguhnya pada hari Kiamat nanti kalian akan melihat wajah Allah Ta’ala.”
(Hadits Riwayat Bukhari, Muslim).
Dan agar
perjalanan hidup ini terarah dari waktu ke waktu sesuai dengan apa yang
dikehendaki oleh Allah SWT, sehingga kita bisa bertemu dan melihat wajah Allah
SWT secara langsung, ada baiknya kami mengemukakan hal hal sebagai berikut:
a. Untuk dapat bertemu dan ditemui oleh Allah SWT kelak, tempatnya tidak bisa
disembarang tempat karena Allah SWT tidak akan mungkin mau dan bersedia menemui
kita jika kita berada di dalam neraka.
b. Untuk dapat bertemu dan ditemui oleh Allah SWT kelak, kita harus memenuhi syarat dan ketentuan
tertentu, yaitu beriman dan beramal shaleh; mentaati Allah dan RasulNya; serta
menjadi orang yang bertaqwa karena inilah syarat utama untuk pulang kampung ke
syurga.
c. Untuk
bisa bertemu dan ditemui oleh Allah SWT kelak,
harus dipersiapkan dengan matang sejak diri kita masih hidup di muka
bumi sehingga buang jauh jauhlah konsep simsalabim alakadabra untuk bisa
bertemu Allah SWT kelak.
d. Untuk dapat bertemu
dan ditemui oleh Allah SWT kelak, kita harus bisa menjadikan diri kita sendiri
memang pantas untuk ditemui oleh Allah SWT di syurga kelak.
e. Untuk
dapat bertemu dengan Allah SWT selaku Dzat Yang Maha Terhormat maka kita harus
terlebih dahulu menjadikan diri kita sesuai dengan kehormatan Allah SWT yaitu
harus menjadi makhluk yang terhormat terlebih dahulu karena tempat bertemunya
diri kita dengan Allah SWT adalah di tempat yang terhormat (syurga) dan dalam
suasana yang saling hormat menghormati.
f. Untuk
dapat bertemu dengan Allah SWT kelak, bukanlah perkara mudah lagi instans (cepat),
akan tetapi melalui suatu proses perjalanan yang sangat panjang lagi
melelahkan, penuh perjuangan, penuh kesungguhan, penuh doa dan air mata.
g. Untuk
bertemu dengan Allah SWT kelak, kita sangat membutuhkan adanya pedoman atau
kompas yang menunjukkan peta perjalanan yang diiringi dengan pemenuhan bekal
selama di dalam perjalanan. Agar diri kita tidak sesat di jalan, sampai tujuan
dengan selamat serta memiliki pemahaman tentang peta perjalanan yang baik dan
benar dan Allah SWT juga telah memberikan Nomor Personal ContactNya : 24434
yang berlaku 24 jam dimanapun manusia berada.
Agar hidup dan kehidupan yang kita jalani
sesuai dengan konsep Allah SWT maka hidup yang kita jalani saat ini harus memiliki tujuan. Lalu, bagaimana kita
bisa menemukan tujuan hidup? Beruntunglah diri kita yang telah menyatakan diri
sebagai seorang muslim, karena telah memiliki tujuan hidup, yang kesemuanya
sudah ada di dalam kitab suci AlQuran. Berikut ini penjelasan dari tujuan hidup
manusia menurut AlQuran.
Pertama. Jika kita diciptakan oleh pencipta, maka pastilah pencipta
memiliki alasan, maksud dan tujuan, dalam menciptakan diri kita. Karena itu,
penting bagi diri kita untuk mengetahui tujuan penciptaan manusia, termasuk keberadaan
diri kita. Islam adalah respons terhadap pencarian manusia akan makna. Tujuan penciptaan bagi semua pria dan wanita
selama ini adalah: untuk mengenal dan menyembah Tuhan. Allah SWT melalui
AlQuran telah mengajarkan kepada kita bahwa setiap manusia dilahirkan sadar
akan adanya Tuhan dan telah bertuhankan kepada Allah SWT. Sebagaimana firmanNya
berikut ini: "Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak
Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka
(seraya berfirman), "Bukankah Aku ini Tuhan kalian?” Mereka menjawab,
"Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.”(Kami lakukan yang
demikian itu) agar di hari kiamat kalian tidak mengatakan, "Sesungguhnya
kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (kekuasaan Tuhan),
atau agar kalian tidak mengatakan, 'Sesungguhnya orang tua-orang tua kami telah
mempersekutukan Tuhan sejak dahulu, sedangkan kami ini adalah anak-anak
keturunan yang (datang) sesudah mereka. Maka apakah Engkau akan membinasakan
kami karena perbuatan orang-orang yang sesat dahulu'?” (surat Al A’raf (7) ayat
172-173)
Berdasarkan surat Al
A’raf (7) ayat 172, 173 di atas, Allah SWT berbicara langsung kepada jiwa (ruh)
manusia, sehingga membuat jiwa (ruh) manusia bersaksi bahwa Allah adalah Tuhan
bagi jiwa (ruh) setiap manusia. Karena Allah SWT telah membuat semua jiwa (ruh)
umat manusia bersumpah dengan menjadikan Allah SWT sebagai Tuhan, sehingga setiap
seorang anak yang dilahirkan ke muka bumi sudah memiliki keyakinan alamiah
(fitrah) tentang Keesaan Allah SWT.
Kedua. Tentang tujuan hidup
manusia, AlQuran juga telah memaparkannya dengan sangat jelas. Allah SWT
berfirman: “Dan mereka tidaklah disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agama yang lurus, dan supaya
mereka mendirikan shalat serta menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama
yang lurus.” (surat Al-Bayyinah (98) ayat 5). Berdasarkan ketentuan ini
manusia diciptakan Allah untuk suatu tujuan yang besar dan misi yang penting
yaitu beribadah kepada Allah SWT semata.
Dan pengertian ibadah itu sendiri sangatlah luas dan tidak hanya
terbatas pada ritual-ritual khusus semata. Semua aktivitas manusia yang
dilakukan dalam rangka mewujudkan ketaatan kepada Allah SWT dan sejalan dengan
ridha Allah maka ia termasuk ibadah. Ibadah juga dapat dijelaskan sebagai
segala sesuatu dalam Islam yang dilakukan seseorang untuk cinta dan kesenangan
Allah. Ini sama sekali tergantung pada tindakan yang benar atau tidak
benar dari seseorang yang mencakup poin-poin kekuatan berikut: (a)
Keyakinan agama; (b) Kegiatan sosial; (c) Kontribusi untuk kesejahteraan
masyarakat dan sesama manusia.
Ketiga. Orang-orang Mukmin
sangat percaya bahwa Allah SWT menurunkan AlQuran dan mengutus Nabi Muhammad SAW
untuk mengajarkan kita bagaimana menyenangkan dan menyembah Sang Pencipta yang
sesuai dengan kehendak Allah SWT: "... sungguh telah datang kepadamu
cahaya dari Allah dan Kitab yang menjelaskan, dengan Kitab itulah Allah memberi
petunjuk kepada orang yang mengikuti keridhaanNya ke jalan keselamatan dan
(dengan Kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang itu dari gelap gulita kepada
cahaya dengan izinNya, dan menunjukkan ke jalan yang lurus. (surat Al
Maaidah (5) ayat 15-16).” Allah
SWT juga berfirman dalam surat Ali Imran (3) ayat 31 sebagaimana berikut ini: “Katakanlah (hai Muhammad), jika kamu
(benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah aku, dan Allah akan mencintaimu
dan mengampuni dosamu. Dan Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang.”
Berdasarkan ketentuan ini dikemukakan
bahwa jika kita benar-benar mencintai-Nya, maka ikutilah rasul-Nya. Adanya
kondisi ini menunjukkan bahwa Allah SWT telah menjadikan Nabi Muhammad SAW
sebagai suri tauladan saat diri kita hidup di dunia ini. Adanya suri tauladan
akan memudahkan diri kita melaksanakan tugas sebagai khalifah di muka bumi.
Keempat. Tujuan hidup manusia
adalah melakukan perbuatan baik dan benar dalam kerangka ibadah ikhsan termasuk
di dalamnya memberikan dan berbuat amal shaleh, membebaskan budak, berdoa,
menepati janji, dan bersabar selama kesulitan. Allah SWT berfirman: “Bukanlah
kebenaran bahwa kamu memalingkan wajahmu ke timur atau barat. Tetapi
adalah kebenaran untuk percaya kepada Tuhan, dan Hari Terakhir, dan para
Malaikat, dan Kitab, dan para Utusan; untuk menghabiskan harta Anda,
karena cinta untuk-Nya, untuk sanak saudara Anda, untuk yatim piatu, untuk yang
membutuhkan, untuk musafir, untuk mereka yang meminta, dan untuk tebusan
budak; untuk tabah dalam doa, dan mempraktekkan kasih amal biasa, untuk
memenuhi kontrak yang telah kamu buat; dan untuk menjadi tegas dan sabar,
dalam kesakitan (atau penderitaan) dan kesulitan, dan di semua periode
panik. Demikianlah orang-orang yang benar, yang takut akan Allah.” (surat
Al Baqarah (2) ayat 177). Selain daripada itu, bekerja untuk menjaga perdamaian
atau berusaha untuk mendamaikan diantara orang-orang adalah perbuatan besar
yang lebih baik daripada amal, puasa, dan doa. Nabi Muhammad (saw)
berkata: “Apakah Anda tahu apa yang lebih baik daripada amal dan puasa dan
doa? Itu menjaga perdamaian dan hubungan yang baik antara orang-orang, karena
pertengkaran dan perasaan buruk menghancurkan umat manusia.” (Hadits
Riwayat Bukhari, Muslim)
Kelima. Adanya peringatan untuk kemanusiaan, dimana AlQuran dan juga
Hadits sudah memberikan peringatan bagi umat manusia bahwa mereka akan
mempertanggungjawabkan setiap tindakan yang mereka lakukan dalam kehidupan ini.
Sebagaimana Allah SWT berfirman berikut ini: “Katakan, 'Tuhanlah yang
memberimu hidup, lalu membuatmu mati; dan pada akhirnya Dia akan
mengumpulkanmu pada Hari Kebangkitan (kedatangan) yang tidak diragukan, tetapi
kebanyakan orang tidak mengerti. Kepunyaan Tuhan adalah kerajaan langit
dan bumi. Dan pada hari itu ketika kiamat datang, pada hari itu semua
orang yang menolak untuk beriman adalah orang-orang yang merugi. Dan kamu
akan melihat semua orang tertatih-tatih berlutut, karena semua orang akan
dipanggil untuk (menghadapi) catatan mereka: 'Hari ini kamu akan mendapat
balasan atas semua yang pernah kamu lakukan. Ini adalah catatan Kami, ini
berbicara tentang Anda dalam semua kebenaran; karena Kami telah mencatat
semua yang kamu lakukan. (surat Al Jasiyah (45) ayat 26,27, 28,29).” Dan
Allah juga SWT berfirman: "Maka barangsiapa mengerjakan kebaikan
seberat atom, ia akan melihatnya, dan barangsiapa berbuat jahat terhadap atom,
akan melihat (balasannya)." (surat Az Zalzalah (99) ayat 7,8).” Adanya
ketentuan untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatan yang kita lakukan kelak
dihadapan Allah SWT, menunjukkan bahwa hidup yang kita jalani tidak bisa
dilaksanakan seenaknya saja tanpa melihat aturan main yang telah ditetapkan
berlaku oleh Allah SWT selaku Tuan Rumah. Berdasarkan uraian di atas ini
berarti salah satu tujuan hidup yang harus kita laksanakan adalah bagaimana
kita berupaya sebaik mungkin agar laporan pertanggungjawaban kita dapat diterima
oleh Allah SWT dengan sebaik baiknya.
Keenam. Nabi Muhammad SAW
sebagai suri tauladan kita juga telah menggemakan (mengingatkan) kepada umatnya
tentang pesan pertanggungjawaban, sebagaimana hadits berikut ini: “Seorang
pria akan ditanya mengenai lima (hal) pada Hari Kebangkitan: tentang hidupnya
dan bagaimana ia menghabiskannya, tentang masa mudanya dan bagaimana ia menjadi
tua, tentang kekayaannya: di mana ia memperolehnya dan dengan cara apa ia
menghabiskannya, dan apa yang dia lakukan dengan pengetahuan yang dia miliki.
"(Hadits Riwayat Ath Thirmidzi). Dan juga melalui sabda Nabi Muhammad
SAW berikut ini: “Tiga hal mengikuti almarhum: anggota keluarganya, kekayaannya dan
tindakannya. Dua dari mereka kembali dan satu akan tetap bersamanya. Anggota
keluarga dan kekayaannya kembali, dan tindakannya akan tetap bersamanya.” (Hadits
Riwayat Bukhari, Muslim).”
Dan berdasarkan
ketentuan hadits ini, tujuan hidup seorang pria adalah bagaimana bersikap dan
berbuat terhadap apa apa yang dimilikinya, seperti harta, ilmu serta waktu.
Lalu bagaimana memperolehnya serta untuk apa harta, ilmu dan waktu yang
dimilikinya, apakah untuk kepentingan duniawi semata ataukah untuk kepentingan
akhirat?.Hal yang harus kita jadikan pedoman adalah bahwa Allah SWT memiliki
kriteria sendiri di dalam menilai seseorang sebagaimana hadits berikut ini: Nabi
SAW menyatakan, Allah Yang Mahakuasa menghakimi kamu bukan dari wajahmu atau
kekayaanmu, tetapi oleh kemurnian hatimu dan perbuatanmu." (Hadits Riwayat
Muslim). Berdasarkan ketentuan ini, penampilan, kekayaan, keturunan,
harta kekayaan, pangkat dan jabatan, pendidikan warna kulit yang kita miliki bukanlah
kriteria yang akan dipergunakan oleh Allah SWT untuk menilai keberhasilan diri
kita.
Adanya konsep tujuan
hidup di atas, akhirnya kita akan dihadapkan dengan konsep hidup adalah
kesempatan dan juga pilihan serta hidup adalah perjalanan. Kesempatan untuk
melaksanakan apa apa yang telah ditetapkan oleh Allah SWT berlaku kepada diri
kita atau tidak mau melaksanakan apa apa
yang telah ditetapkan berlaku. Sehingga hidup yang kita jalani saat ini adalah
pilihan, pilihan memilih apa yang baik atau apa yang buruk, mau masuk ke syurga
atau mau masuk ke neraka, mau menjadikan hati yang hidup lagi sehat atau mau
menjadikan hati yang mati lagi sakit, mau jalan kebaikan atau mau jalan
keburukan, mau jiwa yang fitrah atau mau jiwa yang fujur. Pilihan dan
konsekuensi dari pilihan yang kita ambil akan menentukan hasil akhir sehingga
sebab bukanlah karena akibat.
Agar Konsep Tahu Diri dan Tahu Aturan Main serta
Tahu Tujuan Akhir yang telah kita miliki berhasil guna, maka langkah berikutnya
adalah kita harus memiliki visi, yaitu kompas hidup yang membuat kita tahu hal
terbesar yang harus kita lakukan, yang akan membuat kita dikenang karena
prestasi yang luar biasa dalam kebaikan dalam kerangka ibadah ikhsan. Sekalipun
visi adalah kompas hidup, tetapi kita tidak hanya berusaha menggapainya hanya
dengan sebelah mata. Visi adalah kemampuan melihat tujuan hidup dengan ke dua
mata, yakni mata akhirat dan mata dunia. Kita tidak bisa hanya memiliki visi
akhirat tanpa prestasi luar biasa di dunia yang akan memudahkan kita mencapi
visi akhirat. Demikian pula sebaliknya, kita tidak bisa hanya terobsesi pada
pencapaian prestasi visi dunia dengan mengesampingkan prestasi visi akhirat.
Visi hidup haruslah mencakup prestasi visi dunia yang akan memudahkan kita
mencapai visi terbesar di akhirat kelak.
Visi hidup adalah arah tujuan utama dari
kehidupan kita. Sebaik baik visi hidup adalah yang mengikutkan Allah SWT dan
mempersangkutkan akhirat di dalamnya. Visi akhirat akan tercapai kala visi
dunia terpenuhi. Sehingga visi akhirat hanya bisa dicapai dengan raihan
prestasi luar biasa di dunia. Prestasi di dunia inilah yang akan membuat sosok
diri kita begitu dibanggakan, kehadiran akan begitu dirindukan karena banyak
manusia merasakan manfaat kebaikan dari kehadiran dan karya karya diri kita.
Lalu apa yang sudah kita hasilkan sebagai bentuk karya nyata diri kita saat
hidup di muka bumi ini? Jika belum ada lalu bagaimana kita akan berhasil
mencapai visi akhirat? Untuk itu buatlah
visi hidup yang akan selalu membuat kita dirindukan, karena setelah kematian
tiba bukan hanya penduduk bumi yang merasa ditinggalkan, bahkan para penduduk
langit pun menangis sedih karena merasa kehilangan. Milikilah visi akhirat
yang unik dan mencerminkan diri kita sendiri. Apa contohnya? Contohnya ingin
memeluk Nabi Muhammad SAW beserta sahabat sahabatnya di syurga, ingin berkumpul
di syurga bersama keluarga besar serta anak dan keturunan, ingin menggendong
orang tua melewati jembatan sirathal mustakim, dan lain sebagainya.
Jika kita sudah mampu membuat prestasi dunia
yang membanggakan bagi penduduk dunia dan juga penduduk langit serta memiliki
visi akhirat yang jelas berarti kesempatan untuk merasakan mati senang sudah
kita persiapkan. Hidup senang di dunia tidak akan menjamin kita mati tenang,
apalagi mati senang. Betapa banyak
manusia yang dikelilingi rasa senang berlimpah harta ataupun popularitas tapi
mati dalam kondisi was was atau ketakutan seperti fir’aun. Mati senang bukan
berarti mati dalam keadaan tersenyum atau ketika sakratulmaut manusia tersebut
tertawa.
Mati senang karena para malaikat mengatakan
kepada diri kita “salaamun alaikum” masuklah kamu ke dalam syurga seperti yang
tertuang dalam surat An Nahl (16) ayat 32 berikut ini: “(yaitu) orang-orang yang
diwafatkan dalam Keadaan baik oleh Para Malaikat dengan mengatakan (kepada
mereka): "Salaamun'alaikum, masuklah kamu ke dalam syurga itu disebabkan
apa yang telah kamu kerjakan". Mati dalam keadaan senang adalah
kala mendapat kabar dari Malaikat bahwa diri kita akan masuk Syurga seperti
yang tertuang dalam surat Al Fajr (89) ayat 27 sampai 30 berikut ini: “Hai
jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi
diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku,masuklah ke dalam
syurga-Ku. (surat Al Fajr (89) ayat 27, 28,29,30)
Mati senang bisa diraih dengan berbagai sukses
tetapi tidak dapat diukur dari garis bibir yang melengkung ke atas saat mata
terpejam. Mati senang adalah suatu kondisi saat di hari berhisab kita menerima
buku laporan terakhir dari sisi sebelah kanan sehingga kita termasuk di dalam
golongan kanan. Allah SWT berfirman: “Yaitu golongan kanan. Alangkah mulianya
golongan kanan itu. dan golongan kiri. Alangkah sengsaranya golongan kiri itu.
dan orang-orang yang beriman paling dahulu,mereka Itulah yang didekatkan kepada
Allah.berada dalam jannah kenikmatan. (surat Al Waaqiah (56) ayat 8, 9, 10, 11,
12). Allah SWT berfirman: “(ingatlah) suatu hari (yang di hari itu)
Kami panggil tiap umat dengan pemimpinnya; dan Barangsiapa yang diberikan kitab
amalannya di tangan kanannya Maka mereka ini akan membaca kitabnya itu, dan
mereka tidak dianiaya sedikitpun. (surat Al Israa’ (17) ayat 71)
Jika ada mati senang tentu ada pula mati sengsara
atau mati susah, jika hal ini yang terjadi maka kita akan dikelompokkan menjadi
golongan kiri yang pulang kampungnya ke Neraka seperti yang tertuang dalam
surat Al Waaqiah (56) ayat 9 di atas. Dan ungkapan dalam bahasa Jawa yang kami
kemukakan di bawah ini, tentu sangat kita dampakan saat kita hidup di dunia
ini, yang jadi persoalan adalah setelah diri kita tahu diri dan tahu aturan
serta tahu tujuan akhir melalui visi akhirat yang telah kita tetapkan
selanjutnya beranikah kita membeli hal tersebut dengan harga mahal (dengan
melakukan pengorbanan, doa, darah dan air mata yang tidak sedikit)?
URIP KUWI YEN:
Ngibadah jenak; Kubur ra sesek; Suwargo mbukak; Rezekine jembar;Uripe berkah, Mangan enak; Turu kepenak; Tonggo semanak; Keluargo cedhak;Sedulur grapyak; Bondo cemepak; Ono panganan ora cluthak;ketemu konco ngguyu Ngakak.
Tidak ada gunanya kita tahu diri, tahu aturan main
dan tahu tujuan akhir yang ditunjang
dengan tujuan akhir melalui visi akhirat, jika kita sendiri tidak berani
membeli atau menjadikan hal tersebut menjadi nyata melalui pengorbanan, melalui
perjuangan untuk mencapai visi akhirat yang konsisten dari waktu ke waktu.
Jangan pernah berharap mencapai visi akhirat jika kita hanya malas malasan,
hanya berpangku tangan, hanya menunggu dan menunggu kesempatan untuk memulai
aksi, berharap kasihan dari orang lain, hanya bicara tanpa ada kemauan untuk
berbuat, terkecuali jika kita mampu memasukkan unta ke dalam lubang jarum.
Ayo segera berbuat, bertindak dalam koridor
tahu diri, tahu aturan serta tahu tujuan akhir yang dilandasi dengan visi
akhirat yang telah kita tetapkan karena hanya dengan tindakan nyata semuanya akan
tercapai. Jangan pernah memberikan kesempatan kepada perampok perampok waktu
melaksanakan aksinya di sisa usia kita yang ada. Untuk itu manfaatkan waktu
yang tersisa di sisa usia kita karena hanya dikesempatan itulah kita bisa
merealisasikan dan menunjukkan siapa diri kita yang sesungguhnya dihadapan
Allah SWT melalui bekerja, beribadah, berkarya secara ikhlas yang berasal dari
bagian hati. Sekarang pelajari, perhatikan dan renungkan dengan seksama 2 (dua)
ayat AlQuran yang kami kemukakan berikut ini:
Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya Allah tidak
berbuat zalim kepada manusia sedikitpun, akan tetapi manusia Itulah yang
berbuat zalim kepada diri mereka sendiri. (surat Yunus (10) ayat 44)
Allah SWT berfirman: “dan sekali-kali bukanlah harta
dan bukan (pula) anak-anak kamu yang mendekatkan kamu kepada Kami sedikitpun;
tetapi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal (saleh, mereka Itulah
yang memperoleh Balasan yang berlipat ganda disebabkan apa yang telah mereka
kerjakan; dan mereka aman sentosa di tempat-tempat yang Tinggi (dalam syurga).
(surat Saba’ (34) ayat 37).
Adanya dua ketentuan diatas, membuktikan bahwa
hasil akhir dari visi akhirat yang telah kita tentukan, sangat tergantung
kepada diri kita sendiri. Sehingga hidup tenang mati senang berumur panjang
bukanlah mimpi di siang hari, melainkan akan nyata menjadi kenyataan sepanjang
diri kita mau memperjuangkan konsep tahu diri, tahu aturan main yang didukung
dengan adanya visi akhirat yang telah kita tentukan dengan berani membayar mahal
dengan cara berjuang melalui doa dan air mata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar